Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

CABANG-CABANG HADIST

Disusun Oleh :

1. Milani Agustin
2. Mutiara

Dosen Pembimbing : Drs.Antoni,M.HI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya bagi Allah Swt, Rabb semesta alam. Tidak ada daya dan
upaya selain dari Nya. Semoga kita selalu dilimpahkan rahmat dan karunia Nya dalam
mengarungi kehidupan ini. Salawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad
Saw. Beserta keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikutinya sampai akhir zaman di
manapun mereka berada.

Alhamdulillah dengan izin dan kehendak dari Nyalah, sehingga makalah ini dapat
saya selesaikan. Makalah ini kami beri judul “Cabang Cabang Hadist”.Dengan penjelasan
dalam makalah ini diharapkan kepada para pembaca lebih memahami tentang Ilmu Hadist
dan supaya dapat menjadi nilai tambah dalam mempelajari Islam.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
memberikan gambaran tentang materi yang harus selesaikan dan juga semua pihak yang turut
membantu menyelesaikan makalah ini.Terakhir, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah ini, agar makalah ini lebih
sempurna pada masa yang akan datang

Palembang,16 september 2019

penulis
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Ilmu an nasikh wa al mansukh


B. Ilmu asbab wurud al hadist
C. Ilmu gharib al hadist
D. Ilmu at tashif wat tahrif
E. Ilmu mukhtalif al hadist

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari,umat muslim sering mendengar istilah ilmu
hadis. Apalagi dikalangan para ulama dan umat muslim pastinya sudah tidak asing
lagi dengan istilah ini,tapi yang dipertanyakan sekarang ini apakah ulama dan umat
muslim yang sering mendengar bahkan menjadikannya landasan dalam berargumen
itu paham akan kandungan dan pengertian dari ilmu hadis serta cabang-cabangnya?
Jika diteliti, pastinya seorang ulama sudah tau tentang ilmu hadis itu sendiri,tapi
apakah ulama itu tau akan cabang-cabangnya dan pengertian dari cabang-cabang ilmu
hadis sendiri. Banyak sekali jumlah cabang ilmu hadis, para ulama menghitungnya
beragam. Ibnu al-S}ala>h menghitungnya 65 cabang, bahkan ada yang
menghitungnya 10 hingga 6 cabang. Muhammad Ajja>j al-Khat}i>b sendiri
membaginya kedalam 52 cabang akan tetapi yang dibahas hanyalah 6 didalam
kitabnya. Pada makalah ini akan dibahas apa saja cabang ilmu hadis itu menurut
Muhammad Ajja>j al-Khat}i>b itu sendiri. Adanya yang membagi 65,10,dan 6 adalah
perbedaan pendapat ulam yang mana membaginya menurut kepentingan masing-
masing dan ada yang menghitungya secara terperinci dan juga secara global.
Hadits adalah sesuatu yang dijadikan sumber hukum islam yang kedua. Hadith
merupakan tata perilaku, perbuatan dan juga perkataan nabi yang dijadikan contoh
untuk seluruh umat manusia. Pembahasan mengenai hadith sangatlah luas. Agar dapat
memahami hadith lebih jelasnya, maka perlu dilakukan spesifikasi dalam pembahasan
tertentu dalam hadits. Ada beberapa ilmu yang terbagi untuk mendalami hadith
menjadi lebih detail. Ilmu-ilmu tersebut antara lain: ilmu Rijal al Hadits, ilmu jahr wa
ta’dil, ilmu Gharib al Hadits, asbaab wurud, nasikh mansukh, mukhtalaf hadits, dan
ilmu ilal al hadits
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada cabang-cabang ilmu hadist adalah

1. Apa yang dimaksud dengan Ilmu an nasikh wa al mansukh?


2. Apa yang dimaksud dengan Ilmu asbab wurud al hadist?
3. Apa yang dimaksud dengan Ilmu gharib al hadist?
4. Apa yang dimaksud dengan Ilmu at tashifwat tahrif?
5. Apa yang dimaksud dengan Ilmu mukhtalif al hadist?

C. Tujuan
Adapun Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan ilmu an nasikh wa al mansukhMengetahui
2. apa yang dimaksud dengan Ilmu asbab wurud al hadist
3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Ilmu gharib al hadis
4. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Ilmu at tashifwat tahrif
5. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Ilmu mukhtalif al hadist
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ilmu an nasikh wa al mansukh
Nasikh menururt bahasa mempunyai dua makna, menghapus dan menukil.
Sehingga seolah-olah yang menasakh itu telah menghapuskan yang mansukh, lalu
memindahkan atau menukilkannya kepada hukum yang lain. Sedangkan menurut
istilah adalah “pengangkatan yang dilakukan oleh penetap syariat terhadap suatu
hukum yang datang terdahulu dengan hukum yang datang kemudian.”
Ilmu Nasikh wa Mansukh hadits adalah ilmu pengetahuan yang membahas
tentang hadits yang datang kemudian sebagai penghapus terhadap ketentuan hukum
yang berlawanan dengan kandungan hadits yang datang lebih dahulu Para
muhadditsin memberikan ta’rif ilmu itu secara lengkap ialah:

‫ وعلى‬,‫هوالعلم ااذ ي يبحث عن االحاديث المتعارضة التلى اليمكن التو فيق بينها من حيث الحكم على بعضها باء نه ناسخ‬
.‫ فما ثبت تقد مه كان منسوخا وما تاخره كان ناسخا‬,‫بعضهااالخر بانه منسوخ‬

”Ilmu yang membahas hadis-hadis yang tidak mungkin dapat dikompromikan


dari segi hukum yang terdapat pada sebagianya, karena ia sebagai nasikh (penghapus)
terhadap hukum yang terdapat pada sebagian yang lain, karena ia sebagai mansukh
(yang dihapus). Karena itu hadis yang mendahului adalah sebagai mansukh dan hadis
terakhir adalah sebagai nasikh.”

B. Ilmu Asbaab Wurud


Kata asbaab berasal dari sabab yang artinya tali atau sesuatu yang
menghubungkan antara sesuatu dengan yang lainnya. Namun yang dimaksud dengan
asbaab wurud adalah sebab-sebab Rasulullah menuturkan atau memberikan sabda
beliau kepada orang pada waktu itu. Ada pula yang menafsirkan asbabul wurud
adalah ilmu yang mempelajari tentang sebab penuturan nabi untuk hal-hal yang
khusus saja.

Fungsi dari adanya ilmu ini adalah dapat membedakan mana hadith yang
mutlak dan perincian terhadap yang mujmal, kemusykilan dan menunjukkan illat
suatu hukum. Sehingga dengan demikian kita bisa lebih memahami apa yang
dimaksud dari isi kandungan hadith tersebut. Namun satu hal yang perlu diingat
adalah tidak semua hadith memiliki asbabul wurud sama seperti alquran yang juga
tidak semua ayatnya memiliki asbabun nuzul
C. Ilmu Gharib al hadist
Ilmu Gharib al-Hadits, ialah Ilmu pengetahuan untuk mengetahui lafadh-
lafadh dalam matan Hadits yang sulit lagi sukar difahamkan, karena jarang sekali
digunakannya.Dengan memperhatikan ta’rif tersebut, hanyalah kiranya bahwa yang
menjadi obyek ilmu Gharibil-Hadits ialah kata-kata yang musykil dan susunan
kalimat yang sukar dipahamkan maksudnya. Dan nyata pulalah kiranya tujuan yang
hendak dicapai oleh ilmu ini, ialah melarang seseorang menafsirkan secara menduga-
duga dan mentaqlidi pendapat seseorang yang bukan ahlinya.

Imam Ahmad pernah ditanya oleh seseorang tentang arti suatu lafadh gharib
yang terdapat dalam sebuah matan Hadits, tetapi karena beliau merasa tidak mampu,
lalu menjawab, ujarnya : “Tanyakannlah kepada seseorang yang mempunyai keahlian
dalam bidang Gharibil-Hadits, karena aku tak suka memperkatakan sabda Rasulullah
SAW dengan purbasangka”.

Begitu pula Al-Ashmu’iy, ketika ditanya oleh seseorang tentang arti Hadits
yang berbunyi : “Tetangga itu berhak untuk didekati". Beliau mengatakan : “Saya
enggan
menafsirkan sabda Rasulullah ini tetapi orang-orang Arab menyangka, bahwa lafadh
“Sabqi” itu artinya al-Laqiz ( janbun=dekat).

Cara-Cara menafsirkan ke-Ghariban al hadist

Para Muhadditsin mengemukakan hal-hal yang dapat digunakan untuk


menafsirkan ke-Gharib-an matan Hadits. Di antara hal-hal yang dipandang baik untuk
menafsirkan ke-Gharib-an Hadits ialah:

a. Hadits yang sanadnya berlainan dengan hadits yang bermatan gharib tersebut.
b. Penjelasan dari Sahabat yang meriwayatkan Hadits atau dari Sahabat lain yang tidak
meriwayatkannya.
c. Penjelasan dari rawi selain sahabat.

Contohnya :

Mikhnaf bin Sulaim menyatakan bahwa ia pernah menyaksikan Nabi


Shalallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah pada hari Arafah, beliau bersabda (yang
artinya) : “ Bagi setiap keluarga wajib untuk menyembelih ‘Atirah”. Berkata Abu
Ubaid dalam "Gharibul Hadits" (1/195) : "’Atirah adalah sembelihan di bulan Rajab
yang orang-orang jahiliyah mendekatkan diri kepada Allah dengannya, kemudian
datang Islam dan kebiasaan itu dibiarkan hingga dihapus setelahnya (setiap tahun).
Tahukah kalian apa itu ‘atirah ? Inilah yang biasa dikatakan orang dengan
nama Rajabiyah”. [Diriwayatkan Ahmad (4/215), Ibnu Majah (3125) Abu Daud
(2788) Al-Baghawi (1128), At-Tirmidzi (1518), An-Nasa'i (7/167) dan dalam
sanadnya ada rawi be7rnama Abu Ramlah, dia majhul (tidak dikenal). Hadits ini
memiliki jalan lain yang diriwayatkan Ahmad (5/76) namun sanadnya lemah.
Tirmidzi menghasankannya dalam "Sunannya" dan dikuatkan Al-Hafidzh dalam
Fathul Bari (10/4), Lihat Al-Ishabah (9/151)].

D. ilmu Al-Tashif wa Al-Tahrif, adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menerangkan


tentang hadis-hadis yang sudah dirubah titik atau syakalnya (mushahhaf) dan
bentuknya (muharraf).

Para kritikus Hadis di zaman dulu tidak membedakan antara mushahhaf (salah
ucap kareana pengubahan huruf) dan muharraf (salah ucap karena pengubahan
harakat). Keduanya merupakan kekeliruan, sebab memang dikutip dari kitab (tulisan),
tidak dinukil dari mendengar langsung dari suatu tatap muka. Akibat kemiripan arti
anatara dua istilah tersebut, imam al-Askari menjuluki kitabnya tentang pembahasan
ini dengan Tashif wa Tahrif. Berikut keterangan mengenai yang terjadi padanya.
Kitab ini termasuk karya terbesar tentang salah ucap/baca al-Qur’an dan as-Sunah di
anatara para ulama. Al-Aksari ingin memberikan pandangannya kepada para pembaca
kitabnya akan persamaan arti anatara tsadhif dan tahrif. katanya:”Aku beberkan dalam
kitabku ini kata-kata dan nama-nama yang serupa bentuk tulisannya, sehingga
menimbulkan tashif (salah ucap karena pengubahan huruf) dan tahrif (pengubahan
harokat).”Di bagian lain , ia berkata:”Pangkal permasalahannya adalah karena orang-
orang awam menyerap ilmu dari kitab-kitab (tulisan) tanpa menanyakannya lagi
kepada ulama, sehingga terjadilah pengubahan periwayatan.

Akan tetapi, para hafidh (penghapal hadis) angkatan beakangan cenderung


membedakan antara mushahhaf dan muharraf, mskipun perbedaan itu hanya pada
lafadh dan harakat saja. Ibn hajar, misalnya. Al-Hafidz ibn Hajar membagi ilmu ini
menjadi dua bagian, yaitu ilmu al-tashif dan ilmu al-tahrif. Sedangkan ibn Shalah dan
para pengikutnya menggabungkan kedua ilmu ini menjadi satu ilmu. Menurutnya,
ilmu ini merupakan satu disiplin ilmu yang bernilai tinggi, yang dapat
membangkitkan semangat para ahli hafalan (huffazh). Hal ini disebabkan, karena
dalam hafalan para ulama kadang terjadi kesalahan bacaan dan pendengaran yang
diterimanya dari orang lain.Tashhif menurut bahasa adalah mengubah redaksi suatu
kalimat sehingga makna yang dikehendaki semula menjadi berubah. Tashhif pada
asalnya bermakna ‘kesalahan’. Menurut Muhaditsin:

‫ث ِمنَ ال َه ْيءة التَعا ِرف ِة اِلَى َغي ِْرهَا‬


ِ ‫ْف تَحْ ِو ْي ُل ال َك ِل َم ِة فِي ال َح ِد ْي‬ ْ َ ‫الت‬
ُ ‫ص ِحي‬

Artinya: “Tashhif adalah mengubah suatu kata dalam hadits dari bentuk yang
telah dikenal kepada bentuk lain.”
Bidang ini adalah suatu kajian yang tinggi karena menuntut ketelitian,
pemahaman, dan kewaspadaan. Para hafiz yang cerdik saja yang menekuninya.
Begitu juga para muhaditsin telah memberi perhatian cukup besar terhadapnya dengan
menetapkan pedoman-pedoman yang berkaitan dengannya dan membaginya menjadi
beberapa bagian. Hal ini mereka maksudkan agar para pencari hadits mengenalnya
dan bersikap tanggap.

Hadist yang terdapat tahrif di dalamnya disebut hadis Muharraf, yang secara
bahasa, ia adalah isim maf’ul dari kata at-tahrif , yang artinya adalah berubahnya
sebuah kalimat dari maknanya (yang awal). Istilah tahrif di dalam al-Qur’an sering
kali dilekatkan kepada umat Yahudi yang mengubah makna Taurat dengan sesuatu
َ ‫ يُ َح ِرفُ ْونَ ال َك ِل َم‬di dalam
ِ ‫ع ْن َم َو‬
yang lain, maka Allah menyifati perbuatan mereka: ‫اض ِع ِه‬
surat al-Maidah ayat 13.

Secara istilah, tahirf adalah sesuatu yang menjadi berbeda (makna atau
referennya) karena berubahnya syakl di dalam suatu kalimat dengan bentuk
tulisannya yang tetap sama (ma’a baqa’i shurat al-khathth). Pengertian ini adalah
implikasi pemisahan kajiantahrif dari kajian tashif seperti yang dilakukan oleh Ibnu
Hajar. Seperti yang Ibnu Shalah pilih, jika keduanya tidak dipisahkan atau berdiri
sendiri, maka kajian tahrif sudah otomatis masuk di dalam kajian tashif, yakni setiap
perubahan yang terjadi dalam satu kalimat, walau tanpa harus mensyaratkan tetapnya
bentuk khathth. Model pengertian yang demikianlah yang digunakan oleh al-Askariy
di dalam kitab Tashifat al-Muhadditsin, yakni: ‫ أو تغيير الرواية‬،‫إبدال الكلمة بأخرى‬. Jadi,
beliau memandang dua hal ini saling berkaitan. Ketika beliau mengatakan “disini
terjadi tashif”, maka maknanya adalah “ada yang sudah berubah (bentuknya)”
sehingga mengakibatkantahrif, yakni perubahan makna.

E. Ilmu Mukhtalif Al Hadist


Ilmu mukhtalif Al Hadist adalah ilmu yang membahas tentang hadist hadist
yang saling bertentangan atau berlawanan. Maksud dari ilmu ini adalah berusaha
menelaah bagaimanakah hadith yang bertentangan itu dikompromikan sehingga
menemukan jalan tengah atau bisa diambil manfaat dari keduanya.

Contohnya:mengenai hadith nabi yang menyangkut penyakit dan hewan.Tidak


ada penularan, ramalan jelek, reinkarnasi roh yang telah meninggal ke burung
hantu”Hadist tersebut seolah memiliki perbedaan yang signifikan, namun setelah
mengkajinya dalam ilmu mukhtalaf,makaIbnu Al shalah mengatakan bahwa penyakit
itu tidak dapat menular dengan sendirinya. Tetapi Allahlah yang menularkannya
dengan perantara.
Al-Qadhi al Baqillani mengatakan bahwa ketetapan adanya penularan dalam
penyakit lepra merupakan kekhususan bagi tiada penularan. (tidak ada penyakit yang
menular kecuali apa yang telah terangkan tentang apa saja yang menular).Contoh lain
dari ilmu mukhtalaful hadist adalah kalimat takbir menjadi 3 kali dan yang satunya
ada 2 kali dengan tambahan
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembagian hadith yang telah kami jabarkan tersebut sangat menguntungkan
ketika kita dihadapkan dengan permasalahan yang ada dalam pemahaman hadith. Dari
semua pembagian ilmu tersebut mengandung satu tujuan, yaitu kita lebih mengenal
mengenai hadith nabi SAW dan juga akan lebih memahami maknanya. Sehingga
dalam pengaplikasi kehidupan sehari-hari kita lebih memahami apa itu kandungan
hadith dan bisa mempraktikkannya dengan sebenar-benarnya

B. Saran

Untuk mengetahui informasi tentang sebuah Hadis baik dari segi sanad
maupun matannya maka perlu di ketahui terlebih dahulu ilmu-ilmu yang mempelajari
tentang hal tersebut. Untuk mendapatkan informasi yng sesuai dengan keinginan kita,
maka kita harus sesuikan dengan kitab yang membahas tentang informasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Solahudin,M .Agus dan Agus suyadi. Ulumul hadist. 2008.Bandung:CV.Pustaka setia

Suparta, Munzier. Ilmu hadis. 2003. Cet. Ke-4, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada

H. Mudasir, 1999,Ilmu hadist ,Bandung:,Cv Pustaka setia

Yulem, Nawir, Ulumul hadist, 2003 ,Jakarta, Mutiara Sumber Widya

H. Abdul Majid Khon,M.Ag Ulumul hadist, 2008, Cet. 1,Jakarta : Amzah

Anda mungkin juga menyukai