http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jih
Konflik Rasial Antara Etnis Tionghoa Dengan Pribumi Jawa di Surakarta Tahun
1972-1998
Abstract
___________________________________________________________________
Surakarta is an area for Chinese people in the past, Chinese people coming to Surakarta for the
purpose of trading. One consequence is the increased potential for inter-ethnic relations in Surakarta.
Racial conflict in the Surakarta residency has occurred since the Netherlands colonial era. In the
New Order era there have been three large-scale riots that occurred in 1972-1998. The anti-Chinese
racial event in Surakarta city has triggered a small-scale riot that became a unique characteristic
capable of causing enormous and very serious chaos. The triggering factor of conflict in Surakarta in
1972-1998 was the formation of mass mobilization, individual conflict and student action. Under
the New Order goverment, tensions between the Chinese and the indigenous population continued
to grow as a result of the widening gap between the rich and the poor and the low wages given to
bureaucratic, military and police officials.
Alamat korespondensi: ISSN 2252-6633
Gedung C5 Lantai 1 FIS Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: sejarah@mail.unnes.ac.id
66
Yahya Aryanto Putro, Hamdan Tri Atmaja, dan Ibnu Sodiq / Journal of Indonesian History 6 (1) (2017)
67
Yahya Aryanto Putro, Hamdan Tri Atmaja, dan Ibnu Sodiq / Journal of Indonesian History 6 (1) (2017)
secara kritis rekaman dan peninggalan masa dipengaruhi oleh latar belakang, pengaruh,
lampau (Gottschalk,1985:32). Dengan motivasi, dan pola pikir. Interpretasi akan
menggunakan metode sejarah, diusahakan dapat mempengaruhi bagaimana jenis-jenis penulisan
merekontruksi peristiwa-peristiwa masa lampau dalam laporan penelitian, karena data yang
kemudian menyampaikan rekontruksi sesuai diperoleh akan sangat berfungsi bagi penulisan
dengan jejak-jejak masa lampau. Dalam laporan dengan bantuan penafsiran dari penulis.
pelaksanaan metode sejarah, terdapat empat Interpretasi cenderung akan menghasilkan
tahapan, yaitu heuristik, kritik sumber, subjektifitas dari penulis, akan tetapi dengan
interpretasi, dan historiografi. fakta-fakta yang ada penulis berusaha
Heuristik merupakan tahapan pertama menampilkan data sesuai dengan keadaan yang
dalam metode sejarah setelah menentukan topik ada dan mengurangi subjektifitas yang biasa
penelitian. Heuristik adalah pengumpulan terjadi dalam sebuah penafsiran.
sumber-sumber sejarah. Sumber sejarah adalah Historiografi, langkah ini merupakan
bahan penulisan sejarah yang mengandung tahap akhir dari metode sejarah, setelah
evidensi (bukti) baik lisan maupun tertulis dilakukan beberapa tahap mulai dari heuristik,
(Pranoto, 2010:31). Dalam heuristik ini penulis kritik sumber dan interpretasi. Fakta-fakta
dapat mengumpulkan berbagai sumber primer sejarah yang penulis dapatkan di lapangan
diantaranya Data dokumen yang diperoleh kemudian penulis rangkai menjadi suatu cerita
dalam penelitian ini, yaitu berasal dari surat sejarah yang disusun secara kronologis atau
kabar sejaman, seperti Suara Merdeka, Kompas, beruntun yang dihubung-hubungkan antara
Solo Pos, Tempo, Kedaulatan rakyat,dll, serta peristiwa yang satu dengan peristiwa yang
dokumen yang terkait dan relevan dengan tema lainnya dan ditulis secara ilmiah.
yang dapat diperoleh dari kantor arsip Museum
Mandala Bhakti Semarang, Kantor Arsip HASIL DAN PEMBAHASAN
Nasional Indonesia, Kantor Arsip dan
Perpustakaan Kota Surakarta, Monumen Pers Kota Surakarta, juga disebut Solo atau
Nasional, dll. Sumber primer lain yang berhasil Sala, apabila dilihat secara geografis letak
ditemukan penulis dari Arsip Nasional Republik wilayah Kota Surakarta terletak di dataran
Indonesia adalah Laporan Sekretaris Wakil rendah pada ketinggian ± 95 meter diatas
Presiden RI 1967-1999 No. 441 dan Sekretaris permukaan laut, yang memiliki luas 44 km2.
Wakil Presiden RI 1967-1999 No. 476. Surakarta berada sekitar 65 km timur laut
Kritik sumber, Kritik Sumber adalah Yogyakarta dan 100 km tenggara Semarang.
upaya untuk mendapatkan otentisitas dan Wilayah ini dulunya merupakan wilayah
kredibilitas sumber (Pranoto, 2010:35). Kritik bentukan pemerintahan Gubernur Jenderal
sumber dilakukan untuk menentukan sumber- Belanda yang berpusat di Batavia dan masih
sumber yang penulis dapatkan untuk dijadikan berbentuk Karesidenan. Secara administratif
data penelitian. Kritik sumber ini memudahkan wilayah Kota Surakarta berbatasan dengan
peneliti untuk memfokuskan apa yang akan sejumlah wilayah kabupaten di Jawa Tengah. Di
ditulis dalam laporan penelitian ini, dengan sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten
adanya kritik sumber ini penulis dapat menilai Karanganyar dan Kabupaten Boyolali. Sebelah
sumber-sumber yang diperoleh dapat Timur berbataan dengan Kabupaten Sukoharjo
memberikan informasi yang bisa dipercaya atau dan Kabupaten Karanganyar. Sebelah selatan
tidak, apakah dokumen yang didapatkan dapat berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan
dipertanggungjawabkan isinya atau sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten
keautentikannya atau tidak. Sukoharjo, dan Kabupaten Karanganyar
Interpretasi, langkah ini merupakan tahap (Wasino, 2006:13).
menghubungkan antara fakta-fakta yang sama Surakarta merupkan salah satu pusat
dan dilakukan penafsiran. Interpretasi budaya Jawa karena di kota ini terdapat dua
68
Yahya Aryanto Putro, Hamdan Tri Atmaja, dan Ibnu Sodiq / Journal of Indonesian History 6 (1) (2017)
istana peninggalan Kerajaan Mataram Islam, setelah bergabungnya sejumlah pemuda yang
yakni Kasunanan dan Pura Mangkunegaran. telah bergerombol di kawasan Kleco (Riyadi,
Kedua istana itu dimasa lalu selain sebagai pusat 2015, 91). “Ketika di rumah ada yang memanggil
pemerintahan bumiputra juga sebagai pusat dari luar pagar ʺJowo opo Cino?( Jawa apa
pengembangan budaya Jawa yang menjadi Cina?) yen jowo ayo melu ngobongi omahe Cino!
panutan penduduknya. Surakarta merupakan (kalau Jawa mari ikut membakar rumahnya
daerah pemukiman yang cukup tua. Cina)ʺ (Wawancara dengan Bapak Tri Bandoro,
tanggal 10 Mei 2017). Ajakan-ajakan seperti itu
Faktor-Faktor Pemicu Kerusuhan Anti yang membuat massa cepat terkumpul memadati
Tionghoa Tahun 1972-1998 di hampir seluruh jalan-jalan utama di kota
Peristiwa rasial anti Tionghoa di Kota Surakarta. Mereka mengajak warga ikut dalam
Surakarta ini memiliki faktor pemicu kerusuhan kerusuhan ketika bergerak menuju pusat kota
berskala kecil yang menjadi karakteristik unik Surakarta.
yang mampu menyebabkan kekacauan sangat 2. Konflik Individual
besar dan sangat serius yang menelan banyak Konflik antar individu dalam kerusuhan
korban serta menyebabkan kerusakan-kerusakan tahun 1972 dan 1980 di Surakarta menjadi awal
dan masalah-masalah lain hingga menjalar ke kerusuhan yang sangat besar. Seharusnya konflik
luar kota Surakarta. Terdapat tiga faktor yang antar individu ini tidak seharusnya dapat
paling dominan yang melatarbelakangi peristiwa menyebabkan kerusuhan massa yang
rasial antara etnis Tionghoa dengan pribumi mengerikan. Namum uniknya disini adalah
Jawa di Surakarta tahun 1972-1998, antara lain konflik yang hanya melibatkan beberapa orang
sebagai berikut. bisa memicu konflik yang serius. Konflik tahun
1. Provokasi-provokasi hingga terbentuknya 1972 di Surakarta, merupakan masalah sepele
mobilisasi massa. yang bermula dari ketidaksepahaman antara
Kerusuhan rasial pada tahun 1972, mobilisasi seorang encik Arab dengan penarik becak (Riyadi,
massa terbentuk ketika mendengar berita 2015: 90). Masalahnya adalah ketidak
terbunuhnya tukang becak oleh warga keturunan sepahaman masalah pembayaran jasa. Akhirnya
Arab menyebabkan pada pagi harinya tukang- terjadilah perang mulut dan saling memukul yang
tukang becak se-Surakarta dengan cepat berakhir terbunuhnya tukang becak itu (Rustopo,
menggerombol mendatangi lokasi kejadian 2007:100). Pada peristiwa kerusuhan tahun 1980
karena adanya provokasi untuk memprotes juga berawal dari konflik antar individu.
pelaku pembunuhan. Dari menit ke menit aksi Perkelahian antara Supriyadi alias Pipit dengan
tersebut terus berkembang (Rustopo, seorang pemuda WNI keturunan bernama Kicak
2007:100).Mobilisasi massa juga menjadi alias Maryono di depan toko Orlane pada hari
penyebab membesarnya peristiwa huru-hara Rabu jam 12.00 (Suara Merdeka, tanggal 21
tahun 1980 di Surakarta. Dalam peristiwa ini November 1980). Awalnya tejadi senggolan
mobilisasi massa mulai terbentuk karena adanya sepeda yang dikendarai ketiga siswa yang baru
provokasi oleh Pipiet karena tidak terima atas pulang sekolah itu dengan seorang pemuda
penyerangan yang menimpanya kemudian Pipiet Tionghoa yang sedang menyeberang di jalan
berhasil mengumpulkan teman-teman Urip Sumoharjo. Kicak yang tidak terima
sekolahnya. Sekitar 50 orang siswa bergerak menyerang Pipit menderita luka-luka karena
menuju jalan Urip Sumoharjo untuk terkena pukulan pemuda Tionghoa yang
mengadakan aksi demonstrasi (Wasino, 2006: bernama Kicak (Setiono, 2002: 1025-1026).
65). Mobilisasi massa dalam kerusuhan Mei 1998 3. Aksi Mahasiswa
sudah terjadi ketika terjadi aksi damai di kampus Peristiwa 14 Mei 1998 dimulai dengan aksi
UMS. Ketika aksi mahasiswa gagal diredam demonstrasi mahasiswa yang terjadi di dua
aparat keamanan dan berhasil keluar kampus, tempat, yakni di kampus Universitas
jumlah massa pun semakin bertambah banyak, Muhammadiyah Surakarta (UMS) di Pabelan
69
Yahya Aryanto Putro, Hamdan Tri Atmaja, dan Ibnu Sodiq / Journal of Indonesian History 6 (1) (2017)
70
Yahya Aryanto Putro, Hamdan Tri Atmaja, dan Ibnu Sodiq / Journal of Indonesian History 6 (1) (2017)
71
Yahya Aryanto Putro, Hamdan Tri Atmaja, dan Ibnu Sodiq / Journal of Indonesian History 6 (1) (2017)
tempatnya (Jawa Pos, 16 Mei 1998). Sektor 1. Peran ABRI. Peran ABRI dalam peristiwa
perekonomian merupakan salah satu bidang rasial di Surakarta yang pada saat itu masih
yang paling merasakan dampak yang cukup besar gabungan antara TNI AD, TNI AU, TNI AL
karena pusat-pusat perdagangan yang menjadi dan Kepolisian berperan sangat vital dalam
kekuatan perekonomian di kota Surakarta menghalau kerusuhan rasial di Surakarta,
mengalami kelumpuhan karena hancur di bakar segala kekuatan dikerahkan agar kerusuhan
dan habis di jarah oleh massa selama kerusuhan, cepat diredam serta ikut menjaga situasi agar
oleh sebab itu terjadi kelangkaan barang dan tetap tenang, bahkan secara berkala anggota
harga kebutuhan pokok melambung. Pemilik kepolisian setempat dibantu anggota TNI
toko di wilayah pinggiran kota juga merasakan melakukan pemantauan di berbagai lokasi
ketakutan ketika ingin membuka tokonya untuk kerusuhan guna memastikan keadaan aman
berjualan, tidak hanya penjual dari kalangan dari para perusuh. Penanganan peristiwa
Tionghoa saja, bahkan orang-orang Pribumi pun tahun 1972 tidak melibatkan anggota TNI
juga ketakutan. maupun Kepolisian sebanyak dalam peristiwa
Sektor transportasi juga lumpuh total, tahun 1980 dan 1998, karena peristiwa ini
serta meninggalkan trauma yang melanda warga hanya berlangsung dalam skala lokal di
Surakarta, seperti yang sudah diberitakan dalam wilayah Surakarta. Namun tetap terdapat
(Jawa Pos, 18 Mei 1998). Hampir tidak ada penjagaan-penjagaan dari aparat keamanan di
kendaraan bermesin lewat dijalan-jalan utama, lokasi-lokasi kerusuhan maupun jalan-jalan
kecuali konvoi kendaraan roda dua para utama untuk mencegah timbulnya kekacauan
demonstran dan aparat kemanan (Jawa Pos, 16 susulan yang mungkin bisa terjadi kapan saja.
Mei 1998). Bus-bus dari arah Jawa Timur tidak Kepolisian dan TNI dalam peristiwa
berani masuk ke Jawa Tengah. Sesampai di kerusuhan tahun 1980 saling melengkapi.
ngawi petugas langsung memberitahu situasi, Ketika peristiwa tidak berhasil diredam oleh
sehingga banyak penumpang yang hendak ke aparat kepolisian. Kemudian diambil alih
Solo memilih “balik kucing”. Demikian pula dari langsung oleh Kodam IV/Diponegoro.
arah Semarang dan Yogyakarta, tidak ada satu Dalam penanganan itu aparat diberi hak
pun angkutan umum yang berani masuk. untuk bertindak represif dalam bentuk
Dunia pendidikan juga merasakan melakukan penembakan ditempat terhadap
dampak dari kerusuhan ini. Seperti yang pelaku kerusuhan, dan melakukan
diberitakan (Jawa Pos, 16 Mei 1998) bahwa penangkapan, penahanan, dan penyidikan.
hampir semua sekolah, mulai Sekolah Dasar Mereka yang ditahan dan disidik di
hingga Sekolah Menengah harus memulangkan Detasemen Intelejen Kodam IV/Diponegoro
siswanya lebih awal. Sedangkan beberapa sebanyak 201 orang. Ditinjau dari asal-usul
sekolah mengah ditinggalkan siswa-siswanya profesinya ternyata bervariasi, mulai dari
yang memilih ikut konvoi keliling kota. Di mahasiswa, pelajar, gali, hingga pegawai
Kabupaten Sukoharjo juga merasakan negeri. Akan tetapi yang paling banyak
dampaknya, dikutip dari (Suara Merdeka, 16 Mei adalah mahasiswa dan pelajar sekolah.”
1998) bahwa, ribuan pelajar yang akan berangkat (Wasino, 2006:67-68). Dalam menangani
sekolah tertahan dipinggir jalan. Hanya pelajar kerusuhan rasial tahun 1998 sikap ABRI
yang diantar atau menggunakan kendaraan sangat tegas dalam upaya menangani
pribadi yang bisa sampai sekolah. Namun, para kerusuhan di Surakarta, seperti yang
guru mengambil keputusan untuk memeliburkan dinyatakan dalam (Jawa Pos, 16 Mei 1998)
mereka. katanya, tidak akan segan menindak tegas
pelaku kerusuhan dan kekacauan. Sikap dari
Upaya Penanganan Konflik Rasial Antara ABRI ini diharapkan dapat meredam
Etnis Tionghoa Dengan Pribumi Jawa di kerusuhan agar tidak semakin meluas. Selama
Surakarta Pada Tahun 1972, 1980 dan 1998 kerusuhan berlangsung kota Surakarta dijaga
72
Yahya Aryanto Putro, Hamdan Tri Atmaja, dan Ibnu Sodiq / Journal of Indonesian History 6 (1) (2017)
ketat oleh aparat keamanan dari TNI AD dan pelaku," tandas Gubernur, seusai
dari berbagai kesatuan lain. Pangdam berkoordinasi dengan pangdam
Diponegoro IV Mayjen TNI Tyasno Sudarto IV/Diponegoro Mayjen TNI Tyasno
didampingi Danrem 074 Warastratama, Sudarto, Walikota Imam Sutopo dan Danrem
Surakarta, Kol Inf Sriyanto, mengharapkan Kol Sriyanto.
masyarakat tidak panik lagi. ABRI menjamin 3. Peran Organisasi. Dahsyatnya peristiwa
keamanan dan kenyamanan warga. Pangdam rasial di Surakarta memunculkan sikap
juga mengingatkan, sanksi tembak di tempat simpati dari berbagai macam organisasi di
tetap diberlakukan agar perusuh berhenti Surakarta, pada tahun 1980 Pangdam
melakukan aksinya (Jawa Pos, 17 Mei 1998). VII/Diponegoro mengucapkan terima kasih
2. Peran Pemerintah. Pemerintah memiliki atas peran beberapa organisasi seperti yang
peran yang sangat penting dalam upaya tertulis dalam (Siswoyo, 1981:14-25) "… kami
menangani kerusuhan rasial di Surakarta. merasa sangat berterima kasih atas
Peran pemerintah baik itu dari pemerintah pernyataan yang sangat membesarkan hati
kota Surakarta sampai pemeritah Provinsi dari pembuka-pembuka kekuatan sospol, para
Jawa Tengah ikut memberikan sikap tegas alim ulama serta kalangan muda yang
dan membantu menenangkan masyarakat tergabung dalam KNPI dan AMPI yang telah
yang tengah takut serta khawatir dengan memberikan dorongan moril yang kuat
kondisi kota Surakarta dan sekitarnya yang kepada kami untuk menangani peristiwa yang
luluh lantak akibat konflik rasial yang menyedihkan dalam masyarakat kita tadi
mengerikan. Anggota Muspida Kotamadya sampai tuntas”. Pada tanggal 16 Mei 1998 di
Surakarta pada tahun 1980, kamis serta Jumat Solo, sekelompok orang yang menamakan
pagi turut turun kelapangan guna diri Solidaritas Mahasiswa Peduli Rakyat
menenangkan suasana. Walikota Sukatmo (SMPR) mengeluarkan pernyataan sikap,
SH, lewat seruannya menghimbau warga kota esensinya antara lain, SMPR mengecam
setempat untuk tidak mudah terpancing isyu- tindakan brutal masyarakat tersebut, karena
isyu yang belum tentu kebenarannya. Ia kerusuhan tersebut merupakan kontra
menyebutkan pula akan menindak mereka produktif bagi aksi reformasi dan menolak
yang jelas bersalah serta mendalangi peristiwa dengan tegas, bahwa kerusuhan tersebut sama
itu (Kompas, 22 November 1980). Kerusuhan sekali bukan bagian dari aspirasi mahasiswa
Mei 1998 di Surakarta juga telah dalam menuntut reformasi politik, ekonomi
memunculkan sikap keprihatinan dan hukum.” (Sekretaris Wakil Presiden
pemerintah, baik itu pemerintah Provinsi 1967-1999, No. 476, Arsip Nasional
Jawa Tengah maupun pemerintah Kota Indonesia). SMPR Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Gubernur Jawa Tengah maupun menyatakan mengecam pihak-pihak yang
Walikota Surakarta sama-sama menyerukan telah melakukan kerusuhan dengan
himbauan-himbauan kepada seluruh korban memanfaatkan atau “numpang lewat”
kerusuhan serta mengutuk tindakan tidak melalui aksi keprihatinan mahasiswa (Solo
bertanggung jawab kepada para perusuh. Pos,18 Mei 1998). Oleh karena itu SMPR
Gubernur Soewardi menyatakan kerusuhan akan gelar aksi keprihatinan.
itu telah melumpuhkan sendi-sendi
perekonomian dan menyengsarakan warga Kecaman dan kutukan terhadap aksi
kota Sala. Karena itu, pihaknya mengajak kerusuhan yang diwarnai perusakan dan
segenap warga untuk mengatasi bersama penjarahan juga mengalir ke redaksi SOLOPOS
dampak yang timbul dari kerusuhan. Tidak dari sejumlah organisasi kemasyarakatan di Solo.
satu pun warga yang mendukung kerusuhan Mereka yang melayangkan kecaman terhadap
itu, justru mengutuknya. Mereka perusuh itu diantaranya Forum Hati Nurani
menginginkan aparat menindak tegas para (Fortini) Mahasiswa dan Ko-ass (Dokter Muda)
73
Yahya Aryanto Putro, Hamdan Tri Atmaja, dan Ibnu Sodiq / Journal of Indonesian History 6 (1) (2017)
74