Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit malaria sampai saat ini merupakan salah satu masalah


kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah
klien serta semakin luas penyebarannya. Penyakit ini ditemukan
hampir di seluruh belahan dunia terutama di negara–negara tropik dan
sub tropik, baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik. Hasil
studi epidemiologik menunjukkan bahwa malaria menyerang
kelompok umur balita sampai dengan umur sekitar 15 tahun.
Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria biasanya terjadi di daerah
endemik dan berkaitan dengan datangnya musim hujan, sehingga
terjadi peningkatan aktivitas nyamuk anopheles pada musim hujan
yang dapat menyebabkan terjadinya penularan penyakit malaria pada
manusia melalui gigitan nyamuk. (Sumarmo dkk, 2010).

Di Indonesia malaria tersebar di seluruh pulau dengan derajat


endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit di daerah
ketinggian sampai 1.800 meter di atas permukaan laut (dpl). Angka
Annual Parasite Incidence (API) malaria di pulau Jawa pada tahun
2000 adalah 0,120 per 1.000 penduduk, sedangkan di luar pulau Jawa
tingkat Parasite Rate (PR) tahun 2000 sebesar 4,78%. Spesies yang
terbanyak dijumpai adalah plasmodium falciparum dan plasmodium
vivax. (Marshcall dkk, 2000).

Primus (2008) menyatakan bahwa salah satu faktor lingkungan


juga dapat mempengaruhi peningkatan kasus malaria yaitu dengan
adanya penggundulan hutan terutama hutan bakau di pinggiran pantai.
Akibat rusaknya lingkungan ini nyamuk yang umumnya hanya
tinggal di hutan dapat berpindah ke pemukiman manusia.

1
Adanya kejadian malaria di masyarakat dapat sebagai bahan
penelaahan bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat yang terkena
penyakit malaria atapun masyarakat dalam melakukan usaha
pencegahan terhadap penyakit malaria. Pencegahan atau pun
pengobatan penyakit malaria dibutuhkan suatu pengetahuan yang baik
agar dalam tindakan pencegahan atau pun pengobatan malaria dapat
dilakukan secara baik dan benar.

Pengetahuan masyarakat yang diperoleh dari berbagai sumber


merupakan upaya positif untuk dapat melakukan suatu tindakan yang
berarti guna meminimalkan terserangnya penyakit malaria bagi
keluarganya. Tindakan menjaga kebersihan, pemakaian obat malaria,
menghindar dari gigitan nyamuk, seperti memakai kelambu atau kasa
anti nyamuk, vaksin malaria, memelihara ikan pemakan jentik di
kolam/bak-bak penampungan air sepeti ikan kakap merah,
menghindari keluar rumah pada waktu malam hari (Sumarmo, dkk,
2002).

B. Rumusan Makalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit malaria?
2. Bagaimana patofisiologi penyakit malaria?
3. Bagaimana dampak dari penyakit malaria?
4. Bagaimana pencegahan penyakit malaria?
5. Bagaimana pengendalian penyakit malaria?
6. Faktor lingkungan apa saja yang berpengaruh terhadap penyakit
malaria?

C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan penyakit malaria
2. Mengetahui bagaimana patofisiologi penyakit malaria
3. Mengetahui bagaimana dampak dari penyakit malaria

2
4. Mengetahui bagaimana pencegahan penyakit malaria
5. Mengetahui bagaimana pengendalian penyakit malaria
6. Mengetahui faktor lingkungan apa saja yang berpengaruh terhadap
penyakit malaria

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Malaria

Malaria adalah kata yang berasal dari bahasa Italia, yang artinya
mal: buruk dan area : udara, jadi secara harfiah berarti penyakit yang
sering timbul di daerah dengan udara buruk akibat dari lingkungan yang
buruk. Selain itu, juga bisa diartikan sebagai suatu penyakit infeksi
dengan gejala demam berkala yang disebabkan oleh parasit Plasmodium
(Protozoa) dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina. Terdapat
banyak istilah untuk malaria yaitu paludisme, demam intermitens,
demam Roma, demam Chagres, demam rawa, demam tropik, demam
pantai dan ague. Dalam sejarah tahun 1938 pada Countess d’El
Chincon, istri Viceroy dari Peru, telah disembuhkan dari malaria dengan
kulit pohon kina, sehingga nama quinine digantikan dengan cinchona.
Malaria adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang
disebabkan oleh suatu protozoa spesies plasmodium yang ditularkan ke
manusia melalui air liur nyamuk. (Elizabeth J Corwin, 2001: 125)
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala yang
disebabkan oleh parasit plasmodium dan ditularkan oleh oleh sejenis
nyamuk tertentu (Anopheles). Berbeda dengan nyamuk biasa (Culex),
nyamuk ini khususnya menyengat pada malam hari dengan posisi yang
khas, yakni bagian belakang mengarah keatas dengan sudut 48°. (Tan
Hoan Tjay ,2007 :170)
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik, di
sebabkan oleh protozoa genus Plasmodium ditandai dengan demam,
anemia, dan splenomegali. (Arif Mansjor, 1999: 409).

4
2.1.1. Penyebab Malaria

Penyakit malaria disebabkan oleh Protozoa genus


Plasmodium. Terdapat empat spesies yang menyerang manusia
yaitu :

a. Plasmodium falciparum (Welch, 1897) menyebabkan


malaria falciparum atau malaria tertiana maligna/malaria
tropika/malaria pernisiosa.
b. Plasmodium vivax (Labbe, 1899) menyebabkan malaria
vivax atau malaria tertiana benigna.
c. Plasmodium ovale (Stephens, 1922) menyebabkan malaria
ovale atau malaria tertiana benigna ovale.
d. Plasmodium malariae (Grassi dan Feletti, 1890)
menyebabkan malaria malariae atau malaria kuartana.
Selain empat spesies Plasmodium diatas, manusia juga bisa
terinfeksi oleh Plasmodium knowlesi, yang merupakan
plasmodium zoonosis yang sumber infeksinya adalah kera.
Penyebab terbanyak di Indonesia adalah Plasmodium
falciparum dan Plasmodium vivax. Untuk Plasmodium
falciparum menyebabkan suatu komplikasi yang berbahaya,
sehingga disebut juga dengan malaria berat.

2.1.2. Vektor Malaria

Nyamuk Anopheles adalah vektor siklik satu-satunya


dari malaria manusia. Dari sekitar 400 spesies Anopheles,
hanya sekitar 70 spesies yang menjadi vektor malaria. Tiap
spesies mempunyai sifat dan perilaku yang berbeda-beda.
Berikut beberapa contoh yang banyak ditemukan di beberapa
pulau di Indonesia.

5
1. Di Jawa dan Bali :
a. Anopheles sundaicus : tempat perindukan di rawa,
sepanjang pantai berair asin atau air tawar campur air
asin terutama yang banyak mengandung alga. Termasuk
night biter (pukul 20-24), tempat istirahat di luar dan
dalam rumah, mampu terbang 5 km dari perindukan.
b. Anopheles aconitus : tempat perindukan di sawah,
saluran irigasi dan anak sungai di pedalaman, terlebih
air yang mengandung jerami busuk. Termasuk day biter
dan tempat istirahatnya di rumah, kandang atau semak.
2. Di Irian Jaya :
a. Anopheles farauti : menyukai air tawar dan air payau.
Tempat perindukan di tepi sungai, rawa, genangan
hujan, kolam. Termasuk night biter mengisap darah
malam hari dan dini hari. Beristirahat di luar dan di
dalam rumah.
b. Anopheles punctulatus : tempat perindukan di
genangan air, tepi sungai. Termasuk night biter.
3. Di Kalimantan :
a. Anopheles balabacensis : tidak memilih tempat
perindukan seperti, air di tanah bekas injakan kaki,
kolam, sungai kecil.
4. Di Sumatera :
a. Anopheles barbirostris : di tempat berair yang banyak
ditumbuhi tanaman, baik sekitar rumah maupun
sawah. Termasuk day biter.
Di dalam tubuh nyamuk Anopheles betina,
dapat hidup lebih dari satu spesies Plasmodium secara
bersamaan sehingga dapat menyebabkan terjadinya
infeksi campuran (mixed infection)

6
2.1.3. Cara Infeksi

Penyakit malaria dapat ditularkan dengan dua cara, yaitu


cara alamiah, contohnya melaluiu gigitan nyamuk dan non
alamiah, misalnya tranfusi darah maupun malaria dari ibu ke
bayinya. Sedangkan menurut Garcia dan Bruckner (1996)
terdapat beberapa penyebab yang mengakibatkan terjadinya
infeksi Plasmodium.
1. Gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi.
2. Transfusi darah dari donor penderita.
3. Penggunaan jarum suntik yang terkontaminasi.
4. Infeksi impor.
5. Infeksi kongenital.

2.1.4. Epidemiologi Malaria

Malaria termasuk penyakit kosmopolit yang tersebar


sangat luas di seluruh dunia, baik di daerah tropis, subtropics
maupun daerah beriklim dingin. Malaria ditemukan pada 64o
LU (Archangel di Rusia) sampai 32o LS (Cordoba di
Argentina), dari daerah ketinggian 2666 m sampai daerah 433
m dibawah permukaan air laut (Laut Mati). Diantara garis
lintang dan bujur, terdapat daerah yang bebas malaria, yaitu
Pasifik Tengah dan Selatan (Hawaii, Selandia Baru). Keadaan
ini dikarenakan tidak ada vektor di tempat bebas malaria
tersebut, sehingga siklus hidup parasit tidak dapat berlangsung.
Suatu daerah dikatakan endemis malaria jika secara konstan
angka kejadian malaria dapat diketahui serta penularan secara
alami berlangsung sepanjang tahun. Peningkatan perjalanan
udara internasional dan resistensi terhadap obat antimalaria
dapat meningkatkan kasus malaria impor pada turis,pelancong
dan imigran.

7
Menurut WHO (1963), malaria di suatu daerah
ditemukan dari beberapa kasus, kasus autokhton yaitu kasus
malaria pada suatu daerah yang terbatas. Kasus indigen, yaitu
kasus malaria yang secara alami terdapat pada suatu daerah.
Kasus impor, yaitu didapatnya kasus malaria di luar daerah
yang biasa dan masuk dari luar daerah. Kasus introdus, kasus
malaria yang terbukti terbatas pada suatu daerah dan
diperoleh dari malaria impor. Kasus sporadik, yaitu
merupakan kasus autokhton yang terbatas pada sedikit daerah
tapi tersebar. Kasus Indus, didapatnya infeksi secara parenteral
misalnya, melalui jarum suntik dan transfusi darah.

2.2. Patofisiologi

Patofisiologi infeksi malaria berkembang melalui dua fase. Fase 1


dalam tubuh manusia dan fase 2 dalam tubuh nyamuk malaria.
1. Fase dalam Tubuh Manusia

Dalam tubuh manusia, terdapat dua tahapan yang terjadi, yaitu


siklus ekso eritrosit dan eritrosit.

a. Siklus Ekso Eritrosit

Ketika nyamuk betina Anopheles sp yang terinfeksi


plasmodium malaria menggigit manusia, sejumlah sporozoit yang
terdapat dalam air liur nyamuk masuk ke dalam peredaran darah
manusia. Sporozoit ini kemudian akan menginvasi hepar,
berkembang biak dan bertambah banyak secara aseksual. Situasi
ini berlangsung sekitar 8 hingga 30 hari secara asimtomatik.
Plasmodium menjadi dorman dalam hepar dalam suatu
periode waktu tertentu, kemudian organisme ini akan melepaskan
ribuan merozoit ke dalam aliran darah seiring dengan rupturnya
sel-sel hepar. Merozoit ini akan memasuki dan menginfeksi sel-
sel darah merah untuk memulai siklus eritrosit kehidupannya.

8
Disfungsi hepar akibat dari infeksi malaria sangat jarang
terjadi. Biasanya terjadi pada penderita yang telah mengidap
penyakit sebelumnya seperti hepatitis virus, penyakit hati kronis.
Sindrom yang terjadi disebut sebagai malaria hepatitis. Telah
dilaporkan, kejadian yang meningkat akan malaria hepatopati
yang terjadi di Asia Tenggara dan India.
Sejumlah sporozoit dari Plasmodium vivax dan Plasmodium
ovale tidak segera berkembang menjadi merozoit dalam siklus
ekso-eritrosit nya tapi memproduksi sejumlah hipnozoit.
Hipnozoit ini mampu bertahan dalam sel-sel hepar untuk jangka
waktu panjang berbulan-bulan hingga tahunan, secara tipikal 7-10
bulan. Setelah periode dorman, hipnozoit ini akan kembali aktif
dan memproduksi merozoit-merozoit untuk dilepaskan ke dalam
peredaran darah. Hipnozoit bertanggungjawab untuk masa
inkubasi yang panjang dan terjadinya relaps di kemudian hari.

b. Siklus Eritrosit

Merozoit yang memasuki dan menginfeksi eritrosit akan


mengalami proses skizogoni menjadi tropozoit imatur stadium
cincin (ring stage) yang kemudian akan melalui 2 tahapan.

a) Maturasi Tropozoit

Tropozoit akan tumbuh dan berkembang menjadi tropozoit


matur yang lalu berubah menjadi skizon. Skizon akan
menyebabkan terjadinya rupture eritrosit dan terlepas bebas
ke dalam aliran pembuluh darah untuk kemudian memasuki
eritrosit sehat dan membentuk tropozoit imatur kembali.
Adanya sejumlah tropozoit dalam peredaran darah manusia,
akan menjadikan tubuh manusia melepaskan sitokin
(cytokine) secara alami, sebagai respon terhadap parasitemia
tersebut.

9
b) Pembentukan gametosit

Tropozoit imatur juga akan berkembang menjadi gametosit


yang kemudian tumbuh dan berkembang menjadi gametosit
jantan (mikrogamet) dan betina (makrogamet). Gametosit ini
beredar dalam darah. Apabila penderita digigit nyamuk
Anopheles, maka gamet jantan dan betina akan masuk ke
dalam tubuh nyamuk, dan mulai menjalani siklus hidup
selanjutnya sampai membentuk sporozoit kembali.

2. Fase dalam Tubuh Nyamuk (Siklus Sporogonik)

Dalam tubuh nyamuk, mikrogamet akan melepaskan flagelanya,


siap bereproduksi dengan makrogamet secara seksual. Mikrogamet
akan melakukan penetrasi terhadap makrogamet dalam lambung
nyamuk, menghasilkan sejumlah zigot. Zigot, kemudian akan menjadi
motil dan memanjang, disebut sebagai ookinet. Sejumlah ookinet akan
menginvasi dinding usus nyamuk untuk membentuk ookis. Ookis
tumbuh, ruptur dan melepaskan sejumlah sporozoit, lalu beredar
memasuki kelenjar liur nyamuk dan siap menginfeksi host berikutnya.

2.3. Dampak Malaria

Gejala penyakit malaria dipengaruhi oleh daya pertahanan tubuh


penderita. Waktu terjadinya infeksi pertama kali hingga timbulnya
penyakit disebut sebagai masa inkubasi, sedangkan waktu antara
terjadinya infeksi hingga ditemukannya parasit malaria didalam darah
disebut periode prapaten. Keluhan yang biasanya muncul sebelum gejala
demam adalah gejala prodromal, seperti sakit kepala, lesu, nyeri tulang
(arthralgia), anoreksia (hilang nafsu makan), perut tidak enak, diare
ringan dan kadang merasa dingin di pungung.

10
Keluhan utama yang khas pada malaria disebut “trias malaria”
yang terdiri dari 3 stadium yaitu :
1. Stadium menggigil

Pasien merasa kedinginan yang dingin sekali, sehingga


menggigil. Nadi cepat tapi lemah, bibir dan jari-jari tangan biru, kulit
kering dan pucat. Biasanya pada anak didapatkan kejang. Stadium ini
berlangsung 15 menit sampai 1 jam.

2. Stadium puncak demam

Pasien yang semula merasakan kedinginan berubah menjadi


panas sekali. Suhu tubuh naik hingga 41o C sehingga menyebabkan
pasien kehausan. Muka kemerahan, kulit kering dan panas seperti
terbakar, sakit kepala makin hebat, mual dan muntah, nadi berdenyut
keras. Stadium ini berlangsung 2 sampai 6 jam.

3. Stadium berkeringat

Pasien berkeringat banyak sampai basah, suhu turun drastis


bahkan mencapai dibawah ambang normal. Penderita biasanya dapat
tidur nyenyak dan saat bangun merasa lemah tapi sehat. Stadium ini
berlangsung 2 sampai 4 jam.

Pemeriksaan fisik yang ditemukan lainnya yang merupakan


gejala khas malaria adalah adanya splenomegali, hepatomegali dan
anemia. Anemia terjadi bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Sel darah merah yang lisis karena siklus hidup parasit
b. Hancurnya eritrosit baik yang terinfeksi ataupun tidak di dalam
limpa
c. Hancurnya eritrosit oleh autoimun
d. Pembentukan heme berkurang
e. Produksi eritrosit oleh sumsum tulang juga berkurang
f. Fragilitas dari eritrosit meningkat

11
Gejala yang biasanya muncul pada malaria falciparum ringan
sama dengan malaria lainnya, seperti demam, sakit kepala,
kelemahan, nyeri tulang, anoreksia, perut tidak enak.

2.3.1. Malaria Berat

Menurut WHO, malaria berat adalah malaria yang


disebabkan oleh infeksi Plasmodium falciparum dan
Plasmodium vivax aseksual dengan satu atau lebih komplikasi,
akan tetapi Plasmodium vivax jarang ditemukan pada kasus ini.
sebagai berikut :

1. Malaria cerebral
Terjadi akibat adanya kelainan otak yang menyebabkan
terjadinya gejala penurunan kesadaran sampai koma, GCS
(Glasgow Coma Scale) < 11, atau lebih dari 30 menit
setelah serangan kejang yang tidak disebabkan oleh
penyakit lain.
2. Anemia Berat
Hb < 5 gr% atau hematokrit < 15% pada hitung parasit >
10.000/µL, bila anemianya hipokromik/mikrositik dengan
mengenyampingkan adanya anemia defisiensi besi,
talasemia/hemoglobinopati lainnya.
3. Gagal ginjal akut
Urin < 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau < 12
ml/kgBB pada anak setelah dilakukan rehidrasi, dan
kreatinin > 3 mg%.
4. Edema paru / ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome).
5. Hipoglikemi (gula darah < 40 mg%).
6. Syok
Tekanan sistolik < 70 mmHg disertai keringat dingin atau
perbedaan temperatur kulit-mukosa > 10C.
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, traktus digestivus

12
atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan
koagulasi intravaskuler.
8. Kejang berulang lebih dari 2x24 jam setelah pendinginan
pada hipertemia.
9. Asidemia (pH < 7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat < 15
mmol/L).
10. Makroskopik hemoglobinuri (blackwater fever) oleh
karena infeksi pada malaria akut (bukan karena obat anti
malaria).
11. Diagnosis post-mortem dengan ditemukannya parasit yang
padat pada pembuluh kapiler pada jaringan otak.
Selain itu juga terdapat beberapa keadaan yang
digolongkan dalam malaria berat, yaitu :
1. Gangguan kesadaran ringan (GCS < 15) atau dalam
keadaan delirium dan somnolen.
2. Kelemahan otot (tidak bisa duduk/berjalan) tanpa kelainan
neurologik.
3. Hiperparasitemia > 5% pada daerah hipoendemik atau daerah
tak stabil malaria.
4. Ikterik (bilirubin > 3 mg%).
5. Hiperpireksia (temperatur rectal > 400C) pada dewasa/anak.

2.4. Pencegahan Malaria


Pencegahan ditujukan untuk orang yang tinggal di daerah
endemis maupun yang ingin pergi ke daerah endemis :

1. Pengendalian vektor

a. Bisa menggunakan larvasida untuk memberantas jentik-jentik.


b. Semprot insektisida untuk membasmi nyamuk dewasa.
c. Penggunaan pembunuh serangga yang mengandung DEET (10-
35%) atau picaridin 7%.

13
2. Proteksi personal/Personal Protection

Adalah suatu tindakan yang dapat melindungi orang


terhadap infeksi, seperti :

a. Menghindari gigitan nyamuk pada waktu puncak nyamuk


mengisap (petang dan matahari terbenam).
b. Penggunaan jala bed (kelambu) yang direndam insektisida
sebelumnya, kawat nyamuk, penolak serangga.
c. Memakai baju yang cocok dan tertutup.
d. Penggunaan obat-obat profilaksis jika ingin bepergian ke daerah
endemis.

3. Vaksin Malaria

Parasit malaria mempunyai siklus hidup yang komplek,


sehingga vaksin berbeda-beda untuk setiap stadium, seperti :

a. Stadium aseksual eksoeritrositik


Cara kerjanya menghambat terjadinya gejala klinis maupun
transmisi penyakit di daerah endemis. Contohnya,
circumsporozoite protein (CSP), Thrombospondin-related
adhesion protein (TRAP), Liver stage antigen (LSA).

b. Stadium aseksual eritrositik


Cara kerjanya menghambat terjadinya infeksi parasit terhadap
eritrosit, mengeliminasi parasit dalam eritrosit dan mencegah
terjadinya sekuesterasi parasit di kapiler organ dalam sehingga
dapat mencegah terjadinya malaria berat. Contohnya,
merozoite surface protein (MSP), ring infected erythrocyte
surface antigen (RESA), apical membrane antigen-1 (AMA-1).

c. Stadium seksual
Cara kerjanya menghambat atau mengurangi transmisi malaria di
suatu daerah. Contohnya, Pfs 28 dan Pfs 25.

14
2.5. Pengendalian Malaria
2.5.1. Eliminasi Malaria
Menurut keputusan menteri kesehatan nomer 293 tahun 2009
tentang eliminasi malaria di Indonesia adalah suatu upaya untuk
menghentikan penularan malaria setempat dalam satu wilayah
geografi tertentu, dan bukan berarti tidak ada kasus malaria impor
serta sudah tidk ada vector malaria di wilayah tersebut, sehingga
tetap dibutuhkan kegiatan kewaspadaan untuk mencegah
penularan.
Upaya eleminasi malaria dilakukan secara bertahap dari
kabupaten/kota,provinsi, dan satu pulau atau ke beberapa pulau
hingga pada akhirnya mencakup seluruh Indonesia, dalam
mewujudkan hal ini diperlukan kerjasama yang menyeluruh dan
terpadu antara pemerintah pusat dan daerah dengan LSM, dunia
usaha, lembaga donor, organisasi profesi, organisasi
kemasyarakatan dan masyarakat.
Tahap-tahap eliminasi malaria terdiri dari akselerasi,
intensifikasi, pre eliminasi, dan pemiliharaan (telah dinyatakan
eliminasi). Hingga desember 2015, jumlah kabupaten/kota yang
mencapai tahap akselerasi 45 kabupaten/kota, tahap intensifikasi 90
kabupaten/kota , dan tahap pre eliminasi 379 kabupaten/kota, dari
379 kabupaten/kota yang ada pada tahan pre eliminasi sebanyak
232 kabupaten/kota telah dinyatakan eliminasi atau telah bebas
penularan setempat, hasil ini telah melampaui target indicator
kinerja program dalam rencana pembangunan jangka menengah
nasional (RPJMN) tahun 2015yaitu sebesar 225 kabupaten/kota
yang dinyatakan eliminasi malaria.
Wilayah kabupaten/kota atau provinsi yang sudah tidak
ditemukan lagi penderita dengan penularan setempat ataau ( kasus
indigeneous) selama 3 tahun berturut-turut dan dijamin adanya
pelaksanaan surveilans yang baik dapat mengusulkan dan

15
mengajukan ke pusat, untuk dinilai apakah sudah layak mendapat
Sertifikat Eliminasi Malaria dari pemerintah (Kemenkes RI).

2.6. Faktor Lingkungan yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Malaria


Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host, baik
benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang
terbentuk akibat interaksi semua elemen tersebut, termasuk host lain.
(Soemirat, 2005: 77)
Lingkungan hidup manusia pada dasarnya terdiri dari dua bagian,
internal dan eksternal. Lingkungan hidup internal merupakan suatu
keadaan yang dinaimis dan seimbang yang di sebut dengan homeostatis.
Kemudian berkembang teori terjadinya penyakit karena sisa-sisa
makluk hidup yang mengalami pembusukan dan meninggalkan kotoran
di udara serta di lingkungan sekitar. Contohnya, adalah timbulnya
penyakit malaria yang di kira karena sisa-sisa pembusukan binatang yang
ada di rawa-rawa. (Noor, 2008: 27- 29).

Dalam epidemiologi selalu ada 3 faktor yang di selidiki yaitu:


Host

Environment Agent

Dalam teori keseimbangan, interaksi antara ketiga unsur tersebut


harus di pertahankan keseimbanganya, bila terjadi gangguan
keseimbangan antara ketiganya akan menyebabkan timbulnya penyakit
tertentu (Noor, 2008: 29).
Penyebaran malaria terjadi bila ketiga faktor tersebut saling mendukung.
1. Agent (parasit malaria)
Agent atau penyebab penyakit malaria adalah semua unsur atau
elemen hidup ataupun tidak hidup dalam kehadirannya bila diikuti

16
dengan kontak yang efektif dengan manusia yang rentan akan
memudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Agent penyebab
malaria adalah protozoa dari genus plasmodium.
2. Host (Penjamu)
a. Manusia (host intermediate)
Penyakit malaria dapat menginfeksi setiap manusia, ada
beberapa faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi manusia
sebagai penjamu penyakit malaria antara lain: usia/umur, jenis
kelamin, suku/ras, sosial ekonomi, status perkawinan, riwayat
penyakit sebelumnya, cara hidup, keturunan, statuts gizi, dan
tingkat imunitas.
b. Nyamuk (host definitif)
Nyamuk Anopheles yang menghisap darah hanya nyamuk
Anopheles betina. Darah diperlukan untuk pertumbuhan
telurnya. Perilaku nyamuk sangat menentukan dalam proses
penularan malaria. Perbedaan nyamuk Anopheles dengan
nyamuk Aedes aegepti yaitu Aedes aegepty yang mempunyai ciri
belang hitam-putih diseluruh tubuh sebagai vektor ke tubuh
manusia melalui gigitan degan aktivitas menggigit pertama di
pagi hari selama beberap jam setelah matahari terbit dan sore
hari selama beberapa jam sebelum gelap.
3. Environment (lingkungan)
Lingkungan manusia dan nyamuk berbeda. Nyamuk
berkembang biak dengan baik bila lingkungannya sesuai dengan
keadaan yang di butuhkan oleh nyamuk untuk berkembang biak.
Kondisi lingkungan yang mendukung perkembangan nyamuk tidak
sama tiap jenis/spesies nyamuk.
Nyamuk Anopheles aconitus cocok pada daerah perbukitan
dengan sawa non teknis berteras, saluran air yang banyak di tumbuhi
rumput yang menghambat aliran air. Nyamuk Anophles balabacensis
cocok pada daerah perbukitan yang banyak terdapat hutan dan

17
perkebunan (Slamet, 2009: 102).
Jenis nyamuk Anophles maculatus dan Anophles balabacensis
sangat cocok berkembang biak pada tempat genangan air seperti bekas
jejak kaki, bekas jejak roda kendaraan dan bekas lubang galian.
Lingkungan hidup eksternal merupakan lingkungan di luar tubuh
manusia yang terdiri atas tiga komponen, antara lain:

a. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik ini berinteraksi seling cara konstan dengan
manusia spanjang waktu dan masa serta memegang peran penting
dalam proses terjadinya penyakit pada masyarakat.
b. Lingkungan biologis
Keadaan lingkungan sekitar penduduk seperti adanya
tumbuhan salak, bakau, lumut, ganggang dapat mempengaruhi
kehidupan larva, karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau
melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya. Adanya berbagai
jenis ikan pemangsa larva seperti ikan kepala timah, gambusia,
nila, mujair dan lain-lain akan mengurangi populasi nyamuk di
suatu daerah. Begitu pula adanya hewan piaraan seperti sapi,
kerbau dan babi dapat mempengaruhi jumlah gigitan nyamuk
pada manusia, bila ternak tersebut kandangnya tidak jauh dari
rumah (Harijanto, 2010).
Lingkungan biologis bersifat abiotik atau benda hidup,
misalnya tumbuh- tumbuhan, hewan, virus, bakteri, jamur, parasit,
serangga dan lain-lain yang dapat berperan sebagai agens
penyakit, reservior infeksi, fektor penyakit dan hospes
intermediet.
Hubungan manusia dengan lingkungan biologis bersifat
dinamis dan pada keadaan tertentu saat terjadi ketidak
sinambungan diantara hubungan tersebut, manusia akan menjadi
sakit.

18
c. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial berupa kultur, adat-istiadat, kebiasaa,
kepercayaan, agama, sikap, standar dan gaya hidup, pekerjaan,
kehidupan masyarakat, organisasi, sosial dan politik. Bila manusia
tidak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosial, akan
terjadinya kejiwaan dan menimbulkan gejala psikosomatik seperti
stres, insomnia, depresi, dan lain-lain.
Pemutusan rantai penularan (mode of transmission) dari
arthropodborne disease dapat dilakukan dengan mempelajari cara
penularan dari penyakit yang ada. Seperti pada penyakit malaria
memutuskan rantai penularan dilakukan melalui manipulasi
lingkungan agar populasi nyamuk Anopheles menjadi berkurang
karena transmisi biologis yang berlangsung bersifat parasit malaria
berkembang biak dalam tubuh vektor nyamuk Anopheles. (Chandra,
2006: 10).

2.6.1. Lingkungan Fisik Yang Berprngaruh Pada Penyakit Malaria

Lingkungan fisik di bedakan antara cuaca dan iklim. Cuaca


didefinisikan sebagai fluktasi yang berada di atmosfer dari jam ke
jam atau hari ke hari. Sedangkan iklim adalah rata-rata cuaca yang
di deskripsikan dalam hubungan dengan rata-rata (mean) dan
kualitas statistika lainnya yang mengukur variasi selama 1 periode
waktu untuk suhu daerah geografis .
Unsur iklim antara lain curah hujan, suhu udara,
kelembapan, angin, durasi sinar matahari dan lain-lain. (Susana,
2011: 53).
a. Suhu Udara
Suhu udara dimana makin tinggi suhu maka makin
pendek masa inkubasi ekstrinsik, dan sebaliknya makin
rendah suhu maka semakin panjang masa inkubasi ekstrinsik.
Suhu optimum bagi perkembangan Plasodium dalam nyamuk

19
berbeda-beda, yaitu: 25° C bagi P. vivax, 30° C bagi P.
falciparum, dan 22° C bagi P.malariae. Plasmodium tidak
dapat berkembang diluar suhu 14-38° C. pada suhu kurang
dari 15° C bagi P.vivax, P.malariae, dan P. ovale serta suhu
kurang dari 19° C bagi P. falciparum, siklus sporogoni dapat
tertunda. Minimum temperatur untuk berkembang sporogoni
pada P. falciparum antara 18-20° C dan untuk P.vivax
berkisar antara 14-16° C. pada suhu 16° C pada P.vivax siklus
ini menjadi 55 hari dan pada suhu 28° C, pada suhu yang
melebihi 32° C, parasit dalam tubuh nyamuk akan mati,
meskipun dalam tubuh manusia parasit dapat bertahan hidup
pada suhu 40° C. peningkatan yang sedikit saja pada rata-rata
suhu minimum dapat mempercepat masa inkubasi ekstrinsik.
b. Suhu Air
Suhu air sangat mempengaruhi perkembangbiakkan
larva. secara umum nyamuk Anopheles, lebih menyukai
temperatur yang tinggi. Itulah sebabnya jenis Anopheles lebih
banyak dijumpai di daerah tropis. Parasit malaria dalam
nyamuk berhenti berkembang pada temperatur di bawah 16°C
Waktu tetes telur Anopheles sangat di pengaruhi oleh
suhu air, pada tempat perindukannya, makin tinggi suhu air,
waktu tetas semakin singkat.
Kondisi yang terbaik untuk pengembangan Plasmodium
pada Anopheles dan penularan infeksi adalah temperatur
antara 20° C dan 30° C. Pada suhu kurang dari 15° C bagi P
vivax, P. malariae, P. ovale, serta suhu kurang dari 19° C,
bagi P. falciparum, siklus sporogoni sangat tertunda. Siklus
sporogoni pada suhu 16° C untuk P. vivax adalah 55 hari dan
7 hari pada suhu 28° C.

20
c. Kelembaban Udara
Kelembaban mempengaruhi umur nyamuk ,
berkembang biak, kebiasaan menggit, pencaran tempat
istirahat dari nyamuk. Penularan lebih mudah terjadi ketika
kelembapan tinggi. Nyamuk umumnya menyukai
kelembapan di atas 60% Pada kelembaban yang lebih tinggi,
nyamuk akan menjadi lebh aktif dan lebih sering menggigit.
Rata-rata kelembapan minimal dalah 60% relatif
kelembapan tertinggi bagi hidup nyamuk memungkinkan
lebih lama penularan infeksi pada beberapa orang.
d. Hujan
Hujan yang diselingi oleh panas akan memperbesar
perkembangbiakan Anopheles. Hujan dapat juga
meningkatkan kelembapan relatif, sehingga memperpanjang
usia nyamuk dewasa.
Curah hujan minimun yang dibutuhkan oleh nyamuk
untuk berkembangbiak adalah sekitar 1,5 mm per hari. Curah
hujan 150 mm perbulan mengakibatkan perkembangan yang
pesat. Hujan berhubungan dengan perkembangbiakan larva
nyamuk. curah hujan yang berlebihan dapat mengubah aliran
kecil air menjadi aliran yang deras hingga banyak larva dan
pupa serta telur-telur terbawa arus air. Sebaliknya, curah
hujan yang sedikit, kolam yang tidak terawat akan
mempengaruhi jenis Anopheles tertentu sehingga dapat
berkembang biak sangat banyak. Nyamuk Anopheles
berkembang biak dalam jumlah besar jika terjadi hujan
dengan di selingi panas.

e. Angin
Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam
yang merupakan saat terbangnya nyamuk kedalam atau ke
luar rumah, adalah salah satu faktor yang ikut menentuk

21
jumlah kontak antara manusia dan nyamuk. Jarak terbang
nyamuk dapat di perpendek atau diperpanjang tergantung
kepada angin.
Nyamuk betina mempunyai jarak terbang yang lebih
jauh dari pada nyamuk jantan, daya terbang ini berbeda-beda
menurut spesies. Nyamuk Anopheles dapat terbang sampai
1,6 km dan nyamuk Aedes vexans dapat mencapai 30
kilometer.
f. Cahaya Matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva
nyamuk berbeda-beda. An. Sundaicus lebih suka di tempat
yang teduh dan sedikit cahaya matahari. Sedangkan An.
Barbirostris lebih menyukai tempat terbuka dan dapat hidup
baik di tempat teduh maupun tempat terang.
g. Ketinggian
Ketinggian merupakan salah satu faktor yang
menentukan cakupan georafis dari penularan malaria. Secara
umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin
bertambah. Penularan malaria jarang terjadi pada ketinggian
di atas 2000 m diatas permukaan laut (mdpl).
h. Kedalaman Air
Kedalaman air secara tidak langsung berpengaruh
terhadap produksi Sumber makanan larva Anopheles dari
intensitas cahaya. Larva nyamuk ditemukan sebagian besar di
tempat yang kumpulan air dangkal. Perairan yang dangkal
akan menyebabkan besarnya produktivitas makhluk air dan
tumbuhan air. Hal ini erat kaitannya dengan beberapa cara
makan ataupun frekuensi pernapasan dari larva tersebut, dan
hal ini sangat penting dengan kedalaman suatu perairan
tempat larva berkembang biak.

22
BAB III

PENUTUP

23
DAFTAR PUSTAKA

- Arlan Prabowo. Malaria: Mencegah dan Mengatasi. Niaga Swadaya


- Soemirat J. 2004. Kesehatan Lingkungan. Yogyarta: Gajah Mada University
Press
- Depkes RI,. 2009. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia.
Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal P2PL.
- WHO, 2011,. Global Malaria Programme. World Malaria Report 2011 Fact
Sheet
- www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/malaria

- https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/malaria/patofisiologi
- www.alodokter.com/malaria
- https://id.m.wikipedia.org/wiki/Malaria

24
LAMPIRAN GAMBAR

25

Anda mungkin juga menyukai