- Pengantar
- Aksioma dalam Investigasi
- Pertemuan Pendahuluan
- Predication
- Pemeriksaan dalam Hukum Acara Pidana
- Bukti dan Pembuktian Auditing dan Hukum
1. PENGANTAR
Bab ini akan membahas investigasi dalam makna auditing dan hukum.
Pengertian investigasi dan pemeriksaan fraud digunakan silih berganti
berbagai sinonim. Idealnya ada kesamaan makna konsep-konsep auditing
dan hukum, namun dari segi filsafat auditing dan filsafat hukum, hal itu
tidaklah mungkin.
Ada sebab lain kenapa harmonisasi antara konsep – konsep hukum dan
auditing tidak dapat berjalan. Hukum Indonesia, khususnya hukum pidana
dan hukum acara pidana, masih berasal dari hukum Napoleonic.
Sedangkan konsep – konsep akuntansi dan auditing, kita adopsi dari
Amerika Serikat. Karena perbedaan yang penting antara konsep – konsep
auditing dan hukum, pemeriksa fraud perlu memahami kedua – duanya.
Dalam filsafat auditing, kita mengenal konsep due audit care, prudent
auditor, seorang profesional yang berupaya menghindari tuntutan dengan
tuduhan teledor (negligent) dalam melaksanakan tugasnya. Untuk itu
pemeriksa fraud atau investigator perlu mengetahui tiga aksioma dalam
pemeriksaan fraud.
Suatu investigasi hanya dimulai apabila ada dasar yang layak, yang dalam
investigasi dikenal sebagai prediction. Dengan landasan atau dasar ini,
seorang investigator mereka-reka mengenai apa, bagaimana, siapa, dan
pertanyaan lain yang diduganya relevan dengan pengungkapan kasusnya,
ia membangun teori fraud. Contoh kasus akan digunakan untuk membahas
prediction dan fraud theory.
Investigasi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai upaya
pembuktian. Umumnya pembuktian ini berakhir di pengadilan dan
ketentuan hukum (acara) yang berlaku. Bagian terakhir bab ini diambil dari
hukum pembuktian berdasarkan KUHAP..
Aksioma atau postulate adalah pernyataan yang tidak dibuktikan atau tidak
diperagakan, dan dianggap sudah jelas dengan sendirinya. Kebenaran dari
proposisi ini tidak dipertanyakan lagi. Aksioma merupakan titik tolak
untuk menarik kesimpulan tentang suatu kebenaran yang harus
dibuktikan melalui pembentukan teori.
Bandingkan adegan tadi dengan adegan lain. Direksi bank atau kepala
cabang bank besar memfasilitasi ”pelanggangnya” dengan membuka
L/C fiktif atau memberikan kredit bodong yang segera menjadi NPL
(non-performing loan)