Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Babi merupakan jenis ternak monogastric penghasil daging yang bersifat

prolific, mampu bertumbuh secara cepat dan efisien dalam mengkonversi pakan

menjadi daging untuk memenuhi kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Hal

ini disebabkan ternak babi memiliki keunggulan, antara lain: pertumbuhan yang

cepat, konversi pakan yang sangat baik dan mampu beradaptasi pada kondisi

lingkungan yang beranekaragam serta persentase karkas dapat mencapai 65-80%

(Wahyuni 2012). Pakan merupakan hal yang paling penting karena biaya pakan

menelan porsi terbesar (±80%) dari total biaya peternakan. Masalah yang sering

dihadapi oleh peternak non ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik

secara kuantitatif maupun kualitatif.

Peternak umumnya memberikan pakan komersial pada ternak babi dari pada

mencampur bahan pakan sendiri. Pakan komersial merupakan pakan yang

diformulasikan untuk memenuhi kebutuhan ternak sehingga menghasilkan

perkembangan, pertumbuhan, kesehatan serta penampilan ternak babi yang

optimal, dimana disusun berdasarkan nilai kebutuhan nutrisi yang lengkap dan

berkualitas. Namun dalam pakan komersial, antibiotik umumnya digunakan

sebagai salah satu feed additive. Penggunaan antibiotik yang dimaksudkan untuk

pemacu pertumbuhan ternak (antibiotic growth promoters) karena mekanismenya

adalah merangsang pembentukan vitamin B kompleks dalam saluran pencernaan

oleh mikrobia (Chopra dan Robert, 2001). Namun antibiotik yang digunakan

1
terus-menerus telah dinyatakan menimbulkan efek negatif berupa residu dalam

karkas babi pedaging sehingga berbahaya bagi konsumen karena menjadi resisten

terhadap antibiotik. Kementrian pertanian menerbitkan undang-undang tentang

Penggunaan Antibiotic Prowth Promotant (AGP) atau antibotik sebagai pemacu

pertumbuhan No. 14/2017. Oleh sebab itu perlu adanya alternatif pengganti

antibiotik kimia, sintesis, salah satunya adalah daun anting-anting, salah satu

tanaman yang dapat digunakan sebagai antibiotik alami.

Tumbuhan Anting-anting (Acalypha indica. L) dikenal sebagai jenis gulma,

tanaman liar yang sering dijumpai dipinggir jalan, lapangan rumput yang tidak

terawat bahkan sebagai pengganggu dilahan pertanian. Tanaman anting-anting ini

mudah dijumpai diIndonesia. Keberadaannya yang melimpah dan mudah

diperoleh inilah yang memberikan peluang tanaman ini dapat ditingkatkan nilai

gunanya. Komponen yang terkandung dalam tanaman ini adalah β-sitosterol dan

daucosterol (Wei-Fang, 1994), saponin, tannin, flavonoid dan minyak atsiri

(Anonim, 2009). Tanaman Anting-anting oleh masyarakat pada umunya

digunakan untuk menyembuhkan penyakit enzema, pendaharahan pada rahim,

radang kulit (Wei-Fang, 1994), disentri basiler dan disentri amuba, diare,

malnutrition, mimisan, muntah darah, berak darah, kencing darah, serta malaria

dan dapat membunuh bakteri dalam saluran pencernaan, menjaga kesehatan

saluran pencernaan yang mempengaruhi kecernaan kalcium dan fosfor (Anonim,

2005). Menurut Duryatmo (2000), bahwa daun anting-antinng juga dapat

digunakan untuk mengobati penyakit gula (diabetes mellitus). Berdasarkan

penelitian Sjarifah dkk (2010) menyimpulkan bahawa pemberian ekstrak herba

2
anting-anting (Acalypha indica l.) pada mencit dengan dosis 1000 mg/kg BB/hari

selama dua minggu mampu menurunkan kadar GDS mencit Balb/C sebanding

dengan Metformin. Oleh karena itu penggunaan ekstrak daun anting-anting

mampu menyamai antibiotik sintesis.

Dengan banyaknya manfaat dari tanaman anting-anting diharapkan mampu

memberi dampak positif bagi pencernaan ternak babi, khususnya untuk kalsium

dan fosfor, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh

Penambahan Tepung daun Anting-anting (Achalipha indica l.) dalam

Ransum Terhadap Konsumsi dan Kecernaan Kalsium dan Fosfor Pada

Ternak Babi Peranakan Landrace Fase Starter”.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh penggunaan tepung daun anting-anting dalam

ransum basal terhadap konsumsi dan kecernaan calsium dan pospor ternak

babi peranakan landrace fase starter?

2. Bagaimana pengaruh penggunaan tepung daun anting-anting dalam

ransum basal terhadap konsumsi dan kecernaan calsium dan pospor ternak

babi peranakan landrace fase starter dengan level yang berbeda?

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung daun anting-anting dalam

ransum basal terhadap konsumsi dan kecernaan calsium dan pospor ternak

babi peranakan landrace fase starter

2. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung daun anting-anting dalam

ransum dengan level pemberian yang berbeda.

3
1.4. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1) Masyarakat, dengan memberikan informasi bahwa daun anting-anting

dapat digunakan sebagai suplementasi dalam ransum basal pada pakan

ternak babi

2) Pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pakan ternak babi,

3) Pemerintah, sebagai sumber informasi dalam merumuskan kebijakan

pembangunan peternakan khususnya di Nusa Tenggara Timur.

4) Pemenuhan produksi daging untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.

1.5. Hipotesis

H0 : Penggunaan daun anting-anting dalam ransum basal tidak

berpengaruh nyata terhadap konsumsi dan kecernaan calsium dan

pospor ternak babi peranakan landrace fase starter.

H1 : Penggunaan daun anting-anting dalam ransum basal berpengaruh

nyata terhadap konsumsi dan kecernaan calsium dan pospor ternak

babi peranakan landrace fase starter.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Pencernaan Ternak Babi

Sistem pencernaan didefinisikan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari

saluran pencernaan yang dilengkapi dengan beberapa organ yang bertanggung

jawab atas pengambilan, penerimaan dan pencernaan bahan makanan Parakkasi

(1990). Sihombing (2006) menyatakan bahwa alat pencernaan merupakan alat

yang berfungsi sebagai jalan makanan dalam tubuh dan mengeluarkanan bahan

sisa pencernaan. Alat pencernaan makanan dapat digolongkan menjadi dua yaitu

saluran pencernaan dan alat pelengkap pencernaan makanan. Saluran pencernaan

dibagi atas rongga mulut, esophagus, lambung, usus halus dan anus. Alat

pelengkap lain yang dapat membantu pada pencernaan makanan adalah gigi,

lidah, kelenjar ludah (air liur), empedu pada hati dan pankreas

Sistem pencernaan yang sederhana menyebabkan ternak babi secara

alamiah terbatas dalam memanfaatkan ransum yang berserat tinggi (Whittemore,

1993). Usus halus merupakan bagian terbesar dari pencernaan dan penyerapan

dari zat–zat makanan kemudian masuk ke usus besar. Pembususkan terjadi dalam

usus besar yang menghasilkan gas metan, selanjutnya dikeluarkan melalui anus

dalam bentuk feses Sihombing (2006).

2.2. Pakan Ternak Babi

Pakan mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan baik untuk

produksi, pertumbuhan, reproduksi maupun pemeliharaan Tillman dkk (1986).

Selanjutnya Sihombing (2006), mengemukakan bahwa ternak babi membutuhkan

5
pakan yang imbang nutrisinya agar mampu mencapai tingkat reproduksi dan

produksi daging yang optimal. Ranjhan (1980), menyatakan bahwa ternak babi

membutuhkan zat-zat makanan seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin,

mineral, dan air untuk kelangsungan hidupnya.

Pakan adalah segala bahan yang dapat disiapkan untuk diberikan dan dapat

dikonsumsi oleh ternak serta berguna bagi tubuhnya Aritonang (1993). Sedangkan

menurut Sosroamidjojo (1975), pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan

(edible), dapat dicerna (digestible), dan tidak mengganggu kesehatan ternak yang

mengkonsumsinya. Sedangkan ransum adalah campuran dari berbagai bahan

pakan yang dikonsumsi ternak secara baik dan juga dapat mensuplai zat-zat nutrisi

dalam bentuk yang sedemikian rupa sehingga fungsi-fungsi fisiologisnya yang

ada didalam tubuh dapat berjalan dengan normal Anggorodi (1994).

Kombinasi bahan pakan yang bilamana dikonsumsi secara normal dapat

mensuplai zat-zat pakan ke dalam tubuh ternak dengan perbandingan jumlah dan

bentuk sedemikian rupa sehingga fungsi-fungsi fisiologis tubuh dapat tumbuh dan

berkembang dengan baik. Ternak babi sangat membutuhkan pakan untuk hidup

pokok, pertumbuhan, produksi, dan reproduksi Parakkasi (1990). Bahan pakan

yang diberikan pada ternak babi harus memenuhi zat-zat pakan yang dibutuhkan

oleh ternak yakni karbohidrat, protein, vitamin, mineral, lemak, asam-asam

amino, air dan serat kasar yang rendah.

Babi periode starter yaitu babi yang memiliki bobot rata-rata 20 kg hingga

mencapai bobot badan 40 kg. Periode starter merupakan periode yang harus

diperhatikan akan kebutuhan zat makanannya, dan ransum yang bermutu tinggi

6
adalah salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi performans babi starter.

Ransum yang terdiri dari pakan yang bermutu tinggi dan disusun memenuhi

kebutuhan zat-zat makanan babi dan di campur baik adalah syarat untuk

memperoleh performans yang optimal. Sihombing (1997). Menurut Parakkasi

(1983), mengatakan bahwa pada waktu babi masih muda, pertumbuhannya

terutama terdiri dari protein dan air akan tetapi setelah babi tersebut mempunyai

berat badan sekitar 40 kg, energi yang disimpan berupa protein telah konstan dan

mulailah energi tersebut dipakai untuk pembentukan jaringan lemak yang semakin

meningkat dengan bertambahnya umur.

2.3. Klasifikasi Daun Anting-anting.

Dalam taksonomi tumbuhan anting-anting menurut (Plantamor, 2010)

diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom: : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheophyta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiac

Genus : Acalypha

Spesies : Acalypha indica. l.

7
a) Sinonim

Acalypha indica var. australis F.M.Bailey, Acalypha caroliniana Blanco.

b) Deskripsi Tanaman

Herba anting-anting (Acalypha indica. l.) atau sering juga disebut Acalypha

indica tumbuh dalam bentuk semak. Tinggi pohon bisa mencapai 1.5 meter,

berbatang tegak, bercabang dengan garis memanjang kasar, bulat, berambut

halus, berwarna hijau. daun tunggal, berbentuk belah ketupat, berwarna hijau,

panjang 3-4 cm, lebar 2-3 cm, berujung runcing, tepi bergerigi, terletak menyebar

di sepanjang pohon dan batang. Bunga majemuk berbentuk bulir, keluar dari

ketiak daun dan ujung cabang. Buah berbentuk bulat, warna hitam. Biji berbentuk

bulat panjang berwarna coklat dan memiliki akar tunggang. Akar tanaman ini

sangat disukai anjing dan kucing (Plantamor, 2010).

c) Nama Lokal

Indonesia : Anting-anting, Lelatang, Rumput Kokosengan

Cina : Tie xian

Malaysia : Rumput Lislis dan Tjeka Mas

Filipina : Bugos, Maraotong, dan Taptapiñgar

Inggris : Indian nettle, Indian copperleaf, dan Indian acalypha

d) Kandungan Kimia dan Efek Farmakologi

Kandungan kimia yang terkandung dalam tanaman ini adalah β-sitosterol

dan daucosterol (Wei-Fang, 1994), saponin, tannin, flavonoid dan minyak atsiri

(Anonim, 2009) dan efek farmakologis dari anting-anting antara lain:

8
Selain efek farmakologis tersebut, anting-anting dikenal memiliki efek

penyejuk (astringen), antiradang, antibiotik, peluruh air seni, menghentikan

perdarahan (hemostatik). Selain itu anting-anting sering digunakan sebagai

pengobatan disentri basiler dan disentri amuba, malnutrisi, mimisan, muntah

darah, berak darah, kencing darah, dan malaria (Anonim, 2010).

Dosis ekstrak herbal anting-anting yang digunakan dalam penelitian ini

adalah 1000 mg/kgBB/hari karena mengambil dosis terkecil yang digunakan

pada penelitian Jarald dkk (2008) sebelumnya, yaitu sebesar 1000-2000

mg/kgBB/hari.

2.4. Manfaat Kalsium dan Fosfor Bagi Ternak

Hewan memerlukam makanan untuk memenuhi bermacam-macam

kebutuhan hidupnya kebutuhan akan zat-zat makanan bagi ternak merupakan

upaya mempertahankan kelangsungan hidup untuk pertumbuhannya (Lubis,

1963). Salah satu zat makanan yang efisien untuk pertumbuhan adalah zat-zat

mineral (Anggorodi, 1979). Kebutuhan akan zat-zat mineral sangat dipengaruhi

oleh sifat dan kadar produksi, umur dan bentuknya dari unsur dalam bahan

makanan, hubungan dengan nutrisi lainnya, mineral tambahan akan dimakan oleh

bangsa dengan kemampuan adaptasi ternak (Rusita dkk, 2015). Lebih lanjut

Kariadi (1988) menjelaskan bahwa kebutuhan mineral kalsium dan fosfor

dipengaruhi oleh faktor hormonal, makanan, usia dan jenis kelamin serta adanya

hubungan saling mempengaruhi antara kalsium, fosfor dan protein. Menurut

Rusita dkk (2015) penyerapan kalsium dan fosfor dalam tubuh dipengaruhi oleh

vitamin D, imbangan kalsium dan fosfor, pH rumen dan kecepatan pertumbuhan

9
hewan serta senyawa kimia kalsium dan fosfor (Tillman dkk, 1989). Penyerapan

kalsium dalam saluran pencernaan hubungan dengan fosfor, asam oksalat, asam

phitat dan jumlah lemak (Ranjhan, 1980).

Parakkasi (1990) menyatakan bahwa kebutuhan kalsiun dan fosfor harus

dalam perbandingan yang tepat sehingga penggunanya lebih efisien untuk

membentuk jaringan kalsium dan fosfor yang baru dalam tubuh. Kebutuhan

mineral kalsium adalah dua bagian dan fosfor satu bagian hal ini didasarkan pada

berat tulang serta meningkatkan kecepatan pertumbuhan dan efisiensi penggunaan

ransum.

Unsur mineral yang sangat diperhatikan dalam penyusunan ransum ternak

babi adalah kalsium (Ca), fosfor (P) dan natrium (Na) dinamakan ratio Ca:P

menurut Whitermore (1996), ratio Ca:P yang baik untuk ternak babi adalah 2:1

dengan pembagian kebutuhan menurut 3 golongan seperti pada Table 2.

Tabel 1. Kebutuhan Mineral pada Ternak Babi.


Mineral Babi dengan berat 15 Kg Babi 15–150 Kg Induk
Ca (gr/Kg Ransum) 9–15 8-10 8–12
P (gr/Kg Ransum) 7–11 6-8 6–8
Na 10–25 10–25 10–25
Keterangan: Whitermore (1996)

Tillman dkk, (1998) menyatakan bahwa kalsium diserap dalam bentuk Ca++

, di samping kira-kira 15 % dalam bentuk ikatan kompleks bikarbonat, fosfor dan

sitrat, sedangkan diserap dalam bentuk fosfat yang larut seperti garam-garam

fosfat dan asam fosfat.

Fungsi utama kalsium dan fosfor menurut Anggorodi (1985) dan Grace

(1983) adalah untuk pembentukan tulang dan gigi, pembekuan darah, pengaktifan

10
enzim, dan kontraksi urat daging serta mempertahankan kadar kalsium dan fosfor

dalam gigi, penting untuk kontraksi otot kerangka, jantung dan meningkatkan

transmisi rangsangan syaraf, mengatur keaktifan jantung melalui pengaturan kadar

kalsium dan natrium dalam darah, sebagai aktifator dan stabilisator enzim,

berperan dalam mengsekresi beberapa hormon tertentu dan penting dalam proses

sekresi air susu. Menurut Parakkasi (1990) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi tersedianya/penggunaan kalsium dan fosfor pada berbagai bangsa

ternak antara lain; bentuk ransum yang diberikan; perbandingan Ca dan P; umur

(hewan muda relatif membutuhkan lebih banyak dari hewan tua); jenis kelamin;

tingkat mineral dengan zat makan lain; besarnya partikel; tingkatan vitamin D dan

sumber-sumbser Ca dan P.

Mitak (2002) menyatakan bahwa protein sebagai komponen utama jaringan

tubuh yaitu untuk pertumbuhan sel, penyusunan struktur sel, mengatur

keseimbangan air dalam jaringan, penyusunan antibody, hormon dan enzim.

Menurut Mitak (2002) protein adalah zat makanan yang kritis, yang dibutuhkan

secara terus menerus oleh semua kelas dari ternak babi, terutama untuk babi

muda, babi yang sedang bertumbuh serta induk babi yang sedang bunting dan

laktasi dalam proses fisiologinya. Protein adalah zat esensial yang dibutuhkan

oleh tubuh ternak karena merupakan penyusun struktur sel-sel tubuh, antibodi,

hormon dan enzim-enzim. Fungsi protein ialah membentuk sel-sel atau jaringan

tubuh pada fase pertumbuhan anak babi dan babi muda, mengganti sel-sel yang

rusak pada babi yang sudah tua, memproduksi susu untuk induk babi dan sumber

hormon-hormon dalam tubuh.

11
Anggorodi (1984) menyatakan bahwa pengukuran daya cerna adalah usaha

untuk menghitung jumlah zat makanan yang diserap dalam saluran pencernaan,

selanjutnya dinyatakan bahwa proses pencernaan adalah proses hidrolisis untuk

memecahkan zat-zat makanan menjadi bentuk sederhana sehingga dapat diserap

diusus halus. Bamualim (1990) menyatakan bahwa daya cerna makanan adalah

jumlah makanan yang dicerna didalam saluran pencernaan dibandingkan dengan

jumlah makanan yang dikonsumsi seekor ternak.

Senada dengan pernyataan tersebut Tillman dkk (1989) menyatakan bahwa

daya cerna adalah bagian dari zat makanan yang tidak dieksresikan dalam feses.

Selisih antara zat makanan yang dikonsumsi dengan yang dieksresikan dalam

feses merupakan jumlah makanan yang dicerna. Jadi semakin tinggi nilai

kecernaan bahan pakan maka makin besar zat-zat makanan yang diserap.

Selanjutnya Ginting (1994) menegaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

pencernaan suatu bahan makanan adalah komposisi bahan makanan, konsumsi

ransum, penyiapan makanan, faktor hewan dan jumlah makanan.

Menurut Tillman dkk (1998), tubuh ternak mengandung sejumlah besar

mineral Ca dan P yang perlu dalam tubuh ternak. Anggorodi (1994), menyatakan

sejumlah mineral yang dibutuhkan ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

spesies, umur, jenis kelamin, laju pertumbuhan, sifat, laju produksi, keseimbangan

dan sejumlah makanan yang diberikan sesuai dengan tujuan yang ingin di capai.

Pada umumnya setiap mineral mempunyai fungsi dari satu dalam proses

metabolisme dan aktifitasnya berhubungan dengan mineral-mineral lainnya,

vitamin-vitamin serta hormon-hormon (Parakksi, 1990). Sihombing (2006)

12
menyatakan bahwa semua ternak membutuhkan kalsium dan banyaknya dalam

tubuh ada sekitar 2% dari bobot tubuh. Kalsium adalah mineral yang terdapat

dalam tubuh. Kalsium dan fosfor dua-duanya mencakup sekitar 70% dari

kandungan mineral yang terdapat dalam tubuh dan 1/3 hingga 1/2 mineral yang

terdapat dalam air susu. Sekitar 99% kalsium dan 80% fosfor tubuh terdapat

dalam tulang dan gigi. Fungsi utama kalsium dan fosfor adalah membangun

tulang dan gigi, serta memelihara tulang.

2.5. Absorbsi, Metabolisme dan Ekskresi Calsium (Ca) dan Fosfor (P)

dalam Tubuh

Pada proses penyerapan, unsur-unsur mineral Ca dan P diserap dari

saluran gastrointensinal melalui penyerapan aktif dan penyerapan pasif. Menurut

Tillman dkk (1998) bahwa sebagian besar unsur-unsur mineral diserap dalam

bentuk ion-ion sehingga komponen digesta yang terikat akan mengurangi

penyerapan Ca dan P. Sihombing (2006) menyatakan bahwa penyerapan Ca

terjadi pada usus halus bagian awal, sebab makanan yang berasal dari lambung

masih bersifat asam. Banyaknya kalsium yang terserap tergantung dari banyaknya

kalsium yang dimakan, kebutuhan dan tipe pakan. Pada umumnya kalsium yang

diserap hanya sekitar 20-30% dari dalam rongga usus dan masuk ke dalam aliran

darah. Sedangkan penyerapan fosfor lebih efisien dari kalsium, dimana fosfor

yang dicerna sebanyak 70% diserap 30% dan diekresikan dalam feses.

Tillman dkk. (1998) menyatakan bahwa metabolisme adalah sejumlah

proses yang meliputi sintesa (anabolisme) dari protoplasma dan perombakan

(katabolisme) dalam organisme hidup, sehingga menyangkut perubahan-

13
perubahan kimia dalam sel hidup dimana energi disediakan untuk fungsi-fungsi

penting, dan bahan-bahan baru diasimilasikan untuk perbaikkan dan sintesa

jaringan-jaringan baru atau produksi. Setelah mineral Ca dan P diserap melalui

dinding usus halus, kemudian disirkulasikan keseluruh tubuh dan siap

dikembalikan dari darah untuk digunakan pada periode pertumbuhan tulang dan

gigi. Bila level Ca dan P dalam darah diatas level normal maka dapat disimpan

dalam tulang dan jaringan otot, terutama di spons tulang untuk kebutuhan

metabolisme kelak atau diekskresikan (Church dan Pond 1988).

2.6. Retensi Mineral Ca dan P

Wunu, (2016) menyatakan bahwa retensi mineral Ca dan P adalah

kandungan Ca dan P yang tertinggal atau tersimpan dalam tubuh ternak.

Selanjutnya dinyatakan bahwa mineral Ca dan P yang tersimpan akan digunakan

untuk hidup pokok dan pertumbuhan. Nilai retensi mineral Ca dan P dihitung

secara terpisah yang diperoleh dari jumlah mineral Ca dan P yang dikonsumsi

dikurangi jumlah mineral Ca dan P dalam feses dan urin.

14
BAB III

MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Baumata Timur, Kecamatan

Taebenu, Kabupaten Kupang menggunakan kandang babi milik Bapak Ir. I Made

S. Aryanta, MP. Waktu penelitian direncanakan berlangsung selama 8 minggu

yang terbagi dalam 2 minggu masa penyesuaian dan 6 minggu pengumpulan data.

3.2. Materi Penelitian

3.2.1. Ternak penelitian dan kandang penelitian

Ternak yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ternak babi

peranakan landrace jantan kastrasi fase starter sebanyak 12 ekor. Kandang yang

digunakan adalah kandang individu beratap seng enternit, berlantai, dan

berdinding semen sebanyak 12 petak dengan ukuran masing-masing petak

2mx1,8m dengan kemiringan lantai 2o dilengkapi tempat makan dan minum.

3.2.2. Peralatan

Peralatan yang akan digunkan saat penelitian terdiri dari timbangan ternak

dengan kapasitas 110 kg, timbangan pakan dengan kapasitas 15000 gr, ember,

sapu lidi, karung dan peralatan analisis.

3.2.3. Pakan Penelitian

Pakan yang diberikan dalam penelitian terdiri dari dedak padi, tepung

jagung, konsentrat KGP-709 dan tepung daun anting-anting. Penyusunan ransum

penelitian didasarkan pada kebutuhan zat-zat makanan ternak babi fase starter

15
yaitu protein 18-20% dan energi metabolisme 3160-3400 kkal/kg (NRC, 1998).

Bahan pakan dan kandungan nutrisinya terlihat pada tabel 2

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Penyusun Ransum Basal.


Kandungan nutrisi
Bahan pakan BK EM PK LK SK Ca P
(%) (kkl/kg) (%) (%) (% ) (%) (%)
Tepung
89 3520 9,40 3,80 2,50 0,03 0,28
Jagung a)

Dedak padi a) 88 3200 13,50 8,20 13 0,03 0,12

Konsentrat KGP 709b) 90 2700 36 3 7 4 1,60

Mineral -10C) - - - - - 43 10
Minyak kelapa - 9000 - 100 - - -
Tepung daun Anting-
30 131 17,50 5 18 422,60 220
antingd)
a) b)
Keterangan : NRC (1998), PT KGP, (2014). c) PT Medion, d)Marathe(2018)

3.2.4. Pakan perlakuan

Pakan perlakuan ada empat: R0 (ransum tanpa tepung daun anting-anting),


R1 (ransum 2% tepung daun anting-anting), R2 (ransum 4% tepung daun anting-
anting) dan R3 (ransum 6% tepung daun anting-anting). Komposisi dan
kandungan nutrisi ransum perlakuan terlihat pada tabel 3.
Tabel 3 Komposisi Dan Kandungan Nutrisi Ransum Basal %.

Kandungan nutrisi
Bahan Komposisi
pakan % BK EM(kkal/ PK LK SK Ca P
(%) kg (%) (%) (%) (%) (%) (%)
Tepung
37 32,93 1302,40 3,48 1,41 0,93 0,01 0,10
Jagung
Dedak Padi 29 25,38 928 3,92 2,38 3,77 0,01 0,03
Konsentrat
32 28,80 864 11,52 0,96 2,24 1,28 0,51
KGP 709
Mineral-10 0,50 0 0 0 0 0 0,22 0,05
Minyak
1,50 0 135,00 0 1,50 0 0 0
kelapa
Jumlah 100 87,11 3229,40 18,91 6,24 6,94 1,51 0,70
Keterangan : kandungan nutrisi dihitung berdasarkan tabel 2

16
3.3. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : timbangan duduk

untuk menimbang bahan pakan jumlah sedikit, timbangan gantung untuk

menimbang bahan lebih banyak, dan menimbang feses, ember, karung, sekop,

gayung, selang air, dan peralatan lainnya.

3.4. Prosedur Penelitian

3.4.1. Pembuatan Tepung Daun Anting-anting

Daun anting-anting yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun anting-

anting segar yang dipetik lalu dianginkan diatas terpal selama 7 hari, kemudian

daun anting-anting yang telah kering digiling menjadi tepung. Setelah

penggilingan, tepung daun anting-anting diisi dalam karung dan siap digunakan

sebagai penggunaan dalam ransum basal untuk diberikan pada ternak babi

peranakan landrace.

3.4.2. Pencampuran ransum

Bahan pakan yang digunakan untuk menyusun ransum masing-masing

dihaluskan menjadi tepung dengan cara penggilingan. Bahan ditimbang sesuai

komposisi yang tertera pada tabel 3, selanjutnya bahan pakan dicampur dimulai

dari yang komposisinya sedikit sampai koposisi terbanyak sehingga ransum

tercampur merata. Kemudian seperempat bagian ransun diberi tepung daun

anting-anting sesuai level pada R1, R2 dan R3 setelah rata bahan pakan dikemas

dan siap diberikan pada ternak babi peranakan landrace.

3.4.3. Prosedur pengacakan

17
Sebelum memulai pengacakan terlebih dahulu ternak penelitian akan di

timbang agar di ketahui variasi berat badan awal, kemudian diberi nomor kandang

dari 1 sampai 12. Selanjutnya ternak diurutkan menurut berat badan, masing-

masing kelompok terdiri dari 4 ekor. Selanjutnya dilakukan perhitungan koefisien

variasi berat badan untuk menentukan model rancangan yang sesuai. Jika KV ≤

15% maka akan digunakan RAL, tetapi jika KV ≥ 15% maka digunakan RAK.

3.4.4. Pemberian Ransum dan Air minum

Ransum diberi ad libitum dengan frekuensi pemberian 2 kali yaitu pada pagi

dan sore hari. Ransum selalu di tambahkan jika telah dihabiskan oleh ternak.

Ransum diberi dalam bentuk kering sedangkan air minum selalu ditambahkan

atau diganti dengan air bersih apabila air minum habis atau kotor. Pembersihan

kandang dilaksanakan 2 kali setiap hari yaitu pada pagi dan sore hari dan ternak

dimandikan seminggu sekali.

3.4.5. Cara Pengambilan Feses

Pengambilan feses dilakukan sebelum pemberian makanan, dimana feses

tersebut ditimbang dan di catat beratnya. Selanjutnya feses tersebut di jemur

hingga kering. Pengambilan feses akan dilakukan selama 14 hari (2 minggu) akhir

penelitian. Setelah penelitian selesai, feses dicampur secara merata dan di ambil

200 g masing-masing unit perlakuan, sehingga diperoleh sampel sebanyak 12

sampel untuk di analisis di Laboratorium

3.5. Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan metode percobaan lapangan yakni uji biologis

pada babi peranakan landrace. Rancangan penelitian yang digunakan adalah

18
Rancangan Acak Kelompok (RAK) terdiri dari 4 perlakuan dan setiap perlakuan

diulang 3 kali sehingga terdapat 12 unit percobaan.

Perlakuan ransum penelitian adalah :

𝑅0 : Ransum basal tanpa tepung daun anting-anting (kontrol)

𝑅1 : 98% Ransum basal + 2% tepung daun anting-anting

𝑅2 : 96% Ransum basal + 4% tepung daun anting-anting

𝑅3 : 94% Ransum basal + 6% tepung daun anting-anting

3.6. Variabel yang diteliti

Variabel yang diteliti adalah:

1. Konsumsi Kalsium (Ca)

Konsumsi Ca = Jumlah konsumsi ransum (gram) x bahan kering ransum

(%) x Ca ransum.

2. Kecernaan Kalsium (Ca)

Dihitung dengan rumus menurut petunjuk Tillman dkk., (1989) adalah:

I−F
KCCa = X 100%
I

Keterangan:

KCCa = Daya cerna kalsium/koefisien cerna (%).

I = Jumlah Kalsium (Ca) yang dikonsumsi.


F = Jumlah (Ca) dikeluarkan melalui feses.
(Ca feses = Jumlah feses x % BK feses x Ca hasil analisis Lab)
3. Konsumsi Fosfor (P)

Konsumsi P = Jumlah konsumsi ransum (gram) x bahan kering ransum (%)

x P ransum.

19
4. Kencernaan Fosfor (P)

Dihitung dengan rumus menurut petunjuk Tillman dkk (1998) adalah:

I−F
KCP = X 100%
I

Keterangan:

KCP= Daya cerna Fosfor/koefisien cerna (%)

I = Jumlah Fosfor (P) yang dikonsumsi

F = Jumlah Fosfor (P) dikeluarkan melalui feses

(P feses = Jumlah feces x % BK feces x P hasil analysis Lab).

3.7. Analisis Data

Analisis data menggunakan prosedur sidik ragam Analysis of variance

(ANOVA) sesuai rancangan yang digunakan untuk mengetahui pengaruh

perlakuan terhadap variabel, sementara untuk menguji jarak berganda

menggunakan Duncan menurut Gaspersz (1991). Adapun model linear Rancangan

Acak Kelompok (RAK) adalah 𝐘ij = 𝛍 + τ𝐢 + 𝛃𝐣 + 𝛆ij

Keterangan:

Yij : Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dalam kelompok ke-j

𝜇 : Nilai tengah populasi

𝜏𝑖 : Pengaruh dari perlakuan ke-i

𝛽𝑗 : Pengaruh dari kelompok ke-j

𝜀𝑖𝑗 : Pengaruh galat perlakuan ke-i pada kelompok ke-j

20
DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT. Gramedia


Pustaka utama. Jakarta.

Anggorodi, 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia. Jakarta.

Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT. Gramedia


Pustaka ;Utama. Jakarta.

Anonim. 2009. Sumber Mutu Pakan Ternak. Badan Standarisasi Indonesia.


Jakarta.

Anonim. 2005. Pharmaceutical care untukpenyakit diabetes mellitus. Direktorat


bina farmasi komunikasi dan klinik direktorat jendral bina kefarmasian
dan alat kesehatan departemen RI.

Aritonang, D. 1993. Babi: Perencanaan dan Pengelolaan Usaha. Penerbit


Swadaya Jakarta.

Chopra, I. dan Robert, M. 2001. Tetracycline Antibiotics: Mode of Action,


application, molecular biology and epidemiology of bacterial resistance,
microbiology and molecular biology reviews. June. Vol. 65. No. 62: 235-
260.

Duryatmo, S. 2000. Wirausaha Kerajinan Bambu. Puspa Swara. Jakarta.

Gaspersz, V. 1991. Metode Perancang Percobaan. Armico. Bandung.

N. R. C. 1998. Nutrient Requirements of Poultry. 9th ed. National Academy


Press. Washington D.C.

Parakkasi, A. 1990. Ilmu Gisi dan Makanan Ternak Monogastrik.penerbit


Angkasa: Bandung.

Parrakasi, A. 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa:


Bandung.

Plantamor. 2010. Plantamor situs dunia tumbuhan,informasi spesiesi-Pala.

Ranjhan S. K. 1980. Animal Nutrition in The Tropics. Vikas Publishing House


Pand T Ltd. New Delhi.

Rusita, Y. D. & Ardianti, I. (2015). Hubungan Pengetahuan dan Peran Orang Tua
Dengan Keberhasilan Toilet Training pada Anak Usia 5 Tahun di TK Desa

21
Suwaloh Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro, Jurnal Kebidanan
indonesia, 6(2).

Sihombing, D. T. H. 2006. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Madah University Press:


Yogyakarta.

Sihombing, D.T.H. 1997. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Madah University Press.
Yogyakarta

Sjarifah I, Prasetyo H. D, Ocktarini R. 2010. Pengaruh Ekstrak Herba Anting


Anting (Acalypha Australis) Terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit Balb/C
Dengan Induksi Streptozotocin. Biofermentasi. Vol. 9,N, PP.12-16.

Sosroamidjojo. 1975. Ternak potong dan kerja. Penerbit CV.Yasa Guna. Jakarta.

Tillman, A. D, H., Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, S.


Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University
Press, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada. PT Gramedia. Jakarta

Tillman, A. D. H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Lebdosukodjo dan L.


Lebdosoekojo. 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.

Tillman, A. D. Hartadi. H, S. Prawirakusumo, S. Reksohadiprojo, S.


Lebdosukodjo. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Fapet UGM.
Yogyakarta.

Wahyuni. R. 2012. Kajian Kualitas Umbi Ubi Jalar sebagai Subtitusi Susu Skim
dalam Pembuatan Es Krim. PKM. Pasuruan: Universitas
YudhartaPasuruan.

Whittemore, C. T. 1996. Pig Production. The Scientific and Practical Principles


New York.Longman Handbooks in Agriculture Ed.

Whittemore, C. 1993. The Science Of Pig Produktion. Logman Scientific And


Technical. England.

22

Anda mungkin juga menyukai