Anda di halaman 1dari 10

Manajemen Kasus Subarachnoid Anestesi

Sectio Caesarea (SC)

STASE ILMU ANESTESI DAN REANIMASI

Oleh :
Talitha Alpha Heriandini
13711035
Pembimbing :
Dr. Bambang T. Sp. An

Departemen Ilmu Anestesi dan Reanimasi

RSUD dr. Soeroto, Ngawi

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2 0 18
IDENTITAS
Nama Pasien : Ny. ES
Umur : 26 tahun
Alamat : Kwadungan
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
No.RM : 299561
Tgl Operasi : 21 Februari 2018

ANAMNESIS
Autoanamnesis dan pengambilan data sekunder dari status pasien pada tanggal
21 Februari 2018.
a. Keluhan Utama
Perut terasa kencang-kencang.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pada tanggal 20 Februari 2018 pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan
merasa kencang-kencang seperti ingin melahirkan. Oleh dokter Sp.OG pasien
didiagnosis G2P1A0 dengan UK 38 minggu 4 hari dengan letak lintang + BSC 6 tahun
yang lalu + obesitas grade I. Pasien direncanakan akan dilakukan tindakan sectio
caesarea elektif pada tanggal 21 Februari 2018.

c. Anamnesis sistem
 Cerebrospinal : Pusing (-), demam (-), kejang (-)
 Kardiovaskular : Berdebar-debar (-), nyeri dada (-)
 Respirasi : Sesak nafas (-), batuk (-)
 Digesti : Mual (-), muntah (-), BAB normal
 Urogenital : BAK normal
 Integumentum : Gatal-gatal (-), kemerahan (-)
 Muskuloskeletal : Bengkak pada ekstremitas kaki (-)

d. Riwayat penyakit dahulu


 Riwayat diabetes mellitus (-)
 Riwayat tekanan darah tinggi (-)
 Riwayat asma (-)
 Riwayat alergi (-)

e. Riwayat penyakit keluarga


 Riwayat diabetes mellitus (-)
 Riwayat tekanan darah tinggi (-)
 Riwayat asma (-)
 Riwayat alergi (-)

PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan Umum
 Keadaan umum : Tampak tenang
 Kesadaran : Composmentis
 Berat badan : 75 kg
 Tinggi badan : 159 cm
 Vital sign
TD : 110/70 mmHg RR : 20 x/menit
HR : 80 x/menit Suhu : 36.3 ºC
 Kepala : bentuk kepala normal, benjolan (-)
 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
 Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), benjolan (-),
tiroid tidak teraba membesar
 Thoraks : retraksi dinding dada (-)
 Jantung : bunyi jantung S1 S2, reguler
 Pulmo : bunyi paru vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
 Abdomen : bising usus (+) normal
 Ekstremitas : edema pada ekstremitas bawah (-), akral teraba hangat

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan darah lengkap tanggal tanggal 20 Februari 2018
WBC 10.63 10^3/uL
NEU 82.8 %
LYM% 11.8 %
MON% 4.4 %
EOS% 0.5 %
BAS% 0.5 %
RBC 4.43 10^6/uL
HGB 10.7 g/dL
HCT 32.7 %
MCV 73.8 fL
MCH 24.2 pg
MCHC 32.8 g/dL
RDW_CV 16.9 %
RDW_SD 44.5 fL
PLT 280 10^3/uL
MPV 9.6 fL
PDW 16.3
PCT 0.27 %
P-LCR 33.0 %
P-LCC 92 10^9/L

b. Metabolik
 Gula darah sewaktu : 91 mg/dL

c. Pemeriksaan elektrolit
 Natrium (Na) : 138.9 m Eq/lt (135-148)
 Kalium (K+) : 3.60 m Eq/lt (3.50-5.30)
 Chloride (CL-) : 111.4 m Eq/lt (98.0-107.0)

DIAGNOSIS
G2P1A0 UK 38 minggu 4 hari dengan letak lintang + BSC 6 th yang lalu + obesitas
grade I
TERAPI
Terapi non farmakologi : -
Terapi farmakologi :-
Terapi Pembedahan : Sectio Cesarea

PENATALAKSAAN ANESTESI
Pasien wanita usia 26 tahun dengan diagnosis G2P1A0 UK 38 minggu 4 hari
dengan letak lintang + BSC 6 th yang lalu + obesitas grade I, ASA II. BB: 75 kg, TB:
154 cm, TD: 120/81 mmHg, HR : 88 x/menit, RR : 20 x/menit.
 Anamnesis
Asma (-), alergi (-), hipertensi (-), diabetes mellitus (-), puasa (+) MMT jam
02.00 wib, gigi palsu (-), gigi goyang (-)
 Konsul ke dokter Spesialis Anestesi  jenis anestesi subarachniod anestesi (SAB).
 Teknik : Anestesi spinal
 Premedikasi : Infus Gelafusal 500cc
 Induksi : lidocain dan Bupivacaine HCl
 Maintenance : O2 3 Lpm
 Monitoring : Tanda vital selama operasi tiap 5 menit, kedalaman
anestesi, cairan, dan perdarahan
 Langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal, antara lain:
1. Setelah dimonitor, pasien duduk dengan posisi membungkuk. Tusukan lumbal
akan mudah dilakukan jika fleksi maksimal pada tulang belakang.
2. Menentukan tempat tusukan, yaitu L4-L5 (perpotongan antara garis yang
menghubungkan kedua krista iliaka dengan vertebra).
3. Berikan tanda pada tempat tusukan.
4. Tempat tusukan disterilkan dengan betadine dan alkohol.
5. Diberi anestetik lokal pada tempat tusukan, dengan lidokain 2 % sebanyak 2ml.
6. Jarum spinal besar ukuran 25G dapat digunakan. Lakukan penusukan jarum spinal
pada tempat yang telah ditentukan, dengan sudut 10-30˚ terhadap bidang
horizontal kearah kranial. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal
dicabut dan cairan jernih serebrospinal akan menetes keluar, pasang spuit berisi
Bupivacaine HCl dan dimasukkan pelan-pelan (0,2 ml/detik) diselingi aspirasi
sedikit, untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik.

Hasil pemantauan tanda vital (tekanan darah dan frekuensi nadi) , cairan masuk
dan cairan keluar selama dilakukan anestesi sebagai berikut :
JAM 09.35 09.40 09.45 09.50 09.55 10.00 10.05 10.10
TD (mmHg) 108/60 85/50 140/70 120/69 110/75 115/70 110/60 125/70
HR (x/menit) 60 60 60 64 88 70 105 92

10.15 10.20 10.25 10.30 10.35 10.40


105/68 113/68 110/70 115/70 100/60 110/70
70 68 62 75 58 70

10.45 10.50 10.55 11.00


112/68 110/60 115/70 110/62
60 58 59 59
Cairan masuk : RL ± 1000cc Cairan keluar : Perdarahan ± 300 cc
Gelafusal 500 cc Urine ± 300cc

Obat-obatan yang diberikan selama operasi adalah :


- Lidokain
- Bupivacaine HCl
- Ephedrin
- Oksitosin
- asam tranexamat.

Post Operasi:
 Post operasi rawat di RR
 Beri O2 nasal kanul 3 lpm
 Observasi KU dan Vital Sign tiap 15 menit sampai dengan stabil.
 Posisi tidur head up 30o sampai 24 jam post operasi
 Jika tekanan sistole ≤ 90 mmHg  beri efedrin 10 mg IV
 Jika nadi ≤ 60 kali/menit  beri SA 0,5 mg IV
 Jika nyeri kepala hebat, segera konsul dokter Spesialis Anastesi

PEMBAHASAN ANESTESI
Sebelum dilakukan tindakan operasi, dilakukan persiapan preoperatif terlebih
dahulu. Tindakan preoperatif memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui masalah medis
pasien, apakah ada kelainan diluar dari kelainan yang akan dioperasi yang berhubungan
dengan anestesi. Dengan mengetahui keadaan pasien secara keseluruhan, maka dokter
anestesi bisa menentukan teknik anestesi dan pilihan obat yang tepat untuk pasien.
Sehingga dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas perioperatif.
Pada tindakan preoperatif, digali riwayat penyakit pada pasien seperti, alergi,
asma, hipertensi, dan diabetes melitus. Selain itu menanyakan informasi terkait
antropometri, riwayat anestesi, obat yang sedang dikonsumsi. Setelah itu melakukan
pemeriksaan fisik pada pasien dengan mengecek tanda vital dan sistem lain yang
memiliki keluhan pada saat dianamnesis. Evaluasi jalan nafas juga dilakukan, mengecek
adanya gigi palsu/ tidak dan juga gigi yang goyang. Serta mengevaluasi hasil
pemeriksaan laboratorium pasien seperti darah lengkap, elektrolit, dan gula darah
sewaktu.
Obat dan teknik anestesi memiliki efek fisiologis pada manusia. Ahli anestesi
harus memberikan perhatian khusus pada gejala dan penyakit yang berkaitan dengan
sistem kardiovaskular, pernafasan, dan neuromuskular karena sistem tersebut akan
secara langsung dimanipulasi selama operasi. Karena salah satu tujuan evaluasi
preoperatif adalah memastikan bahwa pasien berada dalam kondisi terbaik atau optimal.
Pengobatan yang sedang dijalani penting diketahui, terlebih untuk obat-obatan
kardiovaskular, respirasi, analgetik dan obat-obat yang diketahui memiliki efek samping
dan interaksi obat yang signifikan.
Evaluasi preoperatif juga dilengkapi dengan klasifikasi status fisik berdasarkan
skala ASA. klasifikasi status fisik ASA berguna dalam perencanaan manajemen
anestesi, terutama teknik monitoring. Adapun klasifikasi American Society of
Anesthesiologists (ASA) tahun 2014 adalah :
 ASA I : Pasien normal dan sehat fisik dan mental
 ASA II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan
fungsional
 ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang
menyebabkan keterbatasan fungsi
 ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan
menyebabkan ketidakmampuan fungsi
 ASA V : Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan dalam 24 jam dengan atau
tanpa operasi
 ASA VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya dapat diambil.
Bila operasi yang dilakukan darurat (emergency) maka penggolongan ASA
diikuti huruf E (misalnya ASA IE atau ASA IIE).
Pasien Ny. ES dengan usia 26 tahun dengan diagnosis G2P1A0 UK 38 minggu 4
hari dengan letak lintang + BSC 6 th yang lalu + obesitas grade I, akan menjalani
tindakan SC. Dari hasil evaluasi preoperatif , layak dilakukan operasi pada pasien ini
dengan klasifikasi ASA II. Penggolongan tersebut dikarenakan pasien obesitas dengan
BMI 31,62.
Pada pasien ini dilakukan anestesi dengan teknik spinal anestesi. Anestesi spinal
(subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal
secara langsung ke dalam cairan LCS di dalam ruang subaraknoid. Indikasi anestesi
spinal antara lain adalah bedah ekstremitas bawah, bedah panggul, tindakan sekitar
rektum-perineum, bedah obstetri-ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah,
terdapat riwayat reaksi yang tidak baik dengan anastetik umum, operasi darurat tanpa
puasa yang adekuat, ini dimaksudkan untuk menghindari aspirasi isi lambung. Pada
pasien ini, akan dilakukan tindakan berupa pembedahan obstetri-ginekologi sehingga
masuk ke dalam indikasi untuk dilakukannya anastesi spinal. Selain itu kelebihan teknik
spinal anestesi pada sectio caesaria adalah mengurangi efek sedasi pada bayi karena
tidak menerima agen anestesi umum melalui sirkulasi plasenta.
Karena teknik anestesi yang digunakan adalah spinal, maka tindakan
premedikasi pada pasien ini adalah pemberian infus gelafusal sebagai pre-loading. Hal
tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya hipotensi akibat anestesi spinal. Karena
cairan koloid memiliki molekul yang besar dan sulit untuk menembus membran kapiler
sehingga akan mempertahankan cairan intravaskular.
Obat yang digunakan untuk anestesi spinal tersebut adalah:
1. Lidokain
Jenis anestesi lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian topikal
dan suntikan. Merupakan aminoetilamid. Lidokain menghambat konduksi di
sepanjang serabut saraf secara reversibel, baik serabut saraf sensorik, motorik,
maupun otonom. Sediaan berupa larutan 0,5%. Pada kasus ini, digunakan lidokain
2% yang berarti dalam 100 cc pelarut, terdapat 2 gram lidokain. Sediaan yang
digunakan adalah lidokain ampul yang berisi 2 ml, yang berarti dalam satu ampul
tersebut terdapat 40 mg lidokain. Dosis lidokain yang diperlukan untuk blok saraf
perifer paravertebral pada pasien ini ± 30-50 mg, sehingga dosis lidokain yang
diberikan pada pasien sudah cukup.
2. Bupivacaine Hcl
Bupivacaine adalah obat anestesi lokal jenis amida yang memiliki masa kerja
panjang dan mula kerja yang pendek. Seperti halnya anestesi lokal lainnya,
bupivacaine akan menyebabkan blokade yang bersifat reversibel pada perambatan
impuls sepanjang serabut saraf, dengan cara mencegah pergerakan ion-ion natrium
melalui membran sel, ke dalam sel. Sehingga tidak terjadi potensial aksi. Dosis
Bupivacaine HCl untuk SC adalah 15-20 mg.
Pada umumnya, hampir semua efek samping yang terjadi pada anestesi spinal,
berhubungan dengan efek blokade pada saraf itu sendiri, antara lain: hipotensi,
bradikardi.
Pada pasien ini, menit ke 5 setelah dilakukan anestesi spinal, TD menjadi 85/50.
Sehingga untuk mengatasi hipotensi tersebut pasien diberikan Ephedrin 10 mg.
Ephedrin menyebabkan pembuluh darah perifer menyempit dan meningkatkan curah
jantung dengan meningkatkan denyut jantung dan kekuatan kontraksi miokard.

Program pergantian cairan pada Ny. ES dengan berat badan 75 kg selama


operasi dengan jumlah perdarahan (JP) 300 cc :
 Maintenance (M) = 2 cc/kgBB/jam = 2 x 75 = 150 cc
 Stress Operasi (SO) = 6 cc/kgBB/jam = 6 x 75 = 450 cc
 EBV = 65 cc/kgBB = 65 x 75 = 4875 cc
Kebutuhan cairan :
M + SO + 3 (JP) = 150 + 450 + 900 = 1500 cc
Berdasarkan perhitungan di atas, maka dapat dikatakan bahwa seharusnya
pemberian cairan kristaloid selama operasi sebanyak 1500 cc.

Kesimpulan
Langkah-langkah anastesi dan obat-obatan yang digunakan pada kasus ini sudah
sesuai dengan yang seharusnya.

Anda mungkin juga menyukai