Anda di halaman 1dari 12

AKUNTANSI MULTIPARADIGMA

Disusun oleh:

Wardatul Jannah 196020300111007

Rianti Pratiwi 196020300111030

Pascasarjana

Program Studi Magister Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya
2019
BAB 1

Apa itu Negara Maju? Apa itu Kemakmuran?

Gagasan utama bagaimana negara makmur atau mengalami kemunduran bahkan runtuh
sebagaimana dipaparkan oleh Acemoglu dan Robinson adala apa yang disebut mereka dengan
institusi inklusif, baik institusi ekonomi inklusif maupun institusi politik inklusif. Menurut
mereka sebuah keberhasilan teori tidak harus berpaku pada reproduksi atas rincian sejarah,
tetapi yang dibutuhkan sebenarnya adalah penjelasan penting sekaligus berdasarkan pada
realitas empirik, sehingga dapat menggambarkan proses-proses historis sekaligus konsisten
berbagai faktor utama pemicu semua proses yang terjadi. Teori mereka dijalankan pada dua
level, pertama, menggambarkan perbedaab institusi politik-ekonomi ekstraktif dengan inklusif
di banyak negara, kerajaan, kesultanan, kekaisaran; level kedua menjelaskan mengapa institusi
politik-ekonomi insklusif tersebut tidak dapat tumbuh dan berkembang di seluruh negara di
dunia sekarang ini.

Contoh negara yang menjalankan pola institusi ekstraktif menurut mereka adalah seperti
Korea utara, Rusia, Maya-Inca-Aztek, Cina dan banyak negara Asia. Sedangkan Meksiko
menjadi contoh berlakunya Institusi Politik dan Institusi Ekonomi Ekstraktif, memusatkan
kekuasaan ditangan sekelompok elite politik, yang cenderung mempertahankan dan
membangun institusi ekonomi ekstraktif demi keuntungan mereka sendiri, serta memanfaatkan
segala sumber daya yang mereka miliki demi mempertahankan kekuasaan politik.

Institusi politik dan institusi ekonomi ekstraktif bisa saja berhasil mewujudkan
sentralisasi politik dan merangsang pertumbuhan ekonomi, seperti Cina yang sangat terpusat
kekuasaannya di Politbiro Komunis, saat ini sedang pada puncak kekuatan ekonominya.
Kehancurah yang dialami oleh Rusia, negara yang juga memiliki kesamaan ideologi dengan
Cina, atau kejayaan Maya-Inca-Aztek di masa lalu, sulit dipertahankan karena dua alasan.
Pertama, untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi diperlukan inovasi, sedangkan inovasi
pasti disertai gelombang penghancuran kreatif yang dalam konteks ekonomi akan menggusur
cara-cara lama dan berpotensi menggoyahkan stabilitas kekuasaan politik.

Kedua, para elite penguasa dengan sistem ekstraktif memiliki kemampuan menimbun
kekyaan dengan mengorbankan sebagian besar rakyat menyebabkan kekuasaan banyak
diperbutkan dan memicu pertikaian maupun perang saudara. Akibatnya, berbagai kelompok
kuat yang saling tarik-menarik memperebutkan kekuasaan ekstraktif akan menyebabkan
instabilitas politik.
Perubahan-perubahan institusional berskala masif yang menjadi prasyarat kemajuan
ekonomi, senantiasa terjadi berkat adanya interaksi positif antara sejarah pertumbuhan institusi
inklusif dengan momentum emas dalam sejarah suatu bangsa. Mengapa tidak semua negara
mengalami perubahan institusional yang sama arahnya? Perbedaan ini disebabkan oleh faktor
yang disebut evolusi institusi atau “institusional drift”.

Apa yang dimaksud dengan “momentum emas” atau momentum kritis adalah kejadian-
kejadian luar biasa yang menggoyahkan equilibrium politik-ekonomi pada satu atau kelompok
bangsa.

Kesalahan Asumsi “Apa itu Negara Maju” dan Dampaknya di Tahun 2024

Tesis Acemoglu dan Robinson masih memiliki minimal tiga kelemahan atas
institutional drift; kedua, celah basis dasar ideologis; ketiga, proses terbentuknya negara-nera
di dunia yang memiliki basis ideologi berbeda dipaksakan dipotret berdasarkan cara pandang
ideologis tunggal, yaitu liberalisme pasca perang dingin/cold war.

Konsep Negara Maju berdasarkan Liberalisme Pasca Perang dingin

Basis dasar ideologis liberalisme yang memang berorientasi gagasan modernisasi


berwajah baru pasca perang dingin, memunculkan model yang memiliki dua cakra penting yaitu
ekonomi pasar bebas dan politik demokrasi liberal yang perlu diikuti oleh semua negara di
dunia. Pertumbuhan penduduk, sejak munculnya revolusi kemanusiaan pertama di dunia , yaitu
perubahan dari masa nomaden menjadi masyarakat menetap, revolusi pertanian sekitar 12.000
tahun lalu (9500 SM), masa itu penduduk masih berkisar 1(satu) juta. Revolusi kemanuaiaan
kedua di dunia, pada saat mulai menetapnya manusia, aktivitas budidaya tanaman dan hewan
ternak mendorong kreativitas dari sisi sains, teknologi, seni bahkan filsafat pada akhirnya.
Revolusi kemanusiaan ketiga menjadi di masa peradaban Islam. Perkembangan sains dan
teknologi di masa peradaban Islam dapat dikatakan masih mengedepankan keseimbangan
demografis.

Antara revolusi kemanusiaan ketiga (Islam) sampai menjelang terjadi revolusi


kemanusiaan keempat sekitar 1400 M – 1650 M, selama 250 tahun jumlah penduduk hanya
mencapai 500 juta orang. Era industri akibat revolusi industri kemudian memicu penggunaan
sumber daya alam yang luar biasa dahsyatnya di Eropa Barat dan Amerika bahkan melebihi
pertumbuhan penduduk mereka sendiri, dan hari ini juga menjadi pemicu kehancuran
lingkungan di hampir seluruh muka bumi.
Setelah 1804, pola kenaikan jumlah penduduk melonjak tak terkendalikan, bila capaian
jumlah penduduk 1 milliar terjadi selama lebih kurang 12 ribu tahun (sejak 9500 SM), maka
jumlah penduduk 2 milliar dicapai dalam waktu 130 tahun. Mayoritas manusia yang hidup di
negara sedang berkembang memiliki comsumption factor 32, melakukan konsumsi 32 kali
lebih banyak sumber daya dan memproduksi 32 kali lebih banyak sampah daripada rata-rata
warga negara kenya yang memiliki consumption factor 1.

Bisnis Internasional, Globalisasi dan Washington Consensus

Mengapa bisnis menjadi penting bagi Barat saat ini? Karena bisnislah pusat dari
kenyataan penting mendapatkan kemakmuran itu, dan bisnis adalah sebuah kata “magis” yang
menjadi salah satu ikon penting di dunia. Bisnis telah berubah wajah, dari yang memiliki
karakter-karakter lokal, membentuk logika baru menjadi bisnis berwajah global. Secara umum
bisnis internasional memang terjadi dalam skala global dan dilaksanakan salah satunya karena
kecenderungan globalisasi yang terjadi hari ini. Definisi globalisasi dapat dilihat dalam lima
sudut pandang. Pertama, globalisasi merupakan bentuk internasionalisasi. Kedua, globalisasi
sebagai liberalisasi, yaitu sebagai “process of removing government-imposed restrictions on
movement between countries in order to create an open, borderless, word economy. Ketiga,
globalisasi sama dengan universalisasi, segala hal, baik itu trend, mode, teknologi, sains,
apabila perlu budaya, dan spritualitas. Keempat, globalisasi merupakan proses westernisasi,
modernisasi atau lebih jauh lagi dapat disebut sebagai Amerikanisasi, atau kolonialisasi.
Kelima, globalisasi melihat teritori tidak lagi terbatasi oleh geografi dan kewilayahan yang
jelas, tetapi berubah menjadi deteritorialisasi atau superteritorialisasi. Bisnis merupakan
serapan kata inggris, yaitu business, yang berarti kesibukan. Bisnis dalam arti luas adalah semua
keb=giatan, baik dilakukan perseorangan, kelompok atau institusi resmi dalam memproduksi
barang dan atau jasa untuk dipasarkan secara komersial. Bisnis internasional dapat
didefinisikan aktivitas bisnis yang jangkauannya tidak berada pada daerah, lokal, dan negara
tertentu, tetapi telah menembus batas-batas wilayah negara. Pertumbuhan kegiatan bisnis
internasional bertepatan dengan fenomena yang lebih luas yaitu globalisasi pasar. Globalisasi
pasar mengacu pada integrasi ekonomi yang sedang berlangsung dan semakin banyaknya
interpedensi negara diseluruh dunia.

Globalisasi pasar menurut Cavusgil memiliki beberapa tren terkait, yaitu pertama,
pertumbuhan yang sangat pesat dari perdagangan internasional. Kedua, perdagangan antara
negara-negara disertai dengan arus besar modal, teknologi, dan pengetahuan. Ketiga,
pengembangan sistem keuangan global yang sangat canggih dan mekanisme yang
memfasilitasi aliran produk, uang, teknologi, dan pengetahuan lintas batas. Keemapt,
globalisasi telah membawa tingkat kolaborasi yang lebih besar antar negara melalui lembaga
regulator multilateral seperti organisasi perdagangan dunia dan dana moneter internasional.
Berdasarkan penjelasn diatas, biasanya buku-buku teks menyimpulkan bisnis internasional
memiliki dua orientasi utama yang khas, yaitu international trading dan international
investment.

Perusahaan multi nasional pemain utama bisnis internasional

Berdasarkan penjelasan singkat mengenai bisnis, globalisasi dan internasionalisasi


bisnis diatas, jelas sekali peran MNC. Metafora kuasa bisnis internasional MNC dari dua
metafora, The Soccer Games dan The Hunger Games. Pertama, dunia kita telah berubah bentuk
menjadi ruang permainan atau lebih spesifik permainan sepak bola, the soccer games. Siapa
pemain utamanya? Perusahaan multi nasional adalah pemain utama world cup, yang
memperebutkan piala emas dunia. Bagaimana dengan Indonesia? Negeri ini hanyalah penonton
atau konsumen. Kalaupun pertamina, PGN, BNI, Bank Mandiri dan perusahaan-perusahaan
lain mau ikut bermain, berarti mengikuti permain di liga yang kecil. Jika ingin mengikuti
permainan internasional maka mereka perlu menjual dirinya, seperti Bentoel atau Sampoerna,
Telkomsel atau Indosat, yang mayoritas sahamnya milik asing dan otomatis dikendalikan asing.

Koorporatokrasi: Kritik atas Keberadaan Perusahaan Multi Nasional

Kritik yang sangat keras atas peran Bisnis Internasional lewat perusahaan Multi
Nasional salah satunya dari Amien Rais, menilai bahwa dalam dunia ilmu sosial, istilah
korporatokrasi belum digunakan secara meluas dab relatif baru. Istilah korporasi dapat
digunakan untuk menunjukkan betapa korporasi atau perusahaan besar memang dalam
kenyataannya dapat mendikte, bahkan kadang-kadang membeli pemerintahan untuk
meloloskan keinginan mereka. Korporaktorasi digunakan di bukunya tersebut untuk
menjelaskan sistem atau mesin kekuasaan yang bertujuan untuk mengontrol ekonomu dan
politik global yang memiliki tujuh unsur, yaitu: 1) korporasi besar, 2) pemerintah-kekuatan
politik pemerintahan tertentu, 3) perbankan internasioanal, 4) kekuatan militer, 5) media masaa,
6) intelektual pengabdi kekuasaan-kaum intelektual yang dikooptasi, 7) elite nasional bermental
inlander-terutama elite negara berkembang bermental inlander, komprador atau pelayan. 2024
adalah kata kunci dari tantangan negeri ini menjadi negara maju seperti disarankan Acemoglu
dan Robinson agar tak terjerembab menjadi negara gagal, yang bila itu dilakukan maka kita
akan mempertanyakan pancasila itu sendiri dan bersiap-siap mengadaptasikan liberalisme
untuk merangsek ke seluruh sendri-sendri kebangsaan kita.
BAB 2
Melihat Dunia dari Kacamata (Kritis) Alternatif

Mayoritas masyarakat Timur modern yang tertarik dengan dunia intelektualitas justru
terpengaruh oleh faham dan semangat modernis. Mereka cenderung mencampur-baurkan hal-
hal yang sebenarnya bertolak belakang, yaitu hal yang bersifat luhur dengan hal-hal rendahan.
Oleh sebab itu, dalam hal ini justru orang timur lah yang lebih berbahaya dibanding para sarjana
Barat. Mereka dapat menyebabkan kehancuran yang besar dalam segi intelektualitas dan
spiritualitas.

Pandangan Dunia Materialisme

Masyarakat barat dari negara maju seakan tak rela bila ada negara lain yang terus
berkembang. Menurut Fritjof Capra hal ini tidak hanya disebabkan oleh masifikasi revolusi
industri dan modernisas. Melainkan jauh lebih dalam, berakar dari pandangan dunia mekanistik
ala Descartes dan prinsip-prinsip fisika ala Newton, yang mana masyarakat Eropa Barat dan
Amerika Serikat memaknai keberdayaannya sebagai simbol kemenangan kapitalisme dan
demokrasi liberal.
Sebenarnya, dasar negara maju seperti Eropa Barat, Amerika Serikat, dan negara
lainnya tidaklah terlalu normatif berdasarkan gagasan evolusi institusi inklusif yang bebas dari
hasrat kolonisasi dan penguasaan segala hal, tetapi memang menganut ideologi besar
neoliberalisme berbasis materialimse individual. Penulis tidak sejalan dengan cara pandang
bahwa kemakmuran dan kesejahteraan dapat diukur berdasarkan kemapanan materi, kecukupan
sandang pangan papan, kesehatan diri dan keluarga, dan lain sebagainya. Cara pandang inilah
yang menjadi cikal bakal lahirnya pemahaman positivism. Pengembangan teori dan hipotesis
positivistic bagi Friedman tak dapat lepas dari logika ekonomi dasar atau normative economics
itu sendiri karena positivism merupakan gerakan materialisme empiricism untuk melegitimasi
sifat dasar kemanusiaan Barat, yaitu self interest.
Positivism berorientasi pada self interest yang memuat nilai materialisme. Auguste
Comte mengklasifikasi jenjang perkembangan rasionalisasi atas realitas menjadi tiga, yaitu:
a. Teologis (theological state)
Jenjang ini menjelaskan bahwa akal selalu dipengaruhi oleh pikiran mistis, agamis,
religious, termasuk dunia pengetahuan yang dibentuk kemudian selalu berorientasi
“transeden”. Pada tingkatan teologis yang primitive tersebut, akal berupaya untuk mencari
the essential nature of beings, kausa prima final, asal muasal dan tujuan dari segala efek
(supernatural beings).
b. Metafisis atau abstrak (metaphysical state)
Jenjang ini memodifikasi jenjang pertama, yaitu akal tidak lagi berorientasi pada
supernatural beings tetapi mengarah pada kekuatan abstraksi yang melekat pada segala
sesuatu dan mampu memperoduksi semua fenomena (alam).
c. Puncak pengetahuan dan masyarakat modern, saintifik atau positif (positive state)
Dalam jenjang ini, akal rasional menjadi puncak kekuasaan manusia itu sendiri, yang mana
tidak bergantung pada realitas absolut maupun alam semesta, tetapi pada realitas empiris
berdasarkan hasil penalaran (reasoning), observasi (observation) yang terukur (measured),
dan objektif (objective) apa adanya.
Comte menganggap bahwa realitas absolut hanyalah angan-angan karena dengan
adanya realitas absolut maka realitas evolutif tidak pernah terbangun, sehingga yang paling
penting bagi Comte adalah realitas yang konkrit, apa adanya, relatif sesuai dengan kenyataan
sosial, terukur, dapat diobservasi dan dinalar sesuai kekuatan umat manusia, pikiran, dan
kreativitas teknis. Untuk merealisasikan positivisme Comte, dibutuhkan politik konstruksi
masyarakat yang terstruktur yang berprinsip bahwa kebahagiaan adalah kata kunci dari
keberhasilan desain dan kontruksi atas social order yang memiliki tujuan akhir berupa agama
kemanusiaan (humanity religion).
Salah satu kekuatan dari positivism adalah permodelan. Permodelan merupakan
simplifikasi gagasan atas realitas yang biasanya dipandang sebagai kejadian yang berlangsung
apa adanya, sesuai dinamika di masyarakat dan lingkungan masing-masing dan saling
berinteraksi. Jika terdapat faktor yang berbeda dengan “constrain” pengaruh atas kepentingan
manusia, bagian atau pointers itu dianggap sebagai “outlier” dan perlu direduksi.
Pandangan teknikal dan objektif atas realitas merupakan pola berpikir yang bersumber
pada cabang paling dominan dari filsafat naturalism, yaitu materialism. Materialism merupakan
bentuk paling radikal dari filsafat naturalism. Naturalism memandang natura (alam) merupakan
realitas dan realitas pasti bersifat natural/alamiah. Materialism menurunkan naturalism dalam
ruang yang lebih konkrit dan menegaskan bahwa di dunia ini tidak ada selain materi, atau alam
dan dunia fisik adalah satu-satunya realitas yang bersifat materi.
Memang benar bahwa benda atau materi merupakan pusat dari realitas. Tetapi bagi
Marx, materi saja tidaklah cukup. Materi merupakan realitas paling mendasar yang selalu
terjadi dalam proses perubahan dan pertentangan serta bersifat konkret (kasat indra). Dengan
adanya proses perubahan dan pertentangan di realitas social itulah maka menimbulkan
kesadaran pada manusia, bukan sebaliknya. Di sinilah dialetika (tesis-antitesis-sintesis) terjadi.
Sehingga materialism Marx biasa disebutu dengan materialism dialektis historis. Tiga tahapan
dalam proses dialektik metodologi dimulai dari (1) fase krisis atas realitas (tesis), (2) fase kritik
atas realitas (antithesis), dan (3) fase perubahan yang diinginkan dalam mengelola realitas
(sintesis). Perubahan dalam hal ini dapat dilakukan melalui penyadaran (consciousness) atau
struktur (revolution).

Pandangan Dunia Melampaui Materi

Seiring berjalannya waktu, Michael Dua membawa pandangan bahwa kesejahteraan


dan keadilan masyarakat adalah titik puncak kepentingan ekonomi. Sayangnya, apa yang
dilakukan Dua masih berputar pada sekularisasi ekonomi sehingga tidak membawa perubahan
signifikan atas ekonomi yang ada. Perspektif lain yang lebih teoritis muncul, Philip O’hara
mensinergikan pemikiran ekonomi, apa yang diperbincangkan oleh O’hara adalah bagaimana
menyelesaikan masalah ekonomi dalam koridor yang sama. Pilihan lain terkait hal ini juga telah
dilakukan oleh Capra atau Zohar dan Marshall yaitu melakukan spiritualisasi ekonomi, di mana
semua yang berkaitan dengan ekonomi dihubungkan dengan karakter utama spiritualitas
organis postpatriarkal. Yaitu mengedepankan sinergi organis untuk keseimbangan materi batin
spiritual dalam diri, sosial, dan alam.
Pemikiran yang lebih menarik dicetuskan oleh Schumacher yang mencoba menarik
ekonomi dalam konteks filsafat dengan memberikan model pencerahan baru yang keluar dari
dominasi ekonomi mainstream. Pikiran Schumacher sebenarnya bisa dijadikan model pikiran
baru dalam ekonomi yang memiliki “ruh” Ketuhanan. Tetapi, masalahnya adalah Schumacher
tidak bisa menurunkan konteks normatifnya menjadi membumi dan aplikatif. Dari penjelasan
panjang lebar terkait penggunaan positivistik ekonomi maupun alternatif-alternatif ekonomi
lainnya terdapat satu kesamaan, yaitu masalah kesejahteraan. Tidak ada di dunia ini yang
mengatakan bahwa ekonomi itu tidak bertujuan pada kesejahteraan. Dan itu pula yang
kemudian dikritik bahwa ekonomi kesejahteraan Barat hanyalah kesejahteraan bersifat
pertumbuhan dan linearitas serta mekanistis. Pemikiran ekonomi baru ala Capra atau Danah
Zohar dan Ian Marshall kemudian mendekati ekonomi dalam koridor spiritualitas yang
memberi jiwa bagi kepentingan diri, sosial, dan alam.
Perbedaan pandangan antara Barat dan Timur terletak pada pandangannya terhadap
agama dan Tuhan. Diamond misalnya, menganggap masa depan agama memang hanyalah
merupakan masalah evolusi atas perkembangan otak akibat semakin meningkatnya
kecanggihan otak manusia dalam mengenali penjelasan penyebab dan dalam membuat prediksi.
Baginya, agama hanyalah produk sampingan kemampuan otak yang semakin canggih untuk
menyimpulkan penyebab, pelaku dan niat untuk mengantisipasi bahaya, dan karenanya
merumuskan penjelasan penyebab nilai prediktif dalam membantu bertahan hidup.
Tuhan sebagai sentral seperti yang disebut Diamond sebagai supranatural explanation
hanyalah bagian fungsi penjelas yang pada akhirnya akan hilang luruh di masa depan. Bagi
Barat, dunia telah dinegasikan menjadi dunia evolutif dan impersonialisme (kebetulan dan
keniscayaan) bahwa setiap penciptaan ada dengan sendirinya. Manusia memiliki kehendak
bebas dan Tuhan tidak pernah hadir dalam realitas maupun realitasnya sendiri karena yang hadir
dalam realitas adalah materi. Hal ini tentunya bertentangan dengan Timur, yang mana cinta
kepada Allah merupakan suatu pengalaman perasaan yang hebat akan kesatuan, yang
dihubungkan secara tidak terpisahkan dengan ungkapan cinta ini dalam setiap tindakan hidup,
menjadi cinta yang secara hakiki merupakan pengalaman pikiran.
Di sisi lain, Capra mendefinisikan “spiritualitas terbatas pada pengalaman akan
hidupnya pikiran dan jasad sebagai suatu kesatuan. Pengalaman kesatuan ini bukan saja antara
pikiran dan badan, tetapi juga antara diri dan dunia. Pusat kesadaran dalam momen spiritual
merupakan perasaan yang menyatu yang mendalam dengan segala sesuatu, erasaan
kebersamaan dengan seluruh alam semesta.”
Tabel Tiga Ciri Pokok Pandangan Tuhan dan Agama menurut Griffin (1989)

Tema Pra Modernisme Modernism Posmodernisme


Penciptaan TEISTIK EVOLUSI ATEISTIK EVOLUSI TEISTIK
Penciptaan merupakan kehendak Impersonalisme (kebetulan dan Tuhan akomodasionis, tidak
Tuhan dan manusia tunduk pada keniscayaan), setiap penciptaan ada menciptakan secara sepihak, melainkan
sehala perintahNya. Ketundukan dengan sendirinya berdasarkan teori mengajak dan memberi inspirasi
merupakan bentuk kesalehan evolusi darwinisme. Setiap makhluk makhluk agar menciptakan diri sendiri
pribadi menuju kehendak Ilahi, berproses menuju tahapan evolusi. dengan menanamkan perasaan yang
manusia disebut Imitatio Dei. Manusia memiliki kehendak bebas dan berkembang secara bertahap terus
Tuhan tidak pernah hadir dalam realitas menerus. Kualitas pribadi menjadi
maupun realitasnya sendiri, karena yang puncak kualitas alam semesta, menjadi
hadir dalam realitas adalah materi. Imago Dei.
Eksistensi SPIRITUALITAS ANTI SPIRITUALITAS SPIRITUALITAS EMPIRIS
Makhluk diciptakan melalui citra Seluruh makhluk diukur berdasar kualitas Seluruh makhluk sama kedudukannya,
Tuhan dan berada ddekat puncak primer (objektif, kuantitatif, impersonal), dunia tersusun dari benda-benda yang
rantai agung kehidupan. Makhluk sekunder (warna, rasa, suara, hati, dan mengandung energy. setiap makhluk
istimewa yang memiliki kualitas lainnya), tersier (berkesadaran makna, membentuk dunia melalui pengalaman
ciptaan lebih sempurna di antara emosi, baik buruk, benar salah, indah (paneksperienalisme). Kualitas primer
makhluk Tuhan lainnya. jelek, dan lainnya). (makna, emosi, kebijakan, baik buruk,
bernar salah,dll), sekunder (warna, rasa,
suara, hati, dan lainnya), tersier
(objektif, kuantitatif, impersonal).
Kehidupan ANTI ANIMISME ANIMISME ILMIAH ANIMISME BARU
Orientasi pada dunia dan akhirat. Orientasi hanya pada dunia dan materi. Orientasi kehidupan dunia siklik
(kehidupan setelah kematian naturalistic)
dan reinkarnasi.
Adakah Titik Temu Materialisme dan Kehancuran Moralitas?

Berdasarkan educationnesws.org, negara-negara yang memiliki kepedulian dan sistem


pendidikan yang paling baik adalah negara-negara yang juga disebutkan oleh Acemoglu dan
Robinson sebagai negara makmur karena melakukan proses institutional drift menuju institusi
politik dan ekonomi inklusif. Karena pendidikan jelas tidak mungkin dilepaskan dari moralitas
yang diajarkannya, maka kecerdasan seharusnya disandingkan dengan moralitas. Mirisnya,
negara-negara yang memiliki pola instrusi politik dan ekonomi baik dan dianggap
merefleksikan kemakmuran memiliki tingkat pendidikan tinggi, ternyata memiliki
kecenderungan sekaligus melegalkan pernikahan sesama jenis, melegalkan penggunaan
mariyuana, tingkat aborsi yang tinggi, bebas untuk tidak beragama, bebas minum minuman
keras, serta tingginya tingkat kejahatan dan cyber crime.
Shariff dan Remtulla (2012) membuktikan bahwa negara-negara tradisional dan
tertinggal yang nota bene adalah negara dengan populasi muslim tinggi seperti Turki, Pakistan,
dan Mesir justru memiliki tingkat kejahatan yang rendah, karena muslim percaya akan
keberadaan surga dan neraka. Penelitian tersebut secara gamblang menyajikan bukti empiris,
bagaimana di negara maju tingkat kejahatan justru tinggi dibanding negara tertinggal.
Institutional drift yang berbasis pada iklusivitas politik dan ekonomi namun masih berbasis
kepercayaan akan kebaikan Tuhan semata, justru membuat individu dan masyarakat semakin
permisif melakukan kejahatan kerena toh Tuhan maha baik.
Dengan tidak memisahkan semua hal, maka agama merupakan pusat kunci, penyuci
aktivitas kemanusiaan sekaligus penyuci moralitas, akhlak yang baik, akhlakul karimah.
Seharusnyalah islam yang benar dan tidak terjebak pada realitas sekularitas dan materialitas
seperti yang dilakukan Barat saat ini, akan terbebas dari logika kemajuan material dan
kehancuran moral.

Anda mungkin juga menyukai