Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Dalam dunia perusahaan dan perdagangan, orang menginginkan segala sesuatunya
bersifat praktis dan aman, khususnya dalam lalu lintas pembayaran, artinya orang tidak mutlak
lagi menggunkan alat pembayaran berupa uang, melainkan cukup dengan menerbitkan surat
berharga baik sebagai alat pembayaran kontan maupun sebagai alat pembayaran kredit.
Surat berharga sebagai alat pembayaran yang praktis artinya dalam setiap transaksi, para
pihak tidak perlu membawa mata uang dalam jumlah besar sebagai alat pembayaran, melainkan
dengan cukup hanya mengantongi surat berharga saja. Kemudian pengertian aman adalah tidak
setiap orang yang tidak berhak dapat menggunakan surat berharga, karena pembayaran dengan
surat berharga memerlukan cara-cara tertentu. Sedangkan jika menggunakan mata uang, apalagi
dalam jumlah besar, banyak sekali kemungkinannya timbul bahaya atau kerugian, misalnya
pencurian, penggarongan, perampokan dan lain-lain.
Pada umumnya banyak orang mengenal bermacam-macam surat yang kemudian
dikatakan itu surat berharga. Orang mengatakan itu surat berharga berdasarkan kenyataan bahwa
surat itu mempunyai nilai uang atau dapat ditukar dengan sejumlah uang. Pengertian orang
tentang surat berharga tersebut, sebenarnya tidak tepat. Karena yang dimaksud dengan surat
berharga dalam pengertian hukum bisnis tidaklah demikian. Supaya dapat dikatakan surat
berharga menurut pengertian hukum bisnis, perlu dipenuhi syarat-syarat tertentu yang
merupakan ciri surat berharga.
Untuk menuju kepada pengertian surat berharga yang menjadi objek pembahasan, seperti
yang diatur dalam KUHD, terlebih dahulu perlu dibedakan dua surat, yaitu :
 Surat berharga, terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda, “waarde papier” di
Negara Anglo Saxon dikenal dengan isitlah “negotiable instruments”
 Surat yang mempunyai harga atau nilai (surat yang berharga), terjemahan dari istilah aslinya
dalam bahasa Belanda “papier van waarde” dalam bahasa Inggrisnya “letter of value”

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dan dasar hukum dari surat berharga ?
2. Apa saja macam-macam dari surat berharga ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian dan dasar hukum dari surat berharga.
2. Untuk mengetahui macam-macam dari surat berharga.

D.MANFAAT
1. Pengetahuan mengenai surat-surat berharga.
2. Pemahaman mengenai Macam-macam Surat Berharga
3. Memenuhi Tugas Mata Kuliah

E..SISTEMATIKA PENULISAN
Bagian Pembuka
 Sampul
 Kata pengantar
 Daftar isi
Tubuh Tulisan
BAB 1 (Pendahuluan)
 Latar belakang
 Rumusan permasalahan
 Tujuan penulisan makalah
BAB 2 (Pembahasan materi)
Bagian Akhir
BAB 3 (Penutup)
 Kesimpulan
 Saran

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Surat yang Berharga dan Surat Berharga


Istilah surat yang mempunyai harga atau nilai (surat yang berharga) merupakan
terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “Papier Van Waarde”. Terhadap surat yang
mempunyai harga, Abdulkadir Muhammad memberikan pendapatnya sebagai berikut: “Surat ini
diterbitkan bukan untuk sebagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang,
melainkan sebagai bukti diri bagi pemegangnya sebagai orang yang berhak atas apa yang
tersebut di dalamnya. Surat ini juga tidak dapat diperjualbelikan, bukan untuk pembayaran.”
Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 7/16/PBI/2005, juga disebutkan pengertian surat
yang berharga adalah dokumen yang mempunyai nilai bagi penyimpan yang tidak dapat
diperdagangkan di pasar uang dan atau pasar modal. Dengan kata lain surat yang mempunyai
harga atau nilai ini hanya sekedar alat bukti diri bagi pemegang bahwa dia sebagai orang yang
berhak atas apa yang disebutkan untuk menikmati hak yang di sebutkan dalam surat itu. Contoh
surat yang berharga adalah sertifikat tanah, ijazah, sertifikat piagam, dokumen perjanjian, dan
lain sebagainya.
Lain halnya dengan istilah surat berharga yang merupakan terjemahan dari istilah aslinya
dalam bahasa Belanda “Waarde Papier”. Abdulkadir Muhammad mengemukakan pendapatnya
mengenai pengertian surat berharga sebagai berikut: “Surat berharga adalah surat yang oleh
penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi yang berupa
pembayaran sejumlah uang. Tetapi pembayaran ini tidak dilakukan dengan menggunakan mata
uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar lain. Alat bayar itu berupa surat yang
didalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ke tiga, atau pernyataan sanggup untuk
membayar sejumlah uang kepada pemegang surat itu.”
Purwosutjipto juga memberikan pendapatnya tentang surat berharga yaitu surat tuntutan
utang, pembawa hak dan mudah diperjualbelikan . Ini berarti surat berharga dapat diartikan
surat berharga adalah surat yang mempunyai sifat seperti uang tunai sehingga dapat digunakan
sebagai alat pembayaran, dapat dipindahtangankan, diperjualbelikan dan surat tersebut
merupakan alat bukti untuk menagih pembayaran sejumlah uang bagi pemegangnya.

3
Dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran, berarti surat tersebut dapat dipindah
tangankan oleh pemegangnya setiap saat apabila dikehendaki. Sifat dapat dipindahtangan dari
surat berharga dapat diketahui dari klausul yang dibubuhkan dalam surat itu sehingga dapat
dipindahtangankan, sedangkan surat berharga sebagai pembawa hak berarti untuk memperoleh
pembayaran pemegang yang bersangkutan harus menyerahkan dan menunjukkan suratnya.
Apabila surat tersebut hilang atau musnah maka pemegang akan mengalami kesulitan untuk
memperoleh pembayaran bahkan sangat tidak mungkin memperoleh pembayaran.
Dengan mempunyai sifat seperti uang tunai itulah yang dapat membedakan surat
berharga dengan surat yang lainnya. Sifat seperti uang tunai ini terletak pada nilai yang
terkandung di dalamnya. Jadi surat itu mempunyai nilai uang artinya antara nilai yang tercantum
dalam surat itu senilai atau sama dengan nilai penerbitan dasarnya. Oleh karena itu, surat
berharga tidak hanya dapat ditukarkan dengan uang tunai melainkan dapat juga digunakan
sebagai alat pembayaran.
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa surat berharga mempunyai tiga ciri utama
sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdulkadir Muhammad sebagai berikut:
 Sebagai alat pembayaran (alat tukar uang)
 Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (diperjualbelikan dengan mudah dan sederhana)
 Sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi)
Tujuan penerbitan surat berharga itu ialah sebagai pemenuhan prestasi berupa
pembayaran sejumlah uang.
Jadi apabila suatu surat telah memenuhi tiga ciri tersebut, maka surat itu dapat
digolongkan sebagai surat berharga karena hal ini sesuai dengan ciri-ciri yang ditetapkan dalam
pasal KUHD.

B. Dasar Hukum tentang Ketentuan Surat Berharga


Dengan diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek
van Koophandel pada tanggal 1 Mei 1848 dengan Staatsblad 1847-23, dimulailah suatu
kodifikasi hukum dagang yang mencakup ketentuan-ketentuan tentang surat berharga.
Berdasarkan Pasal 2 Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 (UUD 1945), maka KUHD masih berlaku di Indonesia sampai pada saat ini. Wetboek van
Koophandel yang berdasarkan asas konkordansi tersebut mulai berlaku di Negeri Belanda pada

4
tanggal 1 Oktober 1838. Wetboek van Koophandel meneladani code du Commerce Perancis
1808.
Di negara-negara yang menganut hukum Anglo Saxon, misalnya Inggris, Amerika
Serikat, Australia, Selandia Baru, dan lain-lain tidak terdapat kodifikasi hukum seperti halnya di
Indonesia dan negeri Belanda. Hukum dagang negara-negara itu terdiri dari undang-undang
khusus dan bukan merupakan kodifikasi, misalnya The Bill of Exchange Act 1882 (undang-
undang tentang wesel) dan The Companies Act 1928 (undang-undang tentang badan usaha) di
Inggris, dan Negotiable Instruments Law 1897 di Amerika Serikat.
Wetboek van Koophandel semula hanya berlaku bagi golongan Eropa saja. Kemudian
dengan Staatsblad 1855-76 yang selanjutnya diganti dengan Staatsblad 1924-56, Wetboek van
Koophandel diberlakukan bagi golongan Timur Asing Cina dan Timur Asing lainnya. Sedangkan
bagi golongan bumiputra, Wetboek van Koophandel diberlakukan melalui penundukan diri
(Staatsblad 1917-12). Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan Aturan Peralihan Pasal 2 UUD
1945, Wetboek van Koophandel Hindia-Belanda tersebut diadopsi menjadi KUHD dan
diberlakukan terhadap semua warga negara Indonesia tanpa memandang asal golongan.
Surat berharga atau dalam bahasa Inggris disebut negotiable instruments ataunegotiable
papers (Belanda: waarde papier), tidak kita jumpai dalam KUHD. Namun, dari beberapa pasal
dalam KUHD dapat di simpulkan bahwa surat berharga adalah surat bukti pembawa hak yang
dapat diperdagangkan atau surat-surat yang bersifat dan mempunyai nilai seperti uang tunai dan
dapat dialihkan haknya dari satu tangan ke tangan lainnya (negotiable).
Surat berharga di Indonesia berkembang mulai tahun 1980 setelah adanya deregulasi
ekonomi dalam bidang keuangan. Aturan ini membawa perubahan kepada berkembangnya pasar
keuangan di Indonesia dimana surat berharga komersial ini merupakan salah satu bentuk
pengembangan pasar financial. Dimana selanjutnya pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan
Bank Indonesia No.28/52/DIR dan No.49/52/UPG yang masing-masing tentang Persyaratan
Perdagangan dan Penerbitan Surat Berharga Komersial melalui bank umum di Indonesia dimana
dengan adanya peraturan tersebut maka bank umum di Indonesia mempunyai pedoman yang
seragam serta memiliki dasar hukum yang kuat terhadap keberadaan surat berharga komersial.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 menyatakan bahwa surat berharga adalah surat
pengakuan hutang, wesel, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatif dari surat berharga atau
kepentingan lain atau suatu kewajiban dari penerbit dalam bentuk yang lazim diperdagangkan

5
dalam pasar modal dan pasar uang (Pasal 1 UU Perbankan 1992). Lalu Pasal 1 angka (10)
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menyatakan bahwa surat berharga adalah surat
pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit atau setiap derivatifnya, atau
kepentingan dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan
pasar uang. Penerbitan surat berharga di Indonesia juga harus memperoleh peringkat dari
Lembaga Pemeringkat Kredit (Credit Rating). Di Indonesia dikenal denga nama PT. PEFINDO
(Pemeringkat Efek Indonesia) yang berdiri pada tahun 1993.
Perkembangan perdagangan dewasa ini, baik yang bersifat nasional maupun
internasional, membawa dampak pada sistem pembayaran dan penyerahan barang di mana dalam
lalu lintas perdagangan tersebut peranan surat-surat berharga semakin tampak. Surat berharga
yang kita kenal dewasa ini sudah semakin berkembang seiring dengan perkembangan dunia pada
umumnya. Oleh karena itu, surat berharga tersebut sudah banyak yang tidak kita temukan lagi
pengaturannya dalam KUHD. Istilah surat berharga yang dipergunakan dalam beberapa
peraturan perundang-undangan, antara lain :
1. Pasal 469 KUHD, bunyinya “Untuk dicurinya atau hilangnya emas, perak
permata dan lain-lain barang berharga, uang dan surat-surat berharga,
begitupun…….”
2. Pasal 99 ayat (1) Peraturan Kepailitan, isinya “Semua uang, barang-barang
perhiasan, efek-efek dan lain-lain surat berharga harus disimpan…. “
3. Dalam konteks Perbankan. Pasal 1 angka 11 Undang-undang No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan, memberikan definisi surat berharga secara enumeratif (merinci)
yaitu surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap
derivatif dari surat berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari penerbit,
dalam bentuk yang lazim diperdagangkan di pasar modal dan pasar uang.
4. Dalam Konteks Pasar Modal. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
No. 1548/KMK.013/1990 tanggal 4 Desember 1990 yang mulai berlaku tanggal 9
Januari 1991 tentang pasar modal memberikan definisi tentang efek yang meliputi
setiap surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi, sekuritas
kredit, tanda bukti hutang, setiap rights, warrants, opsi, atau setiap derivatif dari efek
atau setiap instrumen yang ditetapkan oleh Bapepam sebagai efek.

6
Definisi surat berharga yang diberikan oleh Undang-undang Perbankan dan definisi efek
yang diberikan oleh Keputusan Menteri Keuangan tersebut tampaknya sangat luas karena
mencantumkan segala bentuk derivatif (turunan) dari surat berharga dan efek itu sendiri. Bentuk
turunan ini dikenal dengan “derivative securities” yang terus berkembang sesuai dengan
kebutuhan dan kemajuan teknologi.
Di samping itu dapat dikemukakan bahwa definisi surat berharga dalam peraturan
perundang-undangan ini sangat penting karena dapat menentukan ruang lingkup berlakunya
suatu peraturan dan cakupan kewenangan lembaga yang bertugas melaksanakan peraturan
tersebut.
Di dalam KUHD Buku I titel 6 dan titel 7 mengatur surat-surat berharga yang meliputi:
 Wesel diatur dalam Buku I titel keenam dari bagian pertama sampai bagian kedua belas
(100-173 KUHD)
 Surat sanggup diatur di dalam Buku I title keenam bagian ketiga belas (174-177 KUHD)
 Cek diatur di dalam Buku I title ketujuh dalam bagian pertama sampai dengan bagian
kesepuluh (178-229d KUHD)
 Kwitansi-kwitansi dan Promes atas tunjuk diatur di dalam Buku I title ketujuh dalam
bagian kesebelas (229e – 229k KUHD)
 Persetujuan sewa kapal atau charter party (453-465 KUHD), konosemen (504 dst
KUHD), dan delivery order (510 KUHD)
Dalam perkembangannya bentuk surat berharga tidak hanya surat-surat berharga
sebagaimana yang diatur dalam KUHD, melainkan terdapat bentuk surat berharga lainnya.
Bentuk-bentuk surat berharga yang timbul dalam praktek itu antara lain Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), Bilyet Giro, Sertifikat Deposito,
Traveller’s Cheque, dan Commercial Paper. Pengaturan hukum surat-surat berharga di luar
KUHD tersebut antara lain:
a) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 21/52/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank
Indonesia No. 21/30/UPUM tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia,
masing-masing tanggal 27 Oktober 1988. Dalam peraturan ini disebut bahwa “SBI adalah surat
pengakuan hutang dalam rupiah, berjangka waktu pendek yang diterbitkan atas unjuk dengan
sistem diskonto.”

7
b) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 21/53/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank
Indonesia No. 21/31/UPG tentang Perdagangan Surat Berharga Pasar Uang, masing-masing
tanggal 27 Oktober 1988. Dalam peraturan ini disebut “SBPU adalah surat berharga jangka
pendek dalam rupiah yang dapat diperjualbelikan dengan sistem diskonto dengan Bank
Indonesia atau di pasar uang.”
c) Surat Edaran Bank Indonesia No. 28/52/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No.
28/49/UPG tentang Persyaratan Penerbitan dan Perdagangan Commercial Paper melalui Bank
Umum di Indonesia. Dalam peraturan ini disebut bahwa “Commercial Paper adalah surat
sanggup tanpa jaminan yang diterbitkan oleh perusahaan bukan bank atau perusahaan efek,
dalam jangka waktu pendek dengan sistem diskonto.”
d) Surat Edaran Bank Indonesia (SERI) No. 4/670 UPPB/ Pb.B.BI 24 Januari 1972 yang sudah
disempurnakan dengan surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor: 28/32/Kep/Dir dan Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor: 28/321UPG masing-masing tanggal 4 Juli 1995 mengatur Bilyet
Giro sebagai alat pembayaran giral.
Terhadap bentuk surat berharga lain yang timbul dalam praktek sampai saat ini peraturan
khusus yang mengaturnya. Seperti Sertifkat Deposito hanya terdapat definisinya dalam Pasal 1
angka (9) UU Perbankan yang menyebut “Sertifikat Deposito adalah deposito berjangka yang
bukti simpanannya dapat diperdagangkan.”
Dengan demikian suatu hal yang sangat penting agar definisi dalam suatu peraturan
perundang-undangan yang satu selaras dengan definisi dalam peraturan perundang-undangan
lainnya, dan tidak ada kesimpangsiuran yang dapat mengundang ketidakpastian hukum.

C. Persyaratan Umum Surat Berharga


Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam KUHD khususnya yang mengatur mengenai
bentuk-bentuk surat berharga, maka dapat disimpulkan persyaratan umum yang wajib dipenuhi
suatu surat berharga yang negotiable, sebagai berikut :
Syarat Formal
 menyebutkan nama atau jenis surat berharga secara jelas;
 memuat atau mengandung persyaratan suatu kesanggupan, janji, perintah, atau kewajiban
yang

8
 tidak bersyarat yang isinya dapat berupa surat-surat perintah membayar, surat hak tagih
keuangan
 atau kebendaan, alat kredit dan sebagainya;
 mencantumkan nama pihak yang wajib/harus membayar;
 penetapan nama tempat pembayaran;
 penyebutan tanggal dan tempat surat berharga tersebut diterbitkan atau ditarik;
 harus ditandatangani dengan atau tanpa stempel dari penerbit atau penarik yang sah. Hal ini
 tergantung kepada subjek atau siapa yang menerbitkannya, bisa individu, badan hukum atau
 yayasan.
Syarat Materiil
 adanya perikatan dasar atau sebab-sebab yang sah;
 merupakan hak tagih untuk mendapatkan pembayaran uang atau penyerahan kebendaan
 dapat dialihkan dengan cara endosemen, cessie atau pengalihan dari tangan ke tangan;
 tidak dapat dibatalkan oleh penerbit atau penarik;
 tersedianya dana dan bendanya jika pada saat penguangan atau penyerahan.
Dengan demikian suatu surat berharga sekurang-kurangnya harus mengandung unsur-
unsur syarat formal dan meteriil.
D. Klausula Surat Berharga
Dalam surat berharga tercantum suatu jumlah tertentu dan hak atas jumlah uang tersebut
mengikuti suratnya. Ini berarti bahwa hak dan surat/kertasnya terjalin satu sama lain. Atau
dengan perkataan lain, di dalam surat itu terkandung suatu hak yang tidak dapat dipisahkan.
Sepanjang surat berharga itu diperoleh secara jujur dan berdasarkan itikad baik, pemegang
atau holder suatu surat berharga dapat, atas namanya sendiri, menuntut pembayaran terhadap si
penarik.
Dalam hal ini pemegang yang jujur tidak ada sangkut pautnya dengan pemegang
sebelumnya bila di kemudian hari terbukti bahwa terhadap cacat dalam perolehan surat berharga
itu oleh pemegang terdahulu. Surat berharga dapat diperdagangkan dan dialihkan hak tagihnya
kepada orang lain. Sesuai dengan tujuan diadakannya surat berharga, dalam klausul-klausul surat
berharga disebutkan bahwa surat berharga itu dapat dialihkan kedudukan hukumnya dari si
pemegang surat tersebut kepada orang lain yang menerima pengalihannya. Menurut hukum
terdapat dua macam klausul pada surat berharga, yakni :

9
1. Klausul “kepada pembawa (to bear/aan toonder)”
Bila suatu surat berharga berklausul “kepada pembawa”, si pemegang dapat mengalihkannya
hanya dengan penyerahan surat itu begitu saja.
2. Klausul “kepada order (to order/aan order)”
Sedangkan suatu surat berharga berklausul “kepada order” (surat unjuk), pengalihannya
dilakukan dengan cara endosemen dan penyerahan surat berharga itu. Penyerahan surat berharga
berarti bahwa semua hak atas tagihan yang disebutkan dalam surat berharga tersebut dialihkan
kepada pemegang yang baru.

E. Legitimasi Surat Berharga


Asas Legitimasi ini digunakan untuk memperlancar peredarannya dalam lalu lintas
pembayaran sesuai dengan fungsi dan penerbitan surat berharga. Ada 2 (dua) jenis surat
legitimasi menurut KUHD:
Legitimasi Formil
Legitimasi Formil dalah bukti bahwa surat berharga itu dianggap sebagai orang yang
berhak atas tagihan yang tersebut di dalamnya. Dikatakan dianggap karena bila pemegang tidak
dapat menunjukkan bukti secara formil diatur oleh UU maka ia tidak dapat dikatakan sebagai
pemegang sah.
Dalam pasal 115 ayat (1) KUHD untuk surat wesel, Pasal 176 KUHD untuk surat
sanggup, Pasal 196 untuk surat cek. Menurut pasal-pasal tersebut barang siapa memegang surat
berharga itu, ia harus dianggap sebagai pemegang yang sah apabila ia dapat membuktikan
haknya dengan memperlihatkan suatu deretan tidak terputus segala endosemen surat itu,
walaupun sekira-kiranya endosemen yang terakhir dilakukan dalam blanko.

Legitimasi Materiil
Legitimasi materiil adalah bukti bahwa pemegang surat berharga itu sesungguhnya
adalah orang yang berhak atas tagihan yang tersebut didalamnya. Asas legitiamasi materiil diatur
dalam pasal 115 ayat (2) KUHD untuk surat wesel dan surat sanggup dan pasal 198 KUHD
untuk surat cek
Beberapa hal yang penting dari adanya legitimasi bahwa:

10
 Pemegang surat berharga secara formil adalah orang yang mempunyai hak tagih yang
sah, tanpa
 mengesampingkan kebenaran materiilnya.
 Debitur tidak diwajibkan meneliti apakah pemegang surat berharga itu benar-benar orang
yang berhak.
 Debitur wajib meneliti syarat-syarat yang terdapat pada surat berharga yang disodorkan
kepadanya
 ketika meminta pembayaran.
 Undang-undang mengutamakan legitimasi formal untuk menjamin fungsi dan tujuan
surat berharga.
F. Upaya Tangkisan Surat Berharga
Apabila seseorang mengadakan perjanjian jual beli barang dengan pihak lainnya,
kemudian pembeli membayar harga barang dengan sepucuk surat berharga misalnya dengan
sepucuk surat wesel atau cek. Penjual yang menerima pembayaran dengan surat berharga itu
dapat pula membayarkan (memindahkan) surat itu kepada pihak lain, dan seterusnya. Akhirnya
timbullah suatu rangkaian peralihan surat berharga itu dari tangan ke tangan.
Hal ini perlu dipersoalkan karena jika ternyata pada suatu ketika pemegang surat
berharga itu meminta pembayaran kepada debitur, ada kemungkinan debitur akan menolak atau
menangkis pembayaran yang diminta kepadanya dengan berbagai macam alasan, atau penerbit
menolak pembayaran dengan alasan bahwa penerbit menghindarkan membayar kedua kalinya
kepada penjual (pemegang pertama). Padahal pemegang terakhir ini tidak mengetahui bahwa
kewajiban penerbit untuk membayar kepada pemegang itu sudah tidak ada lagi, dengan
terjadinya penyerahan surat berharga itu kepada pemegang pertama. Jika masalah ini sampai
terjadi tanpa adanya pembatasan atau kepastian maka penerbitan surat berharga tersebut tidak
akan memenuhi fungsi atau tujuan, karena orang tidak akan mau membeli atau menerima
peralihan sebagai pemegang berikutnya sebab khawatir tidak akan mendapat pemenuhan atas
hak tagih yang tersebut dalam surat berharga itu. Setiap transaksi surat berharga itu juga
kemungkinan terjadi penipuan, kesalahan, kelalaian atau khilaf dan sebagainya, yang akhirnya
akan merugikan salah satu pihak atau kedua belah pihak. Misalnya surat berharga tersebut
hilang, dicuri orang lain, atau pemegang lalai atau lupa, atau surat berharga tersebut cacat tidak

11
mempunyai syarat formal, sehingga pihak bank akan menolak surat berharga yang ditunjukkan
tersebut.
Dalam penggunaannya surat berharga kadang kala mengalami beberapa peralihan yang
kemungkinan terjadi tindakan non-akseptasi atau non-pembayaran. Untuk mengatasi hal tersebut
ada 2 (dua) macam upaya tangkisan yaitu :

1. Upaya Tangkisan Absolut (Execption In Rem)


Digunakan terhadap debitur semua pemegang baik pertama maupum berikutnya. Upaya
ini timbul dari surat berharga itu sendiri yaitu :
a) Cacat bentuk surat berharga (tentang syarat formil seperti tidak ada tanda tangan penerbit,
tanggal penerbitan, tanda tangan palsu, atau tentang ketidakcakapan penerbit paksaan badan).
b) Lampau waktu dari surat berharga, tentang ini diatur dalam pasal 169 KUHD untuk wesel dan
surat sanggup, pasal 229 KUHD untuk cek.
c) Kelainan formalitas dalam regres (kewajiban setiap pemegang surat wesel untuk memindahkan
surat wesel itu kepada orang lain untuk menanggung pembayaran).
d) Jika surat berharga mendapat penolakan aseptansi (pembayaran pada hari tagih/hari bayar) maka
pemegang dapat melakukan hak regresnya untuk memperoleh pembayaran kepada penerbit atau
debitur lainnya.
2. Upaya Tangkisan Relatif
Dapat diketahui dari hubungan hukum yang terjadi antara penerbit dan salah seorang
endosan yang mendahului pemegang terakhir, khususnya pemegang pertama yang lazim disebut
perikatan dasar. Upaya ini diatur dalam pasal 109 KUHD dan pasal 116 KUHD untuk wesel,
pasal 199 KUHD untuk cek.
Beberapa hal yang penting untuk diperhatikan, antara lain :
a) Upaya tangkisan relatif, boleh digunakan oleh debitur terhadap pemegang yang memperoleh
surat berharga tidak jujur, dan upaya ini berdasar pada hubungan hukum antara penerbit dengan
pihak pertama.
b) Tujuan larangan terhadap pemegang yang memintakan pembayaran adalah untuk mencegah
agar jangan sampai fungsi surat berharga itu terganggu dan menghormati dan menjamin hak dari
pemegang yang jujur.

12
G. Bentuk Surat Berharga
-Wesel
Pengertian Wesel, menurut beberapa ahli:
1. K.ST. Pamoentjak dan Achmad Ichsan. Wesel adalah surat perintah dari seseorang yang minta
dibayarkan kepada seseorang lain sejumlah yang tersebut dalam surat perintah itu.
2. Abdulkadir Muhammad. Surat wesel adalah surat yang memuat kata wesel, yang diterbitkan
pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada
tersangkut untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya, pada
tanggal dan tempat tertentu.
3. H.M.N. Purwosutjito. Surat wesel adalah ”Syarat yang memuat kata ”wesel” di dalamnya,
ditanggali dan di tandatangani di suatu tempat, dalam mana penerbitannya memberi perintah
tidak bersyata kepada tersangkut untuk membayar sejumlah uang pada hari bayar kepada orang
yang ditunjuk oleh penerbit atau penggantinya di suatu tempat tertentu”.Dalam perundang-
undangan tidak terdapat perumusan atau definisi tentang surat wesel. Tetapi dalam Pasal 100
KUHD dimuat syarat-syarat formal sepucuk surat wesel.
Dasar hukum wesel diatur dalam Pasal 100 sampai dengan Pasal 173 KUHD, yang
menentukan syarat formal bagi suatu wesel. Di dalam KUHD tidak ditemukan definisi wesel,
tersirat dalam Pasal 100 KUHD pada persyaratan formal wesel. Namun dapat disimpulkan
bahwa wesel adalah suatu surat berharga bertanggal dan menyebutkan tempat penerbitannya,
yang merupakan perintah tanpa syarat oleh penarik untuk membayar kepada pihak pemegang
atau di tunjuk oleh pemegang tersebut.

Personil Wesel
Dalam hukum wesel, dikenal beberapa personil wesel, yaitu orang-orang yang terlibat dalam lalu
lintas pembayaran dengan surat wesel.

 Penerbit, adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda trekker, bahasa
Inggrisnya drawee, yaitu orang yang mengeluarkan surat wesel.
 Tersangkut, adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda betrokkene,
yaitu orang diberi perintah tanpa syarat untuk membayar.

13
 Akseptan, adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda acceptant, bahasa
Inggrisnya acceptor, yaitu tersangkut yang telah menyetujui untuk membayar surat wesel
pada hari bayar, dengan memberikan tanga tangannya.
 Pemegang Pertama. Adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda nomor,
bahasa Inggrisnya holder, yaitu orang yang menerima surat wesel pertama kali dari
penerbit.
 Pengganti, adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda geendosseerde,
bahasa Inggrisnya indorsee, yaitu orang yang menerima peralihan surat wesel dari
pemegang sebelumnya.
 Endosan, berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda endosant, bahasa Inggrisnya
indorser, yaitu orang yang memperalihkan surat wesel kepada pemegang berikutnya.

Syarat-Syarat Formal Surat Wesel


Suatu surat wesel harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-
undang, yang disebut syarat-syarat formal. Menurut ketentuan pasal 100 KUHD, setiap surat
wesel harus memuat syarat-syarat formal sebagai berikut:

1. Istilah “wesel” harus dimuat dalam teksnya sendiri dan disebutkan dalam bahasa surat itu
ditulis.
2. Perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.
3. Nama orang yang harus membayarnya (tersangkut).
4. Penetapan hari bayar (hari jatuh).
5. Penetapan tempat di mana pembayaran harus dilakukan.
6. Nama orang kepada siapa atau penggantinya pembayaran harus dilakukan.
7. Tanggal dan tempat surat wesel diterbitkan.
8. Tanda tangan orang yang menerbitkan.
Apabila surat wesel tidak memuat salah satu dari syarat-syarat formal tersebut, surat itu tidak
dapat diperlakukan sebagai surat wesel menurut undangundang, kecuali dalam hal-hal berikut
ini:

1. Surat wesel yang tidak menetapkan hari bayarnya, dianggap harus dibayar pada hari diperlihatkan
(op zicht).

14
2. Jika tidak ada penentapan khusus, maka tempat yang ditulis di samping nama tersangkut,
dianggap sebagai tempat pembayaran dan tempat di mana tersangkut berdomisili.
3. Surat wesel yang tidak menerangkan tempat diterbitkan, dianggap ditandatangani di tempat yang
tertulis di samping nama penerbit.

Bentuk-bentuk Surat Wesel Khusus


Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ada lima macam bentuk surat wesel khusus
yaitu :

a. Wesel Atas Pengganti Penerbit


Bentuk surat wesel atas pengganti penerbit (aan eigen order, to own order) dimungkinkan
oleh Pasal 102 ayat 1 KUHD yang menyatakan bahwa penerbit dapat menerbitkan surat wesel
yang berbunyi atas pengganti penerbit. Maksudnya penerbit menunjuk kepada dirinya sendiri
sebagai pemegang pertama. Kekhususan bentuk surat wesel semacam ini ialah bahwa kedudukan
penerbit sama dengan kedudukan pemegang pertama.

b. Wesel Atas Nama Penerbit Sendiri

Menurut ketentuan Pasal 102 ayat 2 KUHD surat wesel dapat diterbitkan atas penerbit
sendiri. Maksudnya penerbit memerintahkan kepada dirinya sendiri untuk membayar, jadi
penerbit menunjuk dirinya sendiri sebagai pihak tersangkut. Kekhususannya ialah kedudukan
penerbit sama dengan dengan kedudukan tersangkut. Jika wesel ini diakseptasi, penerbitnya
terikat baik sebagai penghutang regres maupun sebagai akseptan. Wesel dalam bentuk ini
biasanya diterbitkan oleh kantor pusat, yang memerintahkan kantor cabangnya untuk membayar
sejumlah uang kepada pemegang surat wesel tersebut. Penerbitan surat wesel bentuk ini biasanya
dilakukan dalam satu lingkungan perusahaan, misalnya dikalangan perbankan. Penerbit dan
tersangkut berada dalam satu lingkungan perusahaan.

c. Wesel Untuk Perhitungan Orang Ketiga


Bentuk surat wesel ini dimungkinkan oleh Pasal 102 ayat 3 KUHD yang menyatakan
bahwa surat wesel dapat diterbitkan untuk perhitungan orang ketiga (voor rekening van een
derde, for account of a third party). Penerbitan surat wesel dalam bentuk ini bisa terjadi jika
seorang pihak ketiga itu untuk tagihannya memungkinkan diterbitkan surat wesel, artinya ia
mempunyai rekening yang cukup dananya. Karena alasan tertentu ia minta kepada pihak lain

15
untuk menjadi penerbit surat wesel, atas perhitungan rekeningnya itu. Biasanya pihak yang
diminta untuk menjadi penerbit itu adalah bank, dimana orang ketiga itu mempunyai rekening.
Bank inilah yang bertindak sebagai penerbit surat wesel untuk perhitungan orang ketiga yang
menyuruh terbitkan wesel atas perhitungan rekeningnya.

d. Wesel Incasso (wesel untuk menagih)


Wesel Incasso (incasso wissel, collection draft) adalah bentuk surat wesel yang
diterbitkan dengan tujuan untuk memberi kuasa kepda pemegang pertama menagih sejumlah
uang, tidak untuk diperjualbelikan. Kedudukan penerbit adalah sebagai pemberi kuasa,
sedangkan kedudukan pemegang pertama sebagai pemegang kuasa untuk menagih uang. Wsel
incasso dimungkinkan oleh Pasal 102 a ayat 1 KUHD. Menurut ketentuan pasal ini, jika dalam
surat wesel itu penerbit telah memuat kata-kata “harga untuk ditagih” atau “dalam pemberin
kuasa” atau “untuk incasso” atau lain-lain kata yang berarti memberi perintah untuk menagih
semata-mata, maka pemegang pertama bisa melakukan semua hak yang timbul dari surat wesel
itu, tetapi ia tidak bisa mengendosemenkan kepada orang lain, melainkan dengan cara pemberian
kuasa.

e. Wesel Berdomisili
Menurut ketentuan Pasal 100 KUHD surat wesel harus memuat nama tempat dimana
tersangkut harus melakukan pembayaran. Umumnya pembayaran itu dilakukan di tempat
kediaman tersangkut. Tetapi ketentuan ini tidak selalu demikian, bisa juga pembayaran
dilakukan di tempat lain. Menurut ketentuan Pasal 103 KUHD ada surat wesel yang harus
dibayar ditempat tinggal pihak ketiga, baik tempat tinggal tersangkut, maupun ditempat lain.
Surat wesel ini disebut wesel berdomisili.

f. Wesel Aksep atau dikenal dengan nama Bank draft atau Bankers draft.
Bank draft atau Bankers draft adalah surat berharga yang berisi perintah tak bersyarat
dari bank penerbit draft tersebut kepada pihak lainnya (tertarik) untuk membayar sejumlah uang
kepada seseorang tertentu atau orang yang ditunjuknya pada waktu yang telah ditentukan. Bank
draft ini merupakan cek namun sumber dana pembayarannya adalah berasal dari rekening bank
penerbit bukan dari rekening nasabah perorangan.

Keuntungan wesel aksep yaitu masalah yang timbul pada cek adalah bahwa cek tersebut
tidak dianggap atau diperlakukan sebagai tunai oleh karena cek tersebut dapat menjadi tidak

16
bernilai apabila dana penerbit cek tidak mencukupi saldonya dan cek tersebut akan dikembalikan
kepada kreditur oleh bank dan si penerima cek akan menghadapi resiko tidak memperoleh
pembayaran. Untuk mengurangi resiko tersebut, maka seseorang dapat meminta agar
pembayaran dilakukan dengan jenis cek yang dananya dijamin mencukupi yaitu berasal dari
dana milik bank yang menerbitkan wesel aksep. Hal ini akan mengurangi resiko kreditur
terkecuali bank penerbit pailit atau bank draft tersebut palsu. Guna memastikan bahwa
nasabahnya memiliki dana yang cukup guna membayar bank untuk memenuhi kewasjiban si
nasabah dalam penerbitan bank draft maka bank akan mendebet rekening nasabahnya seketika
itu jiga (termasuk biaya-biaya). Wesel aksep diperlakukan sama dengan cek yaitu prosedur
pencairannya melalui lembaga kliring setempat.

Gambar Wesel:

17
 Surat Sanggup
Pengertian Surat Sanggup
Surat sanggup adalah surat utang yang diterbitkan oleh subyek hukum dan dianggap
sebagai instrumen keuangan dan dapat diperjualbelikan. Surat sanggup lebih dikenal di pasar
modal sebagai promissory notes. Surat sanggup mempunyai jatuh tempo dan umumnya tidak
panjang dan paling panjang kurang dari satu tahun sehingga instrumen keuangan dianggap
sebagai instrumen investasi jangka pendek.
Instrumen keuangan ini merupakan sebuah perjanjian atau kontrak antara dua pihak, yaitu
penerbit surat sanggup dan investor. Instrumen keuangan harus dibayar oleh penerbit pada saat
jatuh tempo dengan tanpa alasan apa pun sesuai dengan nilai yang tertera pada surat sanggup
tersebut.
Surat sanggup atau promes yang dalam bahasa Inggris disebut juga promissory note,
dalam akuntansi dapat juga disebut "nota yang dapat diuangkan" adalah merupakan suatu
kontrak yang berisikan janji secara terinci dari suatu pihak ( pembayar) untuk membayarkan
sejumlah uang kepada pihak lainnya (pihak yang dibayar). Kewajiban ini dapat timbul dari
adanya suatu kewajiban pelunasan suatu hutang. Misalnya, dalam suatu transaksi penjualan
barang dimana pembayarannya mungkin saja dilakukan sebagian secara tunai dan sisanya
dibayar dengan menggunakan satu atau beberapa promes.
Dalam promes disebutkan jumlah pokok hutang serta bunga (apabila ada) dan tanggal
jatuh tempo pembayarannya. Kadangkala dicantumkan pula adanya suatu ketentuan yang
mengatur apabila si pembayar mengalami gagal bayar.
Promes atas unjuk adalah suatu promes yang tidak mencantumkan tanggal jatuh tempo
pembayaran dimana pembayaran harus dilakukan setiap saat apabila diminta oleh pemberi
pinjaman. Biasanya si pemberi pinjaman akan mengirimkan pemberitahuan dengan tenggang
waktu beberapa hari sebelum tanggal pembayaran yang diinginkan. Dalam hal pinjam meminjam
uang antar perorangan, penanda tanganan promes ini adalah merupakan suatu cara terbaik guna
kepentingan perpajakan dan pembuktian.
Promes adalah berbeda dari surat pengakuan hutang biasa dimana pada surat pengakuan
hutang hanya merupakan bukti atas hutang seseorang, tetapi dalam promes tertera adanya suatu
persetujuan untuk melakukan pembayaran atas jumlah yang tercantum pada promes tersebut.

18
Kegunaan lain dari promes yaitu untuk pembiayaan atas kebutuhan dana suatu
perusahaan yaitu melalui penerbitan atapun pengalihan surat berharga.
Surat sanggup tidak memerlukan rating (pemeringkat) dari lembaga pemeringkat seperti
Pefindo dan Fitch Rating Indonesia. Pemeringkatan dan jatuh tempo ini merupakan perbedaan
surat sanggup dengan commercial papers. Investor yang membeli surat sanggup maupun
commercial paper pada harga at discount dan diskon tersebut dianggap sebagai bunga.
Misalnya, sebuah surat sanggup mempunyai nilai jatuh tempo sebesar Rp 5 miliar, maka
nilai beli surat sanggup harus di bawah Rp 5 miliar, tergantung yield kesepakatan penerbit
dengan investor. Bila yield sebesar 5 persen, maka investor akan membayar sebesar diskon
bunga dengan periodenya. Bila jatuh tempo investor selama 270 hari, maka investor akan
membayar sebesar Rp 4.821.664.465, (Rp.5 miliar/(1+(270/365)*5%)).

Dasar Hukum Surat Sanggup


Dasar hukum surat sanggup diatur dalam pasal 174 -177 KUH Dagang. Ada dua macam
surat sanggup, yaitu surat sanggup kepada pengganti dan surat sanggup kepada pembawa. Agar
jangan tinggal keragu-raguan HMN Purwosutjipto, menyebutkan surat sanggup kepada
pengganti dengan "surat sanggup" saja, sedangkan surat sanggup kepada pembawa disebutnya
"surat promes".
Sifat Surat Sanggup
Surat sanggup memiliki dua sifat khusus, yakni :
 Tanpa jaminan
Pada awal penerbitan surat sanggup, penerbit mempunyai itikad baik untuk membayar
surat sanggup pada saat jatuh tempo sehingga surat sanggup tidak mempunyai jaminan.
Kepercayaan investor terhadap janji tersebut merupakan pegangan investor sehingga investor
mau membeli surat sanggup tersebut. Tetapi, belakangan surat sanggup sudah mulai ditambah
dengan jaminan karena investor ingin mengurangi risiko yang dihadapinya.
Penerbitan surat sanggup bisa dilakukan sendiri bila penerbit mengetahui pembelinya
(investor). Karena investor sangat bervariasi terutama dari segi permintaan, maka sering kali
penerbit meminta bank investasi (sekuritas) untuk membantu penerbit menjual surat sanggup
tersebut karena sekuritas yang memiliki investor. Untuk jasa sekuritas tersebut diperlukan

19
pembayaran fee sehingga penerbit tidak mau dipusingkan seluruh persoalan penerbitan surat
sanggup tersebut.
 Bisa diperjual belikan
Surat sanggup bisa diperjualbelikan sesuai dengan kesepakatan antara pembeli dan
penjual tanpa sepengetahuan penerbit, tetapi pembeli harus melakukan konfirmasi kepada
penerbit mengenai keabsahan surat sanggup agar pada saat jatuh tempo surat sanggup bisa
ditagih kepada penerbit. Agar cepat laku, penjual kembali akan menggunakan sekuritas karena
perusahaan tersebut yang mengetahui investor (pembeli) surat sanggup tersebut. Investor
kembali harus membayar fee untuk menjual surat sanggup terkecuali pada awal sudah ada
kesepakatan bahwa surat sanggup dijual tanpa bayar fee.
Ketika diterbitkan, surat sanggup tidak mempunyai nama kepemilikan pada surat
sanggup sehingga siapa yang membawa surat sanggup menjadi pemiliknya dan berkuasa untuk
menagih pada saat jatuh tempo kepada penerbit. Tidak adanya nama tersebut dikarenakan surat
sanggup dapat diperjualbelikan dan tidak ada jaminan pihak lain bahwa surat sanggup tersebut
akan dibayar pada saat jatuh tempo.
Ketika saat awal pertama transaksi surat sanggup di mana investor membelinya, maka
investor harus mentransfer dana sebesar nilai kesepakatan surat sanggup tersebut. Pemegang
surat sanggup harus mempunyai bukti transfer atas pembeli surat sanggup dan juga bukti
transaksi telah terjadinya jual-beli surat sanggup. Bukti ini sangat diperlukan pada periode jatuh
tempo untuk menyatakan telah terjadi transaksi.
Pada saat jatuh tempo, pemegang surat sanggup harus mengajukan surat sanggup untuk
menagih utang tersebut dan hanya bisa menagih sebesar nilai yang tertera pada surat sanggup.
Penerbit surat sanggup tidak bisa menolak tagihan tersebut karena kewajiban yang harus dibayar.
Tindakan ini dilakukan untuk menyatakan bahwa penerbit mempunyai utang kepada pemegang
surat sanggup.
Surat sanggup harus ditagih pada saat jatuh tempo dan bila tidak ditagih, tidak ada
kewajiban penerbit harus membayar secepatnya dan adanya tambahan pembayaran dikarenakan
telat penagihan. Akibatnya, penerbit surat sanggup tidak bertanggung jawab atas kerugian yang
dialami pemegang surat sanggup akibat kelalaiannya menagih pada saat jatuh tempo. Pemegang
bisa menagih surat sanggup asalkan dengan bukti yang kuat.

20
Bila terjadi penagihan di luar waktu yang ditentukan bukan pada saat jatuh tempo, maka
pemegang surat sanggup tidak bisa mengenakan bunga setelah berakhir jatuh tempo surat
sanggup karena tidak ada tertera dalam surat sanggup, terkecuali ada kesepakatan antara penerbit
dengan pemegang surat sanggup. Bila ada kesepakatan baru karena belum bisa bayar atau
pemegang surat sanggup setuju diperpanjang, maka penerbit surat sanggup harus menerbitkan
surat sanggup dengan nilai terbaru sesuai kesepakatan. Jatuh tempo surat sanggup sudah berubah
sesuai dengan kesepakatan.

Syarat-Syarat Surat Sanggup


Syarat- syarat surat sanggup adalah :
1. Penyebutan surat sanggup dimuatkan dalam teksnya sendiri
2. Kesanggupan tak bersyarat untuk mebayar sejumlah uang tertentu
3. Penetapan hari bayarnya
4. Penetapan tempat dimana pembayaran dilakukan
5. Nama orang yang dimana pembayaran dilakukan
6. Tanggal dan tempat surat sanggup
7. Tanda tangan orang yang mengeluarkan surat sanggup itu
Apabila salah satu dari syarat ini tidak terpenuhi maka surat tersebut tidak dapat dikatakan
sebagai surat sanggup, kecuali :
a. Bila tidak menentukan hari bayarnya maka dianggap dibayar pada saat diunjukkan
b. Bila tidak menyebutkan tempat pembayaran , maka tempat penandatangan dianggap
sebagai tempat pembayaran
c. Bila tidak menyebutkan tempat ditandatanganinya maka dianggap ditandatangani di
tempat yang tertera disamping nama penandatangan .

Risiko Surat Sanggup


Banyak risiko yang dihadapi pemegang surat sanggup, yaitu risiko tingkat bunga, risiko
daya beli, dan risiko tidak mampu bayar. Salah satu risiko yang paling besar dari seluruh risiko
yang ada adalah risiko tidak mampu bayar walaupun pada awal penerbitan mempunyai itikad
baik untuk membayar. Ketidakmampuan membayar dikarenakan faktor internal perusahaan dan

21
faktor lingkungan eksternal perusahaan seperti krisis ekonomi dan keuangan serta kebijakan
pemerintah.
Bila surat sanggup tidak mampu dibayar oleh penerbitnya, pemegang surat sanggup dapat
melakukan tindakan hukum, misalnya mengajukan kepailitan kepada pengadilan terhadap
penerbit surat sanggup bila surat sanggup tersebut tercatat di laporan keuangan penerbit.

Perbedaan Surat Sanggup dengan Wesel


Surat sanggup mirip dengan surat wesel, tetapi berapa syarat pada surat wesel tidak
berlaku pada surat sanggup, perbedaannya dengan surat wesel adalah:
a. Surat sanggup tidak mempunyai tersangkut.
b. Penerbit dalam surat sanggup tidak memberi perintah untuk membayar, tetapi
menyanggupi untuk membayar.
c. Penerbit surat sanggup tidak menjadi debitur regres, tetapi debitur surat sanggup.
d. Penerbit tidalk menjamin seperti pada penerbit wesel, tetapi melakukan pembayaran
sendiri sebagai debitur surat sanggup.
e. Penerbit surat sanggup merangkap kedudukan sebagai akseptan pada wesel yaitu
mengikatkan diri untuk membayar.
Wesel adalah surat perintah membayar, sedangkan surat sanggup adalah surat
kesanggupan untuk membayar. Karena wesel merupakan surat perintah untuk membayar maka
dalam wesel ada pihak yang diperintah untuk membayar yang disebut tertarik, sedangkan dalam
surat sanggup tidak ada. Surat Sanggup dapat diterbitkan oleh subyek hukum, baik perorangan
ataupun badan hukum .
Surat sanggup yang diterbitkan oleh bada hukum merupakan perusahaan pembiayaan
yang diatur dalam SK Menteri Keuangan no 606/KMK/1995, yang pada intinya mengatur
bahwa:
Perusahaan pembiayaan dalam menerbitkan surat sanggup berlaku ketentuan :
a. Perusahaan pembiayaan dilarang menerbitkan surat sanggup kecuali sebagai jaminan atas utang
kepada bank yang menjadi kreditor
b. Perusahaan pembiayaan dilarang memberikan jaminan dalam segala bentuk pada pihak lain
c. Surat sanggup yang diterbitkan sesuai dengan ketentuan pada huruf a , tidak dapat dialihkan dan
dikuasakan kepada pihak mana pun juga ( non negotiable ).

22
Berdasarkan poin b , maka perusahaan pembiayaan tidak memperbolehkan menjadi penjamin
utang dari pihak lain termasuk dalam bentuk corporate quarantee.
 Cek
Pengertian Cek (cheque) :
“Surat berharga yang memuat kata cek/cheque dalam mana penerbitannya memerintahkan
kepada bank tertentu untuk membayar sejumlah uang kepada orang yang namanya disebut dalam
cek, penggantinya, pembawanya pada saat ditunjukkan. ”
Syarat hukum dan penggunaan cek sebagai alat pembayaran giral (KUHD pasal 178) :
 Pada surat cek tertulis perkataan “CEK/CHEQUE” dan nomor seri
 Surat harus berisi perintah tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu
 Nama bank yang harus membayar (tertarik)
 Jumlah dana dalam angka dan huruf
 Penyebutan tanggal dan tempat cek dikeluarkan
 Tanda tangan dan atau cap perusahaan.
Syarat lainnya yang dapat ditetapkan oleh bank :
 Tersedianya dana
 Adanya materai yang cukup
 Jika ada coretan atau perubahan harus ditandatangani oleh si pemberi cek
 Jumlah uang yang terbilang dan tersebut harus sama
 Memperlihatkan masa kadaluarsa cek yaitu 70 hari setelah dikeluarkannya cek tersebut
 Tanda tangan atau cap perusahaan harus sama dengan speciment/contoh
tidak diblokir pihak berwenang
 Endorsment cek benar (jika ada)
 Kondisi cek sempurna
 Rekening belum ditutup
 dan syarat-syarat lainnya.

Jenis-jenis Cek :
 Cek atas pengganti penerbit adalah cek diman nama pemegang pertama tidak disebutkan
sehingga pihak penarik sama dengan pemegang pertama.

23
 Cek atas nama penerbit sendiri adalah cek dimana nama pihak tertarik juga tertindak
sebagai penarik.
 Cek inkasso adalah cek yang didalamnya terdapat kata “Inkasso” atau kata “ dalam
pemberian kuasa” atau kata lain sejenisnya.
 Cek berdomisili adalah cek yang ditempat pencariannya di tunjukkan di tempat tertentu,
yakni di tempat pihak ketiga atau ditempat pihak tersangkut.
 Cek silang adalah cek yang dilembarannya diberikan garis silang, diman cek seperti ini
hanya dapat di bayarkan jika pembawannya adalah bank lain atau nasabah tertarik.
 Cek perjalanan adalah cek yang diterbitkan oleh seseorang yang akan melakukan
perjalanan ketempat lain. Sehingga ia tidak perlu membawa uang tunai dalam pejalanan.
 Cek mundur adalah cek yang diberi tanggal mundur dari tanggal. Hal ini biasanya terjadi
karena kesepakatan antara pemberi dan penerima cek.
 Cek kosong atau blank cheque merupakan cek yang penarikkannya melebihi saldo yang
ada.

Gambar Cek:

 Kwitansi
Setiap transaksi yang terjadi tidak begitu saja dicatat dalam catatan perusahaan, tetapi
harus didasarkan bukti pencatatan. Bukti pembukuan terdiri dari bukti transaksi. Salah satu
contoh dari bukti transaksi adalah kwitansi.

24
Kwitansi adalah selembar surat bukti yang menyatakan bahwa telah terjadi penyerahan
sejumlah uang dari yang disebut sebagai pemberi atau yang menyerahkan uang kepada yang
disebut sebagai penerima dan yang harus menandatangani telah menerima penyerahan uang itu
sebesar yang disebutkan dalam surat itu, lengkap dengan tanggal penyerahan,tempat serta alasan
penyerahan uang itu. Untuk memperkuat tanda bukti tersebut ditempelkan meterai sebesar yang
ditentukan oleh undang-undang perpajakan.
Surat bukti itu berupa blangko yang memenuhi persyaratan dan diisi atas persetujuan
kedua belah pihak, namun tak dibutuhkan saksi. Akan tetapi, untuk memperkuat dan merinci
maksud penyerahan biasanya disertakan surat perjanjian transaksi, yang sering kali memerlukan
saksi atau dilakukan di depan petugas yang berwenang (misalnya notaris).

Gambar kwitansi (pada kantor pos)

 Bilyet Giro
Bilyet giro adalah surat berharga yang merupakan surat perintah nasabah untuk
memindah bukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang
disebutkan namanya pada bank yang sama atau pada bank yang lainnya. Dengan demikian
pembayaran dana bilyet giro mempunyai dua tanggal dalam teksnya yaitu tanggal penerbitan dan
tanggal efektif ( jatuh tempo). Sebelum tanggal efektif tiba, bilyet giro sudah dapat diedarkan
sebagai alat pembayaran kredit, bilyet giro tidak dapat dipindahtangankan melalui endosemen
karena didalamnya tidak ada klausula yang menunjukkan cara pemindahannya.

25
Sedangkan pengertian giro itu sendiri adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya
atau dengan cara pemindahbukuan.
Pembayaran suatu transaksi dipandang sudah selesai apabila pemindahbukuan yang
dimaksud dalam bilyet giro itu sudah dilaksanakan oleh bank. Didalam bilyet giro orang yang
menerbitkan adalah pihak yang harus membayar. Menerbitkan surat berharga disini maksudnya
adalah penerbit memerintahkan bank dimana ia menjadi nasabah untuk memindah bukukan
sejumlah uang dari rekeningnya kepada rekening pihak ketiga yang disebutkan namanya. Pihak
yang menerima bilyet giro ini disebut pemegang atau penerima, sedangkan bank sebagai pihak
yang memerintahkan melakukan pemindah bukuan disebut tersangkut.
Bilyet giro adalah surat perintah pemindahbukuan sebagaimana diatur dalam Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet
Giro.
Syarat-syarat yang berlaku untuk BG agar pemindahbukuannya dapat dilakukan antara lain :
 Pada surat cek tertulis perkataan “Bilyet Giro” dan nomor seri\
 Surat harus berisi perintah tak bersyarat untuk memindahbukukan sejumlah uang tertentu
atas beban rekening yang bersangkutan
 Nama bank yang harus membayar (tertarik)
 Nama penerima dana dan nomor rekening
 Nama bank penerima dana
 Jumlah dana dalam angka dan huruf
 Penyebutan tanggal dan tempat cek dikeluarkan
 Tanda tangan dan atau cap perusahaan.
Masa berlaku dan tanggal berlakunya BG juga diatur sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan seperti :
 masa berlakunya adalah 70 hari terhitung mulai tanggal penarikanny
 bila tanggal efektif tidak ada maka tanggal penarikan berlaku sebagai tanggal effektif
 bila tanggal efektif tidak ada maka tanggal efektif berlaku sebagai tanggal penarikan.

26
Gambar Bilyet Giro:

 Promes atas tunjuk


1. Definisi
Istilah promes berasal dari kata promesse dalam bahasa prancis yang artinya, sanggup
atau janji, yaitu sanggung membayar atau janji membayar. Orang yang menandatangani
surat itu menyanggupi atau berjanji untuk membayar sejumlah uang yang tersebut dalam
surat itu kepada setiap pemegangnya.
Promes ini bersifat atas tunjuk, artinya siapa saja yang memegang surat itu dan setiap saat
ia memperlihatkan kepada yang bertandatangan ia akan memperoleh pembayaran.
2.Penerbitan
Penerbitan promes atas tunjuk dapat dilakukan secara penglihatan dan dapat pula secara
sesudah penglihatan. Perbedaan antara promes atas tunjuk dan surat sanggup adalah pada
promes atas tunjuk nama pemegangnya tidak dalam surat itu. Adapun pada surat sanggup
nama pemegangnya dicantumkan dalam teksnya.
3. Tenggang waktu pembayaran
Pemegang surat promes atas tunjuk harus menagih pembayarannya dalam waktu 6 hari
setelah surat itu diterimanya sebagai pembayaran, hari penerimaannya tidak dihitung
sebagaimana ditentukan di dalam pasal 229i ayat 1 KUHD.
Kemudian dalam ayat 2 pasal tersebut dinyatakan bahwa apabila dalam proses itu
disebutkan hari, tanggal pembayaran, maka dalam tenggang waktu 6 hari, pemegang
promes atas tunjuk harus mengajukan penawaran pembayaran kepada penandatangan.

27
Apabila hari terakhir tenggang waktu 6 hari jatuh pada hari raya, menurut pasal 229b bis
KUHD maka kewajiban dan tanggung jawab terus berjalan sampai dengan hari pertama
berikutnya.s
4.Kewajiban dan tanggung jawab penandatangan
Jika dalam tenggang waktu yang telah ditentukan pemegangn promes atas tunjuk telah
menawarkan pembayaran, namun ternyata mendapat penolakan pembayaran maka ia
harus menawarkannya untuk dicabut kepada orang yang memberikan kepadanya sebagai
pembayaran. Akan tetapi, tidak berarti tuntutan pembayaran pemegang itu menjadi
lenyap, penandatangan itu berkewajiban membayar kepada pemegang dalam hal terjadi
non pembayaran.
5.Daluwarsa
Yaitu setelah lewat tenggang waktu 6 bulan terhitung mulai hari penerbitan semula, maka
segala tuntutan terhadap penanda tangan promes atau terhadap mereka yang telah
menggunakan promes tersebut sebagai pembayaran dihapuskan.

 Commercial Paper
Pada awalnya istilah Commercial Paper tidak dikenal dalam kerangka hukum Indonesia
walaupun belum merupakan aturan berbentuk Undang-undang. Hal ini tersebut dimaklumi
karena dewasa ini banyaknya perkembangan jenis surat berharga sebagai instrumen pasar uang.
Namun karena pengaruh globalisasi yang melanda di berbagai bidang, maka Commercial Paper
kemudian masuk dalam tatanan kehidupan masyarakat Indonesia. Istilah Commercial Paper
kemudian dicoba di Indonesia dengan istilah surat sanggup tanpa jaminan yang baru dikenal di
Indonesia karena perkembangan globalisasi dewasa ini.
Commercial Paper merupakan surat berharga berjangka waktu pendek dengan tempo 2
sampai 270 hari atau kurang dari satu tahun, yang dikeluarkan oleh bank, perusahaan atau
peminjam lain kepada investor untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang cepat bagi si
penerbit. Sebagai imbalannya investor akan memperoleh bayaran diskonto yaitu selisih nilai
harga nominal dengan harga penjualan karena harga penjualan Commercial Paper tersebut di
bawah harga nominalnya.
Commercial Paper memang merupakan produk dari perkembangan dunia usaha yang
berkembang pesat belakangan ini. Perkembangan ini membuat Kitab Undang-Undang Hukum

28
Dagang Indonesia praktik tertinggal. Mengingat perubahan ini maka bank Indonesia sejak
tanggal 11 Agustus 1995 mengeluarkan Surat Keputusan yang mengatur tentang persyaratan
penerbitan dan perdagangan Surat Berharga Komersial (Commercial Paper) melalui bank umum
di Indonesia.
Menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/52/KEP/DIR ini, Commercial
Paper adalah surat sanggup tanpa jaminan yang diterbitkan perusahaan bukan bank atau
perusahaan efek, berjangka waktu pendek dan diperdagangkan dengan sistem diskonto.
Sedangkan yang merupakan ciri-ciri dari suatu Commercial Paper menurut Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia yang dituangkan dalam Surat Edaran No.28/49/UPG antara lain :
1. Merupakan janji untuk membayar tanpa syarat.
2. Merupakan surat berharga yang tergolong ke dalam surat sanggup.
3. Berjangka waktu pendek yaitu tidak melebihi 9 bulan.
4. Umumnya diperjual belikan dalam bentuk discount
5. Tidak mempunyai jaminan hutang
6. Umumnya dikeluarkan oleh perusahaan yang sudah punya nama ataupun
7. Perusahaan yang telah dirating bagus oleh perusahaan peringkat.
8. Merupakan instrumen pasar uang, sungguhpun dapat dikembangkan untuk menjadi instrumen
pasar modal.
Hingga saat ini belum ada pengaturan yang khusus mengenai Commercial Paper di
Indonesia. Oleh karena itu Commercial Paper tidak dapat disebutkan secara pasti. Ada yang
membedakannya berdasarkan apakah Commercial Paper itu memakai pengaturan penerbitan
(arranger) atau tidak, apakah Commercial Paper tersebut memakai perjanjian jual beli atau tidak,
atau apakah Commercial Paper itu memakai jaminan atau tidak. Ada juga yang membedakan
berdasarkan kriteria yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yaitu merupakan
surat promes atau bukan.

Syarat-Syarat Sah Commercial Paper


Syarat-syarat formal penerbitan Commercial Paper melalui bank umum di Indonesia
menjadi jelas sebagaimana diatur dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5 Surat Keputusan Direksi
Bank Indonesia No. 28/52/KEP/DIR tanggal 11 Agustus 1995 termasuk persyaratan mengenai
pemeringkatan yang dilakukan oleh lembaga pemeringkat yang diakui di dalam negeri.

29
Pasal 2 yang mengatur persyaratan formal Commercial Paper, yaitu sebagai berikut :
a. Mencantumkan
 Klausula sanggup dan kata-kata “SURAT SANGGUP” di dalam teksnya dan dinyatakan
dalam
 bahasa Indonesia.
 Janji tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.
 Penetapan hari bayar
 Penetapan pembayaran
 Nama pihak yang harus menerima pembayaran atau penggantinya
 Tanggal dan tempat surat sanggup diterbitkan
 Tanda tangan penerbit
b. Berjangka waktu paling lama 270 (dua ratus tujuh puluh) hari
c. Diterbitkan oleh perusahaan bukan bank dalam Pasal 1 angka 9 surat keputusan ini.
d. Pada halaman muka Commercial Paper sekurang-kurangnya dicantumkan halhal sebagai berikut :
 Kata-kata “SURAT BERHARGA KOMERSIAL (COMMERCIAL PAPER)” yang ditulis
kata-kata “SURAT SANGGUP” sebagaimana dimaksud dalam huruf a butir I diatas ;
 Pernyataan “tanpa protes” dan “tanpa biaya” sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 176 jo
Pasal 145 KUHD ;
 Nama bank atau perusahaan efek dan nama serta tanda tangan pejabat bank atau perusahaan
efek yang ditunjuk sebagai agen tanda keaslian Commercial Paper, tanpa penempatan logo
atau perusahaan efek secara mencolok ;
 Nama dan alamat bank atau perusahaan yang ditunjuk sebagai pembayar tanpa penempatan
logo bank atau perusahaan secara mencolok ;
 Nomor seri Commercial Paper ;
 Keterangan cara penguangan Commercial Paper sebagaimana diatur dalam pasal 4 surat
keputusan ini.
Penerbitan Commercial Paper
Perdagangan Commercial Paper dilakukan dengan mekanisme dealer ship yaitu suatu
mekanisme dimana calon penerbit Commercial Paper akan menghubungi pengatur penerbitan
atau sebaliknya. Karena pada saat telah ada lembaga pemeringkat yang melakukan penilaian atas
resiko kredit suatu perusahaan maka pengatur penerbitan akan menghubungi lembaga
30
pemeringkat untuk mengetahui tingkat kreabilitas calon penerbit Commercial Paper. Perusahaan
yang akan melakukan penerbitan dan perdagangan Commercial Paper harus mempunyai tingkat
kesehatan dan permodalan yang tergolong sehat dalam 12 bulan terakhir.
Lembaga pemeringkat akan menilai apakah calon penerbit dan pernyataan peringkat
Commercial Paper akan diserahkan oleh Lembaga Pemeringkat kepada pengatur penerbitan.
Setelah memperoleh sertifikat pemeringkat Commercial Paper maka pengatur penerbitan akan
menerbitkan memorandum informasi yang objektif mengenai calon penerbit melalui media
cetak. Informasi yang disiapkan sekurang-kurangnya harus memuat laporan keuangan tahun
buku terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik dengan kualifikasi wajar tanpa syarat.
Disamping itu perlu pula disajikan laporan keuangan kwartalan yang terbaru, anggaran dasar
penerbit, tanggung jawab hukum dari semua pihak yang terlibat dalam transaksi dan peringakt
Commercial Paper. Kegiatan sebagai pengatur menyampaikan laporan kepada bank Indonesia
dengan format yang telah ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.28/49/UPG tanggal
11 Agustus 1995.
Pengatur penerbitan akan menghubungi agen penerbitan dan agen pembayaran. Dalam
memilih agen penerbitan dan agen pembayaran dilakukan secara kompetitif. Agen penerbit wajib
melakukan penelitian atas kebenaran prosedur penerbitan Commercial Paper, baik dari segi
administratif maupun dari segi yuridis. Yang dimaksud dengan hal-hal yang bersifat
administratif adalah penelitian atas kebenaran prosedur penerbitan dengan memperhatikan antara
lain anggaran dasar dan anggaran rumah tangga perusahaan calon penerbit Commercial Paper,
serta keaslian kertas komersial Paper yang bersangkutan. Segi yuridis yang perlu diperhatikan
adalah pemenuhan undang-undang dan ketentuan yang berlaku.
Agen pembayar mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melakukan pembayaran
atas Commercial Paper pada saat jatuh tempo. Commercial Paper yang tidak ditunaikan setelah
melampaui waktu enam bulan sejak jatuh tempo dapat ditunaikan langsung pada penerbit
Commercial Paper. Perlu dipahami bahwa agen pembayar tidak menjamin pembayar tetapi
hanya melaksanakan pembayaran Commercial Paper yang jatuh tempo bila dananya disediakan
oleh penerbit Commercial Paper.
Jika pengatur penerbitan telah mendapatkan agen penerbitan dan agen pembayaran maka
diadakan perjanjian antara penerbit dengan agen penerbitan dan agen penerbit dengan agen
pembayaran. Dalam perjanjian tersebut diuraikan kewajiban masing-masing agen serta fee yang

31
menjadi haknya untuk jasanya ini. Selanjutnya, agen penerbit mulai menjual Commercial Paper
kepada investor pertama, secara langsung maupun melalui dealer. Apabila investor pertama ingin
menjual Commercial Paper pada investor kedua dapat dilakukan dengan cara endosemen blanko
dan tanpa hak regres. Investor kedua dapat menguangkan Commercial Paper setelah jatuh tempo
pada agen pembayar.

 Obligasi
Pengertian Obligasi
Obligasi adalah pernyataan berutang kepada pemegang dan menyanggupi untuk
membayar/mengembalikan jumlah pokok dengan bunga tertentu sebagaimana yang disebutkan
dalam surat utang itu. Bukti pengakuan utang tersebut dapat dikeluarkan oleh pemerintah/negara
atau oleh perusahaan. Jadi, apabila orang membeli obligasi, berarti orang tersebut telah memberi
pinjaman uang untuk jangka waktu tertentu dengan bunga tertentu dan pinjaman tersebut akan
dibayar lunas sesuai jangka waktu yang tercantum dalam obligasi.
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal tidak terdapat definisi
obligasi secara eksplisit, tetapi terdapat kata “obligasi” pada Pasal 1 butir 5, Penjelasan Pasal 21
ayat (3), Pasal 24 ayat (1), dan Penjelasan Pasal 25 ayat (1), di mana intinya bahwa obligasi
termasuk salah satu jenis efek. Ketentuan yang lebih jelas terdapat pada Pasal 51 ayat (4), di
mana dikatakan bahwa obligasi sebagai contoh efek yang bersifat utang jangka panjang. Obligasi
adalah bukti utang dari Emiten yang mengandung janji pembayaran bunga atau janji lainnya
serta pelunasan pokok pinjaman yang dilakukan pada tanggal jatuh tempo, sekurang-kurangnya
tiga tahun sejak tanggal emisi. (Pasal 1 butir 34 Keputusan Menteri Keuangan Nomor
1548/KMK.013.1990 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
1199/KMK.010/1991).
Karakteristik Obligasi
Obligasi merupakan salah satu instrumen yang diterbitkan oleh suatu pihak tertentu dan
diperjualbelikan di bursa Efek. Di Indonesia, terdapat dua macam bursa Efek yaitu Bursa Efek
Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). Berdasarkan pembagian segmentasi perdagangan
dengan BEJ, BES lebih banyak memperdagangkan obligasi, saham juga diperdagangkan namun
tidak banyak.

32
Adapun karakteristik umum yang tercantum pada sebuah obligasi yaitu meliputi :
a. Nilai Penerbitan Obligasi ( jumlah pinjaman dana)
Dalam penerbitan obligasi maka pihak Emiten akan dengan jelas menyatakan berapa
jumlah dana yang dibutuhkan melalui penjualan obligasi. Istilah yang ada yaitu dikenal dengan
“jumlah emisi obligasi”. Apabila perusahaan membutuhkan dana Rp. 400 milyar maka dengan
jumlah yang sama akan diterbitkan obligasi senilai dana tersebut. Penentuan besar kecilnya
jumlah penerbitan obligasi berdasarkan kemampuan aliran kas perusahaan serta kinerja
bisnisnya.
b. Jangka waktu obligasi
Setiap obligasi mempunyai jangka waktu jatuh tempo (maturity). Masa jatuh tempo
obligasi kebanyakan berjangka waktu 5 (lima) tahun. Untuk obligasi pemerintah bisa berjangka
waktu lebih dari 5 (lima) tahun sampai 10 (sepuluh) tahun. Semakin pendek jangka waktu
obligasi maka akan semakin diminati oleh investor karena dianggapnya resikonya semakin kecil.
Pada saat jatuh tempo pihak penerbit obligasi berkewajiban melunasi pembayaran pokok obligasi
tersebut.
c. Tingkat Suku Bunga
Untuk menarik investor membeli obligasi tersebut maka diberikan insentif berbentuk
tingkat suku bunga yang menarik misalnya 17%, 18% per tahunnya. Penentuan tingkat suku
bunga biasanya ditentukan dengan membandingkan tingkat suku bunga perbankan pada
umumnya. Istilah tingkat suku bunga obligasi biasanya dikenal dengan nama kupon obligasi.
Jenis kupon bisa berbentuk fixed rate dan variable rate untuk alternatif pilihan bagi investor.
d. Jadwal Pembayaran Suku Bunga
Kewajiban pembayaran kupon (tingkat suku bunga obligasi) dilakukan secara periodik
sesuai kesepakatan sebelumnya, bisa dilakukan triwulanan atau semesteran. Ketepatan waktu
pembayaran kupon merupakan aspek penting dalam menjaga reputasi penerbit obligasi.
e. Jaminan
Obligasi yang memberikan jaminan berbentuk aset perusahaan akan mempunyai daya
tarik bagi calon pembeli obligasi tersebut. Di dalam penerbitan obligasi kewajiban penyediaan
jaminan tidak harus mutlak. Apabila yang memberikan jaminan berbentuk aset perusahaan
ataupun tagihan piutang perusahaan dapat menjadi alternatif yang menarik investor.

33
Dari karakteristik-karakteristik yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat dibagi
menjadi berbagai macam obligasi. Dari cara pengalihan terdapat 2 (dua) jenis obligasi, yaitu
Obligasi Atas Unjuk (bearer bond) dan Obligasi Atas Nama (registered bond).
Ciri-ciri penting dari Obligasi Atas Unjuk meliputi:
 Nama pemilik tidak tercantum dalam sertifikat obligasi;
 Setiap sertifikat obligasi disertai dengan kupon bunga yang dilepaskan setiap pembayaran
bunga dilakukan;
 Sangat mudah untuk dialihkan;
 Kertas sertifikat obligasi dibuat dari bahan berkualitas tinggi seperti bahan pembuat uang;
 Bunga dan pokok obligasi hanya dibayarkan kepada orang yang dapat menunjukkan kupon
bunga dan sertifikat obligasi.
Sedangkan untuk Obligasi Atas Nama untuk pokok pinjaman, nama pemilik tercantum
dalam sertifikat obligasi beserta kupon bunga dan untuk pokok bunga nama pemilik tidak
tercantum dalam sertifikat obligasi. Nama dan alamat pemilik dicatat di perusahaan Emiten
untuk memudahkan dalam pengiriman bunga. Kemudian Obligasi Atas Nama untuk pokok dan
bunga, nama pemilik tercantum dalam sertifikat obligasi, tetapi tidak ada kupon bunga, karena
bunga langsung disampaikan kepada pemilik yang namanya tercantum dalam daftar perusahaan
Emiten.
Dasar Hukum Penerbitan Obligasi
Obligasi merupakan suatu surat berharga yang di dalamnya memuat suatu bukti utang
dari penerbitnya. Dalam terminologi hukum perdata kata “hutang” diartikan sebagai suatu
kewajiban untuk melakukan prestasi kepada orang lain. Hutang dalam pengertian hukum perdata
adalah timbul dari suatu perikatan. Sebagaimana yang kita ketahui perikatan dapat lahir karena
undang-undang maupun karena perjanjian. Jadi pengertian hutang disini adalah sangat umum,
karena hutang ini dapat timbul dari perikatan apa saja. Sedangkan hutang dalam obligasi yang
dimaksud adalah hutang dalam arti sempit, yaitu hutang yang timbul karena perikatan pinjam
meminjam uang (gedschuld), tidak dari perikatan lain. Secara lebih tegas, hutang dalam definisi
di atas harus diartikan sebagai hutang sejumlah uang.
Obligasi tidak diatur di dalam KUHD. Pengaturan tentang Obligasi dapat ditemukan di
luar dari KUHD yakni diseluruh peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Ini dapat
dilihat pertama sekali pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1963 tentang Pinjaman

34
Obligasi oleh Bank/Perusahaan/Badan Pemerintah maupun Swasta. Inilah produk hukum yang
pertama sekali mengatur diterbitkannya obligasi oleh bank/perusahaan/badan pemerintah
maupun swasta di Indonesia. Lalu dengan berkembangnya pasar uang dan modal dipandang
perlu untuk kembali meninjau peraturan tersebut. Oleh karena itu Peraturan Pemerintah No. 6
Tahun 1963 dicabut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1973.
Seiring dengan perkembangan pasar modal yang sudah menyentuh tingkat internasional maka
pemerintah mengeluarkan regulasi dengan menerbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 17 tahun 1978 tentang Pinjaman Luar Negeri dalam Bentuk Surat Utang atau Obligasi.
Keputusan Presiden ini menjadi payung hukum bagi setiap penerbit obligasi yang akan
mengeluarkan surat utang kepada lembaga asing.
Berkembangnya perdagangan obligasi ini membuat pemerintah semakin memperkuat
payung hukum penerbitan obligasi di dalam negeri. Hal ini dapat dilihat dari diterbitkannya
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 755/KMK.011/1982 tentang Tata Cara
Menawarkan Obligasi kepada Masyarakat oleh Badan Usaha selain Bank dan LKBB. Lalu
dterbitkan juga Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1/KMK.04/1983
tentang Pemberian Keringanan Perpajakan bagi Pembelian Obligasi oleh Masyarakat Pemodal.
Kedua produk hukum ini menjadi dasar hukum dan acuan bagi badan usaha yang ingin
melakukan penawaran obligasi kepada masyarakat di Indonesia.
Pengaturan obligasi juga dimuat pada dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan yang mengatakan surat berharga adalah surat pengakuan utang,
wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu
kewajiban dari penerbit dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan uang.
Dengan adanya aturan ini maka setiap bank dapat menerbitkan obligasi.
Pengaturan mengenai obligasi dapat juga dilihat dalam berbagai jenis Keputusan Ketua
BAPEPAM-LK. Pengaturan-pengaturan mengenai obligasi itu antara lain terdapat pada
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep: -
412/BL/2009 tentang Ketentuan Umum dan Kontrak Perwaliamanatan Efek Bersifat Utang.
Dalam peraturan ini dapat ditemukan fungsi, tugas, serta tanggung jawab Wali Amanat dalam
hal melakukan penerbitan obligasi. Pengaturan lainnya dapat ditemukan pada Keputusan Ketua
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep-05/PM/2004 tentang

35
Penawaran Umum oleh Pemegang Saham. Peraturan inilah yang digunakan Emiten dalam
rangka melakukan penawaran umum obligasi kepada masyarakat.
JENIS-JENIS OBLIGASI
1.Jenis obligasi berdasarkan definisinya
Mengenai obligasi ini, bibin bisono mengemukakan pendapatnya sebagai berikut:
Bond is widely known in Indonesia as a debt paper bearing fixed counpon. Bond is issueed
following the procedure of public offering and listed in a stock exchange. It normally matures
more than one year (generally between five tom seven year).
Dalam terjemahan bebas dapat dikatakan bahawa ahudi Indonesia, obligasi rat pernyataan
utang dengan bunga tetap/kupon. Obligasi yanma hingga tujuh mumnya lin (ug diterbitkan oleh
suatu pihak melalui prosedur penawaran umum dengan jangka waktu diatas satu tahun
(umumnya lima hingga tujuh tahun) dan tercatat di bursa.
2.Jenis obligasi berdasarkan bunga dan jaminan
Beberapa jenis obligasi berdasarkan kriteria netapan intentif bunga, misalnya : floating
rate bonds, fixed rate bonds, dan o coupon bonds.
Floating rate bonds adalah obligasi yang ditawarkan dengan tingkat suku bunga yang
mengambang.
Fixed rate bonds, yang berarti mengandung pengertian yang berlawanan dengan floating rate
bonds, yang berarti bunga atas obligasi yang ditawarkan bersifat tetap/tidak berubah.jemahan
bebas diartikan bahwa sementara itu zero coupon bonds adalah sejenis obligasi yang ditawarkan
dengan cara memberi diskon kepada pembeli obligasi.
Jenis-jenis obligasi ini antara lain sebagai berikut.
 Obligasi dengan tingkat bunga tetap
 obligasi dengan tingkat bunga mengambang
 obligasi dengan jaminan
3 Jenis obligasi berdasarksn konvertibilitas
Obligasi ini disebut convertible bonds atau lebih dikenal obligasi konversi. Mengenai
obligasi onverrsi atau convertible bonds ini peter gallant menulis, convertible bonds offer the
holder the opsion to convert the bond into another security or assets on agreet conditions in the
future. Dalam terjemahan bebas diartikan bahwa obligasi konversi menawarkan kepada

36
pemegangnya suatu hak opsi untuk mengubah obligasi ke sekuritis atauast yang lain atau
menyetuju keadaan yang akan terjadi di kemudian hari

4 Jenis obligasi berdasarkan penerbitnya


Dari klasifikasi pihak yang menerbitkan obligasi, dikenal jenis 1) company bonds (pihak
yang menerbitkan adalah perusahaan), 2) government bonds (pemerintah pusat), dan 3)
municipal bonds (pemerintah daerah atau wilayah otonomi khusus).

5.Jenis obligasi berdasarkan pemegangnya


Obligasidapat diterbitkan dalam 2 (dua) jenis, yaitu (i) atas nama, dan (ii) atas unjuk
(pembawa). Obligasi atas nama, untuk pokok pinjaman dan bunga, nama pemilik tercantum
dalam sertifikat obligasi, tetapi tidak ada kupon bunga.

6. Obligasi Subordinasi dan Obligasi Warrant


Obligasi subordinasi (subordinated debt) merupakan sekuritas dengan peringkat di bawah
utang dengan jaminan, setelah obligasi debenture, dan dalam hal tuntutan terhadap aktiva dan
pendapatan atas penerbit seringkali setelah kreditur umum lainnya
Obligasi Warrant merupakan hak untuk ditukarkan dengan saham perusahaan dengan
kurs tertentu. Adapun obligasinya tersendiri akan memberikan pembayaran bunga dan pokok
obligasi kepada pemegang saham

37
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Surat berharga adalah Surat yang mempunyai harga atau nilai. Yang fungsinya ialah
sebagai :
 Sebagai alat pembayaran (alat ukur uang)
 Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (diperjualbelikan dengan mudah atau
sederhana)
 Sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi)
Macam-macam atau Jenis-jenis surat ada banyak diantara ialah wesel, cek ,surat sanggup,
kuitansi atas tunjuk, promes atas tunjuk, Giro, dan Obligasi yang semuanya merupakan sebuah
kertas (surat) yang mempunyai nilai/harga karena nominal yang tercantum dalam surat-surat
tersebut.
Hukum Surat-surat Berharga adalah himpunan peraturan yang mengatur tentang surat
yang memiliki nilai. Lengkapnya, himpunan peraturan yang mengatur tentang surat yang
berbentuk akta yang merupakan alat pembayaran, alat bukti hak tagih dan alat memindahkan hak
tagih, contohnya cek, wesel, surat sanggup, obligasi, commercial paper,dll.
Surat Berharga terbagi menjadi dua, yaitu surat berharga dan surat yang berharga. Secara
yuridis istilah surat berharga dan surat yang berharga sangat berbeda fungsi dan penggunaannya.
Surat berharga diterbitkan untuk alat pembayaran, sedangkan surat yang berharga hanya sebagai
alat bukti bagi orang yang namanya tertera dalam surat tersebut atau sebagai alat bukti diri bagi
sipemegang atau orang yang menguasai surat tersebut.
Dasar-dasar hukum surat berharga ada dua, antara lain:
1. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), contohnya
 Wesel (100-173 KUHD)
 Surat sanggup (174-177 KUHD)
 Cek (178-229d KUHD)
 Kwitansi-kwitansi dan Promes atas tunjuk (229e – 229k KUHD)
 Persetujuan sewa kapal atau charter party (453-465 KUHD), konosemen (504 dst KUHD),
dan delivery order (510 KUHD)

38
2. Perundang-undangan lain untuk surat berharga lainnya, contohnya
 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 21/52/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank
Indonesia No. 21/30/UPUM tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia,
masing-masing tanggal 27 Oktober 1988;
 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 21/53/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank
Indonesia No. 21/31/UPG tentang Perdagangan Surat Berharga Pasar Uang, masing-masing
tanggal 27 Oktober 1988;
 Surat Edaran Bank Indonesia No. 28/52/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No.
28/49/UPG tentang Persyaratan Penerbitan dan Perdagangan Commercial Paper melalui
Bank Umum di Indonesia;
 Surat Edaran Bank Indonesia (SERI) No. 4/670 UPPB/ Pb.B.BI 24 Januari 1972 yang sudah
disempurnakan dengan surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor: 28/32/Kep/Dir dan
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 28/321UPG masing-masing tanggal 4 Juli 1995
mengatur Bilyet Giro sebagai alat pembayaran giral

B. Saran
Pemerintah lebih mengawasi pelaksanaan penerbitan sekaligus perdagangan surat-surat
berharga yang terjadi sekarang ini karena semakin maraknya kasus yang terjadi yang berkaitan
dengan penyalahgunaan surat-surat berharga.

39
Daftar Pustaka

KUHD (Kitab Undang Hukum Dagang)

C.S.T.Kansil dan Christine S.T. Kansil. 2008. Pokok –pokok pengetahuan Hukum Dagang
Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika

Dra.Farida Hasyim,M.Hum. Hukum Dagang, (Jakarta, Sinar Grafika: 2009)

C.S.T. Kansil, 2001. Hukum Perusahaan Indonesia. Jakarta : Madya Pramita

Abdulkadir, Muhammad. Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga. Bandung: Citra


Aditya Bakti, 1998

Subekti, R, Prof, S.H dan Tjitrosudibio, R, 2001, Kitab Undang-undang Hukum Perdata,
Cetakan ke-31, PT Pradnya Paramita, Jakarta.

Ari siswanto, 2004. Hukum Perniagaan Usaha. Bogor : Graha Indonesia

Kansil, 2001. Hukum Perusahaan Indonesia. Jakarta : Madya Pramita

40
41

Anda mungkin juga menyukai