Anda di halaman 1dari 26

Lampiran

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM ‘AISYIYAH PONOROGO


Nomor : RSUA/0007/PER/III.6.AU/I/I/2015
Tanggal : 16 Rabiul Awwal 1436 H / 07 Januari 2015 M
Tentang : Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo tentang Panduan
Surveilans PPI di Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Program pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) dalam menjalankan


pelayanan kesehatan di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo merupakan hal yang sangat penting untuk
dilakukan karena merupakan salah satu indikator mutu pelayanan yang menentukan baik
dan buruknya pelayanan di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo.
Program pencegahan dan pengendalian infeksi ini telah dimasukkan dalam 6
sasaran keselamatan pasien di Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/ Menkes/ Per/
VIII/ 2011, untuk itu sudah menjadi kewajiban bagi RSU ‘Aisyiyah Ponorogo untuk membuat
dan menjalankan program pencegahan dan pengendalian infeksi.
Salah satu kegiatan dalam program pencegahan dan pengendalian infeksi yaitu
adanya surveilans yang dilakukan oleh petugas PPI, untuk itu perlu adanya pedoman
surveilans di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo sebagai acuan dalam merencanakan,
mengimplementasikan dan mengevaluasi jalannya program PPI.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Terlaksanakannya surveilans pencegahan dan pengendalian infeksi di RSU ‘Aisyiyah
Ponorogo.
2. Tujuan Khusus
- Acuan dasar bagi petugas surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo.
- Memperoleh data dasar PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo.
- Dapat melakukan kewaspadaan dini terkait KLB penyakit infeksi.
- Sebagai tolok ukur keberhasilan Program PPI.

Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 1


BAB II

PENGERTIAN

A. DEFINISI SURVEILANS
Surveilans yaitu suatu proses pengumpulan data kesehatan yang penting secara
terus-menerus, sistematis, analisis, interpretasi dan didesiminasikan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan secara berkala untuk digunakan dalam perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi suatu tindakan pelayanan kesehatan.

B. BATASAN OPERASIONAL
Sebagai pedoman dalam melakukan surveilans kita perlu mengetahui batasan
operasional tentang surveilans:
1. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) adalah Suatu upaya kegiatan untuk
mencegah, meminimalkan kejadian HAIs pada pasien , petugas, pengunjung dan
masyarakat sekitar rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang meliputi
pengkajian perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
2. Surveilans yaitu suatu proses pengumpulan data kesehatan yang penting secara terus
menerus sistematis, analisis dan interpretasi dan didesiminasikan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan secara berkala untuk digunakan dalam perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi suatu tindakan pelayanan kesehatan.
3. Health Asociation Infections (HAIs) adalah Infeksi yang terjadi pada pasien selama
perawatan di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana tidak ada
infeksi atau tidak masa inkubasi pada saat masuk, termasuk infeksi didapat di rumah
sakit tapi muncul setelah pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada staf di fasilitas.
4. Tim PPI adalah kelompok kerja yang terdiri dari IPCN dan IPCLN yang mempunyai
tugas menyelenggarakan, mengkoordinasikan serta memmonitor pelaksanaan program
pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit.
5. Infection Prefentive Control Nurse (IPCN) adalah tenaga perawat praktisi/ profesional,
yang bekerja khusus dibidang infeksi atau berhubungan dengan infeksi yang terkait
dengan pemberian pelayanan kesehatan di rumah sakit.
6. Infection Prefentive Control Link Nurse (IPCLN) adalah tenaga perawat praktisi/
profesional yang bekerja di unit masing-masing sebagai jejaring IPCN.

C. PENETAPAN PRIORITAS
Prioritas ditetapkan melalui besaran masalah atas dasar:
- Angka kejadian HAIs
- Potensi terjadi HAIs:
 Karakteristik patogen penyebab
 Perilaku petugas
 Kondisi lingkungan
Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 2
 Jenis tindakan
 Kualitas instrumen
- Resiko penularan:
 Kecepatan penularan
 Cara penularan (kontak, droplet, airbone)
- Unit perawatan beresiko tinggi.
- Ketersediaan sumber daya.

D. PENETAPAN METODE SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT


Metode yang dipilih adalah surveilans aktif dengan sasaran khusus.

E. ALUR SURVEILANS

Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 3


BAB III

RUANG LINGKUP

A. KEGIATAN SURVEILANS PPI


Terdiri dari :
1. Identifikasi masalah
2. Penetapan prioritas
3. Metode surveilans
4. Pengorganisasian
5. Penyediaan sumber daya

Kegiatan Surveilans di rumah sakit meliputi penelusuran angka infeksi dengan


mengidentifikasi secara epidemiologis infeksi penting dengan cara mengumpulkan dan
mengevaluasi data dan tempat infeksi yang relevan sebagai berikut :

a. ISK
b. IADP
c. VAP
d. ILO
e. Plebitis

Selain kegiatan tersebut di atas kegiatan monitoring kepatuhan dan kejadian sebagai
berikut :

a. Investigasi outbreak
b. Penatalaksanaan pajanan
c. Peta kuman/antibiotik rasional
d. Mikrobiologi lingkungan
e. Mikrobiologi air
f. Mikrobiologi AC
g. Mikrobiologi kelembaban udara
h. Mikrobiologi instrumen
i. Mikrobiologi limbah
j. Monitoring kesehatan petugas gizi
k. Monitoring loundry dan linen
l. Monitoring peralatan kadaluarsa dan single use yang di re use
m. Monitoring pengelolaan sampah dan benda tajam
n. Monitoring penanganan pembuangan darah dan komponen darah
o. Monitoring kamar mayat
p. Monitoring penggunaan ruang isolasi
q. Monitoring kepatuhan hand hygiene

Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 4


r. Monitoring penyuntikan yang aman dan etika batuk
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Identifikasi masalah penting untuk mengetahui kebutuhan dilaksanakannya surveilans.
Masalah diketahui melalui:
- Temuan kasus secara aktif oleh IPCN dan IPCLN.
- Laporan dari ruangan/ unit (termasuk KLB).
- Laporan hasil laboratorium.
- Pertimbangan Dokter Ahli.

C. AREA
Kegiatan PPIRS meliputi seluruh unit yang ada di rumah sakit, yaitu :
1. Ruang Pelayanan Pasien
a. Klinik Umum
b. Klinik Gigi
c. Klinik Fisioterapi
d. Klinik Bedah/Urologi
e. Klinik Dalam
f. Klinik Syaraf
g. Klinik Anak
h. Klinik Obsgin
i. Klinik Paru
j. Klinik Mata
k. Klinik Akupunktur
l. Klinik THT/Jantung
m. Ruang Perinatologi
n. Ruang Masithah
o. Ruang Marwa
p. Ruang Shafa
q. Ruang Mina
r. Ruang Multazam
s. Ruang Arafah
t. Ruang IBS
u. Loundry
v. Instalasi Farmasi
w. Instalasi Radiologi
x. Instalasi Laboratorium
y. Instalasi Gizi

2. Ruang pelayanan pasien khusus


a. IGD
b. Kamar bersalin umum

Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 5


c. Kamar bersalin ekslusif

d. Ruang Perinatologi
e. IPI/RPS

3. Ruang non pelayanan pasien


a. Sekretariat
b. Instalasi Rekam Medis
c. Logistik
d. Keuangan
e. PDE
f. IPS
g. Sanitasi

Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 6


BAB IV

TATA LAKSANA

A. TATA LAKSANA
1. ISK (Infeksi Saluran Kemih)
a. PENGERTIAN
Infeksi Saluran Kemih (ISK) dalam istilah CDC disebut sebagai Urinary Tract
Infection (UTI), merupakan jenis infeksi yang terjadi pada saluran kemih murni (urethra
dan permukaan kandung kemih) atau melibatkan bagian yang lebih dalam dari organ-
organ pendukung saluran kemih (ginjal, ureter, kandung kemih, uretra dan jaringan sekitar
retroperitonial atau rongga perinefrik).

b. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala ISK:
- Demam ( > 38°C)
- Urgensi
- Frekuensi
- Disuria, atau
- Nyeri Supra SfV
Tanda dan gejala ISK anak 1 tahun:
- Demam > 38°CrektaI
- Hipotermi < 37 °C rektal
- Apnea
- Bradikardia
- Letargia
- Muntah-muntah

c. TES KONFIRMASI ISK


a. Tes konfirmasi merupakan tes-tes yang membantu memastikan adanya ISK.
b. Tes konfirmasi mayor merupakan pemeriksaan kultur kuantitatif yang
menghasilkan jumlah koloni yang sedikit kemungkinan terjadi akibat kontaminasi.
c. Tes konfirmasi minor merupakan pemeriksaan atau bukti ISK dengan keakuratan
yang kurang sebagai tanda adanya ISK.
d. Tes konfirmasi minor dapat berupa: tes-tes kultur kuantitatif dengan jumlah
koloni yang meragukan adanya infeksi, pemeriksaan urine untuk melihat adanya
kemungkinan ISK tanpa melakukan kultur, dan diagnosis dokter yang merawat.
a. Tes konfirmasi ISK mayor:
Hasil biakan urin aliran tengah (midstream) > 10 kuman per ml urin
dengan jumlah kuman tidak lebih dan 2 spesies.
Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 7
b. Tes Konfirmasi ISK minor
e. Tes carik celup (dipstick) positif untuk lekosit esterase dan atau nitrit.
f. Piuri (terdapat > 10 lekosit per ml atau terdapat > 3 lekosit per LPB (mikroskop
kekuatan tinggi/ 1000x) dan urin tanpa dilakukan sentrifugasi.
g. Ditemukan kuman dengan pewarnaan Gram dan urin yang tidak
disentrifugasi.
h. Paling sedikit 2 kultur urin ulangan didapatkan uropatogen yang sama (bakteri
gram negatif atau S. saprophyticus) dengan jumlah > 102 kononi per ml dan
urin yang tidak dikemihkan (kateter atau aspirasi suprapubik).
i. Kultur ditemukan < 10 koloni/ ml kuman patogen tunggal (bakteri gram negatif
atau S. saprophyticus) pada pasien yang dalam pengobatan antimikroba
efektif untuk ISK.
j. Dokter mendiagnosis sebagai ISK.
k. Dokter memberikan terapi yang sesuai untuk ISK.

d. KRITERIA ISK
a. ISK Simptomatis harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini:
1. Kriteria I ISK simtomatis.
c. Ditemukan paling sedikit satu simtom ISK.
d. Tes konfirmasi mayor positif.
2. Kriteria 2 ISK simtomatis.
e. Ditemukan paling sedikit dua simtom ISK.
f. Satu tes konfirmasi minor positif.
3. Kriteria 3 ISK simtomatis anak usia <1 tahun.
g. Ditemukan paling sedikit satu tanda ISK.
h. Tes konfirmasi mayor positif.
4. Kriteria 2 ISK simtomatis anak usia ≥ tahun.
i. Ditemukan paling sedikit dua simtom ISK anak usia ≥ 1 tahun ISK
j. Satu Tes konfirmasi minor positif

b. ISK Asimptomatik
ISK asimtomatik harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut:
1. Kriteria 1 ISK Asimtomatik:
a. Pasien pernah memakai kateter urine dalam waktu 7 hari sebelum
biakan urine.
b. Tes konfirmasi mayor ISK positif.
c. Simtom ISK negatif.
2. Kriteria 2 ISK Asimtomatik:
a. Pasien tanpa kateter urine menetap dalam 7 hari sebelum biakan
pertama positif.

Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 8


b. Tes konfirmasi mayor positif dan hasil kultur urine yang dilakukan 2x
berturut-turut.
c. Simtom ISK negatif.

2. IADP
a. PENGERTIAN
Infeksi Aliran Darah Primer merupakan jenis infeksi yang terjadi akibat
masuknya mikroba melalui peralatan yang kita masukkan langsung ke dalam sistem
pembuluh darah, dalam istilah CDC disebut sebagai Blood Stream Infection (BSI).
Akses langsung ke peredaran darah ini dapat berupa lateter vena maupun arteri
yang kita lakukan terhadap pasien, baik dalam rangka perawatan ataupun
diagnostik, yang secara umum disebut sebagai kateter intravaskuler (Intravascular
Catheter), vena perifer (infus), hemodialisa.

b. KRITERIA IADP
IADP adalah ditemukannya organisme dan hasil kultur darah kuantitatif/ semi
kuantitatif disertai tanda klinis yang jelas serta tidak ada hubungannya dengan
infeksi ditempat lain dan atau dokter yan gmerawat menyatakan telah terjadi infeksi.
Seringkali plebitis dilaporkan sebagai IADP, IADP berbeda dengan plebitis.
Perbedaan antara IADP dengan plebitis adalah:
a. Plebitis merupakan tanda-tanda peradangan pada daerah lokal tusukan infus.
Tanda-tanda peradagnan tersebut adalah merah, bengkak, terasa seperti
terbakar, dan sakit bila ditekan.
b. IADP adalah keadaan bakterimia yang diagnosanya ditegakkan melalui
pemeriksaan kultur.
Ada beberapa kriteria untuk menentukan IADP, kriteria IADP 1 dan 2 dapat
digunakan untuk semua peringkat umur pasien termasuk usia < 1 tahun, minimal
ditemukan satu kriteria seperti tersebut:
1. Kriteria 1 IADP
a. Ditemukan patogen pada 1 kultur darah pasien.
b. Mikroba dan kultur darah tidak berhubungan dengan infeksi di bagian lain
dan tubuh pasien.
2. Kriteria 2 IADP
a. Pasien menunjukkan minimal satu gejala klinis: demam (suhu > 38 0C),
menggigil atau hipotensi.
b. Tanda dan gejala klinis serta hasil positif pemeriksaan laboratorium yang
tidak berhubungan dengan infeksi di bagian lain dan tubuh pasien.
c. Hasil kultur yang berasal dari > 2 kultur darah pada lokasi pengambilan
yang berbeda didapatkan mikroba kontaminan kulit yang umum, misalnya:
Difteroid (Corynebacterium spp), Bacillus spp (bukan Bacillus Anthracis),
Propionibacterium spp. Staphylococcus coagulase negatif termasuk
Sepidermidis, Streptococcus viridans, Aerococcus spp, Micrococcus spp.
Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 9
3. Kriteria 3 IADP
a. Pasien anak usia < 1 tahun menunjukkan minimal satu gejala seperti
berikut: demam (suhu rektal > 380C), hipotermi (suhu rektal < 370C),
apneu atau bradikardia.
b. Tanda dan gejala serta hasil pemeriksaan positif laboratorium yang tidak
berhubungan dengan infeksi dibagian yang lain dan tubuh pasien.
c. Hasil kultur yang berasal dandari > 2 kultur darah pada lokasi
pengambilan yang berbeda didapatkan mikroba kontaminan kulit yang
umum: misalnya: Difteroid (Corynebacterium spp), Bacillus spp (bukan
Bacillus Anthracis), Propionibacterium spp. Staphylococcus coagulase
negatif termasuk Sepidermidis, Streptococcus viridans, Aerococcus spp,
Micrococcus spp.

Keterangan:

1. Dalam kriteria 1, arti “> 1” kultur darah pasien adalah minimal 1 botol kultur dan
darah yang diambil memberikan hasil kultur darah positif.
2. Dalam kriteria 1, maksud patogen adalah mikroba yang tidak termasuk dalam
mikroba kontaminan kulit yang umum didapatkan. Contoh mikroba patogen
yang bukan termasuk folra normal umum kulit adalah S. Aureus, Enterococcus
spp, E coli Psudomonas spp, Klesbisella spp, candida spp, dan lain-lain.
3. Dalam kriteria 2 dan 3, arti “> 2” kultur darah diambil dari lokasi yang berbeda
adalah:
a. Dari CV line atau ujung kateter CV line dan perifer.
b. Sekurang-kurangnya 2 kali pengambilan darah perifer dengan jeda
waktu tidak lebih dari 2 hari (misalnya pengambilan drah pada hari senin,
selasa, atau senin dan rabu, jangan terlalu jauh misalnya senin kamis),
atau pada waktu yang bersamaan dari 2 lokasi yang berbeda.
c. Minimal 1 boto; dan darah yang diambil menunjukkan pertumbuhan
kuman kontaminan umum kulit yang sama.
4. Beberapa isu yang perlu diperhatikan dalam menentukan kesamaan.
Mikroba:
a. Bila kontaminan kulit dan 1 kultur teridentifikasi sampai tingkat spesies
dan pasangan kultur hanya teridentifikasi dengan nama sebutannya saja,
missalnya nama pada tingkat genus, maka diasumsikan bahwa mikroba-
mikroba tersebut adalaha sama. Spesies mikroba itu harus dilaporkan
sebagai patogen penyebab infeksi.
b. Bila mikroba kontaminan kulit dan kultur telah diidentifikasi dalam tingkat
spesiestetapi belum dilakukan tes antibiogram atau telah dilakukan tes
antibiogram hanya terhadap 1 isolat, maka diasumsikan bahwa mikroba-
mikroba tersebut adalah sama.
c. Bila kontaminan kulit dan kultur dengan antibiogram yang berbeda untuk >
2 antibiotik, maka diasumsikan bahwa mikrobanya adalah berbeda.

Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 10


d. Untuk kepentingan laporan antibiogram, penafsiran kategori intermediate
TIDAK DIPAKAI untuk membedakan apakah 2 mikroba itu sama.

Contoh kesamaan spesies mikroba

Kultur Kultur pasangan Dilaporkan sebagai


S epidermis Staphylococcus coagulase negatif (CNS) S epidermidis
Bacillus spp Bacillus cereus B cereus
S salivarius Strep viridians S salivarius

Contoh kesamaan antibiogram mikroba

Nama mikroba Isolat A Isolat B Diinterpretasikan


sebagai
S epidermidis Semua obat S Semua obat S Mikroba yang sama

S epidermidis OXR OXS Mikroba yang berbeda


CEFAZ R CEFAZ S
Corynebacterium PenGR PenGS Mikroba yang berbeda
Spp Cipro S Cipro R
Strep viridans Semua obat S Semua obat S Mikroba yang sama
kecuali Eryth R

3. VAP (Ventilator Associated Pneumonia)


a. PENGERTIAN
VAP adalah Pneumonia yang terjadi akibat pemakaian ventilasi mekanik, yaitu
suatu proses infeksi yang terjadi yang mengenai parenkhim paru dan terjadi setelah
skitar 48 jam pemasangan ventilasi mekanik baik melalui pipa endotrachea/
tracheostomi. Dasar diagnosis VAP ini dapat berdasarkan 3 hal, yaitu gejala klinis,
radiologis dan laboratorium.

b. KRITERIA
a. Kriteria Pneumonia 1
Yaitu kriteria berdasarkan pneumonia klinis. Dapat diidentifikasi sebagai kriteria
pneumonia 1 bila didapatkan salah satu kriteria berikut:
1. Untuk semua umur:
a. Demam.
b. Leukopenia atau leukositosis.
c. Penderita > 70 tahun terjadi perubahan status mental.
d. Onset baru sputum atau perubahan sifat sputum, sekresi meningkat.
e. Batuk memburuk atau dyspnea atau tachypnea.
f. Ronchi basah atau suara nafas bronchial.
g. Memburuknya pertukaran gas.

Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 11


2. Untuk bayi < 1 tahun ≥ 3 gejala:
a. Memburuknya pertukaran gas.
b. Suhu tidak stabil
c. Leukopenia atau leukositosis
d. Onset baru sputum purulen atau perubahan sifat sputum, sekresi
meningkat.
e. Tanda-tanda sesak nafas.
f. Wheezing dan ronchi.
g. Batuk.
h. Bradikardi.
3. Untuk anak berumur ≥ 1 tahun atau ≤ 12 tahun, ditemukan ≥ 3 gejala:
a. Demam.
b. Leukopenia atau leukositosis.
c. Onset baru sputum purulen atau perubahan sifat sputum, sekresi
meningkat.
d. Batuk baru, batuk memburuk atau tanda-tanda sesak nafas.
e. Ronchi atau suara bronchial.
f. Memburuknya pertukaran gas.

b. Kriteria Pneumonia 2
Kriteria Pneumonia 2 ini lebih spesifik terbagi menjadi:
1. Kriteria Pneumonia 2.1:
Pneumonia dengan hasil lebih spesifik untuk infeksi bakteri dan jamur
berfilamen, dapat diidentifikasi bila ditemukan bukti minimal 1 gejala klinis
dan bukti laboratorium berikut:
a. Kultur positif dari darah yang tidak ada hubungannya dengan sumber
infeksi lain.
b. Kultur positif dari cairan pleura.
c. Kultur kualitatif positif dari spesimen saluran nafas bawah.
d. > 5 % sel yang didapat dan BAL mengandung bakteri intrasellular pada
pemeriksaan mikroskopik langsung.
e. Pemeriksaan histopatologik menunjukkan 1 dari bukti:
f. Pembentukan abses atau fokus konsolidasi yang banyak pada
bronchiolus dan alveoli.
g. Kultur kuantitatif positif dan parenkim paru-paru.
h. Bukti adanya invasi oleh hifa jamur atau pseudohifa pada parenkim
paru.

Keterangan:

1. SNB: saluran nafas bawah


2. Interpretasi hasil kultur darah positif harus hati-hati. Bakterimia dapat
terjadi pada pasien yang terpasang jalur intravaskuler atau kateter

Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 12


urine menetap. Pada pasien immunocompromised sering didapatkan
bakterimea CNS atau flora atau kontaminan umum kulit yang lain.
3. Nilai ambang untuk kultur kuantitatif dapat dilihat pada tabel.
4. Pada pemeriksaan kultur kuantitatif, spesimen yang dipilih adalah
spesimen yang terkontaminasi minimal, misalnya yang dari sikatan
bronchus terlindung. Spesimen dan asoirasi endotrachea tidak dapat
digunakan untuk dasar kriteria diagnostik.

2. Kriteria Pneumonia 2.2:


Pneumonia dengan hasil yang spesifik untuk infeksi virus legionella,
Chlamydia, Mycoplasma, dan patogen tidak umum lainnya. Dapat
diidentifikasi bila ditemukan bukti minimal 1 gejala klinis dan tanda
laboratorium sebagai berikut:
a. Kultur positif untuk virus atau Chlamydia dan sekresi pernafasan.
b. Deteksi antigen/ antibody virus positif dan sekresi pernafasan.
c. Didapatkan peningkatan titer 4X atau lebih lgG dan paired terhadap
patogen, misalnya influenza virus, Chlamydia.
d. PCR (Polymerase Chain Reaction) positif untuk Chlamydia atau
Mycoplasma.
e. Tes micro-IF positif untuk Chlamydia.
f. Kultur positif atau visualisasi micro-IF untuk Legionella spp, sekresi
pernafasan atau jaringan.

Keterangan:

1. Deteksi langsung patogen dapat menggunakan berbagai teknik


deteksi antigen (EIS, RIA, FAMA, micro-IF), PCR atau kultur.
2. Paired sera adalah pasangan sera yang diambil pada fase akut dan
fase penyembuhan penyakit. Pada penyakit yang sedang
berlangsung (progresif) akan didapatkan peningkatan titer sera pada
fase penyembuhan sebesar > 4X dibandingkan dengan titer sera
pada fase akut.
3. Bila terkonfirmasi pneumonia disebabkan oleh RSV, adenovirus atau
influenza virus, dugaan infeksi oleh patogen yang sama segera dapat
dilakukan terhadap pasien-pasien yang dirawat yang mempunyai
kemiripa gejala dan tanda klinis.

3. Kriteria Pneumonia 3
Pneumonia pada pasien Immunocompromised dapat diidentifikasi bila
ditemukan minimal 1 gejala klinis ditambah kemungkinan gejala:
a. Hemoptysis
b. Nyeri dada pleuritik

Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 13


Dan tanda laboratorium berikut:

a. Kultur pasangan positif dan cocok dari kultur darah dan sputum
terhadap Candida spp.
b. Bukti adanya jamur Pnemocystis dan spesimen terkontaminasi minimal
SNB (sikatan bronchus terlindung) dari cara berikut:
- Pemeriksaan mikroskopik langsung.
- Kultur jamur positif.
c. Apapun yang masuk dalam kriteria laboratorium untuk Kriteria
Pneumonia 2.

Keterangan:

a. Yang tergolong dalam pasien immunocompromised antara lain;


- Penderita neutropenia (hitung netrofil absolute < 500 mm leukemia,
lymphoma, HIV dengan CD 4 < 200. Atau
- Splenectomy, post transplantasi, kemoterapi cytotoxic, atau
- Pengobatan steroid dosis tinggi
b. Spesimen darah dan sputum diambil pada waktu yang berdekatan (48 jam).
c. Spesimen kultur semikuantitatif atau kualitatif sputum dapat diambil dengan
batuk dalam, induksi, aspirasi atau bilasan. Bila kultur kuantitatif
dimungkinkan, kriteria sesuai algoritma.

Jenis/tehnik pengambilan specimen Nilai


Parenkim paru > 104 Cfu/gjaringan
Spesimen bronchocopic
- Bilasan bronchoalveolar (BAL) > 104 Cfu/ml
- Protected BAL > 104 Cfu/ml
- Protected spesimen brushing > 104 Cfu/ml
Spesimen Non-bronchoscopic (blind)
- BAL > 104 Cfu/ml
- Protected BAL > 104 Cfu/ml

4. ILO (Infeksi Luka Operasi)


a. PENGERTIAN
ILO adalah infeksi Luka Operasi yang terjadi pada pasien operasi bersih. ILO dalam
istilah CDC disebut sebagai surgical site infection (SSI). Ada beberapa stadium
dalam operasi, sehingga penilaian ada tidaknya ILO juga dikelompokkan
berdasarkan seberapa jauh organ atau jaringan yang dioperasi, sehingga dikenal
istilah:
a. ILO Surperfisial: Bila insisi hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit (subkutan)
b. ILO Profunda: Bila insisi dilakukan mengenai jaringan lunak yang lebih dalam
(fascia dan lapisan otot).
c. ILO Organ/ Rongga tubuh: bila insisi dilakukan pada organ atau mencapai
organ tubuh.
Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 14
b. KRITERIA
1. ILO Superfisial
Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi dan
hanya pada kulit dan jaringan bawah kulit (subkutan) pada tempat insisi dan
pasien sekurang-kurangnya mempunyai/ memenuhi salah satu keadaan di
bawah ini:
a. Drainase bahan purulen dari insisi superficial.
b. Dapat diisolasi kuman penyebab dan biakan cairan atau jaringan yang
diambil secara aseptic dan tempat insisi superficial.

Terdapat 2 tipe spesifik ILO Superficial, yaitu:

a. Superficial Incisional Primary (SIP):


Infeksi terjadi pada tempat insisi primer pada pasien yang telah menjalani
tindakan operasi melalui satu atau lebih insisi (contoh: incisi pada operasi
Cesar atau insisi pada dada dalam operasi bypass arteri coroner).
b. Superficial Incisional Secondary (SIS):
Infeksi terjadi pada tempat insisi sekunder pada pasien yang menjalani
tindakan melalui lebih dari satu insisi (contoh: insisi pada donor untuk
SBGB).
CBGB: Coronary Bypass With Chest And Donor Incisions.

2. ILO Profunda (Deep Incisional SSI)


Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi tanpa
pemasangan inplant atau dalam waktu 1 tahun bila operasi dengan pemasangan
inplant dan infeksi diduga ada kaitannya dengan prosedur operasi dan mengenai
jaringan lunak yang lebih dalam pada tempat insisi dan pasien sekurang-
kurangnya mempunyai/ memenuhi salah satu keadaan di bawah ini:
a. Drainase purulen dan jaringan lunak dalam tetapi bukan organ atau rongga
dalam pada tempat operasi.
b. Tempat insisi dalam mengalami “dehiscement” secara spontan atau
terpaksa dibuka oleh dokter bedah dan hasil biakan positif atau tidak
dilakukan biakan kuman apabila pasien mempunyai sekurang-kurangnya
satu tanda atau gejala sebagai berikut: febris (> 380C), atau nyeri yang
terlokalisir. Hasil biakan yang negatif tidak termasuk dalam kriteria ini.
c. Abcess atau adanya bukti lain terjadinya infeksi yang mengenai insisi dalam
yang ditemukan berdasarkan pemeriksaan langsung, selama re-operasi,
atau berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi (PA) atau radiologi.
d. Diagnosis ILO Profunda oleh dokter bedah atau dokter yang menangani
pasien tersebut.

Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 15


Keterangan:

Yang dimaksud dengan inplant adalah setiap benda, bahan atau jaringan
yang berasal bukan dari manusia (sperti: katup jantung protesa, cangkok
pembuluh darah yang bukan berasal dari manusia, jantung buatan, atau
prostesa tulang panggul) yang sitempatkan pada tubuh pasien secara permanen
dalam suatu tindakan operasi dan tidak dimanipulasi secara rutin baik untuk
kepentingan diagnostik maupun untuk keperluan terapi.

Terdapat 2 tipe Spesifik ILO Profunda, yaitu:

a. Deep Incisional Primary (DIP)


Iinfeksi terjadi pada tempat insisi primer pada pasien yang telah menjalani
tindakan operasi melalui satu atau lebih insisi. Contoh: insisi pada operasi
Cesar atau insisi pada dada dalam operasi bypass arteri coroner.

b. Deep Incisional Secondary (DIS)


Infeksi terjadi pada tempat insisi sekunder pada pasien yang mengalami
tindakan melalui lebih dari satu insisi. Contoh: insisi pada donor untuk
CBGB.

3. ILO Organ
Infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari setelah tindakan operasi tanpa
pemasangan inplant atau dalam waktu 1 tahun bila operasi dengan pemasangan
inplant dan infeksi diduga ada kaitannya dengan prosedur operasi dan infeksi
mengenai semua bagian dan tubuh, kecuali insisi kulit, fascia dan lapisan otot
yang sengaja dibuka atau dimanipulasi selama prosedur tindakan dan sekurang-
kurangnya mempunyai/ memenuhi salah satu keadaan di bawah ini:
a. Drainase purulen dan suatu drain dipasang melalui “wound” ke dalam
organ/ rongga tubuh.
b. Dapat diisolasi kuman penyebab dan biakan cairan atau jaringan yang
diambil secara aseptic dari organ/ rongga tubuh.
c. Abcess atau adanya bukti lain terjadinya infeksi yang mengenai organ/
rongga tubuh yang ditemukan berdasarkan pemeriksaan langsung selama
re-operasi, atau berdasarkan hasil pemeriksaan hitopatologi (PA) atau
radiologi.
d. Diagnosis ILO organ/ rongga tubuh oleh dokter bedah atau dokter yang
menangani pasien tersebut.

Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 16


5. PLEBITIS
a. PENGERTIAN
Plebitis yaitu suatu proses infeksi yang terjadi pada sekitar tusukan vena cateter
yang timbul setelah 3 hari. Plebitis dalam klasifikasi HAIs oleh CDC, dikelompokkan
dalam CVS-VASC (Arterial or Venous Infection).

b. KRITERIA
Infeksi arteri atau vena harus memenuhi minimal 1 dari kriteria berikut:
a. Hasil kultur positif dari arteri atau vena yang diambil saat operasi.
b. Terdapat bukti infeksi dari arteri atau vena yang terlihat saat saat operasi atau
berdasarkan bukti histopatologik.
c. Pasien minimal mempunyai 1 gejala dan tanda berikut, tanpa diketemukan
penyebab lainnya:
- Demam (> 38oC rektal), sakit, eritema, atau panas pada vaskuler yang
terlibat.
- Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif.
- Adanya aliran abcess pada vaskuler yang terlibat.
d. Untuk pasien < 1 tahun, inimal mempunyai 1 gejala dan tanda berikut tanpa
diketemukan penyebab lainnya:
- Demam (> 38oC rektal), hipotermi (< 37oC rektal), apneu, bradikardi,
letargi atau sakit, eritema, atau panas pada vaskuler yang terlibat.
- Kultur semikuantitatif dan ujung kanula intravaskuler tumbuh > 15 koloni
mikroba.
- Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif.

B. PENGUMPULAN DATA
1. Pengumpulan Data
Tim PPI bertanggung jawab atas pengumpulan data tersebut di atas karena mereka
yang memiliki keterampilan dalam mengidentifikasi infeksi sesuai dengan kriteria yang
ada. Sedangkan pelaksana pengumpulan data adalah IPCN yang dibantu IPCLN.

Mekanisme pelaksanaan surveilans:


IPCLN mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans setiap pasien beresiko di unit
rawat masing-masing setiap hari. Pada awal bulan berikutnya, paling lambat tanggal 5
formulir surveilans diserahkan ke Tim PPI dengan diketahui dan ditandatangani Kepala
Unit/ IPCLN. Apabila ada ke kecurigaan terjadi HAIs, IPCLN segera melaporkan ke
IPCN untuk ditindaklanjuti (investigasi).

2. Sumber Data
Sumber data diperoleh dari:
- Rekam medis.
Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 17
- Catatan perawatan.
- Catatan hasil pemeriksaan penunjang (laboratorium dan radiologi).
- Farmasi
- Pasien/ keluarga pasien.

3. Numerator
Angka kejadian HAIs.

4. Denumerator
Denominator ditentukan oleh jenis HAIs.

Jumlah kasus ISK


Insiden rate ISK = X 1000
Jumlah lama hari pemakaian kateter urine menetap

Jumlah kasus IAPD


Insiden rate IAPD = X 1000
Jumlah lama hari pemakaian kateter vena central

Jumlah kasus VAP


Insiden rate VAP = X 1000
Jumlah lama hari pemakaian ETT (Endo Tracheal Tube)

Jumlah kasus VAP


Insiden rate PLEBITIS = X 1000
Jumlah lama hari pemakaian kateter vena perifer

Jumlah kasus ILO


Insiden rate ILO = X 100
Jumlah kasus operasi

5. Pengolahan dan Penyajian Data


Pengolahan dan penyajian data dilakukan oleh IPCN sekaligus dilakukan analisa dari
data yang didapat, yang kemudian di sajikan dalam bentuk laporan berupa tabel dan
grafik.

Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 18


C. PERHITUNGAN
Perhitungan dilakukan dalam satu bulan. Kurun waktu harus jelas dan sama antara
numerator dan denumerator sehingga laju tersebut mempunyai arti.
Surveilans merupakan kegiatan yang sangat membutuhkan waktu dan menyita
hampir separuh waktu kerja seorang IPCN sehingga dibutuhkan waktu penuh/ full time.
Dalam hal ini bantuan komputer akan sangat membantu, terutama akan meningkatkan
efisien pada saat analisis. Besarnya data yang harus dikumpulkan dan kompleksitas cara
analisisnya merupakan alasan mutlak untuk menggunakan jasa komputer. Lagi pula sistem
surveilans tidak hanya berhadapan dengan masalah pada waktu sekarang saja, tetapi juga
harus mengantisipasi tantangan di masa depan.
Dalam penggunaan komputer tersebut, ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan, yaitu:
1. Memilih sistem komputer yang akan dipakai. Komputer yang dapat bekerja lebih
cepat, mampu memuat data lebih besar dan memiliki jaringan yang dapat
diakses di seluruh area rumah sakit adalah komputer yang direkomendasikan.
Semua data pasien seperti sensus pasien, hasil laboratorium dan sebagainya
dapat dikirim secara elektronik.
2. Pemakaian software yang tepat untuk surveilans akan sangat membantu.
Dalam hal ini di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo menggunakan software yang dapat
digunakan untuk mengumpulkan data di setiap unit dan secara otomatis dapat
mengolah menjadi data yang sudah siap dianalisa.

D. ANALISIS DAN INTERPRETASI


Data insiden rate dianalisa, apakah ada perubahan yang signifikan seperti penurunan
maupun peningkatan HAIs yang cukup tajam atau signifikan, kemudian dibandingkan
dengan jumlah kasus dalam kurun waktu triwulan sebelumnya. Jika terjadi perubahan yang
signifikan dicari faktor-faktor penyebabnya mengapa hal itu terjadi. Bila diketemukan
penyebab dilanjutkan dengan alternatif pemecahannya. Dan di antara pemecahan dipilih
yang dapat dilaksanakan di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo. Hasil analisa data disajikan dalam
bentuk tabel dan grafik.

E. PELAPORAN, REKOMENDASI DAN DISEMINASI


1. pelaporan surveilans HAIs:
- Laporan dibuat sistematik, singkat, tepat waktu dan informatif.
- Laporan dibuat dalam bentuk grafik atau tabel.
- Laporan dibuat bulanan, triwulanan, semester atau tahunan.
- Laporan disertai analisis masalah dan rekomendasi penyelesaian.
- Laporan dipresentasikan dalam rapat koordinasi dengan pimpinan.

2. Diseminasi
Tujuan diseminasi agar pihak terkait dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk
menetapkan strategi pengendalian HAIs. Laporan disampaikan pada seluruh anggota
komite, direktur, ruangan atau unit terkait.
Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 19
A. IADP
Petunjuk pelaporan:
- Plebitis yang purulen dikonfirmasi dengan hasil positif kultur semikuantitatif dari
ujung kateter, tetapi bila hasil kultur negatif atau tidak ada kultur darah, maka tidak
dilaporkan sebagai IADP.
- Pelaporan mikroba dari hasil kultur darah sebagai IADP bila tidak ditemukan infeksi
pada sebagian tubuh yang lain.

Instruksi Pelaporan:

- Tetapkan data populasi yang sama berdasarkan jenis lokasi insersi:


 Vena/ arteri sentral
 Vena/ arteri perifer
- Tetapkan kriteria IADP:
 Kolonisasi
 Kontaminasi
- Bedakan lokasi perawatan terjadinya infeksi, misalnya:
 ICU
 NICU
 Ruang perawatan
- Analisa dengan cepat dan tepat, untuk mendapatkan informasi angka infeksi, lokasi
dan waktu terjadinya IADP yang memerlukan penanggulangan atau investigasi lebih
lanjut.
- Bandingkan angka IADP: apakah ada penyimpangan? Dimana terjadi kenaikan atau
penurunan yang cukup tajam?

B. ILO

Instrukasi pelaporan

- Jangan melaporkan “stitch abcess” (inflamasi minimal dan adanya keluar cairan
pada tempat penetrasi/ tusukan jarum atau tempat jahitan) sebagai suatu infeksi.
- Jangan melaporkan infeksi luka yang terlokalisir sebagai ILO, sebaiknya dilaporkan
sebagai infeksi kulit atau infeksi jaringan lunak tergantung kedalamannya infeksi.

Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 20


BAB V

DOKUMENTASI

Dokumentasi dalam kegiatan surveilans terkait dengan pencatatan dan pelaporan. Kegiatan
pencatatan dan pelaporan sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan yaitu 1 bulan, 3 bulan, 6
bulan dan 1 tahun. Kecuali jika ada kegiatan tertentu di luar jadwal maka dilakukan pada waktu
tersebut untuk segera dicatat dan dilaporkan.

Kegiatan monitoring dilaksanakan oleh IPCN dan IPCLN selanjutnya dievaluasi dan dilaporkan
kepada KPPIRS. Melalui KPPIRS maka akan diteruskan kepada PMKP dan dilaporkan kepada
direktur.

Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 21


BAB VI

PENUTUP

Infeksi di rumah sakit menjadi masalah yang tidak dapat dihindari, sehingga dibutuhkan data
dasar kejadian infeksi untuk meminimalkan kejadian inffeksi di rumah sakit, untuk itu perlunya
melakukan surveilans secara terus-menerus.

Dengan keberadaan buku pedoman surveilans ini semoga dapat menjadi rujukan untuk
dapat meminimalkan kejadian infeksi di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo.

Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 22


DAFTAR PUSTAKA

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Lainnya, Kesiapan Menghadapi Emerging Disease, 2009

Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas,
2004

Pedoman Manajerial Pncegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Lainnya

Pedoman Surveilans, 2010

Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 23


Lampiran :

Format Skala Prioritas

NO DESKRIPSI MASALAH MASALAH MASALAH MASALAH MASALAH MASALAH

Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 24


TIM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
SENSUS ANGKA INFEKSI NOSOKOMIAL
RUMAH SAKIT UMUM 'AISYIYAH PONOROGO
INSTALASI RAWAT INAP
BULAN:
RUANG:

TANGGAL
NO VARIABEL TOTAL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31

1 Jumlah pasien ISK ( pada


pasien yang terpasang
kateter )
2 Jumlah pasien yg terpasang
Dower kateter (Jumlah
pasien baru yang dipasang
DK + pemasangan DK
diruangan )
3 Jumlah pasien dengan VAP*
4 Jumlah pasien dengan
pemakaian Ventilator*
Jumlah pasien dengan
5
Plebitis
6 Jumlah pemasangan infus
(Jumlah pasien baru +
pemasangan infus di
ruangan )
Jumlah pasien dalam satu
7
bulan

Keterangan:
Infeksi Saluran Kemih(ISK):Infeksi yg terjadi setelah 48 jam ditandai demam, nyeri supra pubik, dysuria.
VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP):Infeksi saluran nafas bawah yg mengenai parenkhim paru dan terjadi setelah 48 jam pada pasien yang terpasang
ventilasi mekanik baik melalui pipa endotrachea /tracheostomi yg ditandai demam,lekopeni/lekositosis,batuk dengan sputum purulen,dyspnea
Plebitis:infeksi sekitar bekas tusukan jarum infus yg timbul setelah lebih dr 3 hari.
Catatan:
* = Khusus ruang ICU

• Pasien yang sudah dihitung hari ini tidak dihitung lagi untuk keesokan hari

 Pengisian sensus ini di lakukan setiap hari

Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 25


TIM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
SENSUS ANGKA INFEKSI NOSOKOMIAL
RUMAH SAKIT UMUM 'AISYIYAH PONOROGO
INSTALASI RAWAT JALAN

BULAN:…………………………….
POLI:………………………………..

TANGGAL
NO VARIABEL TOTAL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Jml Infeksi Luka Operasi
1
bersih
2
Jml seluruh operasi operasi
bersih

Infeksi Luka Operasi Bersih (ILO) adalah infeksi luka operasi pada pasien operasi bersih (operasi kasus non trauma,tidak mengenai daerah tanda infeksi,
serta tidak membuka traktus respiratoris dan traktus urinarius).Infeksi pada luka insisi,yang terjadi > 3 hari setelah pasca operasi sampai dengan 30 hari atau sampai 1 tahun
bila ada implant,yang ditandai panas,merah,bengkak dan nanah.
• Pasien yang sudah dihitung hari ini tidak dihitung lagi untuk keesokan hari
• Pengisian sensus ini diakukan setiap hari
Kepala Perawat Instalasi Rawat Jalan

____________________________________

Panduan Surveilans PPI di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo 26

Anda mungkin juga menyukai