Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahwa dalam Islam aspek dan prilaku manusia sudah di atur dalam islam dan tertera
di dalam Al-Quran sebagai pedoman umat Islam begitu pula dengan hal nya tentang
kepilikan sudah ada dalam Al- Quran “Milik Allah-lah segala sesuatu yang ada di langit dan
di bumi, QS. Al- Baqarah : 284. Maka tidak perlu di sombongkan karena semua yang kita
miliki hanya titipan atau sementara dan akan kembali kepada sang pemiliknya.

Pada makalah ini kami akan membahas tentang konsep kepemilikan dalam Islam dan
hal yang menyebabkan adanya kepemilikan. Seperti sudah dijelaskan pada Al- Quran surat
An-Nuur : 33, hakikat harta sebenarnya adalah milik Allah. Di dalam ayat Al-Qur’an banyak
kita temukan bahwa harta disandarkan kepemilikan hakikatnya kepada Allah. Kemudian
Allah telah memberikan wewenangnya kepada manusia untuk untuk menguasai harta tersebut
dengan cara-cara yang telah ditetapkan.

B. Rumusan Masalah

A. Apa yang Dimaksud Konsep Kepemilikan?


B. Apa yang Dimaksud Konsep Kepemilikan Harta?
C. Apa Saja yang Menjadi Sebab-Sebab Kepemilikan?
D. Apa Saja Asas-Asas Kepemilikan?

C. Tujuan

A. Untuk Mengetahui Apa yang Dimaksud Konsep Kepemilikan.


B. Untuk Mengetahui Apa yang Dimaksud Konsep Kepemilikan Harta.
C. Untuk Mengetahui Apa Saja yang Menjadi Sebab-Sebab Kepemilikan.
D. Untuk Mengetahui Untuk Mengetahui.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Kepemilikan

Secara etimologis, kata milik berasal dari bahasa Arab al-milk yang berarti
kepenguasaan terhadap sesuatu. Al-milk juga berarti sesuatu yang dimiliki (harta). Milik juga
berarti hubungan seseorang dengan suatu harta benda yang diakui oleh syara’ yang
menjadikan mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta itu, kecuali adanya halangan syara’.

Secara terminologis al-milk yaitu pengkhususan seseorang terhadap suatu benda yang
memungkinkan untuk bertindak hukum terhadap benda itu (sesuai dengan keinginan nya,
selama tidak ada halangan syara’. 1 Hal ini terkandung dalam firman Allah SWT dalam (QS.
An-Nuur (24) :33)

Allah adalah pemilik mutlak yang (absolut), sedangkan manusia memegang hak milik
relatif. Artinya manusia hanyalah sebagai penerima titipan, trustee ( pemegang amanah) yang
harus mempertanggungjawabkannya kepada Alllah. Jadi menuerut ekonomi Islam,
penguasaan manusia terhadap sumber daya, faktor produksi atau aset produksi hanyalah
bersifat titipan dari Allah. Pemilikan manusia atas harta secara absolut bertentangan dengan
tauhid, karena kepemilikan sebenarnya hanya ada pada Allah semata.

“Kepemilikan” sebenarnya berasal dari bahasa Arab dari akar kata “malaka” yang
artinya memiliki. “Miliki” berarti kepenguasaan orang terhadap sesuatu (barang atau harta)
dan barang tersebut dala genggamannya baik secara riil maupun hukum. Dimensi
kepenguasaan direflelsikan dalam bentuk bahwa orang yang memiliki sesuatu barang berarti
mempunyai kekuasaab atas barang tersebut sehingga ia dapat mempergunakannya menurut
kehendaknya dan tidak ada orang lain, baik secara individual maupun kelembagaan, yang
dapat menghalang-halanginya dari manfaat barang yang dimilikinya.

Konsep dasar kepemilikan dalam Islam adalah firman Allah SWT;

“Milik Allah-lah segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, QS. Al- Baqarah : 284

Para fuqoha memberikan batasan-batasan syari’i “kepemilikan” dengan berbagai


ungkapan yang memilki inti pengertian yang sama. Kepemilkikan yang menyatakan bahwa

1
Mardiani, Hukum Bisnis Syariah, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 118

2
“milik” adalah hubungan khusus seseorang dengan sesuatu (barang) di mana orang lain
terhalang untuk memasuki hubungan ini dan si empu atau pemiliknya berkuasa untuk
memanfaatkannya selama tidak ada hambatan legal yang menghalanginya.

B. Konsep Kepemilikan Harta

Seperti sudah dijelaskan pada Al- Quran surat An-Nuur : 33, hakikat harta sebenarnya
adalah milik Allah. Di dalam ayat Al-Qur’an banyak kita temukan bahwa harta disandarkan
kepemilikan hakikatnya kepada Allah. Kemudian Allah telah memberikan wewenangnya
kepada manusia untuk untuk menguasai harta tersebut dengan cara-cara yang telah
ditetapkan. Jika manusia mendapatkan maupun menguasai hartanya dengan mengabaikan
ketentuan dari Allah maka ia tidak berhak memilikinya. Bisa jadi harta tersebut merupakan
rezekinya tetapi bukan milikinya karena didapatkan dengan cara yang tidak sah secara
agama. 2

Hal itulah yang membedakan konsep kepemilikan dalam islam dengan konsep
kepemilikan aturan lain. islam menyatakan bahwa substansi dan cara mendapatkan harta
harus sesuai yang ditentukan oleh sang pemilik hakiki harta. Misalnya dalam isalam
seseorang dilarang untuk memiliki minuman keras meskipun dibelinya dengan uang sendiri.
Islam juga tidak mengakui harta yang didapat dengan korupsi sehingga atas harta tersebut
tidak wajib dikeluarkan zakatnya karena harta tersebut bukan milik orang tersebut. Atas uang
korupsi menurut islam bukan dikeluarkan hartanya atau disumbang seperti konsep money
laundering dalam ekonomi barat, tapi harta tersebut harus dikembalikan kepada mereka yang
berhak karena memang bukan miliknya.

Islam telah menetapkan konsep kepemilikan dalam tiga hal. Hal itu seperti yang
dikemukakan oleh Samith Atif az-Zain bahwa kepemilikan (property) menurut pandangan
islam dibedakan menjadi tiga kelompok:

1. Kepemilikan individu (private property);


2. Kepemilikan umum (collective property);
3. Kepemilikan Negara (state property);

Kepemilikan individu (private property)

2
Didin Hafidhuddin, Agar Harta Berkah dan Bertambah, (Jakarta: Gema Insani Press, 2007), h. 20

3
Kepemilikan individu adalah ketetapan hukum syara’ yang berlaku bagi zat ataupun
manfaat (jasa) tertentu, yang memungkinkan siapa saja yang mendapatkannya untuk
memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasi jika barangnya diambil
kegunaanya oleh orang lain seperti disewa, ataupun karena dikonsumsi untuk dihabiskan
zatnya seperti dibeli dari barang tersebut. Oleh karena itu, setiap orang bisa memiliki
kekayaan dengan sebab-sebab (cara-cara) kepemilikan tertentu.

An-Nabhani (1990) mengemukakan, dengan mengkaji secara komprehensif hukum-


hukum syara’ yang menentukan pemilikan seseorang atas harta tersebut terbatas pada lima
sebab berikut ini:

1. Bekerja,
2. Warisan,
3. Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup,
4. Harta pemberian Negara yang diberikan kepada rakya,
5. Harta-harta yang diperoleh oleh seseorang dengan tanpa mengeluarkan harta atau
tenaga apapun.

Kepemilikan umum (collective property)

Kepemilikan umum merupakan izin syar’I kepada suatu komunitas untuk sama-sama
memanfaatkan benda. Hal ini memiliki bentuk yang berbeda-beda, misalnya saja sebuah
objek yang dimiliki oleh dua orang lebih, oleh organisasi atau asosiasi. Setiap objek yang
dimiliki oleh masyarakat biasanya digunakan untuk kepentingan sosial.

Secara garis besar terdapat tiga bentuk harta kekayaan yang dikatagorikan sebagai
kepemilikan umum, antara lain sebagai berikut,

1. Fasilitas umum.
2. Bahan tambang.
3. Sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi yang dimiliki oleh
individu

Yang dimaksud fasilitas umum adalah semua yang dianggap sebagai kepentingan
manusia secara umum. Dari beberapa hadits diantaranya yang berasal dari Ibnu Abbas,
diriwayatkan oleh Abu Dawud menyatakan bahwa Rasulullah saw. Bersabda, kaum muslimin
berserikat dalam tiga hal: air, padang, dan api. Hadits ini mengisyaratkan bahwa air, padang,

4
dan api merupakan sentral kehidupan manusia. Oleh karena itu, harus dimiliki secara
bersama, tetapi

Kepemilikan Negara

Hak memilik lain yang legitimasi oleh syar’I adalah hak milik negara ( state property
) pada sebuah negara tertentu harus ada dana untuk menjalankan pemerintaha. Untuk itu,
negara-negara membutuhkan hak untuk memperoleh penghasilan, sumber-sumber
oenghasilan dan kekuasaan untuk melaksanakan kewajiban-kewajibanya.

Hak milik negara maksudnya adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum
muslimin, sementara pengelolaannya menjadi wewenang negara, sehingga negara dapat
memanfaatkannya untuk kepentingan rakyatnya. Jadi, negara hanya sebagai pemegang
amanah ( caretaker ). Keseluruhan harta kekayaan difungsikaan melalui Baitul Maal.

Terhadap harta yang dimiliki, baik individu, umum, maupun negara, dapat
dibelanjakan maupun dikembangkan. Allah telah megamjurkan untuk memebelanjakan
sesuai syariat baik yang sifatnya wajib, sunnah, maupun mubah. Seperti untuk individu,
menafkahi keluarga, berjihab dijalan Allah, naik haji, zakat, sedekah, pendidikan, memilihara
badan, memebeli alat komunikasi dan sebagainya. Meski demikian Allah juga melarang
manusia, sang pemilik harta untuk tidak membelanjakan hartanya dengan cara yang batil
seperti untuk berjudi, membeli minuman keras dan sebagainya.

Allah juga sudah menetapkan cara mengembangkan harta yang halal. Kaum muslimin
diwajibkan dan dianjurkan mengembangkan harta tersebut sesusai tuntunan. Seperti demgan
cara jual beli, mudharabah, bekerja sama dan sebagainya. Tapi islam juga melarang cara-cara
mengembangkan harta yang haram seperti memebungkan uang, mengurangi timbangan, judi
dan seabagainya.

Haarta yang dimiliki kaum muslimin sudah selayaknya dibelanjakan dan


dikembangkan. Islam tidak membenarakan harta tersebut diam bahkan sengaja untuk
ditimbun. Allah sangat murka terhadap penimbun harta, termasuk, emas perak sebagai mana
firmannya

…dan orang-orsng menyoiman emas dan perak dsn tidak menafkahkannya pada jalan
Allah, maka beritahukanlah kepada mereka ( bahwa meraka akan mendapat ) siksa yang
pedih ( AT-TAUBAH:34 )

5
Pada hari dipanaskan emas oerak ituk naraka jahanam, lalu dibakar dahi mereka
lambung dan punggungg mereka (lalu dikatakan) kepada mereka, inilah harta bnendamu
yang kamu simpan untuk dirimu sendri maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang
kamu simpan itu, ( AT-TAUBAH:35 )

Tentu mengerikan akibat bagi orang yang menimbun harta dan tidak mau berbagi.
Demikianlah, Allah ingin dengan harta yang beredar dan berkembang, umpat manusia akan
menuju kesejahteraan secar keseluruhan, bukan pada segelintir orang.

C. Sebab- sebab Kepemilikan dalam Islam

Sebab- sebab terjadinya kepemilikan terdapat empat hal, yakni ihrazul mubahat (menguasai
benda mubah), al-uqud (kontrak), al-khalafiyyah (penggantian), dan at-tawallud minal
mamluk (berkembang biak).3

1. Ihrazul Mubahat

Ihrazul Mubahat adalah harta benda yang tidak termasuk dalam milik yang dilindungi
(dikuasai orang lain) dan tidak ada halangan hukum untuk memilikinya. Setiap orang berhak
menguasai harat benda tersebut untuk tujuan yang dimilikinya dengan cara menurut
kemampuan atau keahliannya. Perbuatan atau cara penguasaan harat mubah ini untuk tujuan
kepemilikannya, dinamakan ihrazu atau istilah lain al-istila.

2. Akad

Al-uquud jamak dari al-akad, yaitu pertalian antara ijab dan qabul dengan cara yang
dibenarkan syara’ yang membawa akibat hukum pada objeknya. Seperti akad jual beli, hibah,
wasiat, dan sejenisnya adalah sumber kepemilikan yang penting. Akad merupakan sebab
terjadinya kepemilikan yang paling kuat dan berlaku luas dalam kehidupan manusia yang
membutuhkan distribusi harta kekayaan. Akad dilihat sebagai sebab kepemilikan dapat
dibedakan menjadi uquud jabariyah adalah akad-akad yang harus dilakukan berdasarkan
keputusan hakimm, seperti menjual harta orang yang berutang secara paksa untuk melunasi
beban utannya dan tamlik jabari adalah lepemilikan secara pakasa terhadap harta yang akan
dijual serta untuk kepentingan umum.

3. Khalafiyah

3
Harun, Fiqh Muamalah, (Surakarta: Muhammadiyah Unniversity Press, 2017), h. 26

6
Bertepatnya seseorang atau sesuatu yang baru di tempat yang lama yang telah hilang,
dalam berbagai hak. Hal ini dapat terjadi karena dalam hal pewariasan seorang ahli waris
menggantikan posisi pemiliknya orang yang meninggal dunia terhadap harta yang di
tingggalkanna, hak kepemilikan atas ganti rugi ketika seseorang meneruskan atau
menghilangkan harta benda orang lain.

4. Al- Tawallud Minal Mamluk

Segala sesuatu yang terjadi dari harta benda yang dimiliki menjadi hak bagi oranf
yang memiliki harta benda tersebut. Seperti anak yang lahir dari hewan menjadi hak milik
bagi yang memiliki hewan tersebut atau air susu yang keluar dari hewan sapi menjadi hak
bagi orang memliki hewan sapi tersebut.

D. Asas-Asas Kepemilikan

Dalam Islam dikenal beberapa asas kepemilikan yang harus diketahui oleh setiap
pemilik harta. Asas-asas tersebut yaitu:

1. Asas amanah
Bahwa kepemilikan pada dasarnya merupakan titipan dari Allah SWT untuk
didayagunakan bagi kepentingan hidup, apakah untuk kepentingan diri sendiri,
keluarga maupun orang lain.
2. Asas Infriradiyah (individual)
Kepemilikan merupakan hak eksklusif yang harus dihormati oleh pihak lain yang
tidak mempunyai hak atasnya. Harta benda itu masih dapat disatukan dengan hak
orang lain dalam bentuk badan usaha atau koperasi, maksudnya jikasekiranya antara
pihak sama-sama bersepakat untuk membangun sebuah koperasi. Misalnya, tentu
mereka sah-sah saja mempersatukan harta benda (kekayaan) masing-masing sesuai
kesepakatan dan ketentuan yang berlaku.
3. Asas Ijtima’iyah (fungsi sosial).
Prinsipnya mengajarkan agar umat Islam mempunyai empati dan kebersamaan dalam
kapasitasnya sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan antara yang satu
dnegan yang lain .
4. Asas manfaat

7
Pada dasarnya harta kekayaan itu perlu diarahkan untuk memperbesar manfaat dalam
kehidupan, sebaliknya mempersempit mudharat, baik pada diri pemiliknya, maupun
kepada orang lain.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

“Kepemilikan” sebenarnya berasal dari bahasa Arab dari akar kata “malaka” yang
artinya memiliki. Dalam bahasa Arab “milk” berarti kepenguasaan orang terhadap sesuatu
(barang atau harta) barang yang secara rill ataupun secara hukum. Bahwa orang yang
memiliki sesuatu barang berarti mempunyai kekuasaan terhadap barang tersebut sehingga ia
dapat mempergunakannya menurut kehendaknya dan tidak ada orang lain, baik secara
individual, kelompok, dan kelembagaan yang dapat menghalang-halanginnya dari
memanfaatkan barang yang dimilikinya.

Konsep dasar kepemilikan dalam Islam adalah firman Allah SWT,

Milik Allah-lah segala sesuatu yang ada dilangit dan di bumi (QS. AL- Baqarah : 284)

Para fuqaha memberikan batasan-batasan syar’i “kepemilikan” dengan berbagai ungkapan


yang memiliki inti pengertian yang sama. Kepemilikan “milik” adalah hubungan khusus
seseorang dengan sesuatu (barang) dimana orang lain terhalang untuk memasuki hubungan
dan yang pemiliknya berkuasa untuk memanfaatkannya selama tidak ada hambatan legal
yang menghalanginya.

Islam telah menetapkan konsep kepemilikan dalam tiga hal. Hal itu seperti yang
dikemukakan oleh Samith Atif az-Zain bahwa kepemilikan (property) menurut pandangan
islam dibedakan menjadi tiga kelompok:

1. Kepemilikan individu (private property);


2. Kepemilikan umum (collective property);
3. Kepemilikan Negara (state property);

Adapun sebab-sebab kepemilikan terbagi menjadi empat yaitu:

1. Ihrazul Mubahat
2. Akad
3. Khalafiyah
4. Al- Tawallud Minal Mamluk

9
DAFTAR PUSTAKA

Didin Hafidhuddin. 2017. Agar Harta Berkah dan Bertambah. Jakarta: Gema Insani Press.

Harun. 2017. Fiqih Muamalah. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Mardani. 2014. Hukum Bisinis Syariah.Jakarta :Kencana.

10

Anda mungkin juga menyukai