BAB 2new

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 29

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelayanan Kesehatan


Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau
secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perorangan, keluarga, kelompok dan atupun masyarakat (Depkes RI, 2009). Fasilitas
Pelayanan Kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif
yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat (Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 ).

2.1.1 Pelayanan Kesehatan


Tingkat pelayanan kesehatan yang dijalankan oleh setiap negara tidaklah
sama, namun secara umum dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu :
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health services), Pelayanan
kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan
masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka (promosi
kesehatan). Yang dimaksud pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah
pelayanan kesehatan yang bersifat pokok (basic health services), yang sangat
dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada umunya pelayanan kesehatan
tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan (ambulatory/ out patient
services). Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah Puskesmas, Puskesmas
pembantu, Puskesmas keliling, dan Balkesmas.
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health services) Yang dimaksud
pelayanan kesehatan tingkat kedua adalah pelayanan kesehatan yang lebih lanjut
yang diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan rawat inap (in
patient services) yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan

7
8

primer dan memerlukan tersedianya tenaga-tenaga spesialis. Bentuk pelayanan


ini misalnya Rumah Sakit kelas C dan D.
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services) Yang dimaksud
dengan pelayanan kesehatan tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan yang
diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat
ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder, bersifat lebih komplek dan
umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga superspesialis. Bentuk pelayanan
ini di Indonesia adalah Rumah Sakit kelas A dan B (Azwar, 1996).

2.2 Pengertian Rumah Sakit


Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian
integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan
pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan
pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan
pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik. Berdasarkan
undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang dimaksudkan dengan
rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia (Permenkes RI) tentang klasifikasi rumah sakit, rumah sakit
harus mempunyai kemampuan pelayanan sekurang-kurangnya pelayanan medik
umum, gawat darurat, pelayanan keperawatan, rawat jalan, rawat inap, operasi atau
bedah, pelayanan medik spesialis dasar, penunjang medik, farmasi, gizi, sterilisasi,
rekam medik, pelayanan administrasi dan manajemen, penyulihan kesehatan
masyarakat, pemulasaran jenazah, laundry, ambulance, pemeliharaan sarana rumah
sakit, serta pengolahan limbah.
2.2.1 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
UU RI nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit mempunyai tugas untuk
memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan
9

paripurna merupakan pelayanan yang bersifat penyembuhan (curative), pemulihan


(rehabilitative) dan dilaksanakan secara terpadu melalui upaya promosi kesehatan
(promotive) dan pencegahan (preventive). Untuk menjalankan tugas tersebut, rumah
sakit mempunyai fungsi antara lain :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya mausia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Jika lebih dirinci, maka fungsi rumah sakit antara lain (Muninjaya 2004):
a. Melaksanakan usaha pelayanan medik.
b. Melaksanakan usaha rehabilitasi medik.
c. Usaha pencegahan komplikasi penyakit dan peningkatan pemulihan kesehatan.
d. Melaksanakan usaha perawatan.
e. Melaksanakan usaha pendidikan dan latihan medis serta paramedik.
f. Melaksanakan sistem rujukan.
g. Sebagai tempat penelitian.

2.3 Pengertian Puskesmas


Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat
dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan
upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Peraturan Menteri Kesehatan Republik
10

Indonesia Nomor 75 Tahun 2014). Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis


kesehatan di bawah supervise Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Ismaniar, 2015).
Puskesmas merupakan suatu unit organisasi terkecil dan terdepan secara fisik,
fungsional dan administratif dalam sistem kesehatan nasional untuk tujuan
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat setempat di daerah tertentu dan
bertanggung jawab terhadap tercapainya status kesehatan masyarakat setempat.
Faktor fisik diartikan bahwa semua kegiatan operasional berbagai program dan
pelayanan kesehatan dikoordinasi dan dikendalikan dalam satu bangunan/gedung
yang sama. Faktor fungsional diartikan puskesmas sebagai suatu pusat pelayanan
kesehata, suatu pusat kegiatan masyarakat (community centre) dan pusat
pendayagunaan pelatihan tenaga kesehatan. faktor administrative diartikan puskesmas
sebagai suatu unit pengelolaan berbagai administrasi program kesehatan, termasuk
sistem pencatatan dan pelaporan (Ryadi, 2016).
Harnilawati (2013) menyebutkan bahwa puskesmas adalah suatu unit
pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat
pembinaan partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan, serta pusat pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh
terpadu dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam
suatu wilayah tertentu. Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas
bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki perilaku sehat yang meliputi
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat, mampu menjangkau pelayanan
kesehatan bermutu, hidup dilingkungan yang sehat serta memiliki derajat kesehatan
yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok maupun masyarkat (Rachmat,
2018).
2.3.1 Penyelenggaraan dan Karakteristik Puskesmas
Di Indonesia puskesmas merupakan tulang punggung pelayanan kesehatan
tingkat pertama (Effendy, 1998). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 75 Tahun 2014, puskesmas harus didirikan pada setiap kecamatan,
dalam kondisi tertentu dapat didirikan lebih dari satu puskesmas (berdasarkan
11

pertimbangan kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk dan aksesibilitas. Pendirian


puskesmas harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, peralatan
kesehatan, ketenagaan, kefarmasian dan laboratorium.
a. Lokasi
Lokasi pendirian puskesmas harus memenuhi persyaratan
1) Geografis
2) Aksesibilitas untuk jalur transportasi
3) Kontur tanah
4) Fasilitas parkir
5) Fasilitas keamanan
6) Ketersediaan utilitas publik
7) Pengelolaan kesehatan lingkungan; dan
8) Kondisi lainnya.
b. Sarana-prasarana
Puskesmas harus memiliki prasarana yang berfungsi paling sedikit terdiri atas:
1) Sistem penghawaan (ventilasi)
2) Sistem pencahayaan
3) Sistem sanitasi
4) Sistem kelistrikan
5) Sistem komunikasi
6) Sistem gas medik
7) Sistem proteksi petir
8) Sistem proteksi kebakaran
9) Sistem pengendalian kebisingan
10) Sistem transportasi vertikal untuk bangunan lebih dari 1 satu lantai
11) Kendaraan Puskesmas keliling
12) Kendaraan ambulans
c. Ketenagaan
12

Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas Tenaga Kesehatan dan tenaga non
kesehatan. Jenis Tenaga Kesehatan yang dimaksud terdiri dari dokter atau dokter
layanan primer, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarak, tenaga
kesehatan lingkungan, ahli teknologi laboratorium medic, tenaga gizi dan tenaga
kefarmasian. Sedangkan tenaga non kesehatan harus dapat mendukung kegiatan
ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional lain
di Puskesmas.
d. Kefarmasian
Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang
berhubungan dengan kesehatan. Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi 2
(dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik
(Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2016).

e. Laboratorium
Laboratorium Puskesmas melaksanakan pengukuran, penetapan, dan pengujian
terhadap bahan yang berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit,
penyebaran penyakit, kondisi kesehatan, atau faktor yang dapat berpengaruh pada
kesehatan perorangan dan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas (Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012).
Prinsip penyelenggaraan puskesmas meliputi: paradigma sehat, pertanggung
jawaban wilayah, kemandirian masyarakat, pemerataan, teknologi tepat guna serta
keterpaduan dan kemandirian (Rachmat, 2018). Saat ini pemerintah menjadikan
puskesmas sebagai ujung tombak utama pelayanan kesehatan pada masyarakat
sekaligus sebagai wadah isu strategis. Misalnya, isu strategis aksesibilitas layanan
dan penyediaan sumber daya manusia serta sarana dan prasarana (Harnilawati, 2013).
Peran puskesmas sebagai lembaga kesehatan yang menjangkau masyarakat di
13

wilayah terkecil dalam hal pengorganisasian masyarakat serta peran aktif masyarakat
dalam penyelenggaraan kesehatan secara mandiri (Ismaniar, 2015).
Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan
kesehatan yang menyeluruh yang meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif
(upaya pencegahan),promotif (peningkatan kesehatan) serta rehabilitatif atau
pemulihan kesehatan (Efendy dan Makhfudly, 2009). Dalam rangka pemenuhan
pelayanan kesehatan, puskesmas dapat dikategorikan berdasarkan karakteristik
wilayah kerja dan kemampuan penyelenggaraan (Rachmat, 2018). Berdasarkan
karakteristik wilayah kerja, puskesmas dikategorikan menjadi puskesmas perkotaan,
puskespas pedesaan, puskesmas terpencil dan sangat terpencil. Berdasarkan
kemampuan penyelenggaraannya, puskesmas dikategorikan menjadi puskesmas non
rawat ianap dan puskesmas rawat inap (Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 75 Tahun 2014).

2.3.2 Tugas dan fungsi puskesmas


Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka
mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas tersebut
puskesmas menyelenggarakan fungsi penyelenggaraan UKM (Upaya Kesehatan
Masyarakat) tingkat pertama di wilayah kerjanya dan penyelenggaraan UKP (Upaya
Kesehatan Perseorangan) tingkat pertama di wilayah kerjanya.
Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,dilaksanakan dalam bentuk:
rawat jalan, pelayanan gawat darurat, pelayanan satu hari (one day care), home care,
rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan. Untuk
melaksanakan upaya kesehatan tersebut Puskesmas harus menyelenggarakan:
a. Manajemen Puskesmas;
b. Pelayanan kefarmasian;
c. Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat; dan
d. Pelayanan laboratorium.
14

(Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014).


Menurut (Ryadi, 2016) tugas-tugas pokok dari puskesmas meliputi :
a. Membina dan mengembangkan kegiatan swadaya masyarakat dan memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat
b. Melaksanakan perpanjangan program-program departemen kesehatan secara
operasional melalui berbagai usaha kesehatan pokok (basic health service)
c. Mengkoordinasi dan membina tenaga/staf puskesmas yang berada di bawahnya.

Ismaniar (2015) menyebutkan sebagai suatu kesatuan organisasi fungsional


yang langsung memberikan pelayanan menyeluruh kepada masyarakat, maka terdapat
upaya kesehatan wajib yang harus dilaksanakan oleh puskesmas ditambah dengan
upaya pengembangan yang disesuaikan dengan permasalahan yang ada serta
kemampuan puskesmas. Upaya-upaya kesehatan tersebut adalah Basic six, yang
meliputi :
a. Upaya promosi kesehatan
b. Upaya kesehatan lingkungan
c. Upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana
d. Upaya perbaikan gizi masyarakat
e. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
f. Upaya pengobatan.

2.4 Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pemantauan Lingkungan


Hidup (UKL-UPL)

2.4.1 Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pemantauan Lingkungan Hidup


(UKL-UPL)
Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan
hidup. Sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah :
15

a. Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan


lingkungan hidup
b. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki
sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup
c. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan
d. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup
e. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana
f. Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha
dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup.
(Undang Undang No. 23 Tahun 1997)

Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan


hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan
terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
usaha dan/atau kegiatan (Ruslan, 2018). Berdasarkan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor: 86 Tahun 2002, disebutkan bahwa pengelolaan
lingkungan hidup (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL) adalah
upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh
penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). UKL-UPL disusun oleh
pemrakarsa pada tahap perencanaan suatu usaha dan/atau kegiatan (Syaprillah, 2018).
Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL, wajib membuat
surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup (SPPL)
(Ruslan, 2018). Berikut ini adalah skematik pembagian Amdal,UKL-UPL dan SPPL
berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.13 Tahun 2010.
16

Menurut Ruslan (2018), penetapan UKL-UPL bersifat spesifik bagi tiap-tiap


jenis usaha atau kegiatan yang dikaitkan dengan dampak yang ditimbulkannya.
Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL-UPL
dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut :
a. Tidak termasuk dalam kategori berdampak penting
b. Kegiatan usaha mikro dan kecil
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.13 Tahun 2010 menetapkan kriteria
penapisan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL-
UPL sebagai berikut :
a. Rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut tidak termasuk dalam jenis usaha
dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi amdal.
b. Tersedia teknologi untuk menanggulangi dampak potensi mpak dari rencana
usaha dan/atau kegiatan tersebut.
c. Merupakan usaha dan/atau kegiatan wajib dilengkapi dengan UKL-UPL
berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Departemen Sektoral Atau
Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)
d. Dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut memerlukan UKL-UPL
atau SPPL
17

e. Jenis dan skala/besaran rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut wajib


dilengkapi dengan UKL-UPL atau surat pernyataan kesanggupan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan hidup (SPPL).

Pedoman teknis UKL-UPL seharusnya ditetapkan oleh instansi yang


bertangggung jawab (sektoral) untuk jenis usaha atau kegiatan dan dikaitkan
langsung dengan aktivitas teknis usaha atau kegiatan yang bersangkutan (Ruslan,
2018). Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik
Indonesia No.16 Tahun 2012, bahwa di dalam dokumen formulir UKL-UPL memuat
tentang dampak lingkungan yang akan terjadi, dan program pengelolaan serta
pemantauan lingkungan, dimana pada bagian ini pada dasarnya berisi satu
tabel/matriks, yang merangkum mengenai:
a. Dampak lingkungan yang ditimbulkan rencana usaha dan/atau kegiatan yang
berisi informasi:
1) sumber dampak, yang diisi dengan informasi mengenai jenis sub kegiatan
penghasil dampak untuk setiap tahapan kegiatan (prakontruksi, konstruksi,
operasi dan pasca operasi)
2) Jenis dampak, yang diisi dengan informasi tentang seluruh dampak
lingkungan yang mungkin timbul dari kegiatan pada setiap tahapan kegiatan
3) Besaran dampak, yang diisi dengan informasi mengenai: untuk parameter
yang bersifat kuantitatif, besaran dampak harus dinyatakan secara
kuantitatif.
b. Bentuk upaya pengelolaan lingkungan hidup, yang berisi informasi:
1) Bentuk Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang diisi dengan informasi
mengenai bentuk/jenis pengelolaan lingkungan hidup yang direncanakan
untuk mengelola setiap dampak lingkungan yang ditimbulkan. Bentuk
Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya-upaya pengelolaan lingkungan
hidup yang akan dilakukan. Secara umum, bentuk pengelolaan lingkungan
dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu:
18

a) Pendekatan teknologi
Pendekatan ini adalah cara-cara atau teknologi yang digunakan untuk
mengelola dampak penting lingkungan hidup, contoh:
(1) Memasang sound barrier untuk mengurangi kebisingan.
(2) Mencegah timbulnya getaran dan gangguan terhadap bangunan sekitar
proyek maka tiang pancang tidak menggunakan sistem tumbuk
(Hammer Pile) melainkan sistem bor (Bor Pile).
(3)Bentuk rencana pengelolaan lingkungan hidup lainnya yang
menggunakan pendekatan teknologi.
b) Pendekatan sosial ekonomi
Pendekatan ini adalah langkah-langkah yang akan ditempuh pemrakarsa
dalam upaya menanggulangi dampak penting melalui tindakan-tindakan
yang berlandaskan pada interaksi sosial, dan bantuan peran pemerintah,
contoh:
(1) Menjalin interaksi sosial yang baik dengan masyarakat sekitar lokasi
proyek diantaranya dengan keterbukaan informasi dan sosialisasi
rencana kegiatan sebelum dilakukan pelaksanaan proyek.
(2) Memprioritaskan penyerapan tenaga kerja daerah setempat sesuai
dengan keahlian dan pendidikan.
(3) Membentuk rencana pengelolaan lingkungan hidup lainnya yang
mengedepankan interaksi sosial ekonomi.
c) Pendekatan institusi
Pendekatan ini adalah mekanisme kelembagaan yang akan ditempuh
pemrakarsa dalam rangka menanggulangi dampak penting lingkungan
hidup, contoh :
(1) Membentuk suatu bagian atau unit dalam perusahaan sebagai
pemrakarsa yang bertanggung jawab dalam hal pengelolaan
lingkungan.
19

(2) Melakukan koordinasi dengan instansi yang terkena dampak


relokasi/pemindahan.
(3) Membentuk rencana pengelolaan lingkungan hidup lainnya yang
menekankan pada pendekatan kelembagaan untuk mengelola dampak
lingkungan.
Dampak yang akan dikelola tidak harus wajib memberikan tiga
bentuk pengelolaan sebagaimana dimaksud di atas, melainkan dipilih
bentuk apa yang relevan dan efektif untuk mengelola dampak tersebut.
Perlu diperhatikan juga bahwa dalam merumuskan bentuk pengelolaan
lingkungan hidup, harus dilihat pula status dampak yang akan dikelola,
apakah dampak primer (dampak yang merupakan akibat langsung dari
kegiatan), dampak sekunder (dampak turunan pertama dari dampak
primer), atau dampak tersier (dampak turunan kedua dari dampak primer).
Dengan memahami status dampak seperti ini, maka rencana pengelolaan
dapat diformulasikan secara tepat sasaran, karena jika suatu dampak primer
telah dikelola dengan baik, maka kemungkinan besar dampak turunannya
tidak pernah akan timbul dan tentunya tidak perlu diformulasikan
pengelolaan secara khusus untuk dampak turunan tersebut.
2) Lokasi Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang diisi dengan informasi
mengenai lokasi dimana pengelolaan lingkungan dimaksud dilakukan (dapat
dilengkapi dengan narasi yang menerangkan bahwa lokasi tersebut disajikan
lebih jelas dalam peta pengelolaan lingkungan pada lampiran UKL-UPL)
3) Periode pengelolaan lingkungan hidup, yang diisi dengan informasi mengenai
waktu/periode dilakukannya bentuk upaya pengelolaan lingkungan hidup
yang direncanakan.
c. Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup yang berisi informasi:
1) Bentuk Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yang diisi dengan informasi
mengenai cara, metode, dan/atau teknik untuk melakukan pemantauan atas
kualitas lingkungan hidup yang menjadi indikator kerberhasilan pengelolaan
20

lingkungan hidup (dapat termasuk di dalamnya: metode pengumpulan dan


analisis data kualitas lingkungan hidup, dan lain sebagainya)
2) Lokasi Pemantauan Lingkungan Hidup, yang diisi dengan informasi
mengenai lokasi dimana pemantauan lingkungan dimaksud dilakukan (dapat
dilengkapi dengan narasi yang menerangkan bahwa lokasi tersebut disajikan
lebih jelas dalam peta pemantauan lingkungan pada lampiran UKL-UPL
3) Periode pemantauan lingkungan hidup, yang diisi dengan informasi
mengenai waktu/periode dilakukannya bentuk upaya pemantauan
lingkungan hidup yang direncanakan.
d. Institusi pengelola dan pemantauan lingkungan hidup diisi dengan informasi
mengenai berbagai institusi yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup
dan pemantauan lingkungan hidup yang akan:
1) Melakukan/melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup dan pemantauan
lingkungan hidup;
2) Melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dan
pemantauan lingkungan hidup
3) Menerima pelaporan secara berkala atas hasil pelaksanaan komitmen
pengelolaan lingkungan hidup dan pemantauan lingkungan hidup sesuai
dengan lingkup tugas instansi yang bersangkutan, dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

2.4.2 Langkah-Langkah Penyusunan UKL-UPL


Pedoman Pengisian Formulir UKL-UPL sesuai dengan Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 Tentang
Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup.
a. Identitas Pemrakarsa
1) Nama Pemrakarsa *)
2) Alamat Kantor, kode pos, No. Telp dan Fax. email.
21

*) Harus ditulis dengan jelas identitas pemrakarsa, termasuk institusi dan orang
yang bertangggung jawab atas rencana kegiatan yang diajukannya. Jika tidak ada
nama badan usaha/instansi pemerintah, hanya ditulis nama pemrakarsa (untuk
perseorangan).
b. Rencana Usaha dan/atau Kegiatan
1) Nama Rencana Usaha dan/atau Kegiatan.
2) Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan dan dilampirkan peta yang sesuai
dengan kaidah kartografi dan/atau ilustrasi lokasi dengan skala yang memadai.
3) Skala/Besaran rencana usaha dan/atau Kegiatan Keterangan: Tuliskan ukuran
luasan dan atau panjang dan/atau volume dan/atau kapasitas atau besaran lain
yang dapat digunakan untuk memberikan gambaran tentang skala kegiatan.
4) Garis besar komponen rencana usaha dan/atau kegiatan Pada bagian ini
pemrakarsa menjelaskan:
a) Kesesuaian lokasi rencana kegiatan dengan tata ruang. Bagian ini
menjelaskan mengenai Kesesuaian lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan
dengan rencana tata ruang sesuai ketentuan peraturan perundangan.
Informasi kesesuaian lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan dengan
rencana tata ruang seperti tersebut di atas dapat disajikan dalam bentuk
peta tumpang susun (overlay) antara peta batas tapak proyek rencana
usaha dan/atau kegiatan dengan peta RTRW yang berlaku dan sudah
ditetapkan (peta rancangan RTRW tidak dapat dipergunakan).
Berdasarkan hasil analisis spasial tersebut, pemrakarsa selanjutnya
menguraikan secara singkat dan menyimpulkan kesesuaian tapak proyek
dengan tata ruang apakah seluruh tapak proyek sesuai dengan tata ruang,
atau ada sebagian yang tidak sesuai, atau seluruhnya tidak sesuai. Dalam
hal masih ada hambatan atau keragu-raguan terkait informasi kesesuaian
dengan RTRW, maka pemrakarsa dapat meminta bukti formal/fatwa dari
instansi yang bertanggung jawab di bidang penataan ruang seperti
BKPTRN atau BKPRD. Bukti-bukti yang mendukung kesesuaian dengan
22

tata ruang wajib dilampirkan. Jika lokasi rencana usaha/atau kegiatan


tersebut tidak sesuai dengan rencana tata ruang, maka formulir UKL-UPL
tersebut tidak dapat diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan pasal 14
ayat (3) PP No. 27 Tahun 2012.
b) Penjelasan mengenai persetujuan prinsip atas rencana kegiatan Bagian ini
menguraikan perihal adanya persetujuan prinsip yang menyatakan bahwa
jenis usaha kegiatan tersebut secara prinsip dapat dilakukan dari pihak
yang berwenang. Bukti formal atas persetujuan prinsip tersebut wajib
dilampirkan.
c) Uraian mengenai komponen rencana kegiatan yang dapat menimbulkan
dampak lingkungan Dalam bagian ini, pemrakarsa menuliskan
komponen-komponen rencana usaha dan/atau kegiatan yang diyakini
dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Uraian tersebut dapat
menggunakan tahap pelaksanaan proyek, yaitu tahap prakonstruksi,
kontruksi, operasi dan penutupan/pasca operasi. Tahapan proyek tersebut
disesuaikan dengan jenis rencana usaha dan/atau kegiatan.
c. Dampak Lingkungan yang Ditimbulkan dan Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup serta Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
1) Bagian ini pada dasarnya berisi satu tabel/matriks, yang merangkum
mengenai: Dampak lingkungan yang ditimbulkan rencana usaha dan/atau
kegiatan Kolom Dampak Lingkungan terdiri atas empat sub kolom yang
berisi informasi:
a) Sumber dampak, yang diisi dengan informasi mengenai jenis sub
kegiatan penghasil dampak untuk setiap tahapan kegiatan (prakontruksi,
konstruksi, operasi dan pasca operasi).
b) Jenis dampak, yang diisi dengan informasi tentang seluruh dampak
lingkungan yang mungkin timbul dari kegiatan pada setiap tahapan
kegiatan.
23

c) Besaran dampak, yang diisi dengan informasi mengenai: untuk


parameter yang bersifat kuantitatif, besaran dampak harus dinyatakan
secara kuantitatif.
2) Bentuk upaya pengelolaan lingkungan hidup Kolom Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup terdiri atas tiga sub kolom yang berisi informasi:
a) Bentuk Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang diisi dengan
informasi mengenai bentuk/jenis pengelolaan lingkungan hidup yang
direncanakan untuk mengelola setiap dampak lingkungan yang
ditimbulkan.
b) Lokasi Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang diisi dengan informasi
mengenai lokasi dimana pengelolaan lingkungan dimaksud dilakukan
(dapat dilengkapi dengan narasi yang menerangkan bahwa lokasi
tersebut disajikan lebih jelas dalam peta pengelolaan lingkungan pada
lampiran UKL-UPL).
c) Periode Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang diisi dengan informasi
mengenai waktu/periode dilakukannya bentuk upaya pengelolaan
lingkungan hidup yang direncanakan.
3) Bentuk upaya pemantauan lingkungan hidup Kolom Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup terdiri atas tiga sub kolom yang berisi informasi:
a) Bentuk Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yang diisi dengan
informasi mengenai cara, metode, dan/atau teknik untuk melakukan
pemantauan atas kualitas lingkungan hidup yang menjadi indikator
kerberhasilan pengelolaan lingkungan hidup (dapat termasuk di
dalamnya: metode pengumpulan dan analisis data kualitas lingkungan
hidup, dan lain sebagainya)
b) Lokasi Pemantauan Lingkungan Hidup, yang diisi dengan informasi
mengenai lokasi dimana pemantauan lingkungan dimaksud dilakukan
(dapat dilengkapi dengan narasi yang menerangkan bahwa lokasi
24

tersebut disajikan lebih jelas dalam peta pemantauan lingkungan pada


lampiran UKL-UPL).
c) Periode Pemantauan Lingkungan Hidup, yang diisi dengan informasi
mengenai waktu/periode dilakukannya bentuk upaya pemantauan
lingkungan hidup yang direncanakan.
4) Institusi pengelola dan pemantauan lingkungan hidup Kolom Institusi
Pengelola dan Pemantauan Lingkungan Hidup, yang diisi dengan informasi
mengenai berbagai institusi yang terkait dengan pengelolaan lingkungan
hidup dan pemantauan lingkungan hidup yang akan:
a) Melakukan/ melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup dan
pemantauan lingkungan hidup.
b) Melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup
dan pemantauan lingkungan hidup.
c) Menerima pelaporan secara berkala atas hasil pelaksanaan komitmen
pengelolaan lingkungan hidup dan pemantauan lingkungan hidup sesuai
dengan lingkup tugas instansi yang bersangkutan, dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
d. Jumlah dan Jenis Izin IZIN PPLH yang Dibutuhkan Dalam hal rencana usaha
dan/atau kegiatan yang diajukan memerlukan izin PPLH, maka dalam bagian ini,
pemrakarsa menuliskan daftar jumlah dan jenis izin perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang dibutuhkan berdasarkan upaya pengelolaan
lingkungan hidup.
e. Surat Pernyataan Bagian ini berisi pernyataan/komitmen pemrakarsa untuk
melaksanakan UKL-UPL yang ditandatangani di atas kertas bermaterai.
f. Daftar Pustaka Pada bagian ini utarakan sumber data dan informasi yang
digunakan dalam penyusunan UKL-UPL baik yang berupa buku, majalah,
makalah, tulisan, maupun laporan hasil-hasil penelitian. Bahan-bahan pustaka
tersebut agar ditulis dengan berpedoman pada tata cara penulisan pustaka.
25

g. Lampiran Formulir UKL-UPL juga dapat dilampirkan data dan informasi lain
yang dianggap perlu atau relevan, antara lain:
1) Bukti formal yang menyatakan bahwa jenis usaha kegiatan tersebut secara
prinsip dapat dilakukan.
2) Bukti formal bahwa rencana lokasi Usaha dan/atau Kegiatan telah sesuai
dengan rencana tata ruang yang berlaku (kesesuaian tata ruang ditunjukkan
dengan adanya surat dari Badan Koordinasi Perencanaan Tata Ruang
Nasional (BKPTRN), atau instansi lain yang bertanggung jawab di bidang
penataan ruang).
3) Informasi detail lain mengenai rencana kegiatan (jika dianggap perlu).
4) Peta yang sesuai dengan kaidah kartografi dan/atau ilustrasi lokasi dengan
skala yang memadai yang menggambarkan lokasi pengelolaan lingkungan
hidup dan lokasi pemantauan lingkungan hidup.
5) Data dan informasi lain yang dianggap perlu.

2.4.3 UKL-UPL di Puskesmas


Puskesmas sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama
merupakan tempat umum yang beresiko potensial bagi penularan penyakit maupun
pencemaran lingkungan (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1428
Tahun 2006). Seperti halnya Rumah Sakit, sebagai salah satu sarana pelayanan
kesehatan bagi masyarakat, Puskesmas menghasilkan limbah/bahan buangan dari
kegiatan pelayanan kesehatan yang dilakukan (Wardojo, 2014).
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik
Indonesia No.16 Tahun 2012, berikut ini akan di uraikan secara spesifik secara
teoritis mengenai dampak lingkungan dan program pengelolaan serta pemantauan
lingkungan di Puskesmas.

a. Sumber dampak
Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktifitas.
Aktifitas tersebut dapat bersifat alamiah, baik kimia, fisik maupun biologi
26

(Sumarwoto, 2009). Sumber dampak yang dimaksud merupakan komponen penyebab


dampak (Permen Lingkungan Hidup No.16 Th.2012). Sumber dampak di puskesmas
dapat berasal dari berbagai kegiatan di Puskesmas dalam upaya penyelenggaraan
pelayanan kesehatan, seperti : kegiatan kerumahtanggaan (Darmai, 2008), pelayanan
pengobatan (Rawat Jalan, Rawat Inap, dan UGD), pelayanan kefarmasian serta
pelayanan laboratorium (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
Tahun 2014). Beberapa limbah/buangan dari berbagai kegiatan puskesmas tersebut
dijabarkan sebagai berikut:
1) Kegiatan Kerumahtanggaan
Darmai, Tahun 2008 menguraikan sampah dan limbah hasil kegiatan
kerumahtanggan (hause keeping)seperti dari kantor, TU, taman, gudang, rekam
medis, dan sebagainya. Contoh sampah dan limbah dari hasil kegiatan kerumah
tanggaan : kertas, plastic, kaleng, sayur/buah yang terbuang, daun, ranting, dll.
2) Pelayanan Pengobatan
Limbah/buangan dari pelayanan pengobatan dapat berupai darah, cairan
tubuh, sampah medis habis pakai dan terbuang yang telah digunakan sebagai alat
bantu perawatan pada penderita (contoh : verban, kassa, plester, kapas, set infus,
kantong darah, sarung tangan) (Darmai, 2008), serta limbah benda tajam yang
merupakan limbah yang dapat menusuk dan/atau menimbulkan luka dan telah
mengalami kontak dengan agen penyebab infeksi (syringe/jarum suntik, jarum
intravena, vial, lanset, scalpel, pipet Pasteur).
3) Pelayanan kefarmasian
Limbah yang berasal dari pelayanan kefarmasian dapat berupa kertas,
kardus, plastik pembungkus obat serta obat yang bersifat sitotoksik. Termasuk
dalam kelompok Limbah sitotoksik yaitu Limbah genotoksik yang merupakan
Limbah bersifat sangat berbahaya, mutagenik (menyebabkan mutasi genetik),
teratogenik (menyebabkan kerusakan embrio atau fetus), dan/atau karsinogenik
(menyebabkan kanker). Genotoksik berarti toksik terhadap asam deoksiribo
nukleat (ADN), dan Sitotoksik berarti toksik terhadap sel.
27

Beberapa contoh obat sitotoksik dari fasilitas pelayanan kesehatan antara


lain:Azathioprine, Azacitidine, Bleomycin, Bortezomib, Busulfan,Capecitabine,
Carboplatin, Carmustine, Chlorambucil, Chloramphenicol, Chlornaphazine,
Chlorozotocin, Cisplatin, Cladribine, Ciclosporin, Colaspase,
Cyclophosphamide, Cytarabine, Dacarbazine, Dacarbazin, Dactinomycin,
Daunorubicin, Dihydroxymethylfuratrizine, Docetaxel, Doxorubicin,
Doxorubicin liposomal, Epirubicin, Etoposide, Etoposide phosphate,
Fludarabine, Fluorouracil, Fotemustine, Ganciclovir, Gemcitabine,
Hydroxyurea, Idarubicin, Ifosfamide, Irinotecan, Lomustine, Melphalan,
Mercaptopurine, Methotrexate, Methylthiouracil, Metronidazole, Mitomycin,
Mitozantrone, Nafenopin, Niridazole, Oxaliplatin, Oxazepam, Paclitaxel,
Paclitaxel, nab (nanoparticle albumin bound), Pemetrexed, Procarbazine,
Phenacetin, Phenobarbital, Phenytoin, Procarbazine hydrochloride,
Progesterone, Sarcolysn, Semustine, Streptozocin, Raltitrexed, Tamoxifen,
Temozolomide, Teniposide, Thioguanine, Thiotepa, Treosulfan, Topotecan,
Trichlormethine,Valganciclovir, Vinblastine, Vincristine dan Vinorelbine.
4) Pelayanan laboratorium
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 37
tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan laboratorium Pusat Kesehatan Masyarakat,
limbah yang berasal dari kegiatan laboratorium terdiri dari limbah padat dan
limbah cair. Limbah padat terdiri dari limbah /sampah umum dan limbah khusus
seperti benda tajam, limbah infeksius, limbah sitotoksik, limbah toksik, limbah
kimia, limbah B3 dan limbah plastik. Limbah cair terdiri dari limbah cair umum,
limbah cair infeksius dan limbah kimia.
Karakter limbah dari hasil pelayanan kesehatan Menurut Wardojo
(Tahun 2014) dibagi menjadi limbah medis dan non-medis.
1) Limbah medis adalah limbah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan
gigi, farmasi atau sejenis, pengobatan, perawatan yang menggunakan bahan-
28

bahan beracun dan infeksius berbahaya atau bisa membahayakan, kecuali


jika mendapat perlakukan khusus tertentu.
Kategori limbah medis meliputi:
(1) Limbah benda tajam;
(2) Limbah infeksius;
(3) Limbah bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau sisa kemasana;
(4) Limbah patologis;
(5) Limbah radioaktif;
(6) Limbah farmasi;
(7) Limbah sitotoksik;
(8) Limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi; dan
(9) Limbah tabung gas (kontainer bertekanan)
Bentuk limbah medis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang
terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) Limbah benda tajam
Benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi,
ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit
seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan
gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan
dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda
tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh,
bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif. Singkatnya, limbah
benda tajam yaitu limbah yang dapat menusuk atau menimbulkan luka dan
telah mengalami kontak dengan agen penyebab infeksi.
2) Limbah infeksius
Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi mikroorganisme
patologi yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut
dalam jumlahdan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada
manusia rentan.
29

3) Limbah jaringan tubuh


Limbah jaringan tubuh meliputi jaringan, darah dan cairan tubuh .
4) Limbah sitotoksik
Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari
persiapan dan pemberian obat sitotoksis. Limbah sitotoksik juga bisa
berarti bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan
obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi
sitotoksik.
5) Limbah kimia
Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan
kimia dalam tindakan medis, laboratorium, proses sterilisasi.
2) Limbah non medis
Dari berbagai kegiatan penunjang pelayanan kesehatan, menghasilkan
limbah non-medis atau biasa disebut sebagai sampah domestik. Limbah medis
ini bisa berasal dari kantor/ administrasi berupa kertas bekas, unit pelayanan
(berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan
buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan / bahan makanan,
sayur dan lain-lain).
b. Jenis dampak lingkungan
Menurut Wardojo (Tahun 2014) berikut ini adalah jenis dampak dampak
lingkungan yang mungkin timbul dari kegiatan pelayanan kesehatan :
1) Dampak fisik dan kimia
Dampak dari suatu pembangunan sebuah proyek pada aspek fisik dan kimia
dari lingkungan dapat dibagi ke dalam lima kelompok sebagai berikut :
a) Dampak kebisingan
b) Dampak pada kualitas udara
c) Dampak pada kuantitas dan kualitas air
d) Dampak pada iklim atau cuaca
e) Dampak pada tanah.
30

Pembagian tersebuat merupakan pengembangan pembagian berdasarkan


sistem dari udara, sistem air, dan sistem tanah di alam yang disajikan oleh
Chanlet (1973) dalam bukunya. Mengingat bahwa faktor kebisingan dan faktor
iklim atau cuaca mempunyai fungsi khusus di alam dan dampak pada kesehatan
manusia maka ketiga sistem fisik dan kimia di alam tersebut dapat dikembangkan
menjadi lima kelompok komponen lingkungan.
a) Dampak pada kebisingan
Dampak pada kebisingan atau dampak pada tingkat kebisingan yang terjadi
mempunyai pengaruh yang penting terhadap kesehatan masyarkat,
kenyamanan hidup masyarakat, pada binatang ternak, satwa liar ataupun
gangguan ekosistem alam. Akibat pada pendengaran manusia karena
kebisingan dapat berbentuk sebagai berikut :
(1) Perubahan ambang pendengaran sementara, gejalanya berkurangnya
kemampuan pendengaran pada suara yang pelan, tetapi gejala tersebut akan
hilang lagi setelah beberapa jam sampai empat minggu.
(2) Kehilangan pendengaran secara tetap, penderita yang mengalami
kehilangan pendengaran ini tidak dapat sembuh lagi. Hal ini dapat terjadi
karena terkenan kebisingan > 105 dBA selama 8 jam/ hari selama beberapa
tahun, terkenan kebisngan 80-90 dBA 50 % akan mengalami ketulian.
(3) Menimbulkan tekanan fisiologis yang akan mempengaruhi syarafpengatur
saluran darah, tegangan otot-otot, keluarnya hormon adrenal yang
menyebabkan syaraf menjadi tegang, denyut jantung meningkat (Suratmo,
2004:103).
b) Dampak pada udara
Pencemaran udara dapat diartikan sebagai adanya satu atau lebih pencemar
yang masuk kedalam udara atmosfer yang terbuka yang dapat terbentuk debu,
uap, gas, kabut, bau, asap atau embun. Pencemaran ini mengganggu kesehatan
manusia, tanaman, binatang atau pada benda-benda serta dapat pula
mengganggu pandangan mata dan kenyamanan hidup hal ini bisa terjadi
31

karena pengolahan limbah yang tidak sesuai contohnya dengan pembakaran.


Dampak berikutnya adalah dampak pada kualitas dan kuantitas air hal ini
dapa. Data sumber pencemar udara dapat diperoleh dari pengukuran langsung
dan juga dari data sekunder dari instansi-instansi pemerintah ataupun swasta
yang telah melakukan pengukuran kualitas udara (Suratmo, 2004:109).
c) Dampak pada kualitas dan kuantitas air
Air merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting, perubahan kualitas
dan kuantitas air dapat terjadi karena adanya buangan bahan organik dan
anorganik ke dalam air, yang dapat larut dalam air maupun yang tidak dapat larut
dalam air. Kualitas air dapat dilihat dari sifat fisik, kimia, dan bakteriologis.
Sifat fisik kualitas air meliputi parameter, juga warna, bau, temperatur, benda
padat, minyak dan oli. Sifat kimia dinyatakan dalam parameter kandungan bahan
kimia organik dan inorganik contohnya pengukuran BOD (Biochemical Oxygen
Demand), pengukuran COD (Chemical Oxygen Demand) dan pengukuran DO
(Dissolved Oxygen). Parameter inorganik dapat digambarkan dalam bentuk
salinitas, kesadahan, Ph, keasaman, alkalinitas dan kandungan besi (Fe) ,Mn, Cl,
SO4, S2, logam berat, NO2, NO3 dan fosfat (Suratmo, 2004:110).
2) Dampak biologi
Dampak biologis ini sering disebut pula sebagai dampak lingkungan biologis,
karena faktor-faktor biologis yang terbentuk sebagai flora dan fauna merupan
komponen dari lingkungan biologis. Dampak biologis yang penting untuk
diperhatikan ialah dampak pada spesies yang sudah jarang atau terancam punah
sehingga perlu diketahui keadaanya diaderah tersebut. Pengelolaan komponen
biologis yang ada perlu untuk diketahui baik pengelolaan pada waktu yang sudah
lampau ataupun pengelolaan yang sedang dijalankan termasuk penyemprotan
pestisida, penanaman spesies baru, pembakaran lahan, dan lain sebagainya
(Suratmo, 2004:113).
32

3) Dampak sosial ekonomi


Pembangunan suatu proyek sejak dalam masa perencanaan memang sudah
bertujuan untuk meningkatkan sosia ekonomi sehingga secara teoritis dampak
setiap proyek haruslah bersifat positif bagi masyarakat setempat. Beberapa
komponen yang dianggap penting untuk diketahui adalah sebagai berikut :
a) Pola perkembangan penduduk (jumlah, umur, perbandingan jenis kelamin).
b) Pola perpindahan erat hubungannyadengan perkembangan penduduk, pola
perpindahan yang perlu diketahui adalah pola perpindahan ke luar dan masuk
ke suatu daerah secara umum.
c) Pola perkembangan ekonomi, keadaan sumber daya alam yang tersedia dan
sumber pekerjaan yang tersedia, penyerapan tenaga kerja masyarakat
setempat, peningkatan pendapatan masyarakat baik secara langsung maupun
tidak langsung dari suatu proyek akan memberikan dampak pada masyarakat
setempat, dan adanya peluang usaha dengan timbulnya lapangan pekerjaan
yang baru bagi masyarakat setempat (Suratmo, 2004:115).
4) Dampak kesehatan masyarakat
Data yang diperlukan seperti keadaan kesehatan masyarakat dari pola penyakit,
angka kematian penduduk, sanitasi lingkungan, perolehan air bersih dan vektor
penyakit. Data sekunder ini dapat diambil dari Puskesmas atau Dinas Kesehatan.
Faktor prilaku dan kebiasaan masyarakt berpengaruh terhadap ola penyakit
semakin buruk prilaku maka akan menurunkan kondisi sanitasi lingkungan
masyarakat dan akan mengakibatkan berkembangnya populasi binatang
pengganggu (vektor penyakit) dan nyamuk penyebab demam berdarah, pada
tingkat kepadatan tertentu beresiko menularkan penyakit demam berdarah, lokasi
bangunan yang kemungkinan juga banyak kontainer sebagai temapt
perindukannya (Suratmo, 2004:117).
c. Besaran dampak (besar, sedang, dan kecil)
Besaran dampak merupakan parameter dampak lingkungan yang mungkin
timbul dari kegiatan pelayanan Puskesmas yang bersifat kuantitatif. Prakiraan
33

besarnya dampak merupakan selisih kualitas lingkungan antara saat kegiatan


berlangsung dengan rona lingkungan awal.
Besarnya prakiraan dampak = KLKB-KLRLA
Dimana :
KLKB : Skala kualitas lingkungan saat kegiatan berlangsung (KB)
KLRLA : Skala kualitas lingkungan saat rona lingkungan hidup awal (RLA)
Kualitas lingkungan pada rona lingkungan hidup awal (RLA) dan pada saat
kegiatan berlangsung (KB) akan ditampilkan dalam skala numeric 1 sampai dengan 5
seperti berikut :
Skala Kualitas lingkungan
1 Sangat buruk
2 Buruk
3 Sedang
4 Baik
5 Sangat baik

Selisih nilai skala kondisi atau kualitas lingkungan diatas dipergunakan untuk
menentukan besaran dampak, baik positif maupun negatif.
Skala besaran dampak ditetapkan sebagi berikut:
Skala Besaran dampak
1 Kecil
2 Sedang
3 besar

Memisahkan dampak yang terjadi dalam perbedaan kurun waktu yangd apat
dibagi ke dalam :
1) Dampak besar adalah dampak yang terjadi pada kurun waktu yang panjang
(long-term impact).
34

2) Dampak sedang adalah dampak yang terjadi pada periode waktu yang pendek
(short-term impact).
3) Dampak kecil adalah yang terjadi pada suatu fase tertentu contohnya
pembangunan dan setelah fase pembangunan selesai maka dampak tersebut
berhenti (Suratmo, 2004:102).
d. Upaya pengelolaan lingkungan hidup
1) Upaya pengelolaan limbah medis
a) Limbah padat
(1) Fasilitas pembuangan limbah
Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air dan
mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya. Mempunyai
tutup yang mudah dibuka dan ditutup, minimal terdapat satu buah
untuk masing-masing kegiatan.

Gambar 2.1 Gambar dan Warna label Pada Tempat Pengumpulan


Sampah

(2) Tempat pembuangan


Sampah infeksius, sampah toksik dan sitotoksik dikelola sesuai
prosedur dan peraturan yang berlaku. Dimana menurut Peraturan
35

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No. :


P.56/Menlhk-Setjen/2015 tentang tata cara dan persyaratan teknis
pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun dari fasilitas
pelayanan kesehatan, menyebutkan bahwa pengolahan limbah B3
(Bahan Berbahaya dan Beracun) dilakukan oleh lembaga yang
memiliki izin pengelolaan limbah B3.

2) Upaya pengelolaan limbah non medis


Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1428/MENKES/SK/XII/2006 tentang pedoman penyelenggaraan
kesehatan lingkungan puskesmas limbah non medis (sampah domestik) dapat
dikubur, dibakar ataupun diangkut ke Tempat pembuangan Akhir.
e. Upaya pemantauan lingkungan hidup
Kelembagaan yang akan mengurus dan berkepentingan dalam pelaksanaan
pemantauan lingkungan. Perlu secara khusus dikemukakan pihak yang
melakukan pemantauan lingkungan sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawabnya.. kelembagaan yang berkepentingan dalam mendayagunakan hasil
pemantauan yang secara implisit melakukan juga pengawasan terhadap
pelaksanaa pemantauan lingkungan. Dengan demikian, pendayagunaan hasil
pemantauan berarti pula memanfaatkan umpan balik guna melakukan tindakan
pengendalian terhadap dampak negatif dan pengembangan dampak positif untuk
instansi. Sedangkan hasil pelaksanaan pemantauan lingkungan, berarti pula
mendapatkan umpan balik guna menyempurnakan sistem pemantauan
lingkungan (Suratmo, 2004:140).

Anda mungkin juga menyukai