Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Peningkatan epidemi HIV telah terjadi di Indonesia sejak 10 tahun terakhir ini.
Penularan terutama terjadi akibat penggunaan jarum suntik bersama pada pengguna
narkotika suntikdan hubungan seks. Hasil Pemodelan epidemi di Indonesia memproyeksikan
jumlah ODHA usia 15-49 tahun dari 277,700 pada tahun 2008 akan meningkat menjadi
501,400 pada tahun 2014. Hasil tersebut dengan asumsi bahwa tidak ada perubahan yang
signifikan dari upaya pengendalian HIV dan AIDS pada kurun waktu tersebut. Pengobatan
dengan ARV di Indonesia yang didukung oleh dana pemerintah sejak tahun 2005 telah
berhasil menurunkan kematian ODHA dari 46% pada tahun 2006 menjadi 17% pada tahun
2008. Jelas bahwa upaya percepatan perluasan cakupan pengobatan ARV dengan
pendekatan kesehatan masyarakat telah memberikan dampak pada peningkatan kualitas
hidup ODHA. Tetapi sebagian ODHA masih belum terjangkau oleh pengobatan tersebut.
Tantangan yang dihadapi antara lain adalah masih rendahnya cakupan orang yang
mengetahui status HIV-nya, sehingga menghambat upaya untuk meningkatkan akses
terhadap layanan pencegahan maupun pengobatan. Oleh karenanya layanan yang
memfasilitasi ODHA untuk mengetahui status infeksinya harus terus ditingkatkan,
diantatanya adalah dengan layanan konseling dan tes HIV atas inisiasi petugas kesehatan
pada pasien yang datang ke rumah sakit
Dengan gejala dan tanda klinis terkait dengan HIV. Pedoman ini disusun melalui adaptasi
dari pedoman PITC WHO, dan kontribusi IDI untuk memberikan panduan bagi petugas
kesehatan dalam memberikan layanan konseling dan tes HIV yang harus tetap menjunjung
tinggi azas "3 C" yaitu dengan mendapatkan pesetujuan pasien (informed consent), menjaga
konfidensialitas (confidentiality), dan disertai dengan konseling pasca tes yang memadai
(counselling), dan tidak terjebak ke dalam tes HIV mandatory.
Penghargaan kepada tim penyusun dan para kontributor yang telah memberikan
umbang saran sehingga pedoman ini dapat diterbitkan.
Semoga pedoman ini dapat bermanfaat.

PEDOMAN HIV
1
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Data Kementerian Kesehatan yang berasal dari 32 Propinsi dan 214 Kabupaten/ kota
hingga akhir Desember 2010, menunjukkan jumlah kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan
adalah 19.973 kasus. Sementara itu hasil pemodelan epidemi HIV/AIDS berdasarkan
estimasi tahun 2006 di Indonesia memproyeksikan jumlah ODHA usia 15-49 tahun terus
meningkat dari 277,100 pada tahun 2008 menjadi 501,400 pada tahun 2014. Guna
memperluas jangkauan layanan HIV yang meliputi perawatan, dukungan dan pengobatan
pada waktu yang tepat dan juga meningkatkan kesempatan ODHA untuk menjangkau
informasi serta sarana mencegah penularan HIV lebih lanjut,maka perlu meningkatkan lebih
banyak orang yang mengetahui status HIVnya. Jangkauan yang luas terhadap layanan
konseling dan tes HIV sangat diperlukan dalam upaya untuk meningkatkan akses
pengobatan. Perawatan dan pengobatan ARV setelah pasien dinyatakan reaktif akan
menurunkan angka kesakitan karena infeksi oportunistik, menurunkan kemungkinan
penularan dan meningkatkan optimistic hidup dari pasien
. Secara tidak langsung Indonesia akan berperan dalam pencapaian target universal
access terhadap layanan pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan seperti yang
dicanangkan oleh UN General Assembly pada tahun 2006. Konseling dan tes HIV sukarela
(KTS) atas Inisiasi klien masih terus didorong dan ditingkatkan penerapannya, di samping
pendekatan lain yang lebih inovatif seperti konseling dan tes HIV yang di inisiasi petugas
kesehatan ketika seorang pasien datang ke saranan kesehatan untuk mendapatakan layanan
kesehatan karena berbagai macam keluhan kesehatannya, yang selanjutnya akan disebut
PITC atau Provider Initiated Testing dan Counseling - PITC. Seperti disadari bahwa sarana
kesehatan merupakan sarana utama untuk menjangkau atau berhubungan dengan ODHA
yang jelas membutuhkan layanan pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan. PITC
tersebut merupakan layanan konseling dan tes HIV atas Inisiasi Petugas Kesehatan yang
terintegrasi di sarana kesehatan dan untuk penerapannya dibutuhkan pedoman atau petunjuk
operasional
. Bukti yang tersedia baik dari daerah maju maupun daerah dengan sumber daya yang
terbatas menunjukkan bahwa kesempatan untuk diagnosis ataupun pemberian konseling
tentang HIV di sarana kesehatan seringkali terlewatkan, oleh karenanya perlu
mengitegrasikan layanan konseling dan tes HIV di saranan kesehatan dengan menerapkan

PEDOMAN HIV
2
PITC, di mana tes HIV dan konseling merupakan sarana untuk menjangkau diagnosis dan
memberikan layanan pengobatan ARV dan peyakit lain terkait HIV.
Mengingat besarnya kecenderungan akan terjadinya pemaksaan dalam tes HIV
sehubungan PITC yang akan memberikan dampak non reaktif pada pasien maka
perlupelatihan dan bimbingan, pemantauan dan evaluasi yang memadai dari penerapan
PITC dan program konseling di sarana kesehatan. Pedoman layanan konseling dan tes HIV
di sarana kesehatan ini menawarkan konseling dan tes HIV dengan pendekatan option out
yang meliputi informasi pra tes secara singkat dan sederhana dengan menyesuaikan dengan
kaidah-kaidah konseling yang berlaku. Dengan demikian tes HIV direkomendasikan sebagai
berikut:

1. Ditawarkan kepada semua pasien yang menunjukkan gejala dan tanda klinis yang
mungkin mengindikasikan infeksi HIV, tanpa memandang tingkat
epidemidaerahnya.
2. Sebagai bagian dari prosedur baku perawatan medis pada semua pasien yang datang
di sarana kesehatan di daerah dengan tingkat epidemi yang meluas.
3. Ditawarkan kepada pasien dengan risiko HIV lebih tinggi, seperti pasien dengan TB,
pasien dengan IMS, pasien yang berasal dari kelompok risiko tinggi.
Pada pendekatan Option out, pasien dapat menolak untuk dilakukan tes HIV bila
mereka tidak bersedia. Penjelasan tambahan tentang risiko, keuntungan menjalani tes HIV
dan pengungkapan hasil tes serta tentang dukungan sosial yang tersedia dapat diberikan di
dalam kelompok terutama kepada kelompok yang rentan atau berisiko terhadap dampak
buruk dari pengungkapan status HIV reaktifnya. Pendekatan option-in akan lebih
menguntungkan bagi kelompok yang memiliki kerentanan tinggi untuk mendapatkan
dampak buruk tersebut.
PITC mutlak harus disertai dengan jangkauan pada paket layanan pencegahan,
pengobatan, perawatan dan dukungan yang diterapkan sebagai suatu standar nasionaluntuk
perawatan, dukungan dan pengobatan serta menjadi dalam kerangka kerja rencana strategi
nasional untuk meningkatkan dan mendekatkan akses terhadap terapi antiretroviral bagi
semua yang membutuhkannya. Pemerintah, sebagai konsekwensi terhadap penerapan PITC
akan memenuhi sarana pendukung baik berupa dukungankebijakan, laboratorium, logistik
laboratorium, ARV dan obat lain terkait HIV dan dukungan
sosial. Untuk menerapkan PITC maka harus diupayakan bahwa kerangka kerj dukungan
sosial, kebijakan dan dukungan peraturan perundangan yang sudah mapan,

PEDOMAN HIV
3
gunamendapatkan hasil yang positif dan meminimalkan dampak buruk pada pasien.

B. TUJUAN PEDOMAN
TUJUAN UMUM
Tersedianya acuan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan HIV/AIDS di UPTD
Puskesmas Kasembon.
TUJUAN KUSUS
Pedoman ini bertujuan untuk menyelaraskan antara etika medis, klinis, kesehatan
masyarakat dan hak-hak azasi manusia. Hal tersebut meliputi:
1. Memberdayakan ODHA agar mengetahui status HIV mereka dengan penuh
kesadaran dan kesukarelaan untuk mencari dan mendapatkan layanan pencegahan,
pengobatan, perawatan dan dukungan terkait HIV dan terlindung dari stigma,
diskriminasi dan dan kekerasan.
2. Mengoptimalkan hasil pengobatan dan pencegahan.
3. Mendorong hak otonomi, privasi dan konfidensialitas dari ODHA serta mendorong
ODHA untuk menjalankan kewajibannya, untuk diri sendiri maupun masyarakat,
dalam hal pengobatan maupun pencegahan penularan.
4. Mendorong kebijakan dan praktik berbasis-bukti ilmiah dan memungkinkan
lingkungan untuk penerapannya
5. Meningkatkan peran dan tanggung jawab petugas kesehatan dalam hal menyediakan
akses terhadap tes HIV, konseling dan intervensi lain yang dibutuhkan
6. Menormalisasikan penyakit HIV.

a. SASARAN PEDOMAN
1. Para pengambil kebijakan,
2. Perencana dan pengelola program pengendalian HIV/AIDS,
3. Petugas layanan kesehatan.
b. RUANG LINGKUP PEDOMAN
Ruang lingkup pedoman pelayanan HIV/AIDS di UPTD UPTD Puskesmas
Kasembon di Ruang perawatan Umum, Poli KIA.
Lingkup dari pedoman adalah penerapan konseling dan tes HIV atas inisiasi petugas
kesehatan dengan menekankan pemeriksaan kesehatan terkait dengan infeksi
oportunistik dan merujuk pada pelayanan berkelanjutan.
Pedoman tidak membahas konseling secara rinci dan petugas kesehatan diarahkan

PEDOMAN HIV
4
untuk merujuk pedoman nasional KTS yang berlaku.
Petugas kesehatan yang dimaksud dalam buku ini adalah dokter yang merawat,
perawat yang diberi wewenang oleh dokter yang bersangkutan serta bidan.

c. BATASAN OPRASIONAL
Ruang lingkup pedoman pelayanan HIV di UPTD UPTD Puskesmas Kasembon
adalah pelayanan yang meliputi penyuluhan, konseling HIV dan pengiriman sampel
HIV untuk pemeriksaan..

PEDOMAN HIV
5
BAB II
STANDAR KETENAGAAN UKM

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


Penanggung jawab dari pelaksana program HIV/AIDS di UPTD Puskesmas Kasembon
adalah tenaga kesehatan yang melaksanakan pelayanan konseling dan penyuluhan HIV/AIDS
didalam gedung maupun diluar gedung .
Sumber daya manusia untuk melakukan pekerjaan penanggung jawab dan pelaksana program
HIV/AIDS di UPTD Puskesmas Kasembon adalah tenaga fungsional Bidan

B. DISTRIBUSI KETENAGAAN

NO UNIT PELAYANAN KUALIFIKASI JUMLAH


1. UPTD UPTD Puskesmas Kasembon D3 Kebidanan 1

a. JADWAL KEGIATAN
Jadwal pelaksanaan kegiatan pelayanan HIV/AIDS dilaksanakan setiap hari sesuai jam dan
hari pelayanan UPTD UPTD Puskesmas Kasembon, sedangkan untuk pelaksanaan program
HIV/AIDS di luar gedung dilaksanakan sesuai jadwal yang direncanakan.

PEDOMAN HIV
6
BAB III

STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANG

PEDOMAN HIV
7
B. STANDAR FASILITAS
Standar fasilitas menurut buku pedoman IMS Puskesmas adalah sebagai berikut:
1. Ruang Konsultasi HIV/AIDS
a. Letak
Letak ruang konsultasi HIV/AIDS gabung dengan Poli Umum dan KIA/KB berada pada
bagian depan Puskesmas, area publik, berdekatan dengan klinik-klinik lainnya yang
mempunyai akses langsung dengan lingkungan luar puskesmas.
b. Persyaratan Ruang
Persyaratan yang perlu diperhatikan pada ruang konsultasi HIV/AIDS adalah sebagai
berikut:
a) Luas minimal ruangan konsultasi HIV/AIDS adalah 3m x 2m.
b) Persyaratan komponen bangunan adalah sebagai berikut:
 Atap: Atap harus kuat terhadap kemungkinan bencana (angin puting beliung,
gempa, dll), tidak bocor, tahan lama dan tidak menjadi tempat perindukan vektor.
 Langit-langit: langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan,
ketinggian langit-langit dari lantai minimal 2,8 m.
 Dinding: material dinding harus keras, rata, tidak berpori/tidak berserat, tidak
menyebabkan silau, kedap air, mudah dibersihkan, dan tidak ada sambungan agar
mudah dibersihkan.
 Lantai: material lantai harus kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin, warna
terang, mudah dibersihkan.
 Pintu dan Jendela: lebar bukaan pintu minimal 90 cm, bukaan jendela
diupayakan dapat dibuka secara maksimal.
c. Persyaratan Prasarana
a) Sanitasi
(1) Pada ruangan konsultasi HIV/AIDS sebaiknya disediakan ’wastafel’ dengan debit
air mengalir yang cukup.
(2) Dilengkapi pula dengan tempat sampah yang tertutup.
b) Ventilasi
(1) Ventilasi harus cukup agar sirkulasi udara dalam ruangan tetap terjaga. Jumlah

PEDOMAN HIV
8
bukaan ventilasi sebaiknya 15% terhadap luas lantai ruangan.
(2) Arah bukaan ventilasi tidak boleh berdekatan dengan tempat pembuangan sampah
(TPS), toilet, dan sumber penularan lainnya.
c) Pencahayaaan
(1) Pada siang hari sebaiknya menggunakan pencahayaan alami.
(2) Intensitas cahaya cukup agar dapat melakukan pekerjaan dengan baik (200 lux).
d) Listrik
(1) Tersedia kotak kontak yang aman untuk peralatan/perlengkapan dengan jumlah +
2 titik.
d. Persyaratan Peralatan/Perlengkapan

Peralatan/perlengkapan yang disediakan pada ruangan konsultasi HIV/AIDS antara lain :


a) Meja
b) Kursi
c) Buku pedoman pelayanan konsultasi dan penyuluhan HIV/AIDS
e. Persyaratan komponen bangunan adalah sebagai berikut:
a) Atap: Atap harus kuat, tidak bocor, material atap tidak mudah terbakar dan tidak
menjadi tempat perindukan vektor.
b) Langit-langit: ketinggian plafon sebaiknya dapat membuat kalor panas tersirkulasi
dengan baik.
c) Dinding: bahan dinding tahan air, tidak mudah terbakar dan mudah dibersihkan.
d) Lantai: bahan penutup lantai kuat, permukaan rata, tidak licin, tahan terhadap air dan
mudah dibersihkan.
e) Pintu dan Jendela: material pintu dan jendela tidak mudah terbakar dan tidak dapat
memungkinkan vektor masuk.
f. Persyaratan Prasarana
a) Sanitasi
(1) Untuk memenuhi persyaratan sistem sanitasi, harus dilengkapi dengan sistem air
bersih, sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah serta kotoran dan sampah.
(2) Di dalam sistem penyaluran/pembuangan air kotor dan/atau air limbah disediakan
perangkap lemak untuk memisahkan dan/atau menyaring kotoran/lemak.
b) Ventilasi
(1) Ventilasi harus cukup agar sirkulasi udara dalam ruang dapur tetap terjaga dan
tidak terlalu panas. Jumlah bukaan ventilasi sebaiknya 15% terhadap luas lantai
ruangan.

PEDOMAN HIV
9
(2) Arah bukaan ventilasi tidak boleh berdekatan dengan tempat pembuangan sampah
(TPS), toilet, dan sumber penularan lainnya.
c) Pencahayaaan
(1) Pada siang hari sebaiknya menggunakan pencahayaan alami.
(2) Intensitas cahaya cukup agar dapat melakukan pekerjaan dengan baik.
d) Listrik
Listrik minimal tersedia untuk pencahayaan. Apabila dipasang kotak kontak untuk
peralatan, maka jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan dan dipasang pada
ketinggian + 120 cm dari permukaan lantai.
Ruang Konseling HIV/AIDS UPTD Puskesmas Kasembon dilengkapi dengan fasilitas
sebagaimana dibawah ini:
1. Set Peralatan
 Pedoman konsultasi dan tes HIV
2. Mebelair :
 Meja : 2 buah
 Kursi kerja : 1 buah
 Komputer set : 1 set
 Kursi pasien : 2 buah
3. Ruangan tertutup dan bersifat privaci

PEDOMAN HIV
10
BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

A. LINGKUP KEGIATAN
Pelayanan HIV/AIDS Di Puskesmas adalah kegiatan pelayanan mulai dari upaya promoti
dan preventif dilakukan di wilayah kerja Puskesmas. Pelayanan di Puskesmas dilakukan di
dalam gedung dan diluar gedung, sebagaimana dijelaskan berikut ini.
1. Kegiatan Pelayanan HIV/AIDS di Dalam Gedung
Kegiatan pelayanan IMS dalam gedung adalah konsultasi dan konseling pendekatan
faktor resiko
2. Kegiatan Pelayanan HIV/AIDS di Luar Gedung
Secara utuh kegiatan pelayanan HIV/AIDS di luar gedung tidak sepenuhnya
dilakukan hanya di luar gedung, melainkan tahap perencanaan dilakukan di dalam gedung.
Kegiatan pelayanan HIV/AIDS di luar gedung ditekankan ke arah promotif dan preventif
serta sasarannya adalah masyarakat di wilayah kerja Puskesmas meliputi penyuluhan yang
berdasarkan sasaran yg mempunyai faktor resiko dan kelompok-kelompok tertentu

B. METODE
1. Kegiatan dalam gedung:
Pelayanan HIV/AIDS di dalam gedung dilakukan dengan metode konseling baik pada
pasien rawat inap maupun rawat jalan.
2. Kegiatan luar gedung:
Pelayanan IMS di luar gedung dilakukan dengan metode konseling dan penyuluhan
secara langsung yang dilakukan pada sasaran tertentu di setiap desa

C. LANGKAH KEGIATAN
1. Kegiatan dalam gedung:
Untuk langkah pelayanan HIV/AIDS di dalam gedung mengacu pada SOP.
2. Kegiatan luar gedung:
Untuk langkah pelayanan HIV/AIDS di luar gedung diawali dengan penyusunan
rencana, pelaksanaan kegiatan, monitoring pelaksanaan kegiatan serta evaluasi pelaksanaan
kegiatan yang mengacu pada SOP yang telah disusun.

PEDOMAN HIV
11
D. ALUR PELAYANAN
1. Kegiatan dalam gedung:
a. Pasien/Klien datang sendiri atau dirujuk dari struktural Puskesmas (Pustu, Polindes,
Poskesling) atau UKBM (Posyandu, Posbindu PTM, Poksila, dll) atau sarana kesehatan
lain.
b. Pasien/Klien mendaftar ke loket pendaftaran di Puskesmas.
c. Petugas loket pendaftaran mengarahkan kepoli mana pasien tersebut di tujukan
d. Pasien/Klien mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan masalah kesehatannya
atau keluhan di Poli Umum/Balai Pengobatan Puskesmas (BP) atau Poli KIA
e. Pasien/Klien yang mempunyai faktor resiko akan diarahkan untuk konsultasi dengan
petugas untuk mendapatkan pelayanan VCT.
f. Pasien/Klien yang berkeinginan untuk tes HIV/AIDS kakan mengisi lembar persetujuan
tes HIV/AIDS
g. Pasien/Klien akan diarahkan untuk pengambilan sampelk laboratorium
h. Membuat janji untuk kunjungan ulang pembacaan hasil dan konseling post tes
i. Pasien/Klien mendapatkan obat sesuai masalah kesehatannya dari bagian farmasi di
Puskesmas.
j. Hasil monitoring dan evaluasi ditindaklanjuti oleh petugas Poli Umum/Balai Pengobatan
atau Poli KIA Pasien/ Puskesmas. Tindak lanjut dapat berupa rujukan ke Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang lebih tinggi apabila masalah dengan penyakit penyerta dan
atau komplikasi yang dialami pasien/klien tidak memungkinkan ditangani di Puskesmas
atau dapat berupa pengkajian ulang masalah medis dan prilaku beresiko.

2. Kegiatan luar gedung:


Penanganan masalah HIV/AIDS memerlukan pendekatan yang komprehensif (promotif
dan preventif). Pelaksanaan pelayanan HIV/AIDS luar gedung bekerjasama dengan lintas
program dan lintas sektor terkait. Alur pelayanan HIV/AIDS luar gedung disesuaikan
dengan jenis kegiatan, sasaran dan keadaan wilayah setempat

PEDOMAN HIV
12
BAB V

LOGISTIK

Perencanaan logistik untuk keperluan pendukung penyelenggaraan pelayanan HIV/AIDS


adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan dalam gedung:

 Perencanaan kegiatan dalam gedung meliputi konseling/konsultasi yang membutuhkan


alat peraga dan media konsultasi yang akan dicukupi melalui pengajuan ke bendahara
pengeluaran.
 Perencanaan kebutuhan berupa form layanan KTS/VCT, Form PITC dan form PMTCT
melalui pengajuan ke bendahara pengeluaran.

2. Kegiatan luar gedung:


 Perencanaan kegiatan luar gedung meliputi penyuluhan yang membutuhkan alat peraga
dan media konsultasi yang akan dicukupi melalui pengajuan ke bendahara pengeluaran.

PEDOMAN HIV
13
BAB VI

KESELAMATAN SASARAN/PENGGUNA LAYANAN DAN KEGIATAN HIV/AIDS

Pelaksanaan kegiatan pelayanan HIV/AIDS harus memperhatikan keselamatan pengguna


layanan saat mendapat pelayanan antara lain:

1. Ketepatan Identifikasi Pengguna Layanan

Ketepatan identifikasi dilakukan pada pengguna layanan yang berkunjung ke puskesmas,


pengguna layanan di sekolah dan posyandu, yang dilakukan kunjungan rumah dan atau
tindakan lainnya. Ketepatan identifikasi penguna layanan yaitu: Nama Lengkap, Tanggal
Lahir, Alamat. Identifikasi pengguna layanan,NIK dilakukan oleh semua petugas kesehatan
setiap kali akan memberi pelayanan.

2. Peningkatan Komunikasi yang Efektif

Komunikasi efektif yang dimaksud adalah komunikasi lisan maupun tertulis yang
berhubungan dengan pelayanan kepada pengguna layanan. Komunikasi efektif dengan
pengguna layanan dapat dilakukan dengan memberikan kalimat tanya terbuka. Sedangkan
komunikasi efektif antar petugas dilakukan dengan pengisian berkas rekam medis dengan
lengkap, benar dan tulisan yang dapat terbaca.

3. Menghindari Insiden Keselamatan Pengguna Layanan

Insiden keselamatan pengguna layanan adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan
kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada
sasaran, terdiri dari Kejadian Tidak Cedera (KTC), Kejadian Potensial Cedera (KPC),
Kejadian Nyaris Cedera (KNC), dan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD).

PEDOMAN HIV
14
BAB VII

KESELAMATAN KERJA

A. TUJUAN

- Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat melindungi diri
sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran infeksi.
- Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai resiko
tinggi terinfeksi penyakit menular dilingkungan tempat kerjanya, untuk menghindarkan
paparan tersebut, setiap petugas harus menerapkan prinsip “Universal Precaution”.

B. TINDAKAN YANG BERESIKO TERPAJAN


- Cuci tangan yang kurang benar.
- Penggunaan sarung tangan yang kurang tepat.
- Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.

C. PRINSIP KESELAMATAN KERJA


Prinsip utama prosedur Universal Precaution dalam kaitan keselamatan kerja adalah
menjaga higiene sanitasi individu, higiene sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga
prinsip tesebut dijabarkan yaitu :

- Cuci tangan guna mencegah infeksi silang


- Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah kontak
dengan kuman penyakit.
- Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan.

PEDOMAN HIV
15
BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Indikator mutu program HIV/AIDS disusun dalam rangka mengendalikan mutu pelayanan
HIV/AIDS dan sudah dituangkan dalam Panduan Mutu UPTD Puskesmas Kasembon. Berikut
adalah indikator pelayanan HIV/AIDS di UPTD Puskesmas Kasembon:

1. Jumlah kegiatan penyuluhan yg dilakukan di Puskesmas 12 kali


2. Kelompok sasaran yang di jangkau 2 kali
3. Jumlah kasus HIV/AIDS yang ditemukan (tidak ada target)
4. Jumlah kasus HIV/AIDS yang ditemukan < 5 tahun (tidak ada target)
5. Jumlah Kasus yang meninggal (tidak ada target)

PEDOMAN HIV
16
BAB IX

PENUTUP

Pedoman pelayanan HIV/AIDS adalah salah satu bagian dari upaya pelayanan kesehatan di
masyarakat dengan tujuan untuk mewujudkan pelayanan dasar yang standar, aman dan bermutu
dalam pengendalian penyebaran penyakit menular terutama HIV/AIDS.

Buku pedoman ini selanjutnya masih perlu banyak penyempurnaan, mudah-mudahan


pedoman ini bisa membantu pelaksanaan pelayanan HIV/AISD di UPTD Puskesmas Kasembon dan
sekitarnya.

PEDOMAN HIV
17

Anda mungkin juga menyukai