Anda di halaman 1dari 5

Mata Kuliah : Negara dan Kebijakan Kebudayaan

Dosen : Dr. G. R. Lono Lastoro Simatupang, M.A

Kontribusi Akademis dalam Pencatatan WBTB dan Pelestarian Warisan Budaya

Tari Purwanti

18/437473/PSA/08549

Pendahuluan

Menurut Ketentuan Umum pasal 1 dan 2 permendikbud RI No. 106 Tahun 2013, Dalam Peraturan
Menteri ini, yang dimaksud dengan Budaya Takbenda adalah seluruh hasil perbuatan dan
pemikiran yang terwujud dalam identitas, ideologi, mitologi, ungkapan-ungkapan konkrit dalam
bentuk suara, gerak, maupun gagasan yang termuat dalam benda, sistem perilaku, sistem
kepercayaan, dan adat istiadat di Indonesia. Sedangkan Warisan Budaya Takbenda Indonesia
adalah berbagai hasil praktek, perwujudan, ekspresi pengetahuan dan keterampilan, yang terkait
dengan lingkup budaya, yang diwariskan dari generasi ke generasi secara terus menerus melalui
pelestarian dan/atau penciptaan kembali serta merupakan hasil kebudayaan yang berwujud
budaya takbenda setelah melalui proses penetapan Budaya Takbenda.

Warisan budaya adalah peninggalan artefak fisik dan atribut tak berwujud sebagai hasil atau
peninggalan dari suatu kelompok atau masyarakat yang diwarisi dari generasi masa lalu,
dipelihara pada saat ini dan ditransmisikan kepada generasi-generasi selanjutnya untuk
kepentingan generasi mendatang. Warisan budaya mencakup budaya berwujud (seperti
bangunan, monumen, lanskap, buku, karya seni, dan artefak). Ini juga mencakup tradisi budaya
tak berwujud atau ekspresi hidup yang diwarisi dari leluhur kita dan diteruskan ke keturunan kita,
seperti tradisi lisan, seni pertunjukan, praktik sosial, ritual, pengetahuan dan praktik mengenai
alam dan alam semesta atau pengetahuan dan keterampilan untuk menghasilkan kerajinan
tradisional budaya tidak berwujud (seperti cerita rakyat, tradisi, bahasa, dan pengetahuan), dan
warisan alam (termasuk lanskap yang signifikan secara budaya, dan keanekaragaman hayati).
Apa pun bentuknya, benda-benda ini merupakan bagian dari warisan, dan warisan ini
membutuhkan upaya aktif dari masyarakat untuk melindunginya. Warisan budaya mungkin
penting karena nilai ekonomi mereka saat ini atau kemungkinan memiliki nilai ekonomi di masa
depan, tetapi juga karena menciptakan emosi tertentu dalam diri kita, atau karena membuat kita
merasa seolah-olah kita bagian atau milik sesuatu, seperti negara, tradisi, adat budaya, cara
hidup, dan lain sebagainya, maka cara terbaik untuk melestarikan warisan budaya adalah
dengan membaginya dengan orang lain dan atau menjaganya agar tidak punah.

Pentingnya Kontribusi Penelitian Akademik

Dikatakan bahwa beberapa warisan budaya tidak memenuhi kriteria-kriteria dalam pencatatan
warisan budaya takbenda, yang disebabkan oleh beberapa alasan. Pertama, hukum warisan
budaya internasional masih berjuang untuk merekonsiliasi aspek-aspek warisan dan takbenda
yang berwujud, menghasilkan kerangka kerja yang memperkuat pandangan negara-sentris
kolonial Eropa dan yang memprioritaskan nilai-nilai "alami" dan dimensi warisan yang nyata dari
nilai-nilai "budaya" dan dimensi tak berwujud sehingga seringkali pencatatan sebuah mata
budaya bersifat bias. Kedua, negara-negara bertanggung jawab atas pencalonan dan
penunjukan warisan pada daftar warisan budaya, dan dengan demikian tetap mengendalikan apa
yang dianggap layak dilindungi, termasuk pemilihan nilai-nilai yang diusulkan untuk warisan
secara spesifik. Walaupun di permukaan ini tampaknya bukan masalah, hal ini sebenarnya
bermasalah, karena negara seringkali mengadopsi orientasi kolonial yang berpusat pada hak dan
kepentingan negara, industri pariwisata, ataupun pihak lainnya, yang menyisakan sedikit atau
tidak ada sama sekali margin untuk partisipasi efektif masyarakat adat dalam melindungi,
mengendalikan, dan mengelola warisan mereka.

Warisan budaya dianggap memiliki suatu sejarah bangsa yang memiliki nilai yang sangat tinggi
dan unik dan merupakan identitas yang dapat diperkenalkan ke dunia. Warisan budaya
menegaskan identitas kita sebagai manusia, serta menunjukkan asal budaya kita, karena
menciptakan kerangka kerja yang komprehensif untuk menjelaskan makna budaya dan nilai
sejarah. Budaya dan warisannya mencerminkan dan membentuk nilai-nilai, kepercayaan, dan
adat, sehingga dengan demikian dapat mendefinisikan identitas nasional rakyat. Penting untuk
melestarikan warisan budaya kita karena menjaga integritas kita sebagai manusia dan sebagai
bangsa. Pentingnya menjaga warisan budaya takbenda bukan memanifestasikan budaya itu
sendiri, melainkan dengan menyalurkan kekayaan pengetahuan dan keterampilan yang dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Nilai sosial dan ekonomi dari transmisi pengetahuan ini relevan
untuk kelompok-kelompok minoritas dan untuk kelompok-kelompok sosial dalam suatu negara,
dan sama pentingnya bagi negara-negara berkembang maupun bagi negara-negara maju.
Terkadang permasalahan yang muncul adalah ketika hak-hak dan kepentingan negara, industri
pariwisata, ataupun pihak-pihak berwenang lainnya, dalam kaitannya dengan warisan yang telah
terdaftar yang seringkali memiliki implikasi negatif bagi masyarakat adat, yang hak, minat,
identitas, sejarah, praktik, dan sistem pengetahuan mereka semakin terpinggirkan selama proses
dimana negara berusaha untuk "melindungi" warisan mereka. Ketidakselarasan ini terkadang
menimbulkan permasalahan tersendiri, sehingga penting untuk melaksanakan komunikasi dua
arah secara intensif kepada masyarakat adat mengenai pentingnya pencatatan warisan budaya
ini.

Dalam upaya pencatatan warisan budaya tak benda, penelitian akademik cukup penting untuk
mendapatkan data yang mendalam mengenai sebuah warisan budaya yang hendak dilaporkan
ke UNESCO. Bahkan UNESCO sendiri menyampaikan bahwa :

Among the safeguarding measures enumerated in the Convention, research and documentation
are likely to be among the first strategies that States will consider in order to understand ‘what is
there’, ‘who does it’ and ‘why they do it’. States may wish to set up national intangible cultural
heritage committees to coordinate this work, including relevant institutions, researchers and
community representation, which will also facilitate interaction between members of communities
and researchers.

Ini menunjukkan bahwa kita perlu memprioritaskan keterlibatan efektif dengan para pemangku
kepentingan lokal yang kritis, baik itu akademisi, organisasi pemerintahan dan non pemerintah
dan berusaha untuk memahami beberapa keterikatan mereka dengan warisan budaya. Salah
satu cara di mana penelitian akademis dapat secara kolaboratif mendukung upaya internasional
perlindungan warisan budaya, pelestarian, dan konservasi adalah denagn bekerja sama dengan
informan di lapangan untuk mempromosikan apresiasi seluas-luasnya terhadap signifikansi
warisan budaya di antara pemangku kepentingan. Upaya kerja sama seperti itu seharusnya dapat
meningkatkan kesadaran akan konteks warisan yang bermakna dan berusaha untuk menjaga
konteks ini di pusat upaya perlindungan warisan. Hal itu juga akan membantu membangun
jembatan yang lebih efektif dengan para ahli dan komunitas lokal.

Kebutuhan akan hasil penelitian ini diupayakan untuk menghindari terjadinya pencatatan warisan
budaya yang tidak memiliki consent masyarakat adat. Penelitian yang dilakukan oleh para
akademisi pada akhinya juga dapat dilakukan melalui kegiatan lokakarya ataupun forum publik
lainnya yang melibatkan berbagai organisasi pemerintah dan non-pemerintah yang terlibat dalam
pekerjaan terkait warisan internasional. Salah satu tujuan dari pertemuan ini adalah untuk
mengidentifikasi prioritas dan kebutuhan di antara pihak yang terlibat. Hasil penelitian akademik
didedikasikan untuk penelitian budaya berada pada posisi yang baik untuk berkontribusi pada
konservasi dan perlindungan warisan budaya.

Melestarikan budaya dan warisan budaya

Pencatatan WBTB ataupun IHC sesungguhnya tidak akan begitu berpengaruh banyak bagi
masyarakat selama budaya yang ada tidak dilestarikan. Maka dari itu agar tetap hidup, warisan
budaya berwujud harus tetap relevan dengan budaya dan secara teratur dipraktikkan dan
dipelajari dalam masyarakat dan antar generasi. Tindakan pengamanan untuk memastikan
bahwa warisan budaya takbenda dapat ditransmisikan dari satu generasi ke generasi sangat
berbeda dari yang diperlukan untuk melindungi warisan berwujud (alam dan budaya).

Cara yang paling mudah untuk melestarikan suatu budaya adalah dengan selalu mengadakan
pertunjukan, memamerkan warisan budaya dalam sebuah kegiatan, dan menggunakan serta
menyebarkan warisan budaya kepada pihak lain atau generasi selanjutnya. Beberapa orang
memilih untuk memngirimnya di media sosial ataupun membuat website yang berisi informasi
tentang budaya yang dia pelajari ataupun yang ada dalam lingkup kehidupannya, dengan tujuan
menyimpannya secara digital. Penyimpanan digital saat ini telah memainkan peran besar dalam
pelestarian warisan budaya. Hal ini memungkinkan penggunanya dapat melihat dan berbagi
warisan budaya dan sejarah di seluruh dunia melalui media elektronik. Penyimpanan digital
bukan hanya metode pelestarian yang paling populer, tetapi juga merupakan tren untuk masa
depan. Rekam jejak penyimpanan digital dapat dilacak dalam waktu yang singkat untuk melihat
penyimpanan informasi yang paling lama sekalipun, selama data tersebut masih belum dihapus
dan atau sudah tersebar luas.

Beberapa orang lain justru lebih senang mengejar ekspresi artistik dan kreatif melalui berbagai
outlet, seperti melihat pertunjukan teater formal, pameran patung, lukisan, dan bangunan; serta
festival seni, musik dan makanan yang kurang formal, perayaan dan pertemuan budaya informal.
Kegiatan-kegiatan seni dan budaya ini, baik yang formal dan informal, nyata dan tidak berwujud,
profesional dan amatir ini merupakan aset budaya masyarakat. Kegiatan-kegiatan ini sangat
penting untuk kesejahteraan masyarakat, meningkatkan vitalitas ekonomi dan budaya, rasa
identitas, dan warisan, dan disadari atau tidak, kegiatan seperti inilah yang melindungi budaya
dan warisan.

Salah satu upaya melestarikan budaya adalah dengan semakin maraknya wahana pariwisata
budaya di dunia saat ini. Munculnya pariwisata budaya sebagai fenomena sosial dan sebagai
objek studi akademik dapat ditelusuri kembali dari pasca-Perang Dunia 2. Pariwisata budaya ini
dapat membantu meningkatkan pemahaman budaya serta membangun kembali ekonomi yang
hancur sehingga menjadi stabil kembali. Wisata budaya menjadi fenomena mapan di banyak
tujuan wisata, dan semakin menjadi target penelitian akademis. Pertumbuhan dalam wisata
budaya juga ditandai dengan fragmentasi ke dalam sejumlah ceruk baru, seperti wisata cagar
budaya, wisata seni, wisata gastronomi, pariwisata film dan pariwisata kreatif. Sama seperti
gagasan budaya yang berkembang telah membantu merangsang pertumbuhan pariwisata
budaya pada 1990-an, demikian juga fragmentasi konsep wisata budaya itu sendiri membantu
menghasilkan lonjakan ekonomi dan proporsi publikasi yang didedikasikan untuk bidang tersebut.
Pertumbuhan juga membawa tantangannya sendiri, dan pada 2013 Boniface sudah menandakan
masalah dengan kepadatan Situs Warisan Dunia, sebuah fenomena yang sekarang dikaitkan
dengan gagasan 'overtourism'. Masalah yang dihadapi dengan konservasi warisan nyata dan
meningkatnya keinginan wisatawan untuk pengalaman baru juga membantu memusatkan
perhatian pada peran warisan takbenda dalam pariwisata (du Cros, 2012).

Referensi :

Boniface, P. (2013). Managing Quality Cultural Tourism. London: Routledge. hlm 1-110.
Bassani, Marijke. 2017. International Cultural Heritage Law and World Heritage Listing: A Vehicle
for “White Control of Indigenous Heritage”?. Sidney: SAACLR Vol.2. 276 – 296.
Daes E.-I. 1997. Protection of the Heritage of Indigenous People. New York: OHCHR. hlm 1-65.
Disko S., 2016. The 39th Session of the World Heritage Committee, dalam D. Vinding, C.
Mikkelsen (eds.). 2016. The Indigenous World. Copenhagen: Transaction Publishers.
hlm 1-43.
Disko S. 2013. Tugendhat H., International Expert Workshop on the World Heritage Convention
and Indigenous Peoples, Eks-Skolen Trykkeri, Copenhagen. hlm 1-89.
Du Cros, H., & McKercher, B. (2014). Cultural Tourism. London: Routledge. hlm 1-38.
Fraser J. 2015. Cultural Heritage in Transit: Intangible Rights as Human Rights, “Human Rights
Quarterly”, Vol. 37(2).
Harrison R. (ed.). 2009. Understanding the Politics of Heritage. Manchester : Manchester
University Press. hlm 1-65.
Permendikbud No 106 Tahun 2013 Tentang Warisan Budaya Takbenda Indonesia.
UNESCO. 2003. Intangible Cultural Heritage. hlm 1-5.

Anda mungkin juga menyukai