Anda di halaman 1dari 13

Kaderisasi adalah sebuah keniscayaan mutlak membangun struktur kerja yang mandiri dan

berkelanjutan. Fungsi dari kaderisasi adalah mempersiapkan calon-calon (embrio) yang siap
melanjutkan tongkat estafet perjuangan sebuah organisasi.
Pengkaderan adalah suatu proses pembentukan karakter seseorang agar sepaham dengan
ideologi ataupun agar orang tersebut mengerti aturan-aturan yang ada dalam suatu kelompok,
sehingga orang tersebut dapat dengan mudah menyusuaikan diri dengan lingkungan barunya
tersebut.
Perkaderan adalah usaha organisasi yang dilaksanakan secara sadar dan sistematis selaras
dengan pedoman perkaderan
Kader adalah orang atau kumpulan orang yang dibina oleh suatu lembaga kepengurusan
dalam sebuah organisasi
Pengembangan organisasi adalah merupakan suatu usaha terencana dan berkelanjutan
mencakup organisasi secara keseluruhan yang dikelola dari atas untuk meningkatkan efisiensi,
efektivitas dan kesehatan organisasi melalui intervensi terencana terhadap proses yang terjadi
dalam organisasi dengan menggunakan pengetahuan/ ilmu perilaku
Pola pengkaderan adalah tahapan tahapan yang meruntut menjadi sebuah siklus dalam
pengkaderan
KADERISASI ORGANISASI

Kaderisasi merupakan hal penting bagi sebuah organisasi, karena merupakan


inti dari kelanjutan perjuangan organisasi ke depan. Tanpa kaderisasi, rasanya sangat
sulit dibayangkan sebuah organisasi dapat bergerak dan melakukan tugas-tugas
keorganisasiannya dengan baik dan dinamis. Kaderisasi adalah sebuah keniscayaan
mutlak membangun struktur kerja yang mandiri dan berkelanjutan.
Fungsi dari kaderisasi adalah mempersiapkan calon-calon (embrio) yang siap
melanjutkan tongkat estafet perjuangan sebuah organisasi. Kader suatu organisasi
adalah orang yang telah dilatih dan dipersiapkan dengan berbagai keterampilan dan
disiplin ilmu, sehingga dia memiliki kemampuan yang di atas rata-rata orang umum. Bung
Hatta pernah menyatakan kaderisasi dalam kerangka kebangsaan, “Bahwa kaderisasi
sama artinya dengan menanam bibit. Untuk menghasilkan pemimpin bangsa di masa
depan, pemimpin pada masanya harus menanam.”
Dari sini, pandangan umum mengenai kaderisasi suatu organisasi dapat
dipetakan menjadi dua ikon secara umum. Pertama, pelaku kaderisasi (subyek). Dan
kedua, sasaran kaderisasi (obyek). Untuk yang pertama, subyek atau pelaku kaderisasi
sebuah organisasi adalah individu atau sekelompok orang yang dipersonifikasikan dalam
sebuah organisasi dan kebijakan-kebijakannya yang melakukan fungsi regenerasi dan
kesinambungan tugas-tugas organisasi.
Sedangkan yang kedua adalah obyek dari kaderisasi, dengan pengertian lain
adalah individu-individu yang dipersiapkan dan dilatih untuk meneruskan visi dan misi
organisasi. Sifat sebagai subyek dan obyek dari proses kaderisasi ini sejatinya harus
memenuhi beberapa fondasi dasar dalam pembentukan dan pembinaan kader-kader
organisasi yang handal, cerdas dan matang secara intelektual dan psikologis.
Sebagai subyek atau pelaku, dalam pengertian yang lebih jelas adalah seorang
pemimpin. Bagi Bung Hatta, kaderisasi sama artinya dengan edukasi, pendidikan!
Pendidikan tidak harus selalu diartikan pendidikan formal, atau dalam istilah Hatta
“sekolah-sekolahan”, melainkan dalam pengertian luas. Tugas pertama-tama seorang
pemimpin adalah mendidik. Jadi, seorang pemimpin hendaklah seorang yang memiliki
jiwa dan etos seorang pendidik.
Memimpin berarti menyelami perasaan dan pikiran orang yang dipimpinnya serta
memberi inspirasi dan membangun keberanian hati orang yang dipimpinnya agar mampu
berkarya secara maksimal dalam lingkungan tugasnya. Sedangkan sebagai obyek dari
proses kaderisasi, sejatinya seorang kader memiliki komitmen dan tanggung jawab untuk
melanjutkan visi dan misi organisasi ke depan. Karena jatuh-bangunnya organisasi
terletak pada sejauh mana komitmen dan keterlibatan mereka secara intens dalam
dinamika organisasi, dan tanggung jawab mereka untuk melanjutkan perjuangan
organisasi yang telah dirintis dan dilakukan oleh para pendahulu-pendahulunya.

Faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam hal kaderisasi adalah potensi
dasar sang kader. Potensi dasar tersebut sesungguhnya telah dapat dibaca melalui
perjalanan hidupnya. Sejauhmana kecenderungannya terhadap problema-problema
sosial lingkungannya.
Jadi, di sana ada semacam landasan berfikir atau filosofi kaderisasi yang harus
mendapatkan porsi perhatian oleh setiap organisasi/pergerakan. Yaitu: harus ditemukan
upaya mencari bibit-bibit unggul dalam kaderisasi. Subyek harus mampu menawarkan
visi dan misi ke depan yang jelas dan memikat, serta menawarkan romantika dinamika
organisasi yang menantang bagi para kader yang potensial, sehingga mereka dengan
senang hati akan terlibat mencurahkan segenap potensinya dalam kancah organisasi.
Untuk dapat menjalankan peran tersebut, maka organisasi atau sebuah pergerakan
harus terlebih dahulu mematangkan visi-misi mereka; dan termasuk sikap mereka
terhadap persoalan mendesak dan aktual kemasyarakatan; serta pada saat yang sama
tersedianya para pengkader yang handal, untuk menggarap bibit-bibit potensial tadi.
Kader-kader potensial, setelah mereka memahami dan meyakini pandangan dan
sistem yang telah diinternalisasikan, maka jiwanya akan terpacu untuk bekerja, berkarya
dan berkreasi seoptimal mungkin. Maka, di sini, organisasi/pergerakan dituntut untuk
dapat mengantisipasi dan menyalurkannya secara positif. Dan memang sepatutnya
organisasi/pergerakan mampu melakukannya, karena bukankah yang namanya
organsiasi/pergerakan berarti terobsesi progresif bergerak maju dengan satu organisasi
yang efisien dan efektif, bukan sebaliknya?
Belakangan ini, sudah dimulai upaya ke arah kaderisasi yang berorientasi pada
karya dan aksi sosial dalam level general, berupa penumbuhan dan stimulasi etos
intelektual dan sosial. Jadi, bagaimana menggabungkan atau menemukan konvergensi
yang ideal antara aktifitas berpikir (belajar) sebagai—entitas mahasiswa—dan aktifitas
aksi sosial sebagai pengejawantahan dari nilai-nilai tekstual-normatif. Dengan kata lain,
harus ditemukan titik keseimbangan antara nilai-nilai tekstual-normatif tadi dengan
realitas-kontekstualnya.
‘Alâ kulli hâl, tampaknya perlu dicermati kembali urgensi dari kaderisasi berkala
yang dilakukan oleh organisasi apapun. Kaderisasi merupakan kebutuhan internal
organisasi yang tidak boleh tidak dilakukan. Layaknya sebuah hukum alam, ada proses
perputaran dan pergantian disana. Namun satu yang perlu kita pikirkan, yaitu format dan
mekanisme yang komprehensif dan mapan, guna memunculkan kader-kader yang tidak
hanya mempunyai kemampuan di bidang manajemen organisasi, tapi yang lebih penting
adalah tetap berpegang pada komitmen sosial dengan segala dimensinya.
Sukses atau tidaknya sebuah institusi organisasi dapat diukur dari kesuksesannya dalam
proses kaderisasi internal yang di kembangkannya. Karena, wujud dari keberlanjutan
organisasi adalah munculnya kader-kader yang memiliki kapabilitas dan komitmen
terhadap dinamika organisasi untuk masa depan. Wallâh-u A’lam Bi al-Shawâb

Kenapa Harus Ada Kaderisasi?


Apa yang kamu pikirkan pertama kali ketika mendengar kata kaderisasi?
Adegan pukul-pukulan?
Adegan bentak-bentakkan?
Push up berantai?
Senioritas atau junioritas?
Gelap-gelapan di pedalaman gunung atau hutan?
Berjalan jauh?
Atau malah merangkak?
Ditutup matanya di pemakaman sendirian?
Wah, serem-serem banget! Itu sih bukan kaderisasi, melainkan sebuah balas dendam
kakak tingkat karena dahulu dia pernah merasakan ketegangan itu… ^^ *pis ah*
Lupain dulu deh, yang gitu-gitu. Coba yuk, kita lihat lebih dekat, apa itu kaderisasi dan
kenapa harus ada?

Peran kaderisasi:
1. Pewarisan nilai-nilai organisasi yang baik
Proses transfer nilai adalah suatu proses untuk memindahkan sesuatu (nilai)
dari satu orang keorang lain (definisi Kamus Besar Bahasa Indonesia). Nilai-nilai ini bisa
berupa hal-hal yang tertulis atau yang sudah tercantum dalam aturan-aturan organisasi
(seperti Konsepsi, AD ART, dan aturan-aturan lainnya) maupun nilai yang tidak tertulis
atau budaya-budaya baik yang terdapat dalam organisasi (misalnya budaya diskusi)
maupun kondisi-kondisi terbaru yang menjadi kebutuhan dan keharusan untuk ditransfer.

2. Penjamin keberlangsungan organisasi


Organisasi yang baik adalah organisasi yang mengalir, yang berarti dalam
setiap keberjalanan waktu ada generasi yang pergi dan ada generasi yang datang (ga
itu-itu aja, ga ngandelin figuritas). Nah, keberlangsungan organisasi dapat dijamin
dengan adanya sumber daya manusia yang menggerakan, jika sumber daya manusia
tersebut hilang maka dapat dipastikan bahwa organisasinya pun akan mati. Regenerasi
berarti proses pergantian dari generasi lama ke generasi baru, yang termasuk di
dalamnya adanya pembaruan semangat.

3. Sarana belajar bagi anggota


Tempat di mana anggota mendapat pendidikan yang tidak didapat di bangku
pendidikan formal.Pendidikan itu sendiri berarti proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau sekelompok orang dalam proses mendewasakan manusia melalui
proses pengajaran dan pelatihan.
Pendidikan di sini mencakup dua hal yaitu pembentukan dan pengembangan.
Pembentukan karena dalam kaderisasi terdapat output-output yang ingin dicapai,
sehingga setiap individu yang terlibat di dalam dibentuk karakternya sesuai dengan
output. Pengembangan karena setiap individu yang terlibat di dalam tidak berangkat dari
nol tetapi sudah memiliki karakter dan skill sendiri-sendiri yang terbentuk sejak kecil,
kaderisasi memfasilitasi adanya proses pengembangan itu.
Pendidikan yang dimaksudkan di sini terbagi dua yaitu dengan pengajaran
(yang dalam lingkup kaderisasi lebih mengacu pada karakter) dan pelatihan (yang dalam
lingkup kaderisasi lebih mengacu pada skill).
Dengan menggunakan kata pendidikan, kaderisasi mengandung konsekuensi adanya
pengubahan sikap dan tata laku serta proses mendewasakan. Hal ini sangat terkait erat
dengan proses yang akan dijalankan di tataran lapangan, bagaimana menciptakan
kaderisasi yang intelek untuk mendekati kesempurnaan pengubahan sikap dan tata laku
serta pendewasaan.

Posisi Kaderisasi:
1. Strategis
Definisi dalam KBBI, rencana yg cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran
khusus.Perlu ada perencanaan yang matang dalam organisasi agar tujuannya tercapai,
salah satunya adalah kaderisasi yang baik. Bila kaderisasi baik, berarti internal organisasi
tersebut baik. Bila internal kaderisasinya sudah baik, semua tujuan organisasi bisa
tercapai dan bisa ‘ekspansi’ ke wilayah eksternal.
2. Vital
Ini menunjukkan urgensi dari kaderisasi. Jika, kaderisasi mati, cepat atau lambat
organisasi pun akan mati karena organisasi tidak berkembang dan tidak mampu
mengaktualisasi dirinya.
Fungsi kaderisasi:
1. Melakukan rekrutmen anggota baru
Penanaman awal nilai organisasi agar anggota baru bisa paham dan bergerak menuju
tujuan organisasi.
2. Menjalankan proses pembinaan, penjagaan, dan pengembangan anggota
Membina anggota dalam setiap pergerakkannya. Menjaga anggota dalam nilai-nilai
organisasi dan memastikan anggota tersebut masih sepaham dan setujuan.
Mengembangkan skill dan knowledge anggota agar semakin kontributif.
3. Menyediakan sarana untuk pemberdayaan potensi anggota sekaligus sebagai
pembinaan dan pengembangan aktif
Kaderisasi akan gagal ketika potensi anggota mati dan anggota tidak terberdayakan.
4. Mengevaluasi dan melakukan mekanisme kontrol organisasi
Kaderisasi bisa menjadi evaluator organisasi terhadap anggota. Sejauh mana nilai-nilai
itu terterima anggota, bagaimana dampaknya, dan sebagainya. (untuk itu semua,
diperlukan perencanaan sumber daya anggota sebelumnya)

Aspek kaderisasi:
Kaderisasi haruslah holistik. Banyak aspek yang harus tersentuh oleh kaderisasi
untuk menghasilkan kader yang ideal. Aspek tersebut adalah
1. Fisikal (kesehatan)
2. Spiritual (keyakinan, agama, nilai)
3. Mental (moral dan etika, softskill, kepedulian)
4. Intelektual (wawasan, keilmuan, keprofesian)
5. Manajerial (keorganisasian, kepemimpinan)
Dari setiap aspek, harus ada sinergi dan keseimbangan agar tiap aspek bisa
menunjang aspek yang lainnya sehingga potensi si kader teroptimalisasi.

Bentuk kaderisasi:
1. Kaderisasi pasif
Kaderisasi pasif dilakukan secara insidental dan merupakan masa untuk kenaikan
jenjang anggota. Pada momen ini, anggota mendapatkan pembinaan ‘learning to know’
dan sedikit ‘learning to be’. Pembinaan pasif sangat penting dan efektif dalam pembinaan
dan penjagaan.
2. Kaderisasi aktif
Yaitu kaderisasi yang bersifat rutin dan sedikit abstrak, karena pada kaderisasi ini,
anggotalah yang mencari sendiri ‘materi’-nya. Pada momen ini, anggota mendapatkan
pembinaan ‘learning to know’, ‘learning to do’, dan ‘learning to be’ sekaligus. Maka dalam
hal ini sangat penting untuk dipahami, bahwa setiap rutinitas kegiatan, haruslah
memberdayakan potensi anggota sekaligus menjadi bentuk pembinaan dan
pengembangan aktif bagi anggota. Kaderisasi ini sangat baik dalam proses pembinaan,
penjagaan, dan pengembangan secara sistematis.

Profil Kader:
Terkadang, orang-orang yang subjek kaderisasi (panitia) tidak memberi tahu
kepada objek kaderisasi (peserta), kader yang seperti apa yang ingin dibentuk atau
dicapai. Hal tersebut menyebabkan terjadi distorsi keberterimaan. Bisa jadi hal-hal
penting yang diberikan tidak diterima oleh objek kaderisasi.
Tetapi itu masih lebih baik, dibanding tidak ada output kader yang ingin dicapai.
Yang penting tujuan organisasi tercapai, atau yang lebih parah, yang penting ada
kaderisasi. Profil kader termasuk ke dalam hal-hal yang harus disiapkan atau ditargetkan
prakaderisasi. Profil ini bisa terkait dalam 4 hal (contoh saja):

1. Berhubungan dengan diri si kader (pengembangan diri kader: wawasan,


kemampuan)
2. Berhubungan dengan organisasi (kader yang mau berkontribusi untuk organisasi)
3. Berhubungan dengan masyarakat (kader yang bisa menjadi solusi bagi
permasalahan bangsa)
4. Berhubungan dengan basis organisasi (kader harus sesuai dengan basis
organisasi, misal: keilmuan, keprofesian, minat, bakat)

Profil kader ini tidak hanya digunakan ketika kaderisasi yang bersifat insidental
saja (event), tetapi juga kaderisasi berkelanjutan yang beriringan dengan aktivitas
organisasi. Selain itu, tidak cukup hanya menjadikan calon kader menjadi objek
kaderisasi. Sebaiknya kita juga ‘melakukan sesuatu’ kepada lingkungan atau suasana di
sekitar calon kader agar lebih kondusif untuk mencapai profil-profil ini. Misal, pengkader
harus telah mencapai profil si calon kader. Sehingga calon kader memiliki role model
langsung (bisa terjadi percepatan pembelajaran).
***

Membangun Kaderisasi pada Organisasi Kampus


Membangun organisasi bukanlah sekadar mengikuti alur dan peranan Tuhan
yang disebut takdir. Setiap orang tahu itu. Tapi tidak semua menjalankannya dengan
sadar. Membangun organisasi layaknya merawat sebuah pohon, di mana ada tujuan
akhir yang menjadi alasan organisasi ini masih berdiri, tujuan besar ini kemudian
diejawantahkan dalam rencana-rencana jangka panjang, menengah dan pendek. Ada
pelaku/subjek organisasi, lalu ada struktur yang jelas, metode kerja yang sesuai dengan
organisasinya. Tentunya banyak sekali untuk menjelaskan filosofi organisasi, tapi yang
ingin saya tuju adalah bahwa kesadaran akan visi dan misi organisasi inilah yang penting
untuk membangun kapasitas organisasi yang lebih baik, dan tentunya berimbas pada
kaderisasi setelah itu.
Visi dan misi sebuah organisasi yang jelas, akan berimbas pada pelaku (atau
biasa disebut pengurus)-nya. Imbas inilah yang dicari, didambakan, diharapkan setiap
pelaku organisasi. Misalnya ketika visi saya adalah membangun sebuah rumah, jelas
orang yang membantu membangun rumah saya akan merasakan rumah yang megah
nantinya, disamping pengerjaannya yang penuh canda tawa, kekeluargaan, kerja keras,
pembelajaran pekerjaan atau sikap, soliditas, kebanggaan akan jabatan dan
profesionalisme, bahkan tak ayal jika sesama pembangun rumah saling mengenal dan
bisa bekerja sama di ladang yang lain. Imbas inilah yang saya sebut manfaat organisasi.
This is what peoples find in the campus. Mereka tidak dibayar dengan uang untuk
bekerja, mengorbankan waktu belajar dan bermain hanya untuk berkutat dengan
marketing call, atau proposal kegiatan yang ribetnya setengah mati. They are paid with
experience, skill, self-development, and dignity of his/her organisation. Mereka berharap
akan ada sesuatu yang tumbuh dari pengorbanan mereka selama ini. Mereka berharap
ada jaringan yang didapat, pengalaman, dan keahlian yang diturunkan dari senior atau
extraordinat-nya. Maka, manfaat pragmatis ini tidak bisa dianggap sepele. We need to
explore it, and sell it to our ‘customer’.
Contoh riilnya yang saya alami adalah pada dua organisasi besar ini ternyata
kalah dengan sebuah kepanitiaan (walau juga besar, scopenya nasional). Dengan jumlah
staf yang mendaftar berjumlah 200 orang, kepanitiaan ini hanya menerima kurang lebih
50 orang untuk menjadi bagian dari tim tersebut. Masa kerja terhitung satu tahun kurang
lebih, artinya tidak jauh berbeda dibandingkan organisasi struktural. Kemudian kita lihat
totalitas, profesionalitas orang orangnya, saya pikir masih jauh lebih unggul kepanitiaan
ini. Mengapa bisa demikian? Karena kepanitiaan ini telah belasan tahun terpercaya
mendevelop orang-orang yang ada di dalamnya untuk bekerja secara profesional, on
time, keahlian yang tinggi, fokus yang luar biasa, dengan tidak menghilangkan unsur-
unsur kekeluargaan serta kedekatan personal. Ini yang satu benchmark yang saya pikir
pantas untuk ditiru. Tujuan dan manfaat organisasi yang nyata dan terorganisir dengan
baik merupakan kunci sukses dari capacity development dan suksesi yang lebih baik .
Pendek kata, jika organisasi terkenal baik, prestigeous, profesional, pastilah
orang berbondong-bondong masuk. We need to develop our internal capability, prove it
with our work, sell the ‘product’ and let people know it and buy it. Suksesi yang lebih baik
bukan sekadar keniscayaan.

Post-Gerakan Mahasiswa
REFORMASI 1998 yang digulirkan oleh gerakan mahasiswa secara serentak
telah menorehkan tinta emas sejarah demokrasi di Indonesia. Gegap gempita
keberhasilan gerakan mahasiswa disambut riuh dengan tumbuhnya demokrasi dan
tumbangnya rezim orde baru.

Lalu bagaimana dengan gerakan mahasiswa sekarang?


Pascareformasi 1998, banyak kalangan menilai telah hilang arah gerakan dan
perjuangan mahasiswa. Ada beberapa hal yang menyebabkan hilangnya perjuangan
mahasiswa. Pertama, hilangnya daya kritis mahasiswa, karena mahasiswa kini
disibukkan dengan pesta demokrasi prosedural kampus dan diperparah dengan konflik
antar gerakan mahasiswa yang tak kunjung reda. Kedua, kuatnya budaya patronase
serta afiliasi gerakan mahasiswa terhadap senior-senior mereka yang berada di
pemerintahan, parpol, maupun LSM.
Meskipun demikian sepatutnya masyarakat tidak bersikap pesimis terhadap
gerakan mahasiswa saat ini. Pasalnya, beberapa mahasiswa menyadari akan
permasalahan krisis gerakan mahasiswa ini. Dan untuk keluar dari permasalahan ini
mereka memilih pada jalur post-gerakan mahasiswa.
Term Post-gerakan mahasiswa merupakan analogisasi dari post-modernisme
yang berarti tidak ada kaitan dan tanggung jawab terhadap modernisme tetapi kondisi
melampaui modern. Begitu juga dengan Post-gerakan mahasiswa yang merevitalisasi
arah perjuangan gerakan mahasiswa tanpa ada kungkungan senioritas serta purifikasi
gerakan mahasiswa dengan basis intellektual kritis. Berbeda dengan neo-modernisme
Post-gerakan mahasiswa merupakan gagasan pembaharuan terhadap gerakan
mahasiswa engan mengkombinasikan beberapa ide.
Pertama, konsep intelektual organik Gramsci sebagai basis gerakan. Maksud
intellektual organik adalah seorang aktifis yang bermanfaat terhadap masyarakat
disekitarnya. Kedua, ideology kritis sebagai ideology gerakan. Serta militansi kuat
terhadap intellektualitas dan kebenaran.
Peluang post-gerakan mahasiswa memang berat jika dihadapkan dengan
gerakan mahasiswa mainstream. Tetapi, dengan munculnya komunitas-komunitas post-
gerakan mahasiswa ini paling tidak mencoba untuk membangun pondasi awal demokrasi
dari wilayah intellektual.
Seperti komunitas-komunitas diskusi dan kajian mahasiswa yang bermunculan
di Ciputat. Beberapa komunitas post-gerakan mahasiswa tersebut misalnya: Piramida
Circle, Formaci, eRSOUS, LS-ADI, Makar Institute, Senjakala, Forum KOPI, dll.

Peran Penting Kaderisasi dalam Memperkokoh Organisasi


Saya ingin mengawali tulisan ini dengan perkataan aristoteles di dalam bukunya
yang berjudul La Politic bahwa setiap imperium yang tidak mampu memberikan
pendidikan bagi generasi berikutnya maka tunggu saja waktunya imperium itu akan
mengalami masa kehancuran. Begitu pentingnya pendidikan sehingga apabila kita
berbicara pendidikan maka sama pentingnya dengan membicarakan keberlangsungan
organisasi, imperium atau bentuk kumpulan manusia apa pun.
Sebuah negara hanya akan besar apabila negara tersebut memiliki sumber daya
manusia yang berkualitas untuk berpartisipasi dalam jalannya roda kenegaraan. Tentu
sumber daya manusia barulah mengalami kualifikasi ketika manusia-manusia-nya
diberikan pendidikan yang baik pula. Pendidikan merupakan satu-satunya instrument
untuk mencetak sumber daya manusia yang berkualitas, terlepas apa pun bentuk dan
metodenya. Anggap saja kita diberikan hak untuk mengkategorikan mana saja negara-
negara di dunia ini yang bisa diklasifikasikan sebagai negara maju, maka apa yang akan
kita jadikan tolak ukur untuk menilainya? Kalau pembaca menanyakan kepada saya hal
tersebut, tentu dengan segera saya menjawab bahwa pendidikan adalah tolak ukur
utama apakah negara dapat dikatakan maju atau tidak.
Indonesia di dalam preamble UUD 1945 tegas diguratkan bahwa negara
dibangun yakni salah satunya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Juga
dikatakan agar pemerintah mengalokasikan minimal 20% anggaran di dalam APBN
sebagai bentuk realisasi pembangunan sumber daya manusia lewat pendidikan yang
baik walau penganggaran saja tidaklah cukup tanpa disertai dengan pembenahan di sisi
lainnya seperti infrastruktur, kualitas pengajar, kurikulum yang baik serta suasana hidup
di lingkungan pendidikan tersebut. Mari kita sejenak bercermin kepada negara kecil yang
kemajuannya sangat pesat di wilayah asia tenggara. Singapuara misalnya, negara ini
seperti yang pernah dikatakan oleh Prof Goh Chor Boon Wakil Direktur NIE (National
Institute of Education), salah satu lembaga pendidikan pemerintah terbesar di Singapura,
yang mengatakan. “Kami tidak punya sumber daya alam, kami tidak punya tambang,
kami hanya punya human resourses. Kalau kami tidak punya pendidikan yang baik maka
kami tidak akan bertahan.” Penegasan ini, tampaknya bisa dilihat dari anggaran
pendidikan Singapura kedua tertinggi setelah anggaran pertahanan. Data tahun 2003:
anggaran pendidikan Singapura mencapai 27%, Malaysia 22% dan 2008 mencapai 26%,
sementara Thailand 21%. Malaysia yang dulu mengimpor guru Indonesia, telah jauh
melesat. Dengan komposisi anggaran yang besar, pemerintahnya sukses menanggung
beasiswa pelajar dan mahasiswa di luar negeri. Dan Singapura Si Negara Kota, mengaku
telah melewati fase Pembangunan Landasan Riset dan Pengembangan sejak lama, yang
ditandai salah satunya dengan pendirian Dewan Teknologi dan Sains Nasional tahun
1991.
Dalam konteks partai, kita juga bisa melihat pola pendidikan atau kaderisasi yang
diterapkan untuk membangun kader-kader yang diharapkan menjalankan visi-misi partai.
Lemahnya kaderisasi di dalam partai akan berdampak langsung terhadap melemahnya
partai. Tanpa kader yang kuat tidak ada organisasi kokoh bisa terbentuk, begitu juga
sebaliknya tanpa organisasi yang kokoh sulitlah melakukan kaderisasi yang baik. Sudah
barang tentu kedua hal tersebut harus berjalan seiring layaknya mobil dan bensin dimana
tanpa salah satu maka keduanya tidak akan bermakna apa-apa.
Saya ingin mengajak pembaca untuk sedikit bersantai ria bercerita tentang film
three hundreds (300) yang mengisahkan tentang perjuangan 300 pejuang spartan yang
mempertahankan tanah air dari serangan bangsa luar. Kita tidaklah perlu
mempersoalkan apakah hal tersebut benar-benar pernah terjadi atau tidak, karena saya
hanya bermaksud untuk menstimulir kita dalam berimajinasi tentang kaderisasi. Lihatlah
film tersebut, bangsa spartan hanya menggunakan 300 pejuang dalam peperangan
melawan ribuan musuh-musuhnya dengan senjata yang lengkap. Apa yang membuat
pejuang-pejuang tersebut mampu mengimbangi musuh dalam peperangan tersebut. Kita
bisa melihat mereka memiliki strategi yang kuat, strategi yang membaca dan
memanfaatkan medan peperangan dengan baik demi keuntungan barisannya. Mereka
juga memiliki kedisiplinan gerakan dan ketaatan komando serta koordinasi yang baik
antar setiap personil sehingga formasi-formasi barisan dengan mudah dibentuk dan
memang benar-benar kokoh. Kedisiplinan dan militansi benar-benar terlihat dan
merasuki setiap jiwa pejuang tersebut, terlebih film ini menggambarkan nyawa dari
keberanian pejuang-pejuang tersebut yakni rasa cinta mereka terhadap tanah air dan
bangsa yang kita kenal dengan nasionalisme. Itulah yang menjadi nyawa dari keberanian
para pejuang-pejuang sparta.
Baiklah kita tafikan sejenak persoalan fantasi film yang barusan kita bicarakan,
mari kita sejenak memperhatikan realita kehidupan yang terjadi di dunia ini. Ketika kita
terlahir ke dunia ini, kita langsung dihadapkan pada alam dimana kita harus beradaptasi
dan berinteraksi dengan segala sesuatu di luar kita. Kita yang tadinya tidak bisa
berbahasa kemudian perlahan diberikan sentuhan linguistik oleh pertama-tama ibu, lalu
oleh lingkungan sekitar, sampai kita mampu berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa, tadinya yang kita hanya bisa terbaring kemudian mampu untuk berjalan bahkan
berlari, awalnya kita minum asi kemudian kita bisa memakan nasi. Saya menceritakan ini
agar pembaca melihat realitas terdekat bahwa sesungguhnya kita dari sejak lahir hingga
saat ini telah mengalami perkembangan diri, sekali lagi saya katakan apapun cara dan
media yang membuat kita berkembang tidaklah begitu saya persoalkan, karena itu relatif,
namun hal terpenting yang mau sampaikan bahwa proses perkembangan tersebut bisa
kita katakan kaderisasi dalam konteks luas. Atau lebih ekstrim lagi, seluruh proses
kehidupan yang ada di dunia ini apapun bentuknya, disadari atau tidak, bila kita pandang
dari segala perspektif merupakan bentuk kaderisasi. Pernyataan tersebut senada dengan
pernyataan yang pernah dilontarkan oleh bapak pendidikan nasional KI HAJAR
DEWANTARA bahwa semua adalah guru, dan setiap tempat adalah perguruan.
Marilah sedikit kita persempit konteks pembicaraan kita dalam lingkup organisasi.
Tidak perlu saya jelaskan lebih panjang terkait apa itu organisasi? Dan kenapa
pembahasannya harus dibedakan dengan komunitas atau kumpulan-kumpulan lain.
Cukuplah kita mengetahui bahwa organisasi merupakan sekumpulan orang yang
memiliki tujuan (cita-cita) dan akan kita capai dengan langkah-langkah tertentu. Untuk
mencapai tujuan tersebut manusia-manusia yang ada di dalamnya diberi aturan-aturan
demi pendisiplinan mencapai tujuan.
Kenapa begitu penting kita harus menata kaderisasi di tubuh organisasi? Ini yang
harus kita jawab dengan lantang dan tegas agar kita memiliki arah dalam mengarungi
samudra pemakanaan terhadap satu kata yakni kaderisasi. Di atas telah kita ulas bahwa
organisasi memiliki tujuan. Bagaimana tujuan itu dapat tercapai apabila sekumpulan
orang tersebut tidak memahami secara utuh apa tujuannya dan bagaimana langkah-
langkah mencapai tujuan. Lalu apakah ketika mereka tahu secara utuh tentang tujuan
dan langkah-langkah mencapai tujuan dengan sendirinya kita akan mau bergerak
mewujudkan cita-cita organisasi? Kemauan mensyaratkan adanya semangat, dan
tentulah mereka yang ada di organisasi harus dibangkitkan semangatnya untuk
merealisasikan tujuan organisasi. Kita andaikan saja semua orang di dalam tubuh
organisasi telah memiliki semangat dan kemauan untuk mengimplementasikan tujuan,
saya kemudian bertanya sekali lagi, apakah setelah mereka memiliki pengetahuan
tentang tujuan, semangat untuk mencapai tujuan, dan mau untuk mencapai tujuan itu
dengan sendirinya kita akan melakukan pergerakan? Saya tegaskan belum tentu. Kita
harus melihat variabel resiko di dalamnya. Setelah mereka tahu, semangat dan mau dan
kemudian mereka dihadapkan kepada resiko-resiko tertentu, mungkin timbul
kebimbangan untuk bergerak di jalan yang sudah ditentukan. Oleh karena itu tahap mau
haruslah dirubah menjadi tahapan bertindak atau bergerak dan hal tersebut
mensyaratkan adanya pengorbanan.
Mungkin pembaca menganggap hal diatas adalah pembahasan yang biasa-
biasa saja dan dirasa kurang penting. Tapi saya ingin tegaskan persoalan ini bukanlah
persoalan yang sederhana namun membutuhkan usaha yang super berat dalam
membangunnya. Ucapan saya seirama dengan apa yang telah diucapkan oleh bung
karno ketika dia berbicara di depan rakyat tentang tahapan-tahapan itu. Apa tahapan-
tahapan itu? Tahapan itu dalam konteks nasional dikumandangkan bung karno dengan
peristilahan national spirit meningkat menuju national will hingga mencapai nasional
daad. Berulang-ulang kali beliau menyampaikan itu kepada rakyat bukan sekedar jargon
tetapi hal tersebut mengindikasikan betapa besar usaha yang diperlukan untuk
membangunnya.

Anda mungkin juga menyukai