Anda di halaman 1dari 12

TUGAS BLOK 29

Julius
102013540

1. Glaukoma Akut
Riwayat Klinis :
 Tekanan intraokular meningkat secara mendadak
 Nyeri pada mata selama beberapa jam dan hilang setelah tidur sebentar
 Melihat pelangi (halo) sekitar lampu
 Gejala gastrointestinal seperti mual, muntah
 Sakit hebat pada mata dan kepala
 Brakikardia (akibat refleks okulokardiak)
 Tanda-tanda peradangan seperti kelopak mata bengkak dan mata merah
 Pupil melebar, kornea suram dan edem, iris sembab meradang, papil saraf optik
hiperemis, lapang pandang menciut berat (akibat tekanan bola mata yang tinggi)
 Tajam penglihatan sangat menurun
Pemeriksaan Mata :

 Biomikroskopi  untuk menentukan kondisi segmen anterior mata, dengan


pemeriksaan ini dapat ditentukan apakah glaukomanya merupakan glaukoma primer
atau sekunder.
 Gonioskopi  menggunakan lensa gonioskop. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
melihat sudut pembuangan humor akuos sehingga dapat ditentukan jenis
glaukomanya sudut terbuka atau tertutup.
 Oftalmoskopi  yaitu pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan saraf optik
berdasarkan penilaian bentuk saraf optik menggunakan alat oftalmoskop direk.
 OCT (Optical Coherent Tomography)  Alat ini berguna untuk mengukur ketebalan
serabut saraf sekitar papil saraf optik sehingga jika terdapat kerusakan dapat segera
dideteksi sebelum terjadi kerusakan lapang pandangan, sehingga glaukoma dapat
ditemukan dalam stadium dini
 Perimetri  alat ini berguna untuk melihat adanya kelainan lapang pandangan yang
disebabkan oleh kerusakan saraf optik.
 Tonometri  pemeriksaan ini bertujuan untuk mengukur besarnya tekanan bola
mata/tekanan intraokuler/TIO

Working Diagnosis :
Glaukoma akut / glaukoma sudut tertutup akut. Ditandai dengan tekanan intraokular yang
meningkat secara mendadak dan biasanya terjadi pada usia diatas 40 tahun dengan sudut bilik
mata sempit.
Diagnosis Banding :
Glaukoma sudut terbuka meradang, glaukoma hemolitik, iritis akut, konjungtivitis akut
Terapi :
 Non farmakologis :
− Pembedahan (iridektomi atau pembedahan filtrasi). Dilakukan setelah tekanan
bola mata sudah terkontrol dan mata tenang

 Farmakologis :
− Pilokarpin 2% secara topikal setiap 5 menit yang disusul setiap 1 jam selama
satu hari (menurunkan tekanan bola mata)
− Manitol 1,5-2 mg/kgBB dalam larutan 20% secara intavena (menurunkan
tekanan bola mata)
− Asetazolamid 500 mg secara intravena yang disusul dengan 250 mg tablet
setiap 4 jam sesudah mual hilang (menghilangkan rasa mual)
− Anestesi retrobulbar xilokain 2% (mengurangi rasa sakit dan produksi akuos
humor)
− Morfin 50 mg secara subkutis (mengurangi rasa sakit yang hebat)

2. Ulkus kornea
Riwayat Klinis :
 Mata merah ringan – berat
 Fotofobia
 Penglihatan menurun
 Terdapat sekret
 Kornea keruh berwarna putih
 Edema dan infiltrasi sel radang pada kornea
 Penipisan kornea
 Lipatan descemet
 Tanda-tanda gangguan vaskularisasi iris seperti adanya suar, hipopion, hifema dan
sinekia posterior
Pemeriksaan Mata :
 Ketajaman penglihatan
 Tes refraksi
 Tes air mata
 Pemeriksaan slit-lamp
 Keratometri (pengukuran kornea)
 Respon reflek pupil
 Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi
 Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)

Working Diagnosis :
Ulkus kornea/ tukak kornea. Merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea. Penyebabnya antara lain : reaksi toksis, alergi, autoimun, radang,
infeksi, bakteri, jamur, dll.
Diagnosis Banding :
Keratomalasia, infiltrat sisa karat benda asing, keratitis
Terapi :
 Non farmakologis :
− Sekret dibersihkan 4 kali per hari
− Debridement sangat membantu penyembuhan

 Farmakologis :
− Siklopegik
− Antibiotika secara topikal dan subkonjungtiva
− Steroid (untuk menghilangkan peradangan)

3. Endoftalmitis
Riwayat Klinis :
 Rasa sakit yang hebat
 Kelopak mata merah dan bengkak
 Kelopak sukar dibuka
 Konjungtiva kemotik
 Kornea keruh
 Bilik mata depan keruh kadang disertai hipopion
 Refleks pupil berwarna putih
Pemeriksaan Mata :
 Laboratorium:
− Endoftalmitis eksogen: sampel vitreous (vitreous tap) diambil untuk diteliti
mikroorganisme penyebab dari endoftalmitis
− Endoftalmitis endogen: darah lengkap dan kimia darah mengetahui sumber
infeksi
 Studi Imaging
− B-scan (USG): tentukan apakah ada keterlibatan peradangan vitreous. Hal ini
juga penting untuk mengetahui dari ablasi retina dan Choroidal, yang nantinya
penting dalam pengelolaan dan prognosis
− Chest x-ray – Mengevaluasi untuk sumber infeksi
− USG Jantung – Mengevaluasi untuk endokarditis sebagai sumber infeksi
 Periksa visus
 Slit lamp
 Tekanan intraocular (tonometri)
 Melebar funduscopy

Working Diagnosis :
Endoftalmitis. Peradangan berat dalam bola mata eksogen akibat infeksi setelah trauma atau
bedah, atau endogen akibat sepsis.
Diagnosis Banding :
Panoftalmitis, uveitis, keratomikosis
Terapi :
 Non farmakologis :
− Istirahat cukup
− Menggunanakan obat teratur
− Tidak menggosok mata
− Mencucitangan setelah memegang mata yang sakit
− Menggunakan kain lap, handuk, sapu tangan baru
− Sementara waktu hindari asap, cahaya atau sinar secara langsung
 Farmakologis :
− Ampisilin 2 gram/hari secara topikal atau sistemik
− Kloramfenikol 3 gram/hari secara topikal atau sistemik
− Siklopegik diberikan 3 kali sehari tetes mata
− Basitrasin secara topikal dan Metisilin secara subconjungtiva dan IV (kuman
Staphylococcus)
− Penisilin G secara topikal, subkonjungtiva, dan IV (kuman Pneumococcus,
Streptococcus, Staphylococcus, Neiseria)
− Gentamisin, Tobramisin, dan Karbesilin secara topikal, subkonjungtiva, dan IV
(kuman Pseudomonas)
− Amfoterisin B150 mikro gram secara subkonjungtiva (jamur)

4. Trauma Tembus Bola Mata


Riwayat Klinis :
 Tajam penglihatan menurun
 Tekanan bola mata rendah
 Bilik mata dangkal
 Bentuk danletak pupil yang berubah
 Terlihat ada ruptur pada kornea atau sklera
 Terdapat jaringan yang di prolaps seperti cairan mata, iris, lensa, badan kaca,atau
retina
 Konjungtiva kemotis
Pemeriksaan Mata :
Pemeriksaan Fisik
 Tajam penglihatan dan gerak bola mata
− Periksa tajam penglihatan kedua mata
− Tajam penglihatan dapat turun banyak
− Periksa gerak bola mata kedua mata, jika terganggu harus dievaluasi
kemungkinan adanya fraktur orbita
 Bola Mata
− Harus dievaluasi apakah ada deformitas tulang, benda asing dan gangguan
kedudukan bola mata
− Benda asing yang menembus bola mata harus dibiarkan sampai tindakan bedah
− Apabila terdapat trauma tembus bola mata dapat timbul enoftalmus
 Kelopak mata
− Trauma kecil pada kelopak mata tidak menyingkirkan kemungkinan adanya
trauma tembus bola mata
− Perbaikan kelopak harus ditunda sampai kemungkinan adanya trauma tembus bola
mata dapat disingkirkan
 Konjungtiva
− Perdarahan konjungtiva yang berat dapat mengindikasikan adanya ruptur bola mata
− Laserasi konjungtiva bisa terjadi bersamaan dengan trauma sklera yang serius.
 Kornea dan sklera
− Luka tembus kornea atau sklera merupakan suatu trauma tembus bola mata, dapat
diperiksa dengan Seidel’s Test
− Pada luka tembus kornea dapat terjadi prolaps iris. Laserasi pada kornea dan sklera
bisa menunjukkan adanya perforasi bola mata dan harus dipersiapkan untuk
ditatalaksana di ruang operasi
− Prolaps iris dengan laserasi kornea bisa terlihat diskolorasi gelap pada daerah trauma
− Penonjolan sklera merupakan indikasi ruptur dengan ekstrusi isi okular
− Tekanan intraokular biasanya rendah akan tetapi pemeriksaan tekanan bola mata
dikontraindikasikan untuk mencegah penekanan bola mata.
 Pupil
− Periksa bentuk, ukuran, refleks cahaya, dan RAPD
− Adanya deformitas bentuk pupil dapat menjadi tanda adanya trauma tembus bola mata
− Pupil biasanya midriasis.
 Lensa
− Dapat timbul dislokasi lensa.
 Bilik Mata Depan
− Pemeriksaan slit lamp pada pasien yang kooperatif bisa menunjukkan kelainan yang
berhubungan dengan seperti defek transiluminasi iris (red reflex gelap karena
perdarahan vitreous), laserasi kornea, prolaps iris, hifema dari disrupsi siliar dan
kerusakan lensa termasuk dislokasi atau subluksasi
− Bilik mata yang dangkal bisa jadi merupakan satu-satunya tanda adanya ruptur bola
mata dan merupakan petanda prognosis buruk. Ruptur posterior bisa terjadi dan
ditunjukkan dengan bilik mata depan yang dalam karena adanya ekstrusi vitreous ke
segmen posterior
Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
− Pemeriksaan koagulasi dan darah perifer lengkap dilakukan pada pasien yang
memiliki kelainan perdarahan
− Pemeriksaan laboratorium diindikasikan untuk kasus dengan trauma yang koeksis dan
gangguan medikal lain
 CT-Scan
− CT-Scan adalah pemeriksaan penunjang yang paling sensitif untuk
mendeteksi ruptur bola mata, kerusakan saraf optic, mendeteksi benda asing dan
memberi gambaran bola mata dan orbita
− Kurang dapat mendeteksi adanya benda asing non-logam.
 Foto Rontgen
− Foto polos tiga posisi Waters, Caldwell dan lateral lebih bermanfaat untuk mengetahui
kondisi tulang dan sinus daripada keadaan bola mata
 MRI
− MRI berguna untuk mendeteksi kerusakan jaringan lunak.
− MRI juga berguna untuk mendeteksi benda asing non-logam.
 Ultrasonografi
− Ultrasonografi memiliki resiko untuk memberikan tekanan pada bola mata apabila
terjadi trauma tembus
− Dapat berguna untuk menentukan lokasi rupture dan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya benda asing
Working Diagnosis :
Trauma tembus bola mata. Trauma yang dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva saja.
Diagnosis Banding :
Trauma tumpul saraf optik, trauma tumpul retina dan koroid, trauma kimia
Terapi :
 Non farmakologis :
− Bila robekan pada konjungtiva <1cm maka tidak perlu dilakukan penjahitan
− Bila robekan pada konjungtiva >1cm maka perlu dilakukan penjahitan untuk
mencegah terjadinya granuloma
− Benda asing yang bersifat magnetik dapat dikeluarkan dengan alat magnet
raksasa
− Benda asing tidak bersifat magnetik dikeluarkan secara vitrektomi

 Farmakologis :
− Bila dicurigai adanya perforasi bola mata maka secepatnya dilakukan
pemberian antibiotika topikal dan mata ditutup lalu segera kirim ke dokter mata
untuk dilakukan pembedahan
− Pasien juga diberikan anti tetanus profilaktik, analgetik, dan kalau perlu
penenang

5. Trauma Kimia (Asam dan Basa)


Riwayat Klinis :
 Trauma asam :
Nyeri setelah terpajan, rasa mengganjal di mata, pandangan kabur, fotofobia, mata
merah dan rasa terbakar
 Trauma basa/alkali :
Derajat 1  hiperemis konjungtiva disertai keratitis pungtata
Derajat 2  hiperemis konjungtiva disertai dengan hilang epitel kornea
Derajat 3  hiperemis disertai dengan nekrosis konjuntiva dan lepasnya epitel kornea
Derajat 4  konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%
Pemeriksaan Mata :
 Pemeriksaan fisik untuk melihat kejernihan dan integritas kornea, iskemia limbus dan tekanan
intraokular
 Pemeriksaan pH permukaan bola mata secara periodik dan melanjutkan irigasi sampai PH
netral
 Pemeriksaan tes flourescein
 Tes tonometri Goldman
 Tes Schimmer
 Tes sitologi impresi juga perlu dilakukan
Working Diagnosis :
Trauma asam  trauma akibat terkena bahan asam seperti bahan anorganik, organik
(asetat,forniat), dan organik anhidrat (asetat). Biasanya akan terjadi kerusakan hanya pada
bagian superfisial saja dan akan normal kembali sehingga tajam penglihatan tidak banyak
terganggu
Trauma basa/alkali  trauma akibat bahan kimia alkali yang memberikan trauma yang gawat
pada mata. Akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea dan merusak retina sehingga
bisa berakhir dengan kebutaan pada pasien

Diagnosis Banding :
Trauma tembus bola mata, trauma tumpul saraf optik, trauma tumpul retina dan koroid
Terapi :
 Non farmakologis :
− Trauma asam  lakukan irigasi dengan larutan natrium bikarbonat 3%
jaringan yang terkena secepat-cepatnya dan selama mungkin untuk
menghilangkan dan melarutkan bahan yang mengakibatkan trauma
− Trauma basa/alkali lakukan irigasi dengan garam fisiologik atau asam
asetat 0,5% secepat-cepatnya dan dilakukan selama mungkin (60 menit)

 Farmakologis :
− Trauma basa/alkali  Berikan siklopegia, antibiotika, EDTA untuk mengikat
basa. EDTA diberiksn setelah 1 minggu trauma alkali diperlukan untuk
mentralisir kolagenase yang terbentuk pada hari ke 7
− Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian obat-
obatan seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis selama 7
hari. Sedangkan pada trauma kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan
untuk mengurangi inflamasi, membantu regenerasi epitel dan mencegah
terjadinya ulkus kornea
− Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Namun
pemberian steroid dapat menghambat penyembuhan stroma dengan
menurunkan sintesis kolagen dan menghambat migrasi fibroblas. Untuk itu
steroid hanya diberikan secara inisial dan di tappering off setelah 7-10
hari. Dexametason 0,1% ED dan Prednisolon 0,1% ED diberikan setiap 2 jam.
Bila diperlukan dapat diberikan Prednisolon IV 50-200 mg
− Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia posterior.
Atropin 1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari
− Asam askorbat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan meningkatkan
penyembuhan luka dengan membantu pembentukan kolagen matur oleh
fibroblas kornea. Natrium askorbat 10% topikal diberikan setiap 2 jam. Untuk
dosis sitemik dapat diberikan sampai dosis 2 gr
− Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan intra
okular dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan secara
oral asetazolamid (diamox) 500 mg
− Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis. Tetrasiklin
efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas netrofil dan
mengurangi pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan antara topikal
dan sistemik (doksisiklin 100 mg)
− Asam hyaluronik untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan
menstabilkan barier fisiologis. Asam Sitrat menghambat aktivitas netrofil dan
mengurangi respon inflamasi. Natrium sitrat 10% topikal diberikan setiap 2 jam
selama 10 hari. Tujuannya untuk mengeliminasi fagosit fase kedua yang
terjadi 7 hari setelah trauma
6. Hifema
Riwayat Klinis :
 Pandangan mata kabur
 Penglihatan sangat menurun
 Kadang – kadang terlihat iridoplegia & iridodialisis
 Pasien mengeluh sakit atau nyeri
 Nyeri disertai dengan efipora & blefarospasme
 Pembengkakan dan perubahan warna pada palpebra
 Retina menjadi edema & terjadi perubahan pigmen
 Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan
 Pupil tetap dilatasi (midriasis)
 Tidak bereaksi terhadap cahaya beberapa minggu setelah trauma.
 Pewarnaan darah (blood staining) pada kornea
 Kenaikan TIO (glukoma sekunder )
 Sukar melihat dekat
 Silau akibat gangguan masuknya sinar pada pupil
 Anisokor pupil
 Penglihatan ganda (iridodialisis)
Pemeriksaan Mata :
 Kartu mata snellen (tes ketajaman pengelihatan) : mungkin terganggu akibat
kerusakan kornea, aqueus humor, iris dan retina
 Lapang pengelihatan : penurunan mungkin disebabkan oleh patologi vaskuler
okuler,glukoma
 Pengukuran tonografi : mengkaji tekanan intra okuler ( TIO ) normal 12-25mmHg
 Tes provokatif : digunakan untuk menentukan adanya glukoma bila TIO normal atau
meningkat ringan
 Pemerikasaan oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, edema retine, bentuk
pupil dan kornea.
 Darah lengkap, laju sedimentasi LED : menunjukkan anemia sistemik/infeksi
 Tes toleransi glokosa : menentukan adanya /kontrol diabetes
Working Diagnosis :
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar.
Diagnosis Banding :
Iridoplegia, iridodialisis, herpes simpleks keratitis
Terapi :
 Non farmakologis :
− Tidur ditempat tidur yang ditinggikan 300 pada kepala
− Pemberian koagulasi dan mata ditutup
− Parasentesis atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakukan pada
pasien dengan hifema dengan tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma
sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila setelah 5 hari hifema
tidak berkurang

 Farmakologis :
− Pada iridosiklitis atau radang uvea anterior diberikan tetes mata midriatik dan
steroid topikal. Pada radang berat berikan steroid sistemik
− Kenaikan TIO diobati dengan penghambat anhidrase karbonat
(asetasolamida)
− Di beri tetes mata steroid dan siklopegik selama 5 hari

7. Korpus Allienum Conjungtiva dan Kornea


Riwayat Klinis :
 Nyeri yang mendadak dan biasanya sangat intensif
 Fotofobia
 Sensasi benda asing
 Mata merah
 Air mata berlebihan
 Ketajaman penglihatan mungkin normal atau menurun, bergantung tempat lesinya
Pemeriksaan Mata :
 Visus (menurun atau tidak ada)
 Gerakan bola mata (dapat terjadi pembatasan atau hilangnya sebagian pergerakan
bola mata)
 Pupil (reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau hilang
 Bentuk pupil berubah (tidak bulat pada iridodialisis, melebar pada rupture iris)
 TIO (menurun pada hifema atau hernia badan kaca)
 Pemeriksaan khusus (sinar-x, computed tomography, USG)
 Foto rontgen orbita untuk memastikan adanya benda asing di dalam mata

Working Diagnosis :
Korpus allienum. Terjadi akibat masuknya benda asing ke dalam bola mata. Bulu mata, debu,
kuku, dan partikal lewat udara dapat kontak dengan konjungtiva atau kornea dan
menyebabkan iritasi atau abrasi.
Diagnosis Banding :
Trauma tembus bola mata, trauma kimia, trauma koroid
Terapi :
 Non farmakologis :
− Benda asing yang tidak menembus dibawah kelopak mata atas dapat diambil
dengan mengangkat kelopak mata atas keatas kelopak mata bawah
sehingga memungkinkan bulu mata kelopak mata bawah menyapu benda
asing tersebut keluar dari kelopak mata atas
−Benda asing dapat dikeluarkan dengan irigasi, hati-hati jangan sampai
menyentuh kornea. Bila benda asing tidak dapat diambil dengan cara ini,
mata harus ditutup dan dibalut dan pasien dirujuk ke ahli oftalmologi
 Farmakologis :
− Ekstrasi corpus alienum dengan spuit 1 cc
− Midriatyl eye drop 1 tetes
− Eye patch ~ 6 jam
− Cendo polygran eye drop 6x1
− Na diklofenak 2x50 mg
− Becom C 1x1 tab

8. Trauma Radiasi Sinar Las

Riwayat Klinis :
 Keluhan terasa 4-10jam setelah trauma
 Gangguan tajam penglihatan yang tidak menetap
 Mata terasa sangat sakit
 Mata seperti kelilipan atau kemasukan pasir
 Fotofobia
 Blefarospasme
 Konjungtiva kemotik
 Adanya infiltrat pada permukaan kornea
 Kadang kornea keruh
 Pupil terlihat miosis
Pemeriksaan Mata :
 Pemeriksaan visus
 Pemeriksaan sensibilitas kornea
 Uji fluoresein positif
Working Diagnosis :
Keratitis akibat trauma sinar las (sinar ultra violet). Dapat sembuh tanpa cacat akan tetapi bila
radiasi berjalan lama kerusakan dapat permanen sehingga akan memberikan kekeruhan pada
kornea.
Diagnosis Banding :
Trauma sinar infra merah, trauma sinar X dan sinar terionisasi
Terapi :
 Non farmakologis :
− Mata ditutup selama 2-3 hari
 Farmakologis :
− Pemberian siklopegia, antibiotika lokal, analgetik

9. Ablatio Retina
Riwayat Klinis :
 Adanya selaput seperti tabir yang mengganggu lapang pandangnya
 Tajam penglihatan menurun bila terkena atau tertutp daerah makula
Pemeriksaan Mata :
 Pemeriksaan visus
 Pemeriksaan funduskopi  retina yang berwarna abu-abu dengan pembuluh darah
yang terlihat terangkat dan berkelok-kelok
Working Diagnosis :
Ablatio retina. Akibat trauma yang mengakibatkan terlepasnya retina dari koroid.
Diagnosis Banding :
Edema retina dan koroid, ruptur koroid, retiniskisis
 Non farmakologis :
− Penderita tirah baring sempurna
− Mata yang sakit ditutup dengan bebat mata
− Pada penderita dengan ablatio retina non rhegmatogenous, jika penyakit
primernya sudah diobati tetapi masih terdapat ablatio retina, dapat dilakukan
operasi cerclage
− Pada ablatio retina rhegmatogenous :
 Foto kogulasi retinal : Bila terjadi robekan retina tetapi belum terjadi
separasi retina
 Plobage lokal : dengan silocone sponge dijahitkan pada episklera
pada daerah robekan retina
 Membuat radang steril pada khoroid dan epithel pigmen pada daerah
robekan retinal dengan jalan : Pendinginan, Diatermi
 Operasi cerlage : Operasi dikerjakan untuk mengurangi tarikan badan
kaca. Pada keadaan cairan sub retina yang cukup banyak, dapat
dilakukan punksi lewat sklera
 Farmakologis :
− Bila perlu kedua mata ditetesi midriatik sikloplegik seperti Atropin tetes 1 %

Anda mungkin juga menyukai