Anda di halaman 1dari 8

AKTUALISASI NILAI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN

BERBANGSA DAN BERNEGARA

Oleh:
I Wayan Tagel Eddy
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana
Denpasar
tageleddy58@gmail.com

Abstract

The dynamics in actualizing the value of Pancasila into the life within the society, nationship and
citizenship is a necessity, so that Pancasila remains a relevant paradigm in providing guidance for
policy making and problem solving in the life of nationship as well as citizenship. Hence, the loyalty of
the citizens to Pancasila remains in the high level. On the other hand, apathy and resistance to Pancasila
can be minimized. The substance of the dynamics in the actualization of Pancasila values ​​in the life of
praxis is always the change and renewal in transforming the value of Pancasila into the norms and
practices of life by maintaining consistency, relevance, and contextualization. While continuous change
and renewal occurs when there is internal dynamics (self-renewal) and the absorption of foreign
values that
​​ are relevant for the development and instilment of ideology Pancasila. The outcomes of all
efforts to change and renewal in actualizing the value of the Pancasila is the tolerance of acceptability
and credibility of Pancasila by the citizens of Indonesia.

Keywords: Pancasila value, actualization, nationship, citizenship

Abstrak

Dinamika dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila ke dalam kehidupan bermasyarakat,


berbangsa, dan benegara adalah suatu keniscayaan, agar Pancasila tetap selalu relevan dalam
fungsinya memberikan pedoman bagi pengambilan kebijaksanaan dan pemecahan masalah dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Agar loyalitas warga masyarakat dan warganegara terhadap
Pancasila tetap tinggi. Di lain pihak, apatisme dan resistensi terhadap Pancasila bisa diminimalisir.
Substansi dari adanya dinamika dalam aktualisasi nilai Pancasila dalam kehidupan praksis adalah
selalu terjadinya perubahan dan pembaharuan dalam mentransformasikan nilai Pancasila ke dalam
norma dan praktik hidup dengan menjaga konsistensi, relevansi, dan kontekstualisasinya. Sedangkan
perubahan dan pembaharuan yang berkesinambungan terjadi apabila ada dinamika internal (self-
renewal) dan penyerapan terhadap nilai-nilai asing yang relevan untuk pengembangan dan
penggayaan ideologi Pancasila.Muara dari semua upaya perubahan dan pembaharuan dalam
mengaktualisasikan nilai Pancasila adalah terjaganya akseptabilitas dan kredibilitas Pancasila oleh
warganegara dan wargamasyarakat Indonesia.

Kata Kunci: nilai Pancasila, aktualisasi, berbangsa, bernegara

DHARMASMRTI
116
Nomor 18 Vol. I Mei 2018 : 1 - 134
I. PENDAHULUAN menguntungkan dan dimanfaatkan oleh
kekuatan politik di Indonesia yang berhaluan
Aktualisasi Pancasila dalam Kehidupan kiri (baca: PKI) Hal ini tampak pada
Berbangsa dan Bernegara dilihat dari aspek (1) kebijaksanaan pemerintah yang anti terhadap
Keharusan moral, (2) subyektif, (3) ketaatan Barat (kapitalisme) dan pro ke Kiri dengan
moral, (4) kesadaran moral, (5) internalisasi dibuatnya poros Jakarta-Peking dan Jakarta-
nilai-nilai moral Pancasila, (6) proses Pyong Yang. Puncaknya adalah peristiwa
pembentukan kepribadian Pancasila, dan (7) pemberontakan Gerakan 30 September 1965.
implementasi nilai-nilai Pancasila”, dapat Peristiwa ini menjadi pemicu tumbangnya
dijelaskan sebagai berikut. pemerintahan Orde Lama (Ir.Soekarno) dan
Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara berkuasanya pemerintahan Orde Baru (Jenderal
merupakan kesepakatan politik para founding Suharto). Pemerintah Orde Baru berusaha
fathers ketika negara Indonesia didirikan. mengoreksi segala penyimpangan yang
Namun dalam perjalanan panjang kehidupan dilakukan oleh regim sebelumnya dalam
berbangsa dan bernegara, Pancasila sering pengamalan Pancasila dan UUD 1945.
mengalami berbagai deviasi dalam aktualisasi Pemerintah Orde Baru merubah haluan politik
nilai-nilainya. Deviasi pengamalan Pancasila yang tadinya mengarah ke posisi Kiri dan anti
tersebut bisa berupa penambahan, pengurangan, Barat menariknya ke posisi Kanan. Namun
dan penyimpangan dari makna yang seharusnya, regim Orde Barupun akhirnya dianggap
dan seiring dengan itu sering pula terjadi upaya penyimpang dari garis politik Pancasila dan
pelurusan kembali. UUD 1945, Ia dianggap cenderung ke praktik
Pancasila sering digolongkan ke dalam Liberalisme-kapitalistik dalam menggelola
ideologi tengah di antara dua ideologi besar negara. Pada tahun 1998 muncullah gerakan
dunia yang paling berpengaruh, sehingga sering reformasi yang dahsyat dan berhasil mengakhiri
disifatkan bukan ini dan bukan itu. Pancasila 32 tahun kekuasaan Orde Baru. Setelah
bukan berpaham komunisme dan bukan tumbangnya regim Orde Baru telah muncul 4
berpaham kapitalisme. Pancasila tidak regim Pemerintahan Reformasi sampai saat ini.
berpaham individualisme dan tidak berpaham Pemerintahan-pemerintahan regim Reformasi
kolektivisme. Bahkan bukan berpaham teokrasi ini semestinya mampu memberikan koreksi
dan bukan perpaham sekuler. Posisi Pancasila terhadap penyimpangan dalam mengamalkan
inilah yang merepotkan aktualisasi nilai-nilainya Pancasila dan UUD 1945 dalam praktik
ke dalam kehidupan praksis berbangsa dan bermasyarakat dan bernegara yang dilakukan
bernegara. Dinamika aktualisasi nilai Pancasila oleh Orde Baru.
bagaikan pendelum (bandul jam) yang selalu
bergerak ke kanan dan ke kiri secara seimbang II. Aktualisasi Nilai Pancasila
tanpa pernah berhenti tepat di tengah.
Pada saat berdirinya negara Republik 2.1. Kerangka Teoritik
Indonesia, kita sepakat mendasarkan diri pada Alfred North Whitehead (1864 – 1947), tokoh
ideologi Pancasila dan UUD 1945 dalam utama filsafat proses, berpandangan bahwa
mengatur dan menjalankan kehidupan negara. semua realitas dalam alam mengalami proses
Namun sejak Nopember 1945 sampai sebelum atau perubahan, yaitu kemajuan, kreatif dan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 pemerintah baru. Realitas itu dinamik dan suatu proses yang
Indonesia mengubah haluan politiknya dengan terus menerus “menjadi”, walaupun unsur
mempraktikan sistem demokrasi liberal.Dengan permanensi realitas dan identitas diri dalam
kebijakan ini berarti menggerakan pendelum perubahan tidak boleh diabaikan. Sifat alamiah
bergeser ke kanan. Pemerintah Indonesia itu dapat pula dikenakan pada ideologi Pancasila
menjadi pro Liberalisme.Deviasi ini dikoreksi sebagai suatu realitas (pengada). Masalahnya,
dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. bagaimanakah nilai-nilai Pancasila itu
Dengan keluarnya Dekrit Presiden ini berartilah diaktualisasikan dalam praktik kehidupan
haluan politk negara dirubah. Pendelum yang berbangsa dan bernegara ? dan, unsur nilai
posisinya di samping kanan digeser dan Pancasila manakah yang mesti harus kita
digerakan ke kiri.Kebijakan ini sangat pertahankan tanpa mengenal perubahan ?

AKTUALISASI NILAI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN


BERBANGSA DAN BERNEGARA 117
I Wayan Tagel Eddy
Moerdiono (1995/1996) menunjukkan ekonomi, oleh pimpinan kemasyarakatan,
adanya 3 tataran nilai dalam ideologi Pancasila. bahkan oleh warganegara secara perseorangan.
Tiga tataran nilai itu adalah: Dari segi kandungan nilainya, nilai praksis
Pertama, nilai dasar, yaitu suatu nilai yang merupakan gelanggang pertarungan antara
bersifat amat abstrak dan tetap, yang terlepas idealisme dan realitas.
dari pengaruh perubahan waktu.Nilai dasar Jika ditinjau dari segi pelaksanaan nilai yang
merupakan prinsip, yang bersifat amat abstrak, dianut, maka sesungguhnya pada nilai praksislah
bersifat amat umum, tidak terikat oleh waktu ditentukan tegak atau tidaknya nilai dasar dan
dan tempat, dengan kandungan kebenaran yang nilai instrumental itu. Ringkasnya bukan pada
bagaikan aksioma.Dari segi kandungan nilainya, rumusan abstrak, dan bukan juga pada
maka nilai dasar berkenaan dengan eksistensi kebijaksanaan, strategi, rencana, program atau
sesuatu, yang mencakup cita-cita, tujuan, proyek itu sendiri terletak batu ujian terakhir
tatanan dasar dan ciri khasnya. Nilai dasar dari nilai yang dianut, tetapi pada kualitas
Pancasila ditetapkan oleh para pendiri negara. pelaksanaannya di lapangan. Bagi suatu ideologi,
Nilai dasar Pancasila tumbuh baik dari sejarah yang paling penting adalah bukti pengamalannya
perjuangan bangsa Indonesia melawan atau aktualisasinya dalam kehidupan
penjajahan yang telah menyengsarakan rakyat, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
maupun dari cita-cita yang ditanamkan dalam Suatu ideologi dapat mempunyai rumusan yang
agama dan tradisi tentang suatu masyarakat amat ideal dengan ulasan yang amat logis serta
yang adil dan makmur berdasarkan konsisten pada tahap nilai dasar dan nilai
kebersamaan, persatuan dan kesatuan seluruh instrumentalnya. Akan tetapi, jika pada nilai
warga masyarakat. praksisnya rumusan tersebut tidak dapat
Kedua, nilai instrumental, yaitu suatu nilai diaktualisasikan, maka ideologi tersebut akan
yang bersifat kontekstual. Nilai instrumental kehilangan kredibilitasnya.Bahkan Moerdiono
merupakan penjabaran dari nilai dasar tersebut, (1995/1996: 15) menegaskan, bahwa bahwa
yang merupakan arahan kinerjanya untuk kurun tantangan terbesar bagi suatu ideologi adalah
waktu tertentu dan untuk kondisi tertentu. Nilai menjaga konsistensi antara nilai dasar, nilai
instrumental ini dapat dan bahkan harus instrumental, dan nilai praksisnya. Sudah
disesuaikan dengan tuntutan zaman. Namun barang tentu jika konsistensi ketiga nilai itu
nilai instrumental haruslah mengacu pada nilai dapat ditegakkan, maka terhadap ideologi itu
dasar yang dijabarkannya. Penjabaran itu bisa tidak akan ada masalah. Masalah baru timbul
dilakukan secara kreatif dan dinamik dalam jika terdapat inkonsisitensi dalam tiga tataran
bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan nilai tersebut.
semangat yang sama, dalam batas-batas yang Untuk menjaga konsistensi dalam
dimungkinkan oleh nilai dasar itu.Dari mengaktualisasikan nilai Pancasila ke dalam
kandungan nilainya, maka nilai instrumental praktik hidup berbangsa dan bernegara, maka
merupakan kebijaksanaan, strategi, organisasi, perlu Pancasila formal yang abstrak-umum-
sistem, rencana, program, bahkan juga proyek- universal itu ditransformasikan menjadi
proyek yang menindaklanjuti nilai dasar rumusan Pancasila yang umum kolektif, dan
tersebut. Lembaga negara yang berwenang bahkan menjadi Pancasila yang khusus
menyusun nilai instrumental ini adalah MPR, individual (Suwarno, 1993: 108). Artinya,
Presiden, dan DPR. Pancasila menjadi sifat-sifat dari subjek
Ketiga, nilai praksis, yaitu nilai yang kelompok dan individual, sehingga menjiwai
terkandung dalam kenyataan sehari-hari, semua tingkah laku dalam lingkungan praksisnya
berupa cara bagaimana rakyat melaksanakan dalam bidang kenegaraan, politik, dan pribadi.
(mengaktualisasikan) nilai Pancasila. Nilai Driyarkara menjelaskan proses pelaksanaan
praksis terdapat pada demikian banyak wujud ideologi Pancasila, dengan gambaran gerak
penerapan nilai-nilai Pancasila, baik secara transformasi Pancasila formal sebagai kategori
tertulis maupun tidak tertulis, baik oleh cabang tematis (berupa konsep, teori) menjadi kategori
eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, oleh imperatif (berupa norma-norma) dan kategori
organisasi kekuatan sosial politik, oleh operatif (berupa praktik hidup). Proses
organisasi kemasyarakatan, oleh badan-badan tranformasi berjalan tanpa masalah apabila

DHARMASMRTI
118
Nomor 18 Vol. I Mei 2018 : 1 - 134
tidak terjadi deviasi atau penyimpangan, yang kemungkinan untuk berubah. Bukan
berupa pengurangan, penambahan,dan kemungkinan murni logis atau kemungkinan
penggantian (dalam Suwarno, 1993: 110- 111). objektif, seperti batu yang dapat dipindahkan
Operasionalisasi Pancasila dalam kehidupan atau pohon yang dapat dipotong. Bagi
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Whitehead, setiap satuan aktual sebagai realitas
haruslah diupayakan secara kreatif dan dinamik, merupakan sumber daya untuk proses ke-
sebab Pancasilasebagai ideologi bersifat menjadi-an yang selanjutnya. Jika dikaitkan
futuralistik. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dengan aktualisasi nilai Pancasila, maka pada
dalam Pancasila merupakan nilai-nilai yang dasarnya setiap ketentuan hukum dan
dicita-citakan dan ingin diwujudkan. perundang-undangan pada segala tingkatan,
Masalah aktualisasi nilai-nilai dasar ideologi sebagai aktualisasi nilai Pancasila (transformasi
Pancasila ke dalam kehidupan praksis kategori tematis menjadi kategori imperatif),
kemasyarakatan dan kenegaraan bukanlah harus terbuka terhadap peninjauan dan
masalah yang sederhana. Soedjati Djiwandono penilaian atau pengkajian tentang keterkaitan
(1995: 2-3) mensinyalir, bahwa masih terdapat dengan nilai dasar Pancasila.
beberapa kekeliruan yang mendasar dalam cara Untuk melihat transformasi Pancasila
orang memahami dan menghayati Negara menjadi norma hidup sehari-hari dalam
Pancasila dalam berbagai seginya. Kiranya tidak bernegara orang harus menganalisis pasal-pasal
tepat membuat “sakral” dan taboo berbagai penuangan sila ke-4 yang berkaitan dengan
konsep dan pengertian, seakan-akan sudah jelas negara, yang meliputi; wilayah, warganegara,
betul dan pasti benar, tuntas dan sempurna, dan pemerintahan yang berdaulat. Selanjutnya,
sehingga tidak boleh dipersoalkan lagi. Sikap untuk memahami transformasi Pancasila dalam
seperti itu membuat berbagai konsep dan kehidupan berbangsa, orang harus menganalisis
pengertian menjadi statik, kaku dan tidak pasal-pasal penuangan sila ke-3 yang berkaitan
berkembang, dan mengandung resiko dengan bangsa Indonesia, yang meliputi; faktor-
ketinggalan zaman, meskipun mungkin benar faktor integratif dan upaya untuk menciptakan
bahwa beberapa prinsip dasar memang persatuan Indonesia. Sedangkan untuk
mempunyai nilai yang tetap dan abadi. Belum memahami transformasi Pancasila dalam
teraktualisasinya nilai dasar Pancasila secara kehidupan bermasyarakat, orang harus
konsisten dalam tataran praksis perlu terus menganalisis pasal-pasal penuangan sila ke-1,
menerus diadakan perubahan, baik dalam arti ke-2, dan ke-5 yang berkaitan dengan hidup
konseptual maupun operasional. Banyak hal keagamaan, kemanusiaan dan sosial ekonomis
harus ditinjau kembali dan dikaji ulang. (Suwarno, 1993: 126).
Beberapa mungkin perlu dirubah, beberapa lagi
mungkin perlu dikembangkan lebih lanjut dan 2.2. Perubahan dan Kebaharuan
dijelaskan atau diperjelas, dan beberapa lagi Pembaharuan dan perubahan bukanlah
mungkin perlu ditinggalkan. melulu bersumber dari satu sisi saja, yaitu
Aktualisasi nilai Pancasila dituntut selalu akibat yang timbul dari dalam, melainkan bisa
mengalami pembaharuan. Hakikat terjadi karena pengaruh dari luar. Terjadinya
pembaharuan adalah perbaikan dari dalam dan proses perubahan (dinamika) dalam aktualisasi
melalui sistem yang ada. Atau dengan kata lain, nilai Pancasila tidaklah semata-mata disebabkan
pembaharuan mengandaikan adanya dinamika kemampuan dari dalam (potensi) dari Pancasila
internal dalam diri Pancasila. Mengunakan itu sendiri, melainkan suatu peristiwa yang
pendekatan teori Aristoteles, bahwa di dalam terkait atau berrelasi dengan realitas yang lain.
diri Pancasila sebagai pengada (realitas) Dinamika aktualisasi Pancasila bersumber pada
mengandung potensi, yaitu dasar kemungkinan aktivitas di dalam menyerap atau menerima dan
(dynamik). Potensi dalam pengertian ini adalah menyingkirkan atau menolak nilai-nilai atau
kemampuan real subjek (dalam hal ini Pancasila) unsur-unsur dari luar (asing). Contoh paling
untuk dapat berubah. Subjek sendiri yang jelas dari terjadinya perubahan transformatif
berubah dari dalam. Mirip dengan teori dalam aktualisasi nilai Pancasila dalam
A.N.Whitehead, setiap satuan aktual (sebagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
aktus, termasuk Pancasila) terkandung daya bernegara, adalah empat kali amandemen UUD

AKTUALISASI NILAI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN


BERBANGSA DAN BERNEGARA 119
I Wayan Tagel Eddy
1945 yang telah dilakukan MPR pada tahun 11). Kalau ideologi-ideologi besar di dunia
1999, 2000, 2001, dan tahun 2002. sekarang ini diperhatikan dengan seksama,
Dewasa ini, akibat kemajuan ilmu dan maka terlihat mereka bergeser secara dinamik.
teknologi, khususnya teknologi komunikasi, Para penyangga ideologi itu telah melakukan
terjadilah perubahan pola hidup masyarakat revisi, pembaharuan, dan pemantapan-
yang begitu cepat. Tidak satupun bangsa dan pemantapan dalam mengaktualisasikan
negara mampu mengisolir diri dan menutup ideologinya. Perkembangan zaman menuntut
rapat dari pengaruh budaya asing. Demikian bahwa ideologi harus memiliki nafas baru,
juga terhadap masalah ideologi.Dalam kaitan semangat baru dengan corak nilai, ajaran dan
imi, M.Habib Mustopo (1992: 11 -12) konsep kunci mengenai kehidupan yang
menyatakan, bahwa pergeseran dan perubahan memiliki perspektif baru. Ideologi Pancasilapun
nilai-nilai akan menimbulkan kebimbangan, dituntut demikian. Pancasila harus mampu
terutama didukung oleh kenyataan masuknya menghadapi pengaruh budaya asing, khususnya
arus budaya asing dengan berbagai aspeknya. ilmu dan teknologi modern dan latar belakang
Kemajuan di bidang ilmu dan teknologi filsafatnya yang berasal dari luar.
komunikasi & transportasi ikut mendorong Prof. Notonagoro telah menemukan cara
hubungan antar bangsa semakin erat dan luas. untuk memanfaatkan pengaruh dari luar
Kondisi ini di satu pihak akan menyadarkan tersebut, yaitu secara eklektif mengambil ilmu
bahwa kehidupan yang mengikat kepentingan pengetahuan dan ajaran kefilsafatan dari luar
nasional tidak luput dari pengaruhnya dan tersebut, tetapi dengan melepaskan diri dari
dapat menyinggung kepentingan bangsa lain. sistem filsafat yang bersangkutan dan
Ada semacam kearifan yang harus dipahami, selanjutnya diinkorporasikan dalam struktur
bahwa dalam kehidupan dewasa ini, teknologi filsafat Pancasila. Dengan demikian, terhadap
sebagai bagian budaya manusia telah jauh pengaruh baru dari luar, maka Pancasila bersifat
mempengaruhi tata kehidupan manusia secara terbuka dengan syarat dilepaskan dari sistem
menyeluruh. Dalam keadaan semacam ini, tidak filsafatnya, kemudian dijadikan unsur yang
mustahil tumbuh suatu pandangan kosmopolitan serangkai dan memperkaya struktur filsafat
yang tidak selalu sejalan dengan tumbuhnya Pancasila (Sri Soeprapto, 1995: 34). Sepaham
faham kebangsaan.Beberapa informasi dalam dengan Notonagoro, Dibyasuharda (1990: 229)
berbagai ragam bentuk dan isinya tidak dapat mengkualifikasikan Pancasila sebagai struktur
selalu diawasi atau dicegah begitu saja. atau sistem yang terbuka dinamik, yang dapat
Mengingkari dan tidak mau tahu “tawaran” atau menggarap apa yang datang dari luar, dalam arti
pengaruh nilai-nilai asing merupakan kesesatan luas, menjadi miliknya tanpa mengubah
berpikir, yang seolah-olah menganggap bahwa identitasnya, malah mempunyai daya ke luar,
ada eksistens yang bisa berdiri sendiri. Kesalahan mempengaruhi dan mengkreasi.
berpiklir demikian oleh Whitehead disebut Dinamika Pancasila dimungkinkan apabila
sebagai the fallacy of misplace concretness ada daya refleksi yang mendalam dan
(Damardjati Supadjar, 1990: 68). Jika pengaruh keterbukaan yang matang untuk menyerap,
itu tidak sesuai dengan nilai-nilai yang hidup menghargai, dan memilih nilai-nilai hidup yang
dalam masyarakat, atau tidak mendukung bagi tepat dan baik untuk menjadi pandangan hidup
terciptanya kondisi yang sesuai dengan bangsa bagi kelestarian hidupnya di masa
Pancasila, maka perlu dikembangkan sikap yang mendatang. Sedangkan penerapan atau
kritis terutama terhadap gagasan-gagasan, ide- penolakan terhadap nilai-nilai budaya luar
ide yang datang dari luar. tersebut berdasar pada relevansinya. Dalam
Dalam konteks budaya, masalah pertemuan konteks hubungan internasional dan
kebudayaan bukan masalah memfilter atau pengembangan ideologi, bukan hanya Pancasila
menyaring budaya asing, tetapi mengolah dan yang menyerap atau dipengaruhi oleh nilai-nilai
mengkreasi dalam interaksi dinamik sehingga asing, namun nilai-nilai Pancasila bisa
tercipta sesuatu yang baru. Jati diri bangsa, ditawarkan dan berpengaruh, serta menyokong
budaya politik adalah sesuatu yang harus terus kepada kebudayaan atau ideologi lain. Bahkan
menerus dikonstruksikan, karena bukan Soerjanto Poespowardojo (1989: 14)
kenyataan yang mandeg (Sastrapratedja, 1996: menjelaskan, bahwa dinamika yang ada pada

DHARMASMRTI
120
Nomor 18 Vol. I Mei 2018 : 1 - 134
aktualisasi Pancasila memungkinkan bahwa dihindari. Bangsa Indonesia juga dituntut
Pancasila juga tampil sebagai alternatif untuk berperan aktif dalam pergaulan dunia.Bangsa
melandasi tata kehidupan internasional, baik Indonesia harus mampu ikut bermain dalam
untuk memberikan orientasi kepada negara- interaksi mondial dalam menentukan arah
negara berkembang pada khususnya, maupun kehidupan manusia seluruhnya. Untuk bisa
mewarnai pola komunikasi antar negara pada menjalankan peran itu, bangsa Indonesia
umumnya. sendiri harus mempunyai kesatuan nilai yang
Ideologi Pancasila bukanlah pseudo religi. menjadi keunikan bangsa, sehingga mampu
Oleh karena itu, Pancasila perlu dijabarkan memberikan sumbangan yang cukup berarti
secara rasional dan kritis agar membuka iklim dalam percaturan internasional. Identitas diri
hidup yang bebas dan rasional pula. bukan sesuatu yang tertutup tetapi sesuatu yang
Konsekuensinya, bahwa Pancasila harus bersifat terus dibentuk dalam interaksi dengan kelompok
terbuka. Artinya, peka terhadap perubahan yang masyarakat bangsa, negara, manusia, sistem
terjadi dalam kehidupan manusia dan tidak masyarakat dunia (Sastrapratedja, 1996: 3).
menutup diri terhadap nilai dan pemikiran dari Semuanya itu mengharuskan adanya strategi
luar yang memang diakui menunjukkan arti dan kebudayaan yang mampu neneruskan dan
makna yang positif bagi pembinaan budaya mengembangkan nilai-nilai luhur Pancasila
bangsa, sehingga dengan demikian menganggap dalam segala aspek kehidupan bangsa.
proses akulturasi sebagai gejala wajar. Dengan Abdulkadir Besar (1994: 35) menawarkan
begitu ideologi Pancasila akan menunjukkan pelaksanaan “strategi dialogi antar budaya”
sifatnya yang dinamik, yaitu memiliki kesediaan dalam menghadapi gejala penyeragaman atau
untuk mengadakan pembaharuan yang berguna globalisasi dewasa ini.. Artinya, membiarkan
bagi perkembangan pribadi manusia dan budaya asing yang mengglobal berdampingan
masyarakat. Untuk menghadapi tantangan masa dengan budaya asli. Melalui interaksi yang terus
depan perlu didorong pengembangan nilai-nilai menerus, masing-masing budaya akan
Pancasila secara kreatif dan dinamik. Kreativitas mendapatkan pelajaran yang berharga. Hasil
dalam konteks ini dapat diartikan sebagai akhir yang diharapkan dari interaksi itu adalah
kemampuan untuk menyeleksi nilai-nilai baru terpeliharanya cukup diferensiasi, sekaligus
dan mencari alternatif bagi pemecahan masalah- tercegahnya penyeragaman universal. Ideologi
masalah politik, sosial, budaya, ekonomi, dan Pancasila sebagai jati diri bangsa Indonesia
pertahanan keamanan. Ideologi Pancasila tidak tidak mandeg, melainkan harus diperbaharui
a priori menolak bahan-bahan baru dan secara terus menerus, sehingga mampu
kebudayaan asing, melainkan mampu menyerap memberikan pedoman, inspirasi, dan dukungan
nilai-nilai yang dipertimbangkan dapat pada setiap anggota bangsa Indonesia dalam
memperkaya dan memperkembangkan memperkembangkan dirinya sebagai bangsa
kebudayaan sendiri, serta mempertinggi derajat Indonesia. Sedangkan pembaharuan yang sehat
kemanusiaan bangsa Indonesia. Menurut selalu bertitik tolak pada masa lampau dan
Hardono Hadi (1994: 57), bangsa Indonesia, sekaligus diarahkan bagi terwujudnya cita-cita
sebagai pengemban ideeologi Pancasila, tidak di masa depan. Setiap zaman menampakkan
defensif dan tertutup sehingga sesuatu yang corak kepribadiannya sendiri, namun
berbau asing harus ditangkal dan dihindari kepribadian yang terbentuk pada zaman yang
karena dianggap bersifat negatif. Sebaliknya berbeda haruslah mempunyai kesinambungan
tidak diharapkan bahwa bangsa Indonesia dari masa lampau sampai masa mendatang
menjadi begitu amorf, sehingga segala sesuatu sehingga tergambarkan aspek historitasnya
yang menimpa dirinya diterima secara buta (Hardono Hadi, 1994: 76). Kesinambungan
tanpa pedoman untuk menentukan mana yang tidak berarti hanya penggulangan atau
pantas dan mana yang tidak pantas untuk pelestarian secara persis apa yang dihasilkan di
diintegrasikan dalam pengembangan dirinya. masa lampau untuk diterapkan pada masa kini
Bangsa Indonesia mau tidak mau harus dan masa mendatang. Unsur yang sama dan
terlibat dalam dialog dengan bangsa-bangsa permanen maupun unsur yang kreatif dan baru,
lain, namun tidak tenggelam dan hilang di semuanya harus dirajut dalam satu kesatuan
dalamnya. Proses akulturasi tidak dapat yang integral.

AKTUALISASI NILAI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN


BERBANGSA DAN BERNEGARA 121
I Wayan Tagel Eddy
Teori hilemorfisme dari Aristoteles bisa bernegara. Agar loyalitas warga masyarakat dan
mendukung pandangan tersebut. Aristoteles warganegara terhadap Pancasila tetap tinggi. Di
menegaskan, bahwa meskipun materi (hyle) lain pihak, apatisme dan resistensi terhadap
menjadi nyata bila dibentuk (morfe), namun Pancasila bisa diminimalisir.
materi tidaklah pasif. Artinya ada gerak. Setiap Substansi dari adanya dinamika dalam
relitas yang sudah berbentuk (berdasar materi) aktualisasi nilai Pancasila dalam kehidupan
dapat juga menjadi materi bagi bentuk yang praksis adalah selalu terjadinya perubahan dan
lain,sehingga setiap realitas mengalami pembaharuan dalam mentransformasikan nilai
perubahan. Perubahan yang ada bukan Pancasila ke dalam norma dan praktik hidup
kebaharuan sama sekali namun perubahan yang dengan menjaga konsistensi, relevansi, dan
kesinambungan. Artinya, aktualitas yang ada kontekstualisasinya. Sedangkan perubahan dan
sekarang berdasar pada realitas yang telah ada pembaharuan yang berkesinambungan terjadi
pada masa lampau dan terbuka bagi adanya apabila ada dinamika internal (self-renewal)
perubahan di masa depan. dan penyerapan terhadap nilai-nilai asing yang
III. PENUTUP relevan untuk pengembangan dan penggayaan
Dinamika dalam mengaktualisasikan nilai ideologi Pancasila.Muara dari semua upaya
Pancasila ke dalam kehidupan bermasyarakat, perubahan dan pembaharuan dalam
berbangsa, dan benegara adalah suatu mengaktualisasikan nilai Pancasila adalah
keniscayaan, agar Pancasila tetap selalu relevan terjaganya akseptabilitas dan kredibilitas
dalam fungsinya memberikan pedoman bagi Pancasila oleh warganegara dan
pengambilan kebijaksanaan dan pemecahan wargamasyarakat Indonesia.
masalah dalam kehidupan berbangsa dan

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Besar. 1994. Pancasila dan Alam Pikiran Integralistik (Kedudukan dan Peranannya dalam
Era Globalisasi). Yogyakarta: Panitia Seminar “Globalisasi Kebudayaan dan Ketahanan
Ideologi” 16-17 November 1994 di UGM.
Bachtiar, Harsja W. (Peny.).1976. Percakapan dengan Sidney Hook tentang Masalah Filsafat. Jakarta:
Jambatan.
Bakker, Anton.1992. Ontologi atau Metafisika Umum. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Bertens. Kess. 1976. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Penerbit Yayasan Kanisius.
Bracher, Karl Dietrich. 1984. The Age of Ideologies. New York: St.Martin’s Press.
Damardjati Supadjar.1990. Konsep Kefilsafatan tentang Tuhan Menurut Alfred Nort Whitehead.
Yogyakarta: Disertasi Doktor di UGM.
Dibyasuharda. 1990.Dimensi Metafisik dalam Simbol: Ontologi mengenai Akar Simbol. Yogyakarta:
Disertasi Doktor di UGM.
Driyarkara, N.1959. Pantjasila dan Religi. Yogyakarta: Makalah disampaikan pada Seminar Pantjasila
I di Yogyakarta tanggal 16 sampai 20 Februari.
-----------------.1993 (Cet.ke-12).Filsafat Manusia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Habermas, Jurgen.1990. Ilmu dan Teknologi sebagai Ideologi. Jakarta: LP3ES.
Habib Mustopo, M.1992. Ideologi Pancasila dalam Menghadapi Globalisasi dan Era Tinggal Landas.
Bandungan-Ambarawa: Panitia Seminar dan Loka Karya Nasional MKDU Pendidikan
Pancasila Dosen-dosen PTN/PTS dan Kedinasan Pada tanggal 29 – 30 September
1992.
Hardono Hadi, P. 1994.Hakikat dan Muatan Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Kansil, C.S.T.1971. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta: Pradnya Paramita.
Kattsoff, Louis O.1953. Elements of Philosophy. New York: The Ronald Press Comp.
Kendall, G.A. 1981. “Ideology: An Essay in Definition” dalam majalah Philophy Today No.25, hal. 262

DHARMASMRTI
122
Nomor 18 Vol. I Mei 2018 : 1 - 134
– 276.
Koento Wibisono. 1988. Pancasila Ideologi Terbuka. Magelang: Panitia Temu Karya
Dosen-Dosen PTN Se-Jawa Tengah dan Kopertis Wil.VI.
Leahy, Louis. 1993. “Ideologi Tinjauan Historis dan Kritis”. Yogyakarta: dalam Majalah Basis No.42,
halaman 130 – 135.
Liek Wilardjo. 1990.Realita dan Desiderata. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Lorens Bagus. 1991. Metafiska. Jakarta: PT Gramedia.
Magnis Suseno, Franz. 1991. Berfilsafat dari Konteks. Jakarta: PT Gramedia.
Mannheim, Karl. 1991. Ideologi dan Utopia (Menyingkap Kaitan Pikiran dan Politik).
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Moerdino. 1995/1996. “Pancasila sebagai Ideologi Terbuka Menghadapi Era Globalisasi dan
Perdagangan Babas”, dalam Majalah Mimbar No.75 tahun XIII.
------------. 1995/1996. “Masalah Filsafati dan Ideologi dalam Membangun Negara Hukum di
Indonesia”, dalam Majalah Mimbar No. 74 tahun XIII.
Naisbitt, John dan Patricia Aburdence. 1990. Megatrends 2000 (Sepuluh Arah Baru untuk Tahun
1990-an). Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Notonagoro. 1974 (Cet.Kelima). Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila. Jakarta: Universitas
Pancasila.
--------------. 1975. Pancasila secara Ilmiah Populer. Jakarta: Pantjuran Tudjuh.
-------------. 1984 (Cet.Keenam). Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta: Bina Aksara.
Popkin, Richard, dan Avrum Stroll. 1958. Philosophy Made Simple. New York: Made
Sample Books, Inc.
Pranarka A.M.W. 1985. Sejarah Pemikiran tentang Pancasila. Jakarta: CSIS.
Sartono Kartodirdjo. 1990. Kebudayaan Pembangunan dalam Perspektif Sejarah. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Sastrapratedja,M. 1996. Pancasila dan Globalisasi. Magelang: Panitia Seminar Nasional Pendidikan
Pancasila di Universitas Tidar pada 29-31 Juli 1996.
Slamet Sutrisno. 1986. Pancasila sebagai Metode. Yogyakarta: Liberty.
Snyder, Louis L. 1954. The Meaning of Nationalism. New Brunswick-New Jersey: Rutger University
Press.
Soedjati Djiwandono, J. 1995. Setengah Abad Negara Pancasila (Tinjauan Kritis ke Arah Pembaharuan.
Jakarta: CSIS.
Soerjanto Poespowardojo. 1989. Filsafat Pancasila. Jakarta: Gramedia.
Sudarmanto, JB. 1987. Agama dan Ideologi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Sudarminta, J. 1991. Filsafat Proses (Sebuah Pengantar Sistematik Filsafat Whitehead).Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Suwarno, P.J. 1993. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Traer, Robert. 1991. Faith in Human Rights. Washington DC: Georgetown Univ.Press.
Whitehead, Alfred North. 1979. Process and Reality. New York: The Free Press.
William Ebenstein & Edwin Fogelman. 11985. Today’s Isms. London: Prentice-Hall,Inc.

AKTUALISASI NILAI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN


BERBANGSA DAN BERNEGARA 123
I Wayan Tagel Eddy

Anda mungkin juga menyukai