Anda di halaman 1dari 17

BAB I

KONSEP MEDIS
A. DEFENISI
Menurut Inter-Society (2007), Konsensus Pengelolaan Penyakit Arteri Peripheral
(TASC II), Acute Limb Ischemia (ALI) didefinisikan sebagai penurunan perfusi tiba-tiba
anggota tubuh yang menyebabkan ancaman potensial terhadap viabilitas ekstremitas
(dimanifestasikan dengan nyeri istirahat iskemik, ulkus iskemik, dan atau gangren)
pada pasien yang hadir dalam waktu dua minggu dari peristiwa akut. Pasien dengan
manifestasi yang sama yang hadir lebih dari dua minggu dianggap memiliki iskemia
tungkai kritis.
Menurut IA- Khaffaf (2005), Acute Limb Ischemia merupakan suatu kondisi dimana
terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas secara tiba-tiba yang menyebabkan
gangguan pada kemampuan pergerakkan, rasa nyeri atau tanda-tanda iskemik berat
dalam jangka waktu dua minggu dan umumnya iskemia akut tungkai disebabkan oleh
proses oklusi akut atau adanya aterosklerosis.
Oklusi akut dari suatu arteri pada ekstremitas dimana merupakan penurunan
secara tiba-tiba atau perburukan perfusi anggota gerak yang menyebabkan ancaman
potensial terhadap viabilitas ekstremitas. Sebagai hasil dari iskemia akut adalah
terjadinya hipoksia jaringan yang menyebabkan perubahan ireversibel pada otot skelet
dan saraf perifer. Perubahan ireversibel pada otot dan saraf terjadi biasanya setelah
empat hingga enam jam setelah iskemia akut.
Adanya gangguan iskemia biasanya diawali oleh gejala klaudikasio intermiten, yang
merupakan tanda adanya oklusi. Apabila proses aterosklerosis berjalan terus maka
iskemia akan makin hebat dan akan timbul tanda/gejala dari iskemia kritikal. Pasien
dengan iskemia akut tungkai biasanya juga memiliki resiko lain yang disebabkan oleh
proses aterosklerosis seperti stroke, miokard infark, atau kelainan kardiovaskular
lainnya. Acute Limb Ischemia (ALI) merupakan salah satu klasifikasi dari Peripheral
Artery Disease (PAD), penyakit arteri perifer yang setiap tahun jumlahnya semakin
meningkat. Semakin banyaknya masyarakat yang mengetahui tanda dan gejala ALI,
semakin berkurang masyarakat yang kehilangan ekstremitas akibat amputasi yang
merupakan tindakan akhir dari kategori terparah dari gangguan arteri ini.
B. ETIOLOGI
Berikut ini adalah beberapa kemungkinan penyebab dari ALI:
1. Trombosis.
Faktor predisposisi terjadi trombosis adalah dehidrasi, hipotensi, malignan,
polisitemia, ataupun status prototrombik inheritan, trauma vaskuler, injuri
Iatrogenik, trombosis pasca pemasangan bypass graft, trauma vaskuler. Gambaran
klinis terjadinya trombosis adalah riwayat nyeri hilang timbul sebelumnya, tidak
ada sumber terjadinya emboli dan menurunnya (tidak ada) nadi perifer pada
tungkai bagian distal.
2. Emboli
Sekitar 80% emboli timbul dari atrium kiri, akibat atrial fibrilasi atau miokard
infark. Kasus lainnya yang juga berakibat timbulnya emboli adalah katup prostetik,
vegetasi katup akibat peradangan pada endokardium, paradoksikal emboli (pada
kasus DVT) dan atrialmyxoma. Aneurisma aorta merupakan penyebab dari sekitar
10% keseluruhan kasus yang ada, terjadi pada pembuluh darah yang sehat.
FAKTOR RESIKO
Rangkuti (2008) dan Al-Thani et al (2009) mengatakan bahwa beberapa faktor
resiko untuk penyakit arteri perofer dapat diklasifikasikan menjadi faktor resiko
tradisional dan faktor resikonon tradisional
1. Faktor resiko tradisional (Tidak dapat diubah)
a. Usia
b. Merokok
c. Diabetes Melitus
d. Hiperlipidemia
e. Hipertensi
2. Faktor resiko non tradisional (Dapat diubah)
a. Ras/etnis
b. Inflamasi
c. Gagal ginjal kronik
d. Genetik
e. Hiperkoagulasi
KLASIFIKASI ALI
Ad hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the North American Chapter
of the International Society for Cardiovasculer Surgery menciptakan suatu klasifikasi
untuk oklusi arterial akut. Dikenal tiga kelas yaitu :
1. Kelas I : Non-threatened extremity; revaskularisasi elektif dapat diperlukan
atau tidak diperlukan.
2. Kelas II : Threatened extremity; revaskularisasi diindikasikan untuk
melindungi jaringan dari kerusakan.
3. Kelas III : Iskemia telah berkembang menjadi infark dan penyelamatan
ekstremitas tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan.
Berdasarkan Rutherfort klasifikasi akut limb Iskemik dapat dikategorikan sebagai
berikut:
1. Kelas I : perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan arteri,
tidak ada kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih dapat ditangani
dengan obat-obatan pada pemeriksaan doppler signal audible.
2. Kelas IIa : perfusi jaringan tidak memadai pada aktifitas tertentu.
Timbul klaudikasio intermiten yaitu nyeri pada otot ekstremitas bawah ketika
berjalan dan memaksakan berhenti berjalan, nyeri hilang jika pasien istirahat
dan sudah mulai ada kehilangan sensorik. Harus dilakukan pemeriksaan
angiografi segera untuk mengetahui lokasi oklusi dan penyebab oklusi.
3. Kelas IIb : perfusi jaringan tidak memadai, ada kelemahan otot ekstremitas dan
kehilangan sensasi pada ekstremitas. Harus dilakukan intervensi selanjutnya
seperti revaskularisasi atau embolektomi.
4. Kelas III : telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan nekrosis, kerusakan
syaraf yang permanen, irreversible, kelemahan ekstremitas, kehilangan sensasi
sensorik,kelainan kulit atau gangguan penyembuhan lesi kulit. Intervensi
tindakan yang dilakukan yaitu amputasi.
Akut Limb Iskemik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan terminologi:

1. Onset
o Acute : kurang dari 14 hari
o Acute on cronic : perburukan tanda dan gejala kurang dari 14 hari
o Cronic iskemic stable : lebih dari 14 hari
2. Severity
o Incomplit : tidak dapat ditangani
o Complit : dapat ditangani.
o Irreversible : tidak dapat kembali ke kondisi normal
C. PATOFISIOLOGI
Berdasarkan beberapa sumber pustaka, penulis dapat mengambil kesimpulan
mengenai patofisiologi ALI. Pada dasarnya, trombus yang mengalami penyumbatan pada
arteri dalam kasus ALI ini, merupakan salah satu bentuk patogenesis yang kemungkinan
ditimbulkan oleh beberapa faktor resiko dan faktor predisposisi yang cukup komleks,
seperti usia, gaya hidup tidak sehat (merokok, tidak pernah olahraga dan pola makan
tinggi kolesterol) dapat meningkatkan resiko terjadinya ALI, sedangkan patogenesis
yang sifatnya predisposisi seperti penyakit rheumatoid hearth disease juga dapat
menimbulkan ALI.
Pada awalnya tungkai tampak pucat, tetapi setelah 6-12 jam akan terjadi
vasodilatasi yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos vaskular. Kapiler akan terisi
kembali oleh darah teroksigenasi yang stagnan, yang memunculkan penampakan mottled
(yang masih hilang bila ditekan). Bila tindakan pemulihan aliran darah arteri tidak
dikerjakan, kapiler akan ruptur dan akan menampakkan kulit yang kebiruan yang
menunjukkan iskemia irreversibel. Nyeri terasa hebat dan seringkali resisten terhadap
analgetik. Adanya nyeri pada ekstremitas dan nyeri tekan dengan penampakan sindrom
kompartemen menunjukkan tanda nekrosis otot dan keadaan kritikal (yang kadangkala
irreversibel). Defisit neurologis motor sensorik seperti paralisis otot dan parastesia
mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang masih berpotensi untuk tindakan
penyelamatan invasif (urgent). Tanda-tanda diatas sangat khas untuk kejadian sumbatan
arteri akut yang tanpa disertai kolateral. Bila oklusi akut terjadi pada keadaan yang
sebelumnya telah mengalami sumbatan kronik, maka tanda yang dihasilkan biasanya
lebih ringan oleh karena telah terbentuk kolateral. Adanya gejala klaudikasio intermiten
pada ekstremitas yang sama dapat menunjukkan pasien telah mengalami oklusi kronik
sebelumnya. Keadaan akut yang menyertai proses kronik umumnya disebabkan
trombosis.
Perjalanan ALI yang cukup kompleks ini, dapat menimbulkan beberapa masalah
pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang menunjukkan suatu masalah keperawatan
yang kompleks pula, diantaranya gangguan perfusi jaringan, gangguan rasa nyaman
nyeri, intoleransi aktivitas, cemas, resiko tinggi perdarahan dan resiko tinggi cedera serta
banyak lagi yang satu sama lain saling berhubungan dan perlu segera ditangani.

D. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan Gejala dari kasus ALI adalah 6 P, yaitu:
1. Pain (nyeri): terjadi nyeri yang hebat, terlokalisasi di daerah ekstrimitas dan
muncul tiba-tiba, intensitas nyeri tidak berhubungan dengan beratnya iskemia
karena pasien yang mengalamineuropathy dimana sensasi terhadap nyeri
menurun.
2. Parasthesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas)
3. Paralysis (kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas): adanya parasthesia
dan paralysis merupakan pertanda yang buruk dan membutuhkan penanganan
segera
4. Pallor (pucat) : tampak putih. pucat, dan dalam beberapa jam dapat menjadi
kebiruan atau ungu/mottled
5. Pulseless (menurunnya/tidak adanya denyut nadi): denyut nadi tidak teraba
dibandingkan pada kedua ekstrimitas.
6. Perishingly cold/Poikilothermia (dingin pada ekstremitas).
Terdapat manifestasi klinis yang berbeda pada akut limb iskemik yang disebabkan
oleh thrombus dan emboli.
1. Manifestasi klinik ALI disebabkan karena emboli:
 Tanda dan gejala yang muncul tiba-tiba dalam beberapa menit.
 Tidak terdapat klaudiokasi
 Ada riwayat atrial fibrilasi
 Ekstremitas yang terkena tampak kekuningan.
 Pulsasi pada kolateral ekstrimitas normal.
 Dapat terdiagnosa secara klinis dan dilakukan pengobatan dengan
pemberian walfarin atau embolectony.
2. Manifestasi ALI disebabkan karena thrombus:
 Tanda dan gejala yang muncul dapat terjadi dalam beberapa jam sampai
berhari-hari.
 Ada klaudikasio
 Ada riwayat ateroskerotik kronik
 Ekstremitas yang terkena tampak sianotik dan lebam
 Pulsasi pada kolateral ekstrimitas tidak ada
 Dapat terdiagnosa dengan angiography dan dilakukan tindakan bypass atau
pemberian obat-obatan fibrinolitik.
E. PATOGENESIS
Pada awalnya tungkai tampak pucat (vena yang kosong), tetapi setelah 6-12 jam
akan terjadi vasodilatasi yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos vaskular.
Kapiler akan terisi kembali oleh darah teroksigenasi yang stagnan, yang memunculkan
penampakan mottled (yang masih hilang bila ditekan). Bila tindakan pemulihan aliran
darah arteri tidak dikerjakan, kapiler akan ruptur dan akan menampakkan kulit yang
kebiruan yang menunjukkan iskemia irreversibel. Nyeri terasa hebat dan seringkali
resisten terhadap analgetik. Adanya nyeri pada ekstremitas dan nyeri tekan dengan
penampakan sindrom kompartemen menunjukkan tanda nekrosis otot dan keadaan
kritikal (yang kadang kala irreversibel). Defisit neurologis motor sensorik seperti
paralisis otot dan parastesia mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang masih
berpotensi untuk tindakan penyelamatan invasif (urgent). Tanda-tanda diatas sangat
khas untuk kejadian sumbatan arteri akut yang tanpa disertai kolateral. Bila oklusi akut
terjadi pada keadaan yang sebelumnya telah mengalami sumbatan kronik, maka tanda
yang dihasilkan biasanya lebih ringan oleh karena telah terbentuk kolateral. Adanya
gejala klaudikasio intermiten pada ekstremitas yang sama dapat menunjukkan pasien
telah mengalami oklusi kronik sebelumnya. Keadaan akut yang menyertai proses
kronik umumnya beretiologi trombosis.
DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Anamnesis mempunyai 2 tujuan utama : menanyakan gejala yang muncul pada
ekstremitas yang berhubungan dengan keparahan dari iskemia anggota gerak dan
mengkaji informasi terdahulu, menyinggung etiologi, diagnosis banding, dan
kehadiran penyakit yang signifikan secara berbarengan. Pengkajian sebaiknya
dilakukan pada fase pra koroner, pembuluh darah serebral, dan pembuluh darah
sambungan (revaskularisasi). Pengkajian umum yang sebaiknya dilakukan yaitu
mengenai pengkajian riwayat yang jelas mengenai kemungkinan penyebab dari
iskemik pada tungkai, derajat iskemik, termasuk penjadwalan untuk bedah umum
ataupun bedah vascular bila kondisi memungkinkan.
2. Pemeriksaan fisik.
Bandingkan dengan ekstremitas kanan dengan kiri (yang terkena efek ALI dengan
yang normal)
o Pulsasi
Apakah defisit pulsasi bersifat baru atau lama mungkin sulit ditentukan pada
pasien penyakit arteri perifer (PAD) tanpa suatu riwayat dari gejala
sebelumnya, pulsasi radialis, dorsalis pedis mungkin normal pada kasus mikro
embolisme yang mengarah pada disrupsi (penghancuran) plak aterosklerotik
atau emboli kolestrol.
o Lokasi
Tempat yang paling sering terjadinya oklusi emboli arterial adalah arteri
femoralis, namun juga dapat di temukan pada arteri aksila, poplitea iliaka dan
bifurkasio aorta.
o Warna dan temperature
Harus dilakukan pemeriksaan terhadap abnormalitas warna dan temperatur.
Warna pucat dapat terlihat, khususnya pada keadaan awal, namun dengan
bertambahnya waktu, sianosis lebih sering ditemukan. Rasa yang dingin
khususnya ekstremitas sebelahnya tidak demikian, merupakan penemuan yang
penting.

o Kehilangan fungsi sensoris.


Pasien dengan kehilangan sensasi sensoris biasanya mengeluh kebas atau
parestesia, namun tidak pada semua kasus. Perlu diketahui pada pasien DM
dapat mempunyai defisit sensoris sebelumnya dimana hal ini dapat membuat
kerancuan dalam membuat hasil pemeriksaan.
o Kehilangan fungsi motorik
Defisit motorik merupakan indikasi untuk tindakan yang lebih lanjut, limb-
thtreatening ischemia. Bagian ini berhubungan dengan fakta bahwa pergerakkan
pada ekstremitas lebih banyak dipengaruhi oleh otot proximal.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang diperlukan untuk mendiagnosis adanya iskemia akut tungkai
adalah:
1. Faktor Risiko Kardiovaskular
Perlu ditanyakan dan diketahui adanya kelainan-kelainan kardiovaskular.
Sekitar 30% pasien dengan iskemia tungkai terbukti pernah mengalami
riwayat angina atau infark miokard.
Pemeriksaan untuk mengetahui faktor resiko kardiovaskular adalah : riwayat
merokok, riwayat serangan jantung, tekanan darah, EKG, gula darah, kadar lipid
darah.
2. Pemeriksaan Tungkai
Penampakan keseluruhan tungkai: adanya edema, keadaan rambut tungkai,
adanya kemerahan khususnya yang bersamaan dengan
sianosis. Tes Buerger (pucat bila diangkat, kemerahan yang abnormal bila
tergantung). Pemeriksaan pulsasi dengan palpasi (A. femoralis, poplitea,
tibiabis anterior dan posterior, dorsalis pedis), yang amat
subjektif. Pemeriksaan pulsasi harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan hand-
held Doppler.
3. Exercise challenge
Pemeriksaan exercise challange harus dilakukan terutama pada pasien yang
hanya mengeluhkan adanya klaudikasio intermiten tanpa gejala dan tanda lain.
Pasien diminta untuk berdiri di samping ranjang periksa dan melakukan jinjit
berulang-ulang selama satu menit. Selanjutnya sambil berbaring dilakukan
pemeriksaan pulsasi. Bila ditemukan adanya pulsasi yang menghilang
atau tapping, atau bruit; dapat dipastikan terdapat gangguan aliran darah.
Tekanan darah yang berkurang lebih dari 20% menunjukkan adanya
kemungkinan
4. Ankle-Brachial Pressure Index
Dilakukan pengukuran terhadap tekanan darah brakhialis dan arteri pedis
dengan menggunakan tensimeter dan hand-held Doppler. ABPI diperoleh
dengan membagi tekanan darah brakhialis dengan tekanan darah pedis. Angka
ABPI normalnya 1,0-1,2; angka dibawah 0,9 kecurigaan kelainan arteri, dan
angka 0,8 merupakan batas bawah range normal. ABPI kurang dari 0,3
menunjukkan adanya iskemia kritikal.
5. Waveform assessment
Pemeriksaan dengan menggunakan continuous-wave Doppler merupakan
pemeriksaan yang penting terutama bila dipasangkan dengan pemeriksaan
tekanan darah segmental oleh karena dapat memperkirakan dengan tepat area
(segmen) yang mengalami gangguan.
6. Duplex Imagine
Pemeriksaan color-flow duplex ultrasound memungkinkan visualisasi dan
pemeriksaan hemodinamik dari arteri menggunakan pencitraan grey
scale, colour-flow Doppler, dan pulse Doppler velocity profiles. Pencitraan grey-
scale akan menggambarkan anatomi arteri dan adanya plaque ekhogenik. Color-
flow Doppler akan menampilkan aliran darah yang berwarna dan Doppler
velocity profiles akan menghitung kecepatan aliran dalam bagian penampang
arteri yang diperiksa.
7. Angiografi
Pemeriksaan angiografi merupakan pemeriksaan "gold standar" dalam kelainan
arteri perifer. Pada tahun 1990-an, diperkenalkan pengembangan dari
angiografi konvensional yaitu teknik digital subtraction angiography yang dapat
"mengaburkan" gambaran tulang sehingga citra arteri dan percabangannya
menjadi lebih jelas dan tajam.
Pemeriksaan angiografi adalah pemeriksaan invasif dan memerlukan izin
pasien. Saat ini di Indonesia pemeriksaan invasif ini dapat dikerjakan oleh
radiologis, kardiologis, atau bedah vaskular. Pemeriksaan angiografi
memberikan resiko kepada pasien dengan gagal ginjal oleh karena
menggunakan zat kontras.
8. Computed Tomography Angiography
Dalam pemeriksaan ini gambar yang didapat dihasilkan melalui pemeriksaan
CT-scan. Penggunaan CT-scan konvensional untuk pencitraan angiografi tidak
memuaskan oleh karena dibutuhkan banyak potongan gambar yang
membutuhkan waktu lama sehingga pencitraan yang dihasilkan berkualitas
buruk. Penemuan helical (or spiral) CT-scan menghasilkan citra 3 dimensi dari
pembuluh darah dan dapat memeriksa keseluruhan panjang pembuluh dalam
waktu yang singkat. Citra yang dihasilkan serupa dengan angiografi biasa hanya
dalam 3 dimensi, dan sebenarnya tidak bermakna klinis yang lebih baik. Helical
CT-scan khususnya berguna dalam pencitraan kelainan pembuluh darah yang
memiliki struktur kompleks seperti dalam kasus-kasus aneurisma aorta.
Helical CT-scan memiliki kerugian yang sama dengan pemeriksaan angiografi
biasa yaitu; berbahaya digunakan pada pasien dengan gagal ginjal. Zat kontras
pada CTA diberikan melalui intravena.
9. Magnetic Resonance Angiography
Citra angiography diperoleh melalui pemeriksaan MRI. Sama dengan CTA; zat
kontras diberikan secara intravena. MRA atau CTA dapat diindikasikan apabila
pasien tidak dapat mentolerir tusukan intra-arterial, misal karena kelainan
bilateral atau kelainan perdarahan. MRA dikontraindikasikan pada pasien
dengan alat pacu jantung atau katup prostesis metal.
G. PENATALAKSANAAN
a. Akut Limb Iskemik yang disebabkan oleh emboli dilakukan pengobatan dengan
warparin atau embolektomi sedangkan yang disebabkan oleh trombus angiografi
dan dilakukan tindakan bypass atau pemberian obat-obatan seperti fibrinolitik.
b. Pasien dengan ALI umumnya dalam klinis yang tidak stabil. Perhatikan saat kritis,
saat yang tepat untuk melakukan prosedur CPR. Berikan oksigen 100%, pasang
akses intravena, berikan terapi cairan dalam dosis minimal (1 liter NaCl untuk 8
jam, kecuali bila pasien dehidrasi, pemberian sebaiknya sedikit lebih cepat). Ambil
sampel laboratorium untuk pemeriksaan hitung jenis sel, ureum, kreatinin,
elektrolit, GDS (bila disertai dengan DM), enzim jantung, bekuan darah dan proses
pembekuan, dan penanganannya. Bila memungkinkan pemeriksaan trombofilia,
dan profil lipid juga dibutuhkan.
c. Lakukan foto thoraks dan rekam irama jantung. Dan jika ditemukan pasien dalam
kondisi aritmia, segera bantu dengan monitor fungsi kerja jantung. Lakukan
pemasangan kateter urin jika pasien dalam kondisi dehidrasi dan perlu untuk
dimonitor nilai keseimbangan cairannya. Kolabarasi pemberian opium untuk
anastesi jika keluhan nyeri hebat ada.
Terapi :
1. Preoperative antikoagulan dengan IV heparin
2. Resusitasi cairan, koreksi asidosis sistemik, inotropik support
3. Terapi pembedahan diindikasikan untuk iskemia yang mengancam ekstremitas
4. Thrombolektomi/embolektomi (dapat dilakukan dengan Fogarty baloon catheter,
dimana alat tersebut dimasukkan melewati sisi oklusi, dipompa, dan dicabut
sehingga membawa trombus/embolus bersamanya). Trombolektomi juga dapat
dilakukan distal dari sisi teroklusi, dimana hampir 1/3 penderita dengan oklusi
arteri mempunyai oklusi di tempat lain, kebanyakan trombus distal.
5. Melindungi vascular bed distal terhadap obstruksi proksimal merupakan hal yang
sangat penting dan dapat dipenuhi oleh antikoagulan sistemik yang diberikan
segera dengan heparin melalui intravena. Heparinisasi sistemik menawarkan suatu
perlindungan dapat melawan perkembangan trombosis distal dan biasanya tidak
menyebabkan masalah yang bermakna sepanjang prosedur operasi, beberapa
keuntungan pheologictelah di klaim untuk pemberian larutan hipertonik seperti
manitol.
6. Potasium mungkin dilepaskan ketika integritas terganggu oleh iskemia. Keadaan
yang hiperkalemia seringkali menjadi respon terhadap pemberian terapi glukosa,
insulin dancairan pengganti ion. Lactic academia dapat diterapi dengan pemberian
sodium bicarbonate secara bijaksana.
7. Terapi utama akut iskemia adalah pembedahan dalam bentuk embolektomi atau
tindakan rekonstruksi pembedahan vaskuler yang sesuai. Terapi non pembedahan
pada iskemia akut dari episode emboli atau trombolitik dapat dilakukan dengan
streptokinase atau urokinase.
8. Terapi ALI merupakan suatu keadaan yang darurat untuk meminimalisasikan
penundaan dalam melepaskan oklusi merupakan hal yang penting, karena resiko
kehilangan anggota gerak meningkat sejalan dengan durasi iskemia akut yang lama.
Pada suatu penelitian angka amputasi ditemukan meningkat terhadap interval
antara onset dari akut limb iskemia dan eksplorasi (6 % dalam 12 jam, 12% dalam
13-24 jam, 20 % setelah >24 jam). Hal inilah yang menyebabkan untuk
mengeliminer segala pemeriksaan yang tidak esensial terhadap kebutuhan
intervensi.
9. Preintervensi anti koagulan dengan kadar terapeutik heparin mengurangi tingkat
morbiditas dan mortalitas (bila dibandingkan dengan tidak menggunakan
antikoagulan) dan merupakan bagian dari keseluruhan strategi terapi pada pasien.
Hal ini bukan hanya membantu mencegah terbentuknya bekuan darah.
Namun, pada kasus embolisme arterial juga amitigasi melawan embolus lain
H. KOMPLIKASI
1. Hiperkalemia
2. Sindrom kompartemen (nyeri saat flexi/extensi, kelemahan otot, tidak mampu
respon terhadap stimulasi sentuhan, pucat, nadi lemah/tidak teraba).
Pembengkakan jaringan dalam kaitannya dengan reperfusi menyebabkan
peningkatan pada tekanan intra compartment tekanan, penurunan aliran kapiler,
iskemia, dan kematian jaringan otot (pada >30 mmHg). Penanganannya
adalah dengan dilakukannya fasciotomy. Terapi trombolitik, akan menurunkan
risiko compartment syndrome dengan reperfusi anggota gerak secara berangsur-
angsur.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah, dispnea saat
istirahat atau aktifitas, perubahan status mental, tanda vital berubah saat
beraktifitas.
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas.
2. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi ; IM akut.
Klaudikasi, kebas, dan kesemutan pada ekstremitas.
Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikardia.
Perubahan tekanan darah postural ; hipertensi.
Nadi yang menurun / tak ada
Distritmia.
Krekels ; DVJ (GJK).
Kulit panas, kering, dan kemerahan ; bola mata cekung.
3. Integritas ego
Gejala : Stres; tergantung pada orang lain.
Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi.
Tanda : Ansietas, peka rangsang.
4. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih , nokturia.
Diare/konstipasi.
Tanda : Urine pekat, kuning pekat hingga kecoklatan, poliuri (dapat berkembang
menjadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat).
Bising usus lemah dan menurun ; hiperaktif (diare).
5. Makanan/cairan
Gejala : Hilang nafsu makan.
Mual / muntah.
Tidak mengikuti diet ; peningkatan masukan glukosa / karbohidrat.
Penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari / minggu.
Haus.
Penggunaan diuretik (tiazid).
Tanda : Kulit kering / bersisik, tugorjelek.
Kekakuan / distensi abdomen, muntah.
Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolic dengan
peningkatan gula darah).
Bau halItosis/manis, bau buah (napas aseton).
6. Neurosensori
Gejala : Pusing / pening.
Sakit kepala.
Kesemutan, kebas kelemhan pada otot. Parestesia.
Gangguan penglihatan.
Tanda : Disoreantasi; mengantuk, letargi, stupor / koma (tahap lanjut).
Gangguan memori (baru, masa lalu); kacau mental.
Refleks tendon dalam (RTD) menurun (koma).
Aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
7. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri (sedang / berat).
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi ; tampak sangat berhati-hatI.
8. Pernapasan
Gejala : Merasakekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi / tidak).
Tanda : Batuk dengan/tanpa sputum purulen (infeksi).
Frekuensi pernapasan.
9. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal ; ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaforesis.
Kulit rusak, lesi / ulserasi.
Menurunnya kekuatan umum / rentang gerak.
Parestesia /paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar
kalium menurun dengan cukup tajam).
10. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi).
Masalah impoten pada pria ; kesulitan orgasme pada wanita.
11. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga, penyakitjantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang lambat.
Penggunaan obat seperti steroid, diuretik (tiazid); Dilantin dan fenobarbital
(dapat meningkatkan kadar glukosa darah).
Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetic sesuai pesanan.

B. Diagnosa dan intervensi


1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung, hipoksia,
thrombus dan embolisme.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
 Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
 Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
 Kulit sekitar luka teraba hangat
 Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah
 Sensorik dan motorik membaik
Intervensi :
a) Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
b) Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah : Tinggikan
kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat),
hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di
belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi
oedema.
c) Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi
kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan
obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok
dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk
mengurangi efek dari stres.
d) Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan
gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah
sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah
secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk
memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
2. Nyeri akut berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil :
 Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
 Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau
mengurangi nyeri .
 Pergerakan penderita bertambah luas.
 Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
a) Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
b) Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan
mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak
bekerjasama dalam melakukan tindakan.
c) Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa
nyeri.
d) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien.
e) Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada
otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
f) Lakukan massage saat rawat luka.
Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus.
g) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.
3. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antar suplai oksigen miokard dan kebutuhan,
adanya iskemik / nekrotik jaringan miokard, kemungkinan dibuktikan oleh : gangguan
frekuensi jantung, tekanan darah dalam katifitas, terjadinya disritmia dan kelemahan
umum.
Tujuan :
Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan.
Kriteria :
Frekuensi jantung 60-100 X/mnt, TD 120/80 mmHg
Intervensi :
a) Kaji faktor yang menimbulakan keletihan, anemia, ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, depresi
Rasional: Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat leletihan
b) Monitor nutrisi dan sumber energy yang adekuat
Rasional: mengetahui sumber energy dan penyebab kelelahan
c) Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
Rasional: mengetahui respon toleransi tubuh terhadap aktivitas
d) Monitor pola tidur dan lamanya tidur pasien
Rasional: Menyediakan informasi tentang istirahat pasien
e) Anjurkan alternative aktivitas sambil istirahat.
Rasional: Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi
dan istirahat yang adekuat
f) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
Rasional: Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan
intervensi
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada ekstrimitas.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil :
 Pergerakan paien bertambah luas
 Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan
(duduk, berdiri, berjalan ).
 Rasa nyeri berkurang.
 Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai
dengan kemampuan.
Intervensi :
a) Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
b) Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar
gula darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam
tindakan keperawatan.
c) Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui
kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
d) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
e) Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan
tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk
melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
5. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil :
 Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
 Emosi stabil, pasien tenang.
 Istirahat cukup.
Intervensi :
a) Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga
perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
b) Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien.
c) Gunakan komunikasi terapeutik.
Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien
kooperatif dalam tindakan keperawatan.
d) Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut
serta dalam tindakan keperawatan.
Rasional : Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien
dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
e) Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain
selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan
yang dirasakan pasien.
f) Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.
Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang
menunggu.
g) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa
cemas pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Khaffaf, Haytham &Dorgan Sharon.2005. Vascular Disease: A Handbook for Nurses. UK.
Cambridge University
Alonso, Alvaro., Mc Manus, D.David & Fisher, Z.Daniel. 2011. Peripheral Vascular Disease. USA. Jones
& Bartlett Publisher, LLC.
Creager, A Mark, et al. 2012. Acute Limb Ischemia, The New England Journal of Medicine, vol. 366;23,
p 2198-2206
Zainal Abidin, Bt Izza. 2013. Referat Acute Limb Ischemic. Jakarta. Universitas Krida Wacana

Anda mungkin juga menyukai