Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Glomerulonefritis akut (GNA) adalah jenis penyakit ginjal yang menunjukkan


peradangan glomerulus dan nefron yang paling sering menyerang anak usia 2 – 15
tahun. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme imunologis yang
menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme yang masih belum
jelas. Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara
menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala.
Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala
umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya
disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10%
3
menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.
Salah satu bentuk glomerulonefritis akut (GNA) yang banyak dijumpai pada
anak adalah glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS). GNAPS adalah
suatu bentuk peradangan glomerulus yang secara histopatologi menunjukkan
proliferasi & Inflamasi glomeruli yang didahului oleh infeksi group A β-hemolytic
streptococci (GABHS) dan ditandai dengan gejala nefritik seperti hematuria, edema,
hipertensi, oliguria yang terjadi secara akut. GNAPS dapat terjadi pada semua usia,
tetapi paling sering terjadi pada usia 6 – 7 tahun. Penelitian multisenter di Indonesia
memperlihatkan sebaran usia 2,5 – 15 tahun dengan rerata usia tertinggi 8,46 tahun
dan rasio ♂ : ♀ = 1, 34 : 1. Angka kejadian GNAPS sukar ditentukan mengingat
bentuk asimtomatik lebih banyak dijumpai daripada bentuk simtomatik. Di negara
maju, insiden GNAPS berkurang akibat sanitasi yang lebih baik, pengobatan dini
penyakit infeksi, sedangkan di negara sedang berkembang insiden GNAPS masih
banyak dijumpai.2 Di Indonesia & Kashmir, GNAPS lebih banyak ditemukan pada
golongan sosial, ekonomi, rendah masing – masing 68.9% dan 66,9 %

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini untuk mengetahui definisi, patogenesis , tanda dan gejala,
diagnosis, tatalaksana, komplikasi serta prognosis dari glomerulonefritis akut yang
dapat menyebabkan gagal ginjal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman
streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk
menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi
glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah
akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain
menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan
3
prognosis.

2. EPIDEMIOLOGI
Di amerika serikat glomerulonefritis merupakan 10-15% dari penyakit glomerular.
Insidensi variabel telah dilaporkan, sebagian karena penyakit ini bersifat subklinis
pada lebih dari setengah penduduk yang terkena. Meskipun wabah sporadis, kejadian
GNAPS telah berkurang selama beberapa dekade terakhir. Faktor yang bertanggung
jawab atas penurunan ini mungkin termasuk perawatan kesehatan yang lebih baik dan
kondisi sosial ekonomi membaik. GN terdiri 25-30% dari semua kasus stadium akhir
penyakit ginjal (End Stage Renal Disease - ESRD). Sekitar seperempat dari pasien
hadir dengan sindrom nefritik akut. Kebanyakan kasus mengalami proses yang relatif
cepat, dan gagal ginjal stadium akhir dapat terjadi dalam beberapa minggu atau bulan
dari onset sindrom nefritik akut. Episode asimtomatik GNAPS melebihi episode
simptomatis dengan rasio 3-4:1.
Di Indonesia, penelitian multisenter selama 12 bulan pada tahun 1988
melaporkan 170 orang pasien penderita GNA yang dirawat di rumah sakit pendidikan,
terbanyak di Surabaya (26,5%) diikuti oleh Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan
Palembang (8,2%). Perbandingan pasien laki-laki dan perempuan 1,3:1 dan terbanyak
menyerang anak usia 6-8 tahun (40,6%).

3. ETIOLOGI
Faktor-faktor penyebab yang mendasari GNA dapat dibagi menjadi kelompok infeksi
dan bukan infeksi.
Kelompok Infeksi

Penyebab infeksi yang paling sering GNA adalah infeksi oleh spesies Streptococcus
(yaitu, kelompok A, beta-hemolitik). Dua jenis telah dijelaskan, yang melibatkan
serotipe yang berbeda: Serotipe M1, 2, 4, 12, 18, 25 - nefritis Poststreptococcal
akibat infeksi saluran pernapasan atas, yang terjadi terutama di musim dingin ;
Serotipe 49, 55, 57, 60 - nefritis Poststreptococcal karena infeksi kulit, biasanya
diamati pada musim panas dan gugur dan lebih merata di daerah selatan Amerika
Serikat. GNA pasca infeksi streptokokus (GNAPS) biasanya berkembang 1-3 minggu
setelah infeksi akut dengan strain nephritogenic spesifik grup A streptokokus beta-
hemolitik. Insiden GN adalah sekitar 5-10% pada orang dengan faringitis dan 25%
pada mereka dengan infeksi kulit.
Glomerulonefritis pascainfeksi Nonstreptococcal mungkin juga hasil dari
infeksi oleh bakteri lain, virus, parasit, atau jamur. Bakteri selain streptokokus grup A
yang dapat menyebabkan GNA termasuk diplococci, streptokokus lainnya,
staphylococci, dan mikrobakteri.

Kelompok Non-infeksi

Penyebab Non-infeksi dari GNA dapat dibagi menjadi penyakit ginjal primer,
penyakit sistemik, dan kondisi lain-lain. Penyakit sistemik multisistem yang dapat
menyebabkan GNA meliputi:

 Vaskulitis (misalnya, Wegener granulomatosis) : menyebabkan


glomerulonefritis yang menggabungkan nephritides granulomatosa atas dan
bawah.

 Penyakit kolagen-vaskular (misalnya, lupus eritematosus sistemik [SLE]) :


menyebabkan glomerulonefritis melalui deposisi kompleks imun pada ginjal.
Vaskulitis hipersensitivitas - Ini mencakup sekelompok heterogen gangguan
pembuluh darah kecil dan penyakit kulit.

 Henoch-Schönlein purpura : menyebabkan vaskulitis umum mengakibatkan


glomerulonefritis.

Penyakit ginjal primer yang dapat menyebabkan GNA meliputi:


 Membranoproliferatif glomerulonefritis (MPGN) - Hal ini disebabkan
perluasan dan proliferasi sel mesangial akibat pengendapan komplemen. Tipe I
mengacu pada deposisi granular dari C3, tipe II mengacu pada proses yang
tidak teratur.

 Penyakit Berger (IgG-immunoglobulin A [IgA] nefropati) - ini menyebabkan


GN sebagai akibat dari deposisi mesangial difus IgA dan IgG. Idiopatik
glomerulonefritis progresif cepat - Bentuk GN ditandai dengan adanya
glomerulus crescent. Terdapat 3 tipe: Tipe I adalah antiglomerular basement
membrane disease, tipe II dimediasi oleh kompleks imun, dan tipe III
diidentifikasi dengan antibodi sitoplasmik antineutrophil (ANCA). Penyebab
noninfeksius lainnya dari GNA meliputi:

o Sindrom Guillain-Barré

o Iradiasi tumor Wilms

o Vaksin Difteri Pertusis Tetanus (DPT)

o Serum sickness

4. PATOGENESIS
Streptokokus tidak menyebabkan kerusakan pada ginjal tetapi diduga terdapat suatu
antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khsusus yang merupakan unsur
membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam
darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis
terperangkap dalam membran basalis. Selanjutnya komplomen akan terfiksasi
mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN)
dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga
merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap
lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan
selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus
menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang
dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria.
Kompleks komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-
nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan
berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya
2
glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN. Menurut
penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi
hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi)
mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan
11
destruksi pada membran basalis glomerulus.  
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan komplemen yang dianggap
merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-
kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran
basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada
sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan
imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron
cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan
karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop
imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul
antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti
C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini Antigen spesifik
12,13
yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi. Hipotesis lain

yang sering disebut adalah neuraminidase  yang dihasilkan oleh Streptokokus,

merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG


yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi
7
darah yang kemudian mengendap di ginjal.

Streptokinase  yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada


terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen
menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga
7
terjadi cascade dari sistem komplemen. Pola respon jaringan tergantung pada tempat
deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon
mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-
sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel endotel dan membran
basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler Jika kompleks terutama
terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis
difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik
komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang
nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya
kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi
12,13
epitel. Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit
kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian
ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama Kompleks-
kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan
berakumulasi sepanjang dinding kapiler di bawah  epitel, sementara kompleks-
kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis,
tapi masuk ke mesangium. Kompleks juga dapat berlokalisasi pada tempat- tempat
lain. Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal
antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau
dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun
dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan dan berlangsung singkat,
1,2
seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus. Beberapa penelitian
mengajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana


basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.

2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh


menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.

3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai


komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
4
merusak membrana basalis ginjal.

5. MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak
jarang anak datang dengan gejala berat. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus
mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti
yang telah dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau
seperti kopi Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau
di seluruh tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal
jantung. Edema yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin
berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga
berperan pada retensi air dan natrium. Pada pagi hari sering terjadi edema pada wajah
terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah
tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat
peradangan gelmurulus, apakah disertai dnegan payah jantung kongestif, dan seberapa
1,2,7,8
cepat dilakukan pembatasan garam.
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama,
kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat
kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa
minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Gejala
gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang
1,4,7
menyertai penderita GNA.

Laboratorium :

Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik


ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit
disformik, leukosituria serta torak seluler, granular, eritrosit (++), albumin (+),
silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum
meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia
dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala

sindrom nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment)


dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal
atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien.
1,4,7
Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen. Penurunan
C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus dengan
kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl).
Penurunan C3 tidak berhubungan dengan parahnya penyakit dan kesembuhan.
Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu.
Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang
2,12
juga menunjukkan penurunan kadar C3, ternyata berlangsung lebih lama. Adanya
infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit.
Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis
terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi,
antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining
antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap
beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-
80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus
tidak memproduksi sterptolisin O. Sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu
antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus
menunjukkan adanya infeksi streptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50%
kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen streptokokus
biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi streptokokus belum meningkat,
hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya
1,3,7
infeksi.

6. DIAGNOSIS

Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan


gejalan klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal
akut setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis,
bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen
C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan lain
dapat menyerupai glomerulonefritis akut pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu
nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak dengan nefropati-IgA sering
menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah infeksi saluran napas
atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik
pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitas (synpharyngetic hematuria),
sementara pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari
setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak pada nefropati-
1,2,7,12
IgA. Glomerulonefritis kronik lain
juga menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria makroskopis akut, sembab,
hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik yang menunjukkan
gejala tersebut adalah glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis lupus, dan
glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan glomerulonefritis akut
1,2,7,12
pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit. Pada glomerulonefritis akut
pascastreptokok perjalanan penyakitnya cepat membaik (hipertensi, sembab dan gagal
ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan proteinuria masih lebih jarang terlihat
pada glomerulonefritis akut pascastreptokok dibandingkan pada glomerulonefritis
kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama tindak lanjut merupakan tanda
(marker) yang penting untuk membedakan glomerulonefritis akut pascastreptokok
dengan glomerulonefritis kronik yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali
normal dalam waktu 6-8 minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokok
sedangkan pada glomerulonefritis yang lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl
1,2
sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd. Eksaserbasi hematuria makroskopis
sering terlihat pada glomerulonefritis kronik akibat infeksi karena streptokok dari
strain non- nefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis membranoproliferatif.
Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok tidak perlu dilakukan biopsi ginjal
untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan
terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan
1,2,7
indikasi.

7. DIAGNOSIS BANDING
GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit, diantaranya adalah :

 Nefritis IgA Periode laten antara infeksi dengan onset nefritis adalah 1-2 hari,
atau ini mungkin berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan atas.

 MPGN (tipe I dan II) Merupakan penyakit kronik, tetapi pada awalnya dapat
bermanifestasi sama sperti gambaran nefritis akut dengan
hipokomplementemia

 lupus nefritis Gambaran yang mencolok adalah gross hematuria

8. PENATALAKSANAAN
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di
glomerulus.

 Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlak selama
6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi
penelitian terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4
minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap
perjalanan penyakitnya.

 Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak


mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian
penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis
yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak
dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang
anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan
ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan
amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap
golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3
dosis.

 Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah
garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi
dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau
muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita
tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan
bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria,
maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.

 Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada hipertensi ringan


dengan istirahat cukup dan pembatasan cairan yang baik, tekanan darah bisa
kembali normal dalam waktu 1 minggu. Pada hipertensi sedang atau berat
tanpa tanda-tanda serebral dapat diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau
furosemid atau kombinasi keduanya. Selain obat-obat tersebut diatas, pada
keadaan asupan oral cukup baik dapat juga diberi nifedipin secara sublingual
dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari yang dapat diulangi setiap 30-60 menit
bila diperlukan. Pada hipertensi berat atau hipertensi dengan gejala serebral
(ensefalopati hipertensi) dapat diberi klonidin (0,002-0,006 mg/kgbb) yang
dapat diulangi hingga 3 kali atau diazoxide 5 mg/ kgbb/hari secara intravena
(I.V). Kedua obat tersebut dapat digabung dengan furosemid (1 – 3 mg/kgbb).

9. KOMPLIKASI

Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut
dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria
atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi
maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.


Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-
kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan
edema otak.


Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan arah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.


Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis
1,3,4,7
eritropoetik yang menurun.

10. PROGNOSIS
Sebagian besar pasien akan sembuh sempurna, tetapi 5% di antaranya mengalami
perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel
glomerulus. Kasus sporadis nefritis akut sering berkembang menjadi bentuk yang
kronis, perkembangan ini terjadi pada sebanyak 30% dari pasien dewasa dan 10% dari
pasien anak. GN merupakan penyebab paling umum dari gagal ginjal kronis (25%).
Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang
berlangsung 1-2 minggu, kemudian disusul dengan menghilangnya gejala laboratorik
terutama hematuria mikroskopik dan proteinuria dalam waktu 1-12 bulan. Pada anak
85-95% kasus GNAPS sembuh sempurna, sedangkan pada orang dewasa 50-75%
GNAPS dapat berlangsung kronis, baik secara klinik maupun secara histologik atau
laboratorik. Pada orang dewasa kira-kira 15-30% kasus masuk ke dalam proses
kronik, sedangkan pada anak 5-10% kasus menjadi glomerulonefritis kronik.
Walaupun prognosis GNAPS baik, kematian bisa terjadi terutama dalam fase akut
akibat gangguan ginjal akut (Acute kidney injury), edema paru akut atau ensefalopati
hipertensi.

BAB III
KESIMPULAN

Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Glomerulonefritis


akut paling lazim terjadi pada anak-anak 3 sampai 7 tahun meskipun orang dewasa
muda dan remaja dapat juga terserang , perbandingan penyakit ini pada pria dan wnita
2:1. GNA ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus
tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi tidak semua infeksi streptokokus akan
menjadi glomerulonefritis, hanya beberapa tipe saja. Timbulnya GNA didahului oleh
infeksi ekstra renal, terutama di traktus respirotorius bagian kulit oleh kuman
streptokokus beta hemolitikus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. Dari tipe tersebut
tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen dibanding tipe yang lain. Gejala-gejala umum
yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalah rasa lelah, anoreksia dan kadang
demam,sakit kepala, mual, muntah. Gambaran yang paling sering ditemukan adalah :
hematuria, oliguria, edema, hipertensi.
Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk
Meminimalkan kerusakan pada glomerulus, Meminimalkan metabolisme pada ginjal,
Meningkatkan fungsi ginjal. Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi
penyembuhan kelainan glomerulus. Pemberian pinisilin untuk membrantas semua sisa
infeksi,t irah baring selama stadium akut, diet bebas bila terjadi edema atau gejala
gagal jantung dan pemberian antihipertensi jika diperlukan, pemberian kortikosteroid
tidak mempunyai efek pada glomerulofritis akut pasca infeksi streptokokus. Prognosis
penyakit pada anak-anak baik sedangkan prognosisnya pada orang dewasa tidak
begitu baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Price, Sylvia A. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4.


Jakarta: EGC ; 1995

2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Glomerulonefritis akut. Jakarta :


Infomedika ;1985. h 835- 839

3. Wahab, A. Samik. Glomerulonefritis akut pasca streptokokus. Ilmu Kesehatan


Anak Nelson. Vol 3. Jakarta: EGC ; 2000 h 1813-1814

4. http://www/.5mcc.com/ Assets/ SUMMARY/TP0373.html. Accessed February

th
8 , 2017.

5. http://www.Findarticles.com/cf0/g2601/0005/2601000596/pi/article.jhtm?term

th
=g lomerunopritis+salt+dialysis. Accessed February 8 , 2017.

6. Markum, M.S, Wiguno . P, Siregar.P. Glomerulonefritis. Ilmu Penyakit Dalam


jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 1990. h 274-281

7. Donna J. Lager M.D. [Serial Online] Available from URL :


http;//www.vh.org/adult/provider/pathologi/GN/GNHP.html. Accessed
February 8, 2017.

8. http;//www.enh.org/encyclopedia/ency/article/000475.asp. Accessed February


th
8 , 2017.

9. Kalbe Farma [Internet]. Klarifikasi Histopatologik. [citied 2017 Feb 20]. 

Available From : 

http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/0

8_KlarifikasiHistopatologik.html .

10. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_Hematur

iPadaAnak.html Accessed February 20, 2017Urinalisis menunjukkan adanya


proteinuria (+1 sampai +4), hematukroik ditemukan hampir pada 50%
penderita, kelainan sedimen urine eritrosit disformik,

REKAM MEDIS KASUS

1. IDENTITAS PASIEN :
Nama lengkap : An. Istiqomah
Tempat/Tanggal lahir : Pati, 25 juni 2001
Alamat : Siti luhur 2/4 gembung, Pati, Jawa Tengah
Suku Bangsa : Jawa
Umur : 15 tahun 7 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA Kelas 2
Agama : Islam

2. ANAMNESIS
Data pasien didapatkan dari autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu pasien d
bangsal cempaka
Tanggal : 11 Januari 2017 Jam : 10.00
Keluhan Utama :
Demam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD Soewondo pati dengan keluhan demam, demam
dirasakan selama 5 hari, dirasakan seluruh tubuh , dan hilang timbul. Menggigil
disangkal, kejang disangkal, mimisan disangkal. Pada saat demam, suhu tubuh pasien
ialah 39.5 derajat celcius. Demam dirasakan turun dengan pemberian obat
paracetamol. Pasien juga mengeluhkan nyeri pinggang kanan dan kiri , tidak menjalar
ke perut. Nyeri pinggang dirasakan selama 6 hari dan bersifat hilang timbul.
Nyeri menelan juga dirasakan pasien selama kurang lebih 1 minggu dan dirasakan
terus menerus
Saat ini, keluhan nyeri menelan sedikit membaik. Batuk pilek disangkal, mual muntah
disangkal, sesak juga disangkal.
Keluhan bengkak dibagian sekitar kanan dan kiri dirasakan pasien selama 7 hari.
Riwayat trauma pada kedua mata disangkal, belekan kedua mata disangkal, mata
merah di kedua mata disangkal , penurunan penglihatan disangkal, nyeri pada mata
disangkal
Pasien mengeluhkan bengkak dikedua tungkai bawah yang sudah dirasakan selama 5
hari, riwayat trauma pada kedua tungkai bawah disangkal, merah dan nyeri kedua
tungkai disangkal.
Riwayat BAK kurang lebih 5 kali sehari, warna kuning keruh, nyeri saat BAK
disangkal, darah disangkal, BAK selalu merasa tuntas.
Riwayat BAB 1 kali sehari, konsistensi padat , warna kuning, darah disangkal, lendir
disangkal , 1 hari yang lalu pasien BAB cair 1 kali , darah dan lendir disangkal
Riwayat pengobatan, pasien mengkonsumsi paracetamol untuk menurunkan
demamnya, pasien belum ke dokter untuk keluhan lainnya.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan serupa (-)
Riwayat dirawat di rs dengan diagnosis demam thypoid 6 bulan lalu (-)
Riwayat nyeri pinggang (-)
Riwayat bengkak pada kedua area mata dan tungkai bawah disangkal (-)
Riwayat infeksi saluran kemih (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tekanan darah tinggi pada nenek pasien
Riwayat keluhan serupa (-)
Riwayat penyakit ginjal (-)
Riwayat infeksi saluran kemih (-)
Riwayat alergi obat dan makanan (-)

Riwayat Perinatal :
Pasien merupakan anak ke pertaama dari dua bersaudara, saat hamil ibu rutin
memeriksa kehamilannya dibidan setempat
1. perempuan /cukup bulan /ditolong bidan /2800 gram/PBL lupa
2. laki-laki /cukup bulan /ditolong bidan / 3000 gram/PBL lupa

Riwayat imunisasi:
Hep B : saat lahir
BCG : 1 bulan
DPT/Hep B : 2,3,4 bulan
Polio : 1,2,3,4 bulan
Campak : 9 bulan dan kelas 1 SD
Kesan : Riwayat imunisasi dasar lengkap dan booster campak 1x

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


Riwayat Pertumbuhan :
BB =48 kg BB sesuai usia: 52 kg
TB = 160 cm TB sesuai usia: 163 cm
IMT: 18.75
BB/U: BB aktual/BB sesuai usia x 100% = 48/52 x 100 % = 92.3 %
TB/U: TB aktual/TB sesuai usia x 100% = 160/163 x 100 % = 98.4%
Kesan : Status Gizi Baik

Riwayat Perkembangan :
Personal sosial
Tidak pernah tinggal kelas dan pasien memiliki banyak teman
Bahasa
Pasien tidak memiliki kesulitan dalam berbahasa, pasien dapat berbicara lancar.
Bahasa sehari-hari yang digunakan pasien adalah bahasa jawa.
Motorik halus
Pasien dapat mencatat pelajaran disekolah
Motorik kasar
Pasien dapat mengendarai sepeda motor
Kesan: Status perkembangan baik

3. PEMERIKSAAN FISIK
tanggal : 20 Maret 2016
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : sadar , tampak sakit sedang

Tanda Vital
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 60x/ menit reguler isi cukup
Pernafasan : 21x/ menit
Suhu : 36.7 c
Data Antropometri :BB = 48 kg ; TB = 160 cm (IMT= 18.75)

Pemeriksaan Sistem
Kepala : Mesocephal, benjolan (-), kelainan kulit kepala (-) muka
simetris,
rambut hitam, lurus, distribusi merata, mudah dicabut (-)
Mata : Bentuk dan letak mata normal, simetris ODS, pupil bulat 3
mm
isokor ODS, reflex cahaya langsung dan tidak langsung +/
+,
CA +/+ , SI -/- , edema periorbita
Mulut : Bibir kering (-), sianosis perioral (-), makroglosi (-),
faring
hiperemis (-), edema (-), tonsil T1-T1, glositis (-)
Telinga : Normotia, liang telinga lapang, serumen +/+ sedikit, nyeri
tekan -
tragus (-), nyeri tarik telinga (-), nyeri tekan mastoid (-)
MT: hiperemis (-), edema (-), intak (+), retraksi (-), refleks
cahaya
(+), perforasi (-)
Leher : JVP normal, deviasi trakea (-) pembesaran KGB (-)

Thoraks
PARU
Inspeksi : Dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : Stem fremitus kiri kanan sama kuat
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, ronki -/, wheezing -/-
JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga 5, 1 jari, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, regular, murmur (-)
gallop (-), friction rub (-)
ABDOMEN
Inspeksi : Bentuk abdomen datar, buncit (-), hernia umbilikalis (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal 13 x menit
Palpasi : Supel,nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali(-)
Perkusi : Timpani di ke-4 kuadran abdomen , shifting dullnes (-)
nyeri ketok CVA (+) kiri
Ekstremitas : Akral hangat, edema (+) tungkai kaki kanan dan kiri,
sianosis (-), CRT < 2 detik
Kulit : Turgor kulit baik, kulit kering (-),
sianosis (-) ikterik (-) ,
Kelenjar Getah Bening : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Pemeriksaan Neurologis
Rangsang meningeal (-)
Reflex fisiologis : biceps +/+
patella +/+

Reflex patologis : babinski -/-


chaddock -/-

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (09/1/17) Pemeriksaan Laboratorium (

Hematologi Hasil
Hemoglobin 7.6 g/dl
Leukosit 15.3 (10^3/ul)
Eritrosit 3.33 x 106 ul
Hematokrit 23.4 %
Trombosit 321 (10^3/ul)
Limfosit % Pemeriksaan serologi 12/1/17
Monosit %
ASTO MCV 70.3 fL Negatif
MCH 22.8 pg
MCHC 32.5 %
Pemeriksaan Urinalisis 9/1/17
Urinalisis Hasil
Warna Kuning
Kekeruhan Keruh
Sedimen
Epitel Pos +
Lekosit 3-5 / LPB
Eritrosit 35-40 / LPB
Kristal Negatif
Silinder Positif
Carik celup
Darah samar Positif ++
Urobilinogen Normal
Protein Pos +3
Bilirubin Negatif
Nitrit Negatif
Keton Negatif
Glukosa Negatif
pH 6,0

5. RESUME
Pasien datang dengan ke RSUD pati dengan keluhan demam. Demam dirasakan
sejak 5 hari dirasakan seluruh tubuh dan hilang timbul , menggigil (-), kejang (-) ,
mimisan (-). Pasien juga mengeluhkan nyeri pinggang kanan dan kiri, tidak menjalar
kebagian perut . nyeri pinggang dirasakan selama 6 hari dan hilang timbul. Nyeri
menelan juga dirasakan pasien kurang lebih 1 minggu , terus menerus, saat ini
keluhan nyeri menelan sedikit membaik . bengkak disekitar mata (kelopak ) selama 7
hari , bengkak kedua tungkai kaki bawah kanan dan kiri 5 hari , trauma disangkal

6. DAFTAR MASALAH / DIAGNOSA


Diagnosa Kerja :
 Glomerulonefritis akut
 Isk
 Anemia mikrositik hipokrom

7. PENGKAJIAN
Clinical Reasoning :
• Demam 5 hari

• Nyeri pinggang kanan dan kiri 6 hari

• Nyeri menelan kurang lebih 1 minggu

• Bengkak pada area sekitar mata selama 7 hari

• Bengkak pada tungkai kaki bawah kanan dan kiri 5 hari

8. DIAGNOSIS BANDING
DD DD ISK
1. sindrom nefrotik 1. pielonefritis akut
2. nefritis 2. batu salauran kemih
3. sistitis

9. RENCANA DIAGNOSTIK
 pemeriksaan darah tepi
 foto polos abdomen
 urinalisis lengkap
 apusan darah tepi , TIBC , FE

10. TERAPI FARMAKOLOGIS


1. infus Rl 20 tpm
2. amoxicilin tab 500 mg tiap 8 jam
3. paracetamol tab 500 mg tiap 8 jam
4. furosemid tab 40 mg tiap 12 jam
2. TERAPI NON FARMAKOLOGIS
 tirah baring dan istirahat yang cukup
 konsumsi makanan yang rendah protein , rendah natrium
12. RENCANA EVALUASI
1. Pantau KU dan TTV
2. Pantau gejala klinis
13. EDUKASI
 Banyak minum air putih
 Rutin mengontrol tekanan darah
 Tirah baring dan istirahat yang cukup
14. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia
Ad functionam : Dubia ad bonam
16. Analisis kasus

Teori Kasus
Definisi
Glomerulonefritis akut (GNA)
adalah suatu reaksi imunologis
pada ginjal terhadap bakteri atau
virus tertentu.Yang sering terjadi
ialah akibat infeksi kuman
streptococcus
Etiologi

Manifestasi klinis

Faktor predisposisi

Anda mungkin juga menyukai