Disusun oleh:
Pascasarjana
Gagasan utama bagaimana negara makmur atau mengalami kemunduran bahkan runtuh
sebagaimana dipaparkan oleh Acemoglu dan Robinson adala apa yang disebut mereka dengan
institusi inklusif, baik institusi ekonomi inklusif maupun institusi politik inklusif. Menurut
mereka sebuah keberhasilan teori tidak harus berpaku pada reproduksi atas rincian sejarah,
tetapi yang dibutuhkan sebenarnya adalah penjelasan penting sekaligus berdasarkan pada
realitas empirik, sehingga dapat menggambarkan proses-proses historis sekaligus konsisten
berbagai faktor utama pemicu semua proses yang terjadi. Teori mereka dijalankan pada dua
level, pertama, menggambarkan perbedaab institusi politik-ekonomi ekstraktif dengan inklusif
di banyak negara, kerajaan, kesultanan, kekaisaran; level kedua menjelaskan mengapa institusi
politik-ekonomi insklusif tersebut tidak dapat tumbuh dan berkembang di seluruh negara di
dunia sekarang ini.
Contoh negara yang menjalankan pola institusi ekstraktif menurut mereka adalah seperti
Korea utara, Rusia, Maya-Inca-Aztek, Cina dan banyak negara Asia. Sedangkan Meksiko
menjadi contoh berlakunya Institusi Politik dan Institusi Ekonomi Ekstraktif, memusatkan
kekuasaan ditangan sekelompok elite politik, yang cenderung mempertahankan dan
membangun institusi ekonomi ekstraktif demi keuntungan mereka sendiri, serta memanfaatkan
segala sumber daya yang mereka miliki demi mempertahankan kekuasaan politik.
Institusi politik dan institusi ekonomi ekstraktif bisa saja berhasil mewujudkan
sentralisasi politik dan merangsang pertumbuhan ekonomi, seperti Cina yang sangat terpusat
kekuasaannya di Politbiro Komunis, saat ini sedang pada puncak kekuatan ekonominya.
Kehancurah yang dialami oleh Rusia, negara yang juga memiliki kesamaan ideologi dengan
Cina, atau kejayaan Maya-Inca-Aztek di masa lalu, sulit dipertahankan karena dua alasan.
Pertama, untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi diperlukan inovasi, sedangkan inovasi
pasti disertai gelombang penghancuran kreatif yang dalam konteks ekonomi akan menggusur
cara-cara lama dan berpotensi menggoyahkan stabilitas kekuasaan politik.
Kedua, para elite penguasa dengan sistem ekstraktif memiliki kemampuan menimbun
kekyaan dengan mengorbankan sebagian besar rakyat menyebabkan kekuasaan banyak
diperbutkan dan memicu pertikaian maupun perang saudara. Akibatnya, berbagai kelompok
kuat yang saling tarik-menarik memperebutkan kekuasaan ekstraktif akan menyebabkan
instabilitas politik.
Perubahan-perubahan institusional berskala masif yang menjadi prasyarat kemajuan
ekonomi, senantiasa terjadi berkat adanya interaksi positif antara sejarah pertumbuhan institusi
inklusif dengan momentum emas dalam sejarah suatu bangsa. Mengapa tidak semua negara
mengalami perubahan institusional yang sama arahnya? Perbedaan ini disebabkan oleh faktor
yang disebut evolusi institusi atau “institusional drift”.
Apa yang dimaksud dengan “momentum emas” atau momentum kritis adalah kejadian-
kejadian luar biasa yang menggoyahkan equilibrium politik-ekonomi pada satu atau kelompok
bangsa.
Kesalahan Asumsi “Apa itu Negara Maju” dan Dampaknya di Tahun 2024
Tesis Acemoglu dan Robinson masih memiliki minimal tiga kelemahan atas
institutional drift; kedua, celah basis dasar ideologis; ketiga, proses terbentuknya negara-nera
di dunia yang memiliki basis ideologi berbeda dipaksakan dipotret berdasarkan cara pandang
ideologis tunggal, yaitu liberalisme pasca perang dingin/cold war.
Mengapa bisnis menjadi penting bagi Barat saat ini? Karena bisnislah pusat dari
kenyataan penting mendapatkan kemakmuran itu, dan bisnis adalah sebuah kata “magis” yang
menjadi salah satu ikon penting di dunia. Bisnis telah berubah wajah, dari yang memiliki
karakter-karakter lokal, membentuk logika baru menjadi bisnis berwajah global. Secara umum
bisnis internasional memang terjadi dalam skala global dan dilaksanakan salah satunya karena
kecenderungan globalisasi yang terjadi hari ini. Definisi globalisasi dapat dilihat dalam lima
sudut pandang. Pertama, globalisasi merupakan bentuk internasionalisasi. Kedua, globalisasi
sebagai liberalisasi, yaitu sebagai “process of removing government-imposed restrictions on
movement between countries in order to create an open, borderless, word economy. Ketiga,
globalisasi sama dengan universalisasi, segala hal, baik itu trend, mode, teknologi, sains,
apabila perlu budaya, dan spritualitas. Keempat, globalisasi merupakan proses westernisasi,
modernisasi atau lebih jauh lagi dapat disebut sebagai Amerikanisasi, atau kolonialisasi.
Kelima, globalisasi melihat teritori tidak lagi terbatasi oleh geografi dan kewilayahan yang
jelas, tetapi berubah menjadi deteritorialisasi atau superteritorialisasi. Bisnis merupakan
serapan kata inggris, yaitu business, yang berarti kesibukan. Bisnis dalam arti luas adalah semua
keb=giatan, baik dilakukan perseorangan, kelompok atau institusi resmi dalam memproduksi
barang dan atau jasa untuk dipasarkan secara komersial. Bisnis internasional dapat
didefinisikan aktivitas bisnis yang jangkauannya tidak berada pada daerah, lokal, dan negara
tertentu, tetapi telah menembus batas-batas wilayah negara. Pertumbuhan kegiatan bisnis
internasional bertepatan dengan fenomena yang lebih luas yaitu globalisasi pasar. Globalisasi
pasar mengacu pada integrasi ekonomi yang sedang berlangsung dan semakin banyaknya
interpedensi negara diseluruh dunia.
Globalisasi pasar menurut Cavusgil memiliki beberapa tren terkait, yaitu pertama,
pertumbuhan yang sangat pesat dari perdagangan internasional. Kedua, perdagangan antara
negara-negara disertai dengan arus besar modal, teknologi, dan pengetahuan. Ketiga,
pengembangan sistem keuangan global yang sangat canggih dan mekanisme yang
memfasilitasi aliran produk, uang, teknologi, dan pengetahuan lintas batas. Keemapt,
globalisasi telah membawa tingkat kolaborasi yang lebih besar antar negara melalui lembaga
regulator multilateral seperti organisasi perdagangan dunia dan dana moneter internasional.
Berdasarkan penjelasn diatas, biasanya buku-buku teks menyimpulkan bisnis internasional
memiliki dua orientasi utama yang khas, yaitu international trading dan international
investment.
Kritik yang sangat keras atas peran Bisnis Internasional lewat perusahaan Multi
Nasional salah satunya dari Amien Rais, menilai bahwa dalam dunia ilmu sosial, istilah
korporatokrasi belum digunakan secara meluas dab relatif baru. Istilah korporasi dapat
digunakan untuk menunjukkan betapa korporasi atau perusahaan besar memang dalam
kenyataannya dapat mendikte, bahkan kadang-kadang membeli pemerintahan untuk
meloloskan keinginan mereka. Korporaktorasi digunakan di bukunya tersebut untuk
menjelaskan sistem atau mesin kekuasaan yang bertujuan untuk mengontrol ekonomu dan
politik global yang memiliki tujuh unsur, yaitu: 1) korporasi besar, 2) pemerintah-kekuatan
politik pemerintahan tertentu, 3) perbankan internasioanal, 4) kekuatan militer, 5) media masaa,
6) intelektual pengabdi kekuasaan-kaum intelektual yang dikooptasi, 7) elite nasional bermental
inlander-terutama elite negara berkembang bermental inlander, komprador atau pelayan. 2024
adalah kata kunci dari tantangan negeri ini menjadi negara maju seperti disarankan Acemoglu
dan Robinson agar tak terjerembab menjadi negara gagal, yang bila itu dilakukan maka kita
akan mempertanyakan pancasila itu sendiri dan bersiap-siap mengadaptasikan liberalisme
untuk merangsek ke seluruh sendri-sendri kebangsaan kita.
BAB 2
Melihat Dunia dari Kacamata (Kritis) Alternatif
Mayoritas masyarakat Timur modern yang tertarik dengan dunia intelektualitas justru
terpengaruh oleh faham dan semangat modernis. Mereka cenderung mencampur-baurkan hal-
hal yang sebenarnya bertolak belakang, yaitu hal yang bersifat luhur dengan hal-hal rendahan.
Oleh sebab itu, dalam hal ini justru orang timur lah yang lebih berbahaya dibanding para sarjana
Barat. Mereka dapat menyebabkan kehancuran yang besar dalam segi intelektualitas dan
spiritualitas.
Masyarakat barat dari negara maju seakan tak rela bila ada negara lain yang terus
berkembang. Menurut Fritjof Capra hal ini tidak hanya disebabkan oleh masifikasi revolusi
industri dan modernisas. Melainkan jauh lebih dalam, berakar dari pandangan dunia mekanistik
ala Descartes dan prinsip-prinsip fisika ala Newton, yang mana masyarakat Eropa Barat dan
Amerika Serikat memaknai keberdayaannya sebagai simbol kemenangan kapitalisme dan
demokrasi liberal.
Sebenarnya, dasar negara maju seperti Eropa Barat, Amerika Serikat, dan negara
lainnya tidaklah terlalu normatif berdasarkan gagasan evolusi institusi inklusif yang bebas dari
hasrat kolonisasi dan penguasaan segala hal, tetapi memang menganut ideologi besar
neoliberalisme berbasis materialimse individual. Penulis tidak sejalan dengan cara pandang
bahwa kemakmuran dan kesejahteraan dapat diukur berdasarkan kemapanan materi, kecukupan
sandang pangan papan, kesehatan diri dan keluarga, dan lain sebagainya. Cara pandang inilah
yang menjadi cikal bakal lahirnya pemahaman positivism. Pengembangan teori dan hipotesis
positivistic bagi Friedman tak dapat lepas dari logika ekonomi dasar atau normative economics
itu sendiri karena positivism merupakan gerakan materialisme empiricism untuk melegitimasi
sifat dasar kemanusiaan Barat, yaitu self interest.
Positivism berorientasi pada self interest yang memuat nilai materialisme. Auguste
Comte mengklasifikasi jenjang perkembangan rasionalisasi atas realitas menjadi tiga, yaitu:
a. Teologis (theological state)
Jenjang ini menjelaskan bahwa akal selalu dipengaruhi oleh pikiran mistis, agamis,
religious, termasuk dunia pengetahuan yang dibentuk kemudian selalu berorientasi
“transeden”. Pada tingkatan teologis yang primitive tersebut, akal berupaya untuk mencari
the essential nature of beings, kausa prima final, asal muasal dan tujuan dari segala efek
(supernatural beings).
b. Metafisis atau abstrak (metaphysical state)
Jenjang ini memodifikasi jenjang pertama, yaitu akal tidak lagi berorientasi pada
supernatural beings tetapi mengarah pada kekuatan abstraksi yang melekat pada segala
sesuatu dan mampu memperoduksi semua fenomena (alam).
c. Puncak pengetahuan dan masyarakat modern, saintifik atau positif (positive state)
Dalam jenjang ini, akal rasional menjadi puncak kekuasaan manusia itu sendiri, yang mana
tidak bergantung pada realitas absolut maupun alam semesta, tetapi pada realitas empiris
berdasarkan hasil penalaran (reasoning), observasi (observation) yang terukur (measured),
dan objektif (objective) apa adanya.
Comte menganggap bahwa realitas absolut hanyalah angan-angan karena dengan
adanya realitas absolut maka realitas evolutif tidak pernah terbangun, sehingga yang paling
penting bagi Comte adalah realitas yang konkrit, apa adanya, relatif sesuai dengan kenyataan
sosial, terukur, dapat diobservasi dan dinalar sesuai kekuatan umat manusia, pikiran, dan
kreativitas teknis. Untuk merealisasikan positivisme Comte, dibutuhkan politik konstruksi
masyarakat yang terstruktur yang berprinsip bahwa kebahagiaan adalah kata kunci dari
keberhasilan desain dan kontruksi atas social order yang memiliki tujuan akhir berupa agama
kemanusiaan (humanity religion).
Salah satu kekuatan dari positivism adalah permodelan. Permodelan merupakan
simplifikasi gagasan atas realitas yang biasanya dipandang sebagai kejadian yang berlangsung
apa adanya, sesuai dinamika di masyarakat dan lingkungan masing-masing dan saling
berinteraksi. Jika terdapat faktor yang berbeda dengan “constrain” pengaruh atas kepentingan
manusia, bagian atau pointers itu dianggap sebagai “outlier” dan perlu direduksi.
Pandangan teknikal dan objektif atas realitas merupakan pola berpikir yang bersumber
pada cabang paling dominan dari filsafat naturalism, yaitu materialism. Materialism merupakan
bentuk paling radikal dari filsafat naturalism. Naturalism memandang natura (alam) merupakan
realitas dan realitas pasti bersifat natural/alamiah. Materialism menurunkan naturalism dalam
ruang yang lebih konkrit dan menegaskan bahwa di dunia ini tidak ada selain materi, atau alam
dan dunia fisik adalah satu-satunya realitas yang bersifat materi.
Memang benar bahwa benda atau materi merupakan pusat dari realitas. Tetapi bagi
Marx, materi saja tidaklah cukup. Materi merupakan realitas paling mendasar yang selalu
terjadi dalam proses perubahan dan pertentangan serta bersifat konkret (kasat indra). Dengan
adanya proses perubahan dan pertentangan di realitas social itulah maka menimbulkan
kesadaran pada manusia, bukan sebaliknya. Di sinilah dialetika (tesis-antitesis-sintesis) terjadi.
Sehingga materialism Marx biasa disebutu dengan materialism dialektis historis. Tiga tahapan
dalam proses dialektik metodologi dimulai dari (1) fase krisis atas realitas (tesis), (2) fase kritik
atas realitas (antithesis), dan (3) fase perubahan yang diinginkan dalam mengelola realitas
(sintesis). Perubahan dalam hal ini dapat dilakukan melalui penyadaran (consciousness) atau
struktur (revolution).