Oleh :
ANORAGA JATAYU
A156180218
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan dari makalah “Analisis Autokorelasi Spasial Pada Tingkat
Kriminalitas Provinsi Jawa Timur Menggunakan Indeks Moran” ini adalah untuk mengetahui
apakah terdapat keterkaitan atau hubungan antara tinggi rendahnya tingkat kriminalitas di
kabupaten-kabupaten pada provinsi Jawa Timur serta pola dari peningkatan dan penurunan
tingkat kriminalitas tersebut apabila dilihat secara spasial.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hal yang sangat penting dalam analisis spasial adalah adanya matriks pembobot spasial.
yang digunakan untuk menentukan bobot antar lokasi yang diamati berdasarkan hubungan
ketetanggaan antar lokasi. Menurut Kosfeld (2006), terdapat beberapa jenis grid ketetanggaan,
yaitu:
a. Rook contiguity
Daerah pengamatannya ditentukan berdasarkan sisi-sisi yang saling bersinggungan dan
sudut tidak diperhitungkan. Ilustrasi rook contiguity dilihat pada Gambar 2.1, dimana
unit B1, B2, B3, dan B4 merupakan tetangga dari unit A.
Gambar 2.1 Rook Contiguity
b. Bishop contiguity
Daerah pengamatannya ditentukan berdasarkan sudut-sudut yang saling bersinggungan
dan sisi tidak diperhitungkan. Ilustrasi untuk bishop contiguity dilihat pada Gambar 2.2,
dimana unit C1, C2, C3, dan C4 merupakan tetangga dari unit A.
Gambar 2.2 Bishop Contiguity
c. Queen contiguity
Daerah pengamatannya ditentukan berdasarkan sisi-sisi yang saling bersinggungan dan
sudut juga diperhitungkan. Ilustrasi untuk queen contiguity dapat dilihat pada Gambar
2.3, dimana unit B1, B2, B3, dan B4 serta C1, C2, C3, dan C4 merupakan tetangga dari
unit A.
Gambar 2.3 Queen Contiguity
Pada umumnya ketetanggaan antar lokasi didasarkan pada sisi-sisi utama bukan
sudutnya. Menurut Kosfeld (2006), matriks pembobot spasial W dapat diperoleh dari dua cara
yaitu matriks pembobot terstandarisasi (standardize contiguity matrix W) dan matriks
pembobot tak terstandarisasi (unstandardize contiguity matrix). Matriks pembobot
terstandarisasi (standardize contiguity matrix W) merupakan matriks pembobot yang diperoleh
dengan cara memberikan bobot yang sama rata terhadap tetangga lokasi terdekat dan yang
lainnya nol, sedangkan matriks pembobot tak terstandarisasi (unstandardize contiguity matrix)
merupakan matriks pembobot yang diperoleh dengan cara memberikan bobot satu bagi
tetangga terdekat dan yang lainnya nol.
Analisis spasial sebagai analisis data dalam penelitian yang mempertimbangkan lokasi
atau jarak antar objek (Xu dan Eugene, 2015). Di dalam analisis spasial terdapat spatial pattern
atau pola spasial yang merupakan suatu pola yang berhubungan dengan penempatan objek atau
susunan benda di muka bumi. Pola spasial dapat disajikan dalam bentuk pola titik (point
pattern) dan pola area (Anselin 1995). Bentuk distribusi data pada spatial pattern antara lain
sebagai berikut:
a. Random, yaitu beberapa titik terletak secara random di beberapa lokasi. Posisi suatu
titik tidak dipengaruhi oleh posisi titik lainnya.
b. Uniform, yakni setiap titik berada secara merata dan berjauhan dengan titik-titik
lainnya.
c. Clustered, yaitu beberapa titik membentuk suatu kelompok dan saling berdekatan.
BAB III
METODOLOGI
Keterangan:
wij : elemen matriks pembobot terstandarisasi
wi. : jumlah baris ke-i pada matriks pembobot terstandarisasi
w.j : jumlah kolom ke-j pada matriks pembobot terstandarisasi
Pengujian ini akan menolak hipotesis awal jika nilai Z(I) > Z(∝) (autokorelasi positif)
atau Z(I) < -Z(∝) (autokorelasi negatif). Positif autokorelasi spasial mengindikasikan bahwa
antar lokasi pengamatan memiliki keeratan hubungan.
Kuadran I (terletak di kanan atas) disebut High-High (HH), menunjukkan daerah yang
mempunyai nilai pengamatan tinggi dikelilingi oleh daerah yang mempunyai nilai pengamatan
tinggi. Kuadran II (terletak di kiri atas) disebut Low-High (LH), menunjukkan daerah dengan
pengamatan rendah tapi dikelilingi daerah dengan nilai pengamatan tinggi. Kuadran III
(terletak di kiri bawah) disebut Low-Low (LL), menunjukkan daerah dengan nilai pengamatan
rendah dan dikelilingi daerah yang juga mempunyai nilai pengamatan rendah. Kuadran IV
(terletak di kanan bawah) disebut High-Low (HL), menunjukkan daerah dengan nilai
pengamatan tinggi yang dikelilingi oleh daerah dengan nilai pengamatan rendah. Moran’s
Scatterplot yang banyak menempatkan pengamatan di kuadran HH dan kuadran LL akan
cenderung mempunyai nilai autokorelasi spasial yang positif (cluster). Sedangkan Moran’s
Scatterplot yang banyak menempatkan pengamatan di kuadran HL dan LH akan cenderung
mempunyai nilai autokorelasi spasial yang negatif.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
0
Pasuruan
Sampang
Kota Malang
Pacitan
Madiun
Bangkalan
Kota Mojokerto
Kota Surabaya
Trenggalek
Kediri
Malang
Ngawi
Jember
Mojokerto
Kota Blitar
Kota Probolinggo
Ponorogo
Blitar
Sidoarjo
Magetan
Tuban
Sumenep
Bondowoso
Probolinggo
Lamongan
Pamekasan
Tulungagung
Kota Batu
Banyuwangi
Situbondo
Jombang
Lumajang
Nganjuk
Gresik
Kota Pasuruan
Kota Kediri
Kota Madiun
Bojonegoro
Grafik jumlah ketetanggan merupakan grafik yang menerangkan jumlah dari lokasi
kabupaten yang berbatasan langsung sesuai dengan ketentuan queen contiguity dengan
kabupaten yang diamati. Berdasarkan gambar 4.1, dapat diketahui bahwa kabupaten yang
mempunyai batas lokasi (tetangga) terbanyak adalah Kabupaten Malang dengan jumlah 9
tetangga berdasarkan ketentuan queen contiguity dan Kabupaten Mojokerto dengan jumlah 8
tetangga. Selanjutnya kabupaten yang mempunyai batas lokasi (tetangga) paling sedikit adalah
Kabupaten Bangkalan, Sumenep, Kota Kediri, Blitar, Malang, Probolinggo, dan Pasuruan yang
hanya memiliki jumlah 1 tetangga.
Tabel 4.3 Hasil Analisis Autokorelasi Spasial Tingkat Kriminalitas Provinsi Jawa Timur
Moran’s I Expected Index Variansi Z-Score P-Value
0,050489 -0,027027 0,001922 1,768243 0,077020
Tabel 4.3 Uji Signifikansi Moran’s I Tingkat Kriminalitas Provinsi Jawa Timur
Uji Statistik
Moran’s I Z(I) Z(α/2); α = 90% Keterangan
Hipotesis
Autokorelasi
Z(I) < Z((α/2);
0,050489 1,768243 1,96 positif, pola spasial
maka tolak H0
berbentuk cluster
Dalam melakukan uji statistik, perlu ditentukan hipotesis terlebih dahulu, yaitu: a) H0
= tidak terdapat autokorelasi spasial tingkat kriminalitas Provinsi Jawa Timur, b) H1 = terdapat
autokorelasi spasial tingkat kriminalitas Provinsi Jawa Timur. Pada penelitian ini, digunakan α
atau tingkat kepercayaan sebesar 90% dan didapatkan hasil bahwa z-score hitung lebih kecil
dari z-score tabel sehingga H0 ditolak. Penolakan H0 menunjukkan bahwa terdapat
autokorelasi spasial positif antar variabel tingkat kriminalitas Provinsi Jawa Timur dengan
selang kepercayaan 90%, artinya terdapat 10% kemungkinan error atau kemungkinan bahwa
pola spasial berbentuk cluster yang dihasilkan oleh data berasal dari suatu peluang yang bersifat
acak.
Gambar 4.4. Tampilan Hasil Analisis Autokorelasi Spasial Menggunakan Software ArcGIS
A.C. Santago, M.E. Vidt, C.J. Tuohy, G.G. Poehling, M.T. Freehill, J.H. Jordan, R.A. Kraft,
K.R. Saul, Quantitative Analysis of Three-Dimensional Distribution and Clustering of
Intramuscular Fat in Muscles of the Rotator Cuff, Ann. Biomed. Eng. 44 (7) (2016)
2158–2167.
Ahmadi Mostafa.2003. Crime Mapping and Spatial Analysis. International Institute For Geo-
Information Science And Earth Observationenschede.The Netherlands.
Anselin, L., Exploratory Spatial Data Analysis and Geographic Information Systems,
National Center for Geographic Information and Analysis of California Santa
Barbara: CA93106,1993.
Badan Pusat Statistik. 2018. Jawa Timur Dalam Angka Tahun 2018. Surabaya.
Banerjee,S., Hierarchical Modeling and Analysis for Spatial Data, Chapman and Hall/CRC,
Boca Raton, 2004.
Bollerslev, T., Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity, Journal of
Econometrics, 1986, Vol. 31: 307-327.
Budiyanto, E., Sistem Informasi Geografis dengan ArcView GIS, Penerbit Andi, Yogyakarta,
2010.
C.D. Lloyd, Spatial Data Analysis: An Introduction for GIS Users, Oxford University Press,
Oxford UK, 2010.
Ebdon, David., Blackwell, B. 1985. Statistics in Geography. New Zealand Journal of
Geography.
G. Derado, F.D. Bowman, T.D. Ely, C.D. Kilts, Evaluating Functional Autocorrelation
Within Spatially Distributed Neural Processing Networks, Stat. Interface 3 (1) (2010)
45–58.
Getis, A., Ord, J. K., 1992. The Analysis of Spatial Association by Use of Distance Statistics.
Geographical Analysis Vol. 24, No. 23, 190-206.
Hardiansah & Muttaqin 2012. Survey Most Livable City Index :Pendekatan Baru Dalam
Mengukur Tingkat Kenyamanan Kota, Ikatan Ahli Perencana (IAP). Jakarta.
Kartono, Kartini (1992), Patologi Sosial, Jilid l, Edisi Baru, Cetakan lV, April, CV Rajawali,
Jakarta.
Mitchell, Andy. The ESRI Guide to GIS Analysis, Volume 2. ESRI Press, 2005.
Pfeiffer, D et al., Spatial Analysis in Epidemiologi, Oxford University Press., New York,
2008
Reksohadiprodjo, Soekanto, dan A.R. Karseno (1985), Ekonomi Perkotaan, Edisi Revisi,
Cetakan l, Maret, BPFE, Yogyakarta.
Y. Chen, On the Four Types of Weight Functions for Spatial Contiguity Matrix, Lett. Spatial
Res. Sci. 5 (2) (2012) 65–72.
Y.G. Chen, New Approaches for Calculating Moran’s Index of Spatial Autocorrelation, PLoS
One 8 (7) (2013) 14.