Makalah Ilmu Hadist
Makalah Ilmu Hadist
CABANG-CABANG HADIST
Disusun Oleh :
1. Milani Agustin
2. Mutiara
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah Swt, Rabb semesta alam. Tidak ada daya dan
upaya selain dari Nya. Semoga kita selalu dilimpahkan rahmat dan karunia Nya dalam
mengarungi kehidupan ini. Salawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad
Saw. Beserta keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikutinya sampai akhir zaman di
manapun mereka berada.
Alhamdulillah dengan izin dan kehendak dari Nyalah, sehingga makalah ini dapat
saya selesaikan. Makalah ini kami beri judul “Cabang Cabang Hadist”.Dengan penjelasan
dalam makalah ini diharapkan kepada para pembaca lebih memahami tentang Ilmu Hadist
dan supaya dapat menjadi nilai tambah dalam mempelajari Islam.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
memberikan gambaran tentang materi yang harus selesaikan dan juga semua pihak yang turut
membantu menyelesaikan makalah ini.Terakhir, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah ini, agar makalah ini lebih
sempurna pada masa yang akan datang
penulis
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari,umat muslim sering mendengar istilah ilmu
hadis. Apalagi dikalangan para ulama dan umat muslim pastinya sudah tidak asing
lagi dengan istilah ini,tapi yang dipertanyakan sekarang ini apakah ulama dan umat
muslim yang sering mendengar bahkan menjadikannya landasan dalam berargumen
itu paham akan kandungan dan pengertian dari ilmu hadis serta cabang-cabangnya?
Jika diteliti, pastinya seorang ulama sudah tau tentang ilmu hadis itu sendiri,tapi
apakah ulama itu tau akan cabang-cabangnya dan pengertian dari cabang-cabang ilmu
hadis sendiri. Banyak sekali jumlah cabang ilmu hadis, para ulama menghitungnya
beragam. Ibnu al-S}ala>h menghitungnya 65 cabang, bahkan ada yang
menghitungnya 10 hingga 6 cabang. Muhammad Ajja>j al-Khat}i>b sendiri
membaginya kedalam 52 cabang akan tetapi yang dibahas hanyalah 6 didalam
kitabnya. Pada makalah ini akan dibahas apa saja cabang ilmu hadis itu menurut
Muhammad Ajja>j al-Khat}i>b itu sendiri. Adanya yang membagi 65,10,dan 6 adalah
perbedaan pendapat ulam yang mana membaginya menurut kepentingan masing-
masing dan ada yang menghitungya secara terperinci dan juga secara global.
Hadits adalah sesuatu yang dijadikan sumber hukum islam yang kedua. Hadith
merupakan tata perilaku, perbuatan dan juga perkataan nabi yang dijadikan contoh
untuk seluruh umat manusia. Pembahasan mengenai hadith sangatlah luas. Agar dapat
memahami hadith lebih jelasnya, maka perlu dilakukan spesifikasi dalam pembahasan
tertentu dalam hadits. Ada beberapa ilmu yang terbagi untuk mendalami hadith
menjadi lebih detail. Ilmu-ilmu tersebut antara lain: ilmu Rijal al Hadits, ilmu jahr wa
ta’dil, ilmu Gharib al Hadits, asbaab wurud, nasikh mansukh, mukhtalaf hadits, dan
ilmu ilal al hadits
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Adapun Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan ilmu an nasikh wa al mansukhMengetahui
2. apa yang dimaksud dengan Ilmu asbab wurud al hadist
3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Ilmu gharib al hadis
4. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Ilmu at tashifwat tahrif
5. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Ilmu mukhtalif al hadist
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ilmu an nasikh wa al mansukh
Nasikh menururt bahasa mempunyai dua makna, menghapus dan menukil.
Sehingga seolah-olah yang menasakh itu telah menghapuskan yang mansukh, lalu
memindahkan atau menukilkannya kepada hukum yang lain. Sedangkan menurut
istilah adalah “pengangkatan yang dilakukan oleh penetap syariat terhadap suatu
hukum yang datang terdahulu dengan hukum yang datang kemudian.”
Ilmu Nasikh wa Mansukh hadits adalah ilmu pengetahuan yang membahas
tentang hadits yang datang kemudian sebagai penghapus terhadap ketentuan hukum
yang berlawanan dengan kandungan hadits yang datang lebih dahulu Para
muhadditsin memberikan ta’rif ilmu itu secara lengkap ialah:
وعلى,هوالعلم ااذ ي يبحث عن االحاديث المتعارضة التلى اليمكن التو فيق بينها من حيث الحكم على بعضها باء نه ناسخ
. فما ثبت تقد مه كان منسوخا وما تاخره كان ناسخا,بعضهااالخر بانه منسوخ
Fungsi dari adanya ilmu ini adalah dapat membedakan mana hadith yang
mutlak dan perincian terhadap yang mujmal, kemusykilan dan menunjukkan illat
suatu hukum. Sehingga dengan demikian kita bisa lebih memahami apa yang
dimaksud dari isi kandungan hadith tersebut. Namun satu hal yang perlu diingat
adalah tidak semua hadith memiliki asbabul wurud sama seperti alquran yang juga
tidak semua ayatnya memiliki asbabun nuzul
C. Ilmu Gharib al hadist
Ilmu Gharib al-Hadits, ialah Ilmu pengetahuan untuk mengetahui lafadh-
lafadh dalam matan Hadits yang sulit lagi sukar difahamkan, karena jarang sekali
digunakannya.Dengan memperhatikan ta’rif tersebut, hanyalah kiranya bahwa yang
menjadi obyek ilmu Gharibil-Hadits ialah kata-kata yang musykil dan susunan
kalimat yang sukar dipahamkan maksudnya. Dan nyata pulalah kiranya tujuan yang
hendak dicapai oleh ilmu ini, ialah melarang seseorang menafsirkan secara menduga-
duga dan mentaqlidi pendapat seseorang yang bukan ahlinya.
Imam Ahmad pernah ditanya oleh seseorang tentang arti suatu lafadh gharib
yang terdapat dalam sebuah matan Hadits, tetapi karena beliau merasa tidak mampu,
lalu menjawab, ujarnya : “Tanyakannlah kepada seseorang yang mempunyai keahlian
dalam bidang Gharibil-Hadits, karena aku tak suka memperkatakan sabda Rasulullah
SAW dengan purbasangka”.
Begitu pula Al-Ashmu’iy, ketika ditanya oleh seseorang tentang arti Hadits
yang berbunyi : “Tetangga itu berhak untuk didekati". Beliau mengatakan : “Saya
enggan
menafsirkan sabda Rasulullah ini tetapi orang-orang Arab menyangka, bahwa lafadh
“Sabqi” itu artinya al-Laqiz ( janbun=dekat).
a. Hadits yang sanadnya berlainan dengan hadits yang bermatan gharib tersebut.
b. Penjelasan dari Sahabat yang meriwayatkan Hadits atau dari Sahabat lain yang tidak
meriwayatkannya.
c. Penjelasan dari rawi selain sahabat.
Contohnya :
Para kritikus Hadis di zaman dulu tidak membedakan antara mushahhaf (salah
ucap kareana pengubahan huruf) dan muharraf (salah ucap karena pengubahan
harakat). Keduanya merupakan kekeliruan, sebab memang dikutip dari kitab (tulisan),
tidak dinukil dari mendengar langsung dari suatu tatap muka. Akibat kemiripan arti
anatara dua istilah tersebut, imam al-Askari menjuluki kitabnya tentang pembahasan
ini dengan Tashif wa Tahrif. Berikut keterangan mengenai yang terjadi padanya.
Kitab ini termasuk karya terbesar tentang salah ucap/baca al-Qur’an dan as-Sunah di
anatara para ulama. Al-Aksari ingin memberikan pandangannya kepada para pembaca
kitabnya akan persamaan arti anatara tsadhif dan tahrif. katanya:”Aku beberkan dalam
kitabku ini kata-kata dan nama-nama yang serupa bentuk tulisannya, sehingga
menimbulkan tashif (salah ucap karena pengubahan huruf) dan tahrif (pengubahan
harokat).”Di bagian lain , ia berkata:”Pangkal permasalahannya adalah karena orang-
orang awam menyerap ilmu dari kitab-kitab (tulisan) tanpa menanyakannya lagi
kepada ulama, sehingga terjadilah pengubahan periwayatan.
Artinya: “Tashhif adalah mengubah suatu kata dalam hadits dari bentuk yang
telah dikenal kepada bentuk lain.”
Bidang ini adalah suatu kajian yang tinggi karena menuntut ketelitian,
pemahaman, dan kewaspadaan. Para hafiz yang cerdik saja yang menekuninya.
Begitu juga para muhaditsin telah memberi perhatian cukup besar terhadapnya dengan
menetapkan pedoman-pedoman yang berkaitan dengannya dan membaginya menjadi
beberapa bagian. Hal ini mereka maksudkan agar para pencari hadits mengenalnya
dan bersikap tanggap.
Hadist yang terdapat tahrif di dalamnya disebut hadis Muharraf, yang secara
bahasa, ia adalah isim maf’ul dari kata at-tahrif , yang artinya adalah berubahnya
sebuah kalimat dari maknanya (yang awal). Istilah tahrif di dalam al-Qur’an sering
kali dilekatkan kepada umat Yahudi yang mengubah makna Taurat dengan sesuatu
َ يُ َح ِرفُ ْونَ ال َك ِل َمdi dalam
ِ ع ْن َم َو
yang lain, maka Allah menyifati perbuatan mereka: اض ِع ِه
surat al-Maidah ayat 13.
Secara istilah, tahirf adalah sesuatu yang menjadi berbeda (makna atau
referennya) karena berubahnya syakl di dalam suatu kalimat dengan bentuk
tulisannya yang tetap sama (ma’a baqa’i shurat al-khathth). Pengertian ini adalah
implikasi pemisahan kajiantahrif dari kajian tashif seperti yang dilakukan oleh Ibnu
Hajar. Seperti yang Ibnu Shalah pilih, jika keduanya tidak dipisahkan atau berdiri
sendiri, maka kajian tahrif sudah otomatis masuk di dalam kajian tashif, yakni setiap
perubahan yang terjadi dalam satu kalimat, walau tanpa harus mensyaratkan tetapnya
bentuk khathth. Model pengertian yang demikianlah yang digunakan oleh al-Askariy
di dalam kitab Tashifat al-Muhadditsin, yakni: أو تغيير الرواية،إبدال الكلمة بأخرى. Jadi,
beliau memandang dua hal ini saling berkaitan. Ketika beliau mengatakan “disini
terjadi tashif”, maka maknanya adalah “ada yang sudah berubah (bentuknya)”
sehingga mengakibatkantahrif, yakni perubahan makna.
A. Kesimpulan
Pembagian hadith yang telah kami jabarkan tersebut sangat menguntungkan
ketika kita dihadapkan dengan permasalahan yang ada dalam pemahaman hadith. Dari
semua pembagian ilmu tersebut mengandung satu tujuan, yaitu kita lebih mengenal
mengenai hadith nabi SAW dan juga akan lebih memahami maknanya. Sehingga
dalam pengaplikasi kehidupan sehari-hari kita lebih memahami apa itu kandungan
hadith dan bisa mempraktikkannya dengan sebenar-benarnya
B. Saran
Untuk mengetahui informasi tentang sebuah Hadis baik dari segi sanad
maupun matannya maka perlu di ketahui terlebih dahulu ilmu-ilmu yang mempelajari
tentang hal tersebut. Untuk mendapatkan informasi yng sesuai dengan keinginan kita,
maka kita harus sesuikan dengan kitab yang membahas tentang informasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Solahudin,M .Agus dan Agus suyadi. Ulumul hadist. 2008.Bandung:CV.Pustaka setia
Suparta, Munzier. Ilmu hadis. 2003. Cet. Ke-4, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada