Anda di halaman 1dari 34

BAB I

KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Tn.H

Jenis Kelamin : Laki - laki

Umur : 41 tahun

Alamat : Jatipadang

Agama : Islam

Pekerjaan : Ojek Online

Tanggal Masuk : 29 Juli 2019, Pukul 14.36 lewat Poli Bedah Urologi

No. RM : 133498

Jaminan : BPJS

II. ANAMNESIS

KELUHAN UTAMA

Nyeri Pinggang Belakang bagian kiri semakin parah seminggu SMRS

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien Tn. H, 41 tahun, datang ke Poli Bedah Urologi RSUD Pasar Minggu
dengan keluhan nyeri bagian pinggang belakang kiri menyebar hingga
keabdomen bagian iliaka kiri hingga ke paha sejak 3 tahun yang lalu dan semakin
parah seminggu SMRS. Rasa nyeri disertai perasaan tidak tuntas setiap kali
berkemih, dan sering timbul rasa ingin berkemih. Pasien mengaku bahwa keluhan
sudah dialami sejak tahun 2016, tetapi keluhan dapat pasien abaikan, pada tahun
2018 pasien mengalami nyeri hebat pada pinggang kiri menyebar dari pinggang
belakang hingga abdomen dan paha. Dengan keluhan tersebut pada tahun 2018
pasien berobat ke rumah sakit Mintoharjo dan didiagnosis batu ginjal. Pasien
melalui pengobatan penghancuran batu dengan menggunakan laser di Mintoharjo,
Namun batu terlalu keras dan tidak hancur semua, maka diperlukan tindakan
operasi pengambilan batu, Kemudian pada bulan maret 2019 pasien kembali
mengeluhkan nyeri pinggang disertai rasa tidak tuntas usai berkemih, pasien
berobat kepuskesmas Perla Mampang dan dirujuk ke RSUD Pasar Minggu. Di
RSUD Pasar Minggu Pasien menjalani pemeriksaan dengan CT-Scan. Dari hasil
CT scan menunjukkan terdapatnya batu pada ureter kiri sebesar sekitar 5mm
disertai hidronefrosis grade 4. Urin berwarna kuning keruh, tidak terdapat pasir
ataupun darah. Gangguan BAK seperti aliran kencing yang lemah, kesulitan
untuk memulai kencing, disangkal BAB muntah, demam dan nyeri saat berkemih
disangkal.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

- Riwayat hipertensi diakui

- Riwayat diabetes melitus disangkal

- Riwayat asma diakui

- Riwayat alergi disangkal

- Riwayat trauma disangkal

- Riwayat stroke disangkal

- Riwayat penyakit jantung disangkal

- Riwayat penyakit ginjal diakui, pernah didiagnosis batu ginjal dirumah sakit
Mintoharjo.

- Riwayat operasi diakui, pernah menjalani operasi Laser Lithotripsy

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

- tidak ada
III. PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : GCS15, E4V5M6, Compos Mentis

Vital Sign :

Kepala : Edem Palpebra (-/-), Racoon eye (-/-), Conjungtiva


anemis(-/-), Sklera ikterik(-/-), RCL(+/+), RCT(+/+),
pupil Isokor (3mm/3mm).

Leher : Limfonodi membesar (-/-). JVP meningkat (-), Massa


Abnormal (-)

Thorax - Cor : I = Ictus cordis tidak tampak

P = Ictus cordis teraba di SIC V linea


midclavicula sinistra

P = Kesan Batas jantung normal

A = BJ I-II regular, Suara jantung


tambahan(-)

- Paru: I = Simetris, gerakan nafas tertinggal (-/-)

P = Fremitus simetris, Nyeri tekan (-/-),


massa (-/-).

P = Sonor seluruh lapang paru

A = Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing


(-/-).

Abdomen : I = dinding perut datar, jejas (-)

A = bising usus (+) normal

P = Timpani pada keempat kuadran, Nyeri


ketok CVA (-/+).
P = Supel, nyeri tekan (-/+), massa abnormal (-),
Ballotement (-/+).

B. STATUS LOKALIS

Pemeriksaan Ginjal :
 Inspeksi : Massa (-), Buldging (-),
 Palpasi : Ballotement (tidak teraba/+)
 Perkusi : nyeri ketok CVA (-/-)
Pemeriksaan Buli :
 Inspeksi : Jejas (-), Distensi (-)
 Palpasi : Nyeri tekan (-)
Pemeriksaan Genitalia eksterna :
(penis)
 Inspeksi : pasien tampak sudah disunat, tidak ada eksoriasi, bleeding
(-), benjolan (-)
 Palpasi : nyeri tekan (-), benjolan (-)
(skrotum)
 Inspeksi : kemerahan (-/-), udem (-/-), benjolan (-/-), vena (-/-)
 Palpasi : nyeri tekan (-/-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hematologi

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 13.6 g/dl 13.2-17.3 g/dL

Leukosit 9,6 ribu /uL 3.8-10,6 ribu

Eritrosit 4,71 juta 4,4-5,9 juta

Hematokrit 41% 40-52 %


Trombosit 375.000 150.000-440.000

MCV 88 80-100 fL

MCH 29 26-34 pg

MCHC 33 g/dl 32-36 g/dL

RDW 13.7 % 10-16 %

Limfosit 18 % 25-40%

Monosit 6% 2-8%

Eosinofil 4% 2-4%

Basofil 0.0 0-1%

Neutrofil 0% 3-5%

Segmen 72% 50-70%

PCT 0.389 0.2-0.5 %

PDW 8.2 10-18 %

KIMIA KLINIK

GDS 81 mg/dL 70-180 mg/dL

Ureum 28 mg/dL <48

Kreatinin 1,27 mg/dL 0.7-1.3


CT - Scan Abdomen :
- Ureterolithiasis sinistra
- hidronefrosis grade 4 ec Ureterolithiasis
- Hidroureter
V. DIAGNOSIS
Hidronefrosis Grade IV e.c Ureterolithiasis Sinistra

VI. TERAPI

Amlodipine 1x5 mg untuk hipertensi

Open Ureterolithotomi dan pemasangan Double J Stent

Persiapan Operasi :

- Puasa 6 jam
- Konsul paru untuk toleransi operasi dengan riwayat asma (+)

- Konsul jantung

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Saluran Kemih

Saluran kemih terdiri dari: ginjal, pelvis renalis (pielum), ureter, buli-buli
(vesika urinaria), dan uretra. Dinding alat-alat saluran kemih mempunyai lapisan otot
yang mampu menghasilkan gerakan peristaltik.

Gambar 2.1 Anatomi Saluran Kemih


2.1.1 Ginjal

Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen (retroperitoneal), terutama


didaerah lumbal kanan dan kiri columna vertebralis. Kedudukannya dari belakang
mulai ketinggian vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbal ke-3. Ginjal
kanan lebih rendah dari ginjal kiri. Bentuknya seperti kacang dengan warna
coklat kemerah-merahan. Satuan fungsional ginjal disebut “Nefron”, terdapat ±
1.000.000 nefron dalam 1 ginjal. Setiap nefron terdiri dari glomerulus/badan
malpighi. Glomerulus merupakan anyaman pembuluh darah dalam kapsula
bowman dimana pembentukan urin berasal.

Gambar 2.2 Anatomi Ginjal

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:


 Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus
renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus
proksimal dan tubulus kontortus distalis.
 Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus
rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
 Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
 Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah
korteks

2.1.2 Ureter
Berupa 2 saluran pipa yang bersambung dengan ginjal berjalan ke
kandung kemih (vesika urinaria). Panjang ureter ± 35-40 cm dengan diameter 3
mm.

Ureter terdiri dari 3 lapisan, yaitu:

a. Lapisan luar (fibrosa)


b. Lapisan tengah yang berotot
c. Lapisan dalam (lapisan mukosa)
Ureter dapat dibagi berdasarkan :
Pembagian 2 segmen
- Ureter Proximal (dari renal pelvis hingga pelvic brim)
- Ureter Distal (dari pelvic brim ke vesika urinaria)

Pembagian 3 segmen
- Abdominal segment bagian ureter sepanjang dari renal pelvis hingga
pelvic brim
- Pelvic segment bagian ureter sepanjang kurang lebih sepanjang 15
cm, dimulai dari pelvic inlet, hingga batas vesika urinaria.
- Intramural segment Segmen intramural ureter berjalan miring
melalui dinding kandung kemih, menjelang batas dinding kandung
kemih, ujung ureter dilapisi oleh lapisan otot waldeyer yang akan
menyatu dengan otot detrusor kandung kemih.
Pembagian 3 segmen berdasarkan batas sakrum
- Upper : Bagian ureter dari renal pelvis hingga batas atas sakrum
- Middle : Bagian ureter dari batas atas sakrum hingga batas bawah
sakrum.
- Lower : Bagian ureter dari batas bawah sakrum hingga VU
Ureter memiliki beberapa bagian yang cenderung lebih sempit
dibandingkan dengan lainnya yaitu :
- ureteropelvic junction
- persimpangan dengan iliac vessels
- the ureterovesical junction
2.1.3 Vesika Urinaria
Pada dasar buli-buli, kedua muara ureter dan meatus uretra internum
membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli. Buli-buli berfungsi
menampung urin dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra
dalam mekanisme berkemih. Kapasitas maksimal (volume) untuk orang dewasa +
350-450 ml. Kapasitas buli-buli pada anak menurut Koff: [Umur (tahun) + 2] x
30 ml.
Bila buli-buli terisi penuh, verteks dan dinding atas terangkat dan
membentuk suatu bantal yang lonjong dan pipih, yang dapat meluas sampai tepi
atas simfisis pubis. Selama kontraksi otot kandung kemih, ketika dikosongkan
selama berkemih, bentuknya menjadi bulat.

Gambar 2.3 Anatomi ureter, vesica urinaria, dan uretra

2.1.4 Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urin keluar
dari buli-buli melalui proses miksi. Panjang uretra wanita ± 3-5 cm dengan
diameter 8 mm, sedangkan panjang uretra pria dewasa ± 23-25 cm. Tonus otot
sfingter uretra eksterna dan tonus otot levator ani berfungsi mempertahankan agar
urin tetap berada di dalam buli-buli pada saat perasaan ingin miksi. Miksi terjadi
bila tekanan intravesika melebihi tekanan intrauretra akibat kontraksi otot
detrusor, dan relaksasi sfingter uretra eksterna.

2.2 Fisiologi Miksi (Berkemih)


Proses pengosongan kandung kemih terjadi bila kandung kemih terisi penuh.
Proses miksi terdiri dari dua langkah utama:
1. Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya
meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua.
Terjadinya distensi atau peningkatan tegangan pada kandung kemih
mencetuskan refleks I yang menghasilkan kontraksi kandung kemih dan
refleks V yang menyebabkan relaksasi uretra.
2. Timbul refleks saraf yang disebut reflek miksi (refleks berkemih) yang
berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal setidaknya
menimbulkan kesadaran dan keinginan untuk berkemih. Ketika proximal
uretra mengalirkan urin maka akan mengaktifkan refleks II yang akan
menghasilkan kontraksi kandung kemih dan IV sehingga stingfer eksternal dan
uretra akan berelaksasi, sehingga urin dapat keluar. Jika tejadi distensi pada
uretra yang bisa disebabkan karena sumbatan, atau kelemahan sfingter uretra
maka akan mengaktifkan refleks III, sehingga kontraksi kandung kemih
melemah.

Reflek berkemih adalah refleks medulla spinalis yang seluruhya bersifat


autonomik, tetapi dapat dihambat atau dirangsang di otak. Pusat yang lebih tinggi
dapat mencegah berkemih, bahkan ketika refleks berkemih muncul, yaitu dengan
membuat kontraksi tonik terus menerus pada sfingter eksternus kandung kemih
sampai mendapat waktu yang baik untuk berkemih. Jika sudah tiba saat berkemih,
pusat cortical dapat merangsang pusat berkemih sacral untuk membantu mencetuskan
refleks berkemih dan dalam waktu yang bersamaan menghambat sfingter eksternus
kandung kemih sehingga peristiwa berkemih dapat terjadi.

2.2 Urolithiasis
2.2.1 Definisi
Urolithiasis adalah suatu kondisi dimana dalam saluran kemih individu terbentuk
batu berupa kristal yang mengendap dari urin (Mehmed & Ender, 2015). Sedangkan
menurut Grace dan Borley, Urolithiasis merupakan obstruksi benda padat pada
saluran kencing yang terbentuk karena faktor presipitasi endapan dan senyawa
tertentu. Urolithiasis merupakan kumpulan batu saluran kemih, namun secara rinci
ada beberapa penyebutannya. Berikut ini adalah istilah penyakit batu bedasarkan letak
batu antara lain (Prabawa & Pranata, 2014):
 Nefrolithiasis disebut sebagai batu pada ginjal
 Ureterolithiasis disebut batu pada ureter
 Vesikolithiasis disebut sebagai batu pada vesika urinaria/ batu buli
 Uretrolithisis disebut sebagai batu pada uretra
2.2.2 Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan -
keadaan lain yang yang masih belum terungkap (idiopatik).
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
batu saluran kemih pada seseorang. Faktor itu meliputi faktor Intrinsik (keadaan pada
tubuh seseorang) dan faktor ekstrinsik (pengaruh yang berasal dari lingkungan
disekitarnya).

Faktor Intrinsik :
 Herediter : Penyakit ini diduga dapat diturunkan dari orang tuanya,
timbulnya batu saluran kemih pada usia muda maka pasien tersebut
memiliki resiko tinggi untuk pembentukan batu saluran kemih
 Usia : Paling sering pada usia 30 - 50 tahun
 Jenis Kelamin : Jumlah pasien laki - laki 3 kali lebih banyak
dibandingkan dengan pasien perempuan.
 Penyakit Penyerta : Beberapa penyakit yang diderita pasien dapat
memicu pembentukan batu, seperti Hypoparatiroidisme, sindrom
metabolik, Nephrocalcinosis, Sarcoidosis, Neurogenic bladder, Tinggi
Asam urat, Infeksi Saluran Kemih
 Kelainan Anatomis : Medullary sponge kidney (tubular ectasia),
Ureteropelvic junction (UPJ) obstruction, Calyceal diverticulum, calyceal
cyst, Ureteral stricture, Vesico-uretero-renal reflux, Horseshoe kidney,
Ureterocele.

Faktor Ekstrinsik :
 Geografi : Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu
saluran kemih yang lebih tinggi, seperti pada di negara dengan standar
kehidupan yang tinggi seperti Swedia, Kanada atau di Amerika Serikat,
prevalensi batu ginjal sangat tinggi. Daerah daerah yang memiliki
prevalensi batu saluran kemih ini dikenal sebagai daerah Stone Belt
(Sabuk Batu).
 Iklim dan temperatur
 Asupan Air : Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran
kemih.
 Diet : Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
 Pekerjaan : Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktifitas.

Tidak terdapat penyebab pasti dari pembentukan batu saluran kemih, namun
berbagai teori muncul untuk menjelaskan pembentukan batu saluran kemih ini,
diantaranya :
 Teori Supersaturasi/Nukleasi
Teori ini menjelaskan bahwa kejenuhan dari substansi pembentuk batu seperti
Sistin, Santin, Asam urat, Kalsium oksalat dapat mmempermudah terjadinya
kristalisasi dan kemudian menjadi batu.
 Teori Matrix
Matriks akan merangsang pembentukan batu karena memacu penempelan partikel
pada matriks tersebut. Pada pembentukan urin seringkali terbentuk matriks yang
merupakan sekresi dari tubulus ginjal dan berupa protein (albumin, globulin dan
mukoprotein) dengan sedikit hexose dan hexosamine yang merupakan kerangka
tempat diendapkannya kristal-kristal batu.
 Teori kurangnya faktor inhibitor
Batu saluran kemih terjadi akibat tidak adanya atau berkurangnya faktor inhibitor
(penghambat) yang secara alamiah terdapat dalam sistem urinaria dan berfungsi
untuk menjaga keseimbangan serta salah satunya adalah mencegah terbentuknya
endapan batu. Inhibitor yang dapat menjaga dan menghambat kristalisasi mineral
yaitu magnesium, sitrat, pirofosfat dan peptida. Penurunan senyawa penghambat
tersebut mengakibatkan proses kristalisasi akan semakin cepat dan mempercepat
terbentuknya batu (reduce of crystalize inhibitor).
 Teori Retensi partikel
Perubahan pH akan memicu terbentuknya batu, urin asam akan mengendapkan
sistin, xantin, dan asam urat, sedangkan urin basa akan mengendapkan garam -
garam fosfat.

 Teori Infeksi
Bakteri Urea Splitting agent membentuk batu amonium-magnesium-fosfat.

2.2.3 Klasifikasi
Batu saluran kemih biasa diklasifikasikan berdasarkan lokasi batu, ukuran, jenis
batu, dan X-ray characteristic.
Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Batu
Nephrolithiasis Batu Ginjal, batu dapat terdapat di Calyx
dan Renal Pelvis
Ureterolithiasis Batu Ureter, batu terdapat di proaximal,
distal ureter
Vesikolithiasis Batu Kandung Kemih
Uretrolithiasis Batu Uretra

Klasifikasi Berdasarkan Besar Batu


5, 5-10, 10-20, and > 20 mm in largest diameter.

Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Batu


Batu Non Infeksius Batu Infeksius Genetik
Calcium Oxalate Magnesium Ammonium Phosphate Cystine
Calcium Phospate Carbonate Apatite Xanthine
Uric Acid Stone Ammonium Urate 2,8-Dihydroxyadenine

Klasifikasi Berdasarkan Karakteristik X-Ray

Radiopaque Poor radiopacity Radiolucent


Calcium oxalate dehydrate Magnesium ammonium Uric acid
phosphate
Calcium oxalate Apatite Ammonium urate
monohydrate
Calcium phosphates Cystine Xanthine
2,8-Dihydroxyadenine
Drug-stones (Section 4.11)

2.2.4 Gejala Klinis

Keluhan tergantung pada : letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi.
Berikut keluhan pasien dapat timbul:

- Nyeri pada pinggang (Nyeri kolik/Non Kolik)

- Nyeri saat kencing

- Hematuria

- Sering kencing (Frequency)

Relationship of Stone Location to Symptoms

STONE LOCATION COMMON SYMPTOMS


Kidney Vague flank pain, hematuria
Proximal ureter Renal colic, flank pain, upper abdominal
pain
Middle section of ureter Renal colic, anterior abdominal pain, flank
pain
Distal ureter Renal colic, dysuria, urinary frequency,
anterior abdominal pain, flank pain

Keluhan yang paling sering dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang.
Nyeri ini dapat berupa nyeri kolik yang terjadi pada batu ureter diakibatkan oleh
peristaltik ureter untuk mengeluarkan batu, ataupun nyeri non kolik yang diakibatkan
peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis.

Batu yang terletak di distal ureter dirasakan oleh pasien nyeri saat kencing
(dysuria) atau sering kencing (Frequency).
Jika didapatkan demam harus dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan
kedaruratan bidang urologi.

Pada pemeriksaan fisik munkin didapatkan nyeri ketok pada daerah


Kostovertebra (CVA), teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis. Terlihat tanda
tanda gagal ginjal, retensi urin, dan jika disertai infeksi didapatkan demam/
menggigil.

Sedangkan gejala khas untuk batu buli adalah

- Nyeri Kencing/Dysuria seringkali dirasakan ujung penis, skrotum, perineum,


pinggang hingga kaki.

- Aliran kencing terputus putus/Intermittency, dan kemudian lancar kembali


dengan perubahan posisi saat kencing

Kejadian batu uretra terjadi karena penurunan batu dari vesika urinaria dapat
menimbulkan Intermittency hingga retensi urine. Batu yang berada diuretra anterior
seringkali dapat diraba oleh pasien seperti benjolan keras, dan dapat disertai nyeri.

2.2.5 Diagnosis

Pemeriksaan Fisik :

- Nyeri ketok Costovertebral Angle (CVA) menandakan adanya inflamasi atau


obstruksi pada ginjal.

- Teraba ginjal pada pemeriksaan palpasi ballotement test dapat menandakan


perbesaran ginjal.

Pemeriksaan Penunjang

Imaging study :

 Ultrasonography (USG) merupakan alatn diagnosis utama untuk penyakit ini,


selain tidak memberikan radiasi, juga memiliki harga cukup terjangkau. USG
dapat mendeteksi batu yang berada dikaliks, pelvis, pyeloureteric dan vesico-
ureteric junction. USG juga dapat mendeteksi dilatasi dari saluran kemih
atas/Upper Urinary Tract. USG memiliki 45% sensitivitas dan spesifitas 94%
untuk batu ureter. Sedangkan unutk batu ginjal USG memiliki 45% sensitivitas
dan 88% spesifitas. Sensitivitas Kidney-Ureter-Bladder Radiography hanya 44-
77%, KUB tidak perlu dilakukan apabila NCCT dipertimbangkan.

 Non - Contrast - Enhanced CT scan (NCCT) merupakan standar diagnosis


untuk nyeri pinggang akut (Acute Flank Pain), menggantikan Intravenous
Urography (IVU). NCCT dapat mendeteksi kepadatan hingga diameter batu.
NCCT juga dapat mendeteksi batu Xantine yang bersifat radiolucent pada X-ray.
Pada pasien dengan BMI < 30, Low dose CT scan memiliki sensitifitas 86%
untuk mendeteksi batu ureter < 3 mm, dan 100% untuk batu > 3 mm.

 Alat diagnosis lainnya :

- Intravenous Urography (IVU) : dapat menunjukkan fungsi renal, anatomi dan


besar obstruksi. IVU digantikan oleh CT scan sebagai alat diagnosis utama
setelah CT scan terbukti memiliki sensitivitas lebih tinggi dibandingkan IVU.

- Precutaneous Antegrade Ureteroscopy (PC)

- Lakukan studi kontras jika pemindahan batu direncanakan dan anatomi


sistem pengumpulan ginjal perlu dinilai.

Summary of evidence LE
Non-contrast-enhanced CT is used to confirm stone diagnosis in patients with 1a
acute flank pain, as it is superior to IVU.
Enhanced CT enables 3D reconstruction of the collecting system, as well as 2a
measurement of stone density and skin-to-stone distance.

Recommendations Strength
rating
With fever or solitary kidney, and when diagnosis is doubtful, Strong
immediate imaging is indicated.
Following initial ultrasound assessment, use non-contrast-enhanced Strong
computed tomography to confirm stone diagnosis in patients with acute
flank pain.
Perform a contrast study if stone removal is planned and the anatomy Strong
of the renal collecting system needs to be assessed.
Laboratory Examination

Pemeriksaan biokimia serupa untuk semua pasien batu. Namun, jika tidak ada
intervensi yang direncanakan, pemeriksaan natrium, kalium, protein C-reaktif (CRP),
dan waktu pembekuan darah dapat dihilangkan.

Analisis batu harus dilakukan pada semua pasien penderita batu pertama kali,
dalam praktek klinis, analisis batu berulang harus dilakukan pada kasus :

 Kekambuhan pada pencegahan farmakologis.

 Kekambuhan dini setelah terapi pembersihan batu lengkap

 Keterlambatan berulang setelah periode bebas batu yang berkepanjangan

Guidelines for laboratory examinations and stone analysis


Recommendations: basic laboratory analysis - emergency Strength
urolithiasis patients rating

Urine

Dipstick test of spot urine sample: Strong


• red cells;
• white cells;
• nitrite;
• approximate urine pH;
• urine microscopy and/or culture.

Blood

Serum blood sample: Strong


• creatinine;
• uric acid;
• (ionised) calcium;
• sodium;
• potassium;
• blood cell count;
• C-reactive protein.

Perform a coagulation test (partial thromboplastin time and Strong


international normalised ratio) if intervention is likely or planned.

Perform stone analysis in first-time formers using a valid procedure Strong


(X-ray diffraction or infrared spectroscopy).
Repeat stone analysis in patients presenting with: Strong
• recurrent stones despite drug therapy;
• early recurrence after complete stone clearance;
• late recurrence after a long stone-free period because stone
composition may change.

2.2.6 Diagnosis pada kelompok dan kondisi khusus

 Imaging study pada kehamilan

Pada wanita hamil paparan radiasi dapat menyebabkan efek non-stohastic


(teratogenesis) atau stohastic (karsinogenesis, mutagenesis). Efek teratogenik bersifat
kumulatif dengan peningkatan dosis, dan membutuhkan dosis ambang batas (<50
mGy dianggap aman) dan tergantung pada usia kehamilan (risiko minimum sebelum
minggu ke-8 dan setelah minggu ke-23). Karsinogenesis (dosis <10 mGy dapat
menimbulkan risiko) dan mutagenesis (500-1000 mGy diperlukan, jauh melebihi
dosis dalam studi radiografi umum) menjadi lebih buruk dengan meningkatnya dosis
tetapi tidak memerlukan ambang batas dosis dan tidak tergantung pada usia
kehamilan.

Recommendations Strength
rating
Use ultrasound as the preferred method of imaging in pregnant women. Strong
In pregnant women, use magnetic resonance imaging as a second-line Strong
imaging modality.
In pregnant women, use low-dose computed tomography as a last-line Strong
option.

 Diagnosis pada pasien Anak - anak.

Anak-anak dengan batu kemih memiliki risiko kekambuhan yang tinggi; oleh
karena itu, prosedur diagnostik standar untuk pasien berisiko tinggi berlaku, termasuk
analisis batu yang valid. Gangguan non-metabolik yang paling umum memfasilitasi
pembentukan batu adalah refluks vesiko-ureter (VUR), obstruksi UPJ, kandung kemih
neurogenik, dan kesulitan berkemih lainnya.
Ketika memilih prosedur diagnostik untuk mengidentifikasi urolitiasis pada anak-
anak, harus diingat bahwa pasien ini mungkin tidak kooperatif, memerlukan anestesi,
dan mungkin sensitif terhadap radiasi.

Recommendations Strength
rating

In all children, complete a metabolic evaluation based on stone analysis. Strong

Collect stone material for analysis to classify the stone type. Strong

Perform ultrasound as first-line imaging modality in children when a stone is Strong


suspected; it should include the kidney, fluid-filled bladder and the ureter.

Perform a kidney-ureter-bladder radiography (or low-dose non-contrast-enhanced Strong


computed tomography) if ultrasound will not provide the required information.

2.2.7 Tatalaksana

Terapi konservatif hanya dilakukan apabila besar batu yang ditemukan hanya
sebesar < 5mm (0.5cm)

- Pemberian obat anti nyeri

- Pemberian obat diuretik

- Banyak minum (2.5 - 3 liter)

- Aktivitas fisik

Terapi Non bedah (Minimal Invasif) juga dapat dilakukan untuk penghilangan
batu.

- Batu Ginjal : ESWL, PCNL

- Batu Ureter : URS

- Batu Buli : Lithotripsy Batu Buli.

2.2.7.1 Terapi Koservatif

 Pereda Nyeri Kolik


Non-Steroid Anti-Inflamation Drugs (NSAID/OAINS) merupakan pilihan utama
untuk kolik renal. Dengan peringatan untuk pemakaian diklofenak dan ibuprofen pada
pasien dengan resiko penyakit kardiovaskular. Diklofenak dikontraindikasikan pada
pasien dengan gagal jantung, penyakit jantung iskemik, penyakit arterial dan
cerebrovaskular.

Opiat (hydromorphine, pentazocine atau tramadol) dijadikan sebagai pilihan


kedua untuk penyakit kolik renal setelah NSAID.

Summary of evidence and guidelines for the management of renal colic

Summary of evidence LE

Non-steroidal anti-inflammatory drugs are very effective in treating renal colic and are 1b
superior to opioids.
For symptomatic ureteral stones, stone removal as first-line treatment is a feasible option 1b
in selected patients.

Recommendations Strength
rating

Offer a non-steroidal anti-inflammatory as the first drug of choice; e.g. Strong


metamizol*** (dipyrone); alternatively paracetamol or, depending on cardiovascular
risk factors, diclofenac*, indomethacin or ibuprofen**.
Offer opiates (hydromorphine, pentazocine or tramadol) as a second choice. Weak
Offer renal decompression or ureteroscopic stone removal in case of analgesic Strong
refractory colic pain.
*Affects glomerular filtration rate (GFR) in patients with reduced renal function.

**Recommended to counteract recurrent pain after ureteral colic.

*** Maximum single oral dose recommended 1000 mg, total daily dose up to 5000 mg, not recommended in
the last three months of pregnancy. For more information see: European Medicines Agency. EMA/853069/2018. 14
December 2018.

 Sepsis dan/atau Anuria pada obstruksi ginjal

Obstruksi ginjal yang disertai dengan tanda tanda Infeksi saluran kemih (UTI)
dan/atau anuria merupakan emergensi urologi, maka dekompresi segera sering
dibutuhkan untuk mencegah komplikasi infeksi lebih lanjut pada ginjal yang
hidronefrosis sekunder akibat batu ginjal. Kini telah tersedia 2 metode dekompresi
urgensi pada obstruksi ginjal yaitu :
- Pemasangan stent ureter

- Pemasangan Percutaneus Nephrostomy Tube

Tindakan operasi penghilangan batu harus dintunda hingga infeksi teratasi


dengan antibiotik. Pemeriksaan urin dan darah dibutuhkan untuk mengevaluasi jenis
bakteri dan pemilihan antibiotik yang paling efektif.

Summary of evidence LE
For decompression of the renal collecting system, ureteral stents and percutaneous 1b
nephrostomy catheters are equally effective.
Recommendations Strength
rating
Urgently decompress the collecting system in case of sepsis with obstructing Strong
stones, using percutaneous drainage or ureteral stenting.
Delay definitive treatment of the stone until sepsis is resolved. Strong
Collect (again) urine for antibiogram test following decompression. Strong
Start antibiotics immediately (+ intensive care, if necessary). Strong
Re-evaluate antibiotic regimen following antibiogram findings. Strong

 Obat Diuretik

Obat diuretik terbukti dapat membantu pengeluaran batu dan pencegahan


pembentukan batu kembali. Obat diuretik yang biasa digunakan adalah golongan
Thiazid.

2.2.7.2 Stone Removal

Medikamentosa

 Medical Expulsive Therapy

Merupakan suatu tindakan penghilangan ginjal non operasi, menggunakan α1


blocker. α1 blocker akan menginhibisi reseptor alpha 1 disepanjang ureter,
mengakibatkan dilatasi ureter sehingga dapat mengeluarkan batu ureter (Stone
Passage). MET ini dapat menurunkan batu (distal) ureter dengan hanya beberapa
episode nyeri kolik. MET terbukti dapat membantu pengeluaran batu dengan
besar 3-10 mm.

- Tamsulosin : 0,4 mg PO qDay, hentikan apabila batu sudah keluar (rata-rata


1-2 minggu), infeksi, perburukan fungsi ginjal.

Efek alkalinisasi dari tamsulosin juga dapat digunakan pada kasus batu asam urat
pada ureter.

Summary of evidence LE
Medical explusive therapy seems to be efficacious treating patients with ureteral stones 1a
who are amenable to conservative management. The greatest benefit might be among
those with > 5 mm (distal) stones.
Insufficient data exist to support the use of PDE-5 Inhibitors or corticosteroids in 2a
combination with α-blockers as an accelerating adjunct.
α-blockers increase stone expulsion rates in distal ureteral stones > 5 mm. 1a
A class effect of α-blockers has been demonstrated. 1a

Recommendation Strength
rating
Offer α-blockers as medical expulsive therapy as one of the treatment options Strong
for (distal) ureteral stones > 5 mm.

 Tindakan Operasi Minimal

- ESWL

- URS dan RIRS

- Percutaneus Nephrolithotomy

Rekomendasi dan Pencegahan pro operasi

 Antibiotik baik untuk pengobatan UTI atau pencegahan infeksi, khususnya


pada tindakan URS atau PCNL

 Kolaborasi dan konsultasi pra operasi dengan dokter penyakit dalam


mengenai operasi penghilangan batu pada pasien dengan pengobatan
antithrombosis
Table 3.6: Risk stratification for bleeding [269-271,286]
Low-risk bleeding procedures Cystoscopy
Flexible cystoscopy
Ureteral catheterisation
Extraction of ureteral stent
Ureteroscopy

High-risk bleeding procedures Shock wave lithotripsy


Percutaneous nephrostomy
Percutaneous nephrolithotripsy

 Obesitas, skor BMI tinggi memiliki resiko anastesi yang tinggi dan
menurunkan keberhasilan tindakan ESWL

 Komposisi Batu, Brushite, Calcium Oxalate Monohydrate atau Sistin sangat


keras, direkomendasikan tindakan URS atau PCNL sebagai Alternatif
ESWL.

 Kontraindikasi :

Kontraindikasi ESWL absolut :

 Kehamilan, karena potensial efek pada janin

 diatesis perdarahan, yang harus dikompensasi setidaknya 24 jam


sebelum dan 48 jam setelah pengobatan

 ISK yang tidak terkontrol

 Malformasi kerangka berat dan Obesitas berat, yang mencegah


penargetan batu

 aneurisma arteri di sekitar batu

 obstruksi anatomis distal ke batu.

Kontraindikasi PCNL :

 UTI tidak terkontrol


 Tumor sekitar batu

 Potensi tumor ganas

 Kehamilan

 Extracorporeal shock wave lithotripsy (SWL)

ESWL adalah tindakan pemecahan batu saluran kencing (ginjal, ureter, dan
kandung kemih) dengan menggunakan gelombang kejut (shock wave) tanpa melalui
proses pembedahan sama sekali. Batu saluran kencing akan pecah menjadi fragmen
kecil sekali sehingga dapat keluar secara spontan bersama air kencing. Efek samping
yang sangat minimal.

Recommendations Strength
rating
Ensure correct use of the coupling agent because this is crucial for effective shock Strong
wave transportation.

Maintain careful fluoroscopic and/or ultrasonographic monitoring during shock Strong


wave lithotripsy (SWL).

Use proper analgesia because it improves treatment results by limiting pain-induced Strong
movements and excessive respiratory excursions.

In the case of infected stones or bacteriuria, prescribe antibiotics prior to SWL. Strong

 Ureterorenoscopy (URS) dan Retrograde Intrarenal Surgery (RIRS)

URS merupakan tindakan invasif minimal menggunakan endoskopi untuk


mendeteksi, pemecahan, dan pembersihan batu sekaligus.
Summary of evidence LE
In uncomplicated URS, a stent need not be inserted. 1a
In URS (in particular for renal stones), pre-stenting has been shown to improve outcome. 1b
An α-blocker can reduce stent-related symptoms and colic episodes. 1a
Medical expulsion therapy following Ho:YAG laser lithotripsy accelerates the 1b
spontaneous passage of fragments and reduces episodes of colic.

The most effective lithotripsy system for flexible ureteroscopy is the Ho:YAG laser. 2a
Pneumatic and US systems can be used with high disintegration efficacy in rigid URS. 2a
Medical expulsion therapy following Ho:YAG laser lithotripsy increases SFRs and 1b
reduces colic episodes.

Percutaneous antegrade removal of proximal ureter stones or laparoscopic 1a


ureterolithotomy are feasible alternatives to retrograde ureteroscopy, in selected cases.

Recommendations Strength
rating
Use holmium: yttrium-aluminium-garnet (Ho:YAG) laser lithotripsy for (flexible) Strong
ureteroscopy (URS).

Perform stone extraction only under direct endoscopic visualisation of the stone. Strong

Do not insert a stent in uncomplicated cases. Strong

Pre-stenting facilitates URS and improves outcomes of URS (in particular for renal Strong
stones).

Offer medical expulsive therapy for patients suffering from stent-related symptoms Strong
and after
Ho:YAG laser lithotripsy to facilitate the passage of fragments.

Use percutaneous antegrade removal of ureteral stones as an alternative when shock Strong
wave lithotripsy (SWL) is not indicated or has failed, and when the upper urinary
tract is not amenable to retrograde URS.
Use flexible URS in case percutaneous nephrolithotomy or SWL are not an option Strong
(even for stones > 2 cm). However, in that case there is a higher risk that a follow-up
procedure and placement of a ureteral stent may be needed.

 Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL)

Adalah usaha mengeluarkan batu yang berada didalam saluran ginjal dengan cara
memasukkan alat ensdoskopi kesistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu
kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen kecil.

2.2.7.2 Specific stone management of Stones Based of the Locations

1. Batu Ureter

a) Konservatif/Observasi

Ini dilakukan pada pasien tanpa komplikasi seperti infeksi, atau gangguan pada
ginjal. Batu ureter dengan ukuran 4mm - 6mm dan batu dengan ukuran tersebut
diperkirakan dapat keluar sendiri (Passing stone).

b) MET

Pengobatan ini dapat dipilih untuk pasien yang tidak diindikasikan untuk operasi
removal aktif. Metode ini dapat mengeluarkan batu sebesar 3-10 mm.

c) Active Stone Removal

Indikasi untuk dilakukannya active stone removal adalah :

 Batu tidak memunkinkan untuk keluar spontan.

 Nyeri yang menetap meskipun sudah pemberian anagesik

 Obstruksi persisten

 renal insufficiency (renal failure, bilateral obstruction, or single kidney).


Active Removal of Ureterolithiasis

Summary of evidence LE
Observation is feasible in informed patients who develop no complications (infection, 1a
refractory pain, deterioration of renal function).

Medical expulsive therapy seems to be efficacious treating patients with ureteral stones 1a
who are amenable to conservative management. The greatest benefit might be among
those with > 5 mm (distal) stones.

Compared with SWL, URS was associated with significantly greater SFRs up to four 1a
weeks, but the difference was not significant at three months in the included studies.

Ureteroscopy was associated with fewer retreatments and need for secondary 1a
procedures, but with a higher need for adjunctive procedures, greater complication rates
and longer hospital stay.

In the case of severe obesity, URS is a more promising therapeutic option than SWL. 2b

Recommendations Strength
rating

In patients with newly diagnosed small* ureteral stones, if active removal is not Strong
indicated (Section 3.4.9.3), observe patient initially with periodic evaluation.

Offer α-blockers as medical expulsive therapy as one of the treatment options Strong
for (distal) ureteral stones > 5 mm.

Inform patients that ureteroscopy (URS) has a better chance of achieving stone- Strong
free status with a single procedure.

Inform patients that URS has higher complication rates when compared to Strong
shock wave lithotripsy.

In cases of severe obesity use URS as first-line therapy for ureteral (and renal) Strong
stones.

2. Batu Ginjal (Nephrolithiasis)

a) Konservatif/Observasi

Pada beberapa penelitian menyarankan untuk dilakukan observasi pada batu pada
kalises ginjal asimtomatik. Intervensi dilakukan apabila terdeteksi adanya
pertumbuhan dari besar batu hingga batu menjadi > 5mm.

b) Active Stone Removal

 Stone growth;

 Terbentuk batu pada pasien dengan resiko tinggi pembentukan batu.

 Obstruksi yang diakibatkan oleh batu


 Infeksi

 Batu simtomatis (Hematuria/Nyeri)

 Batu > 15 mm;

 Batu < 15 mm apabila tidak dapat dilakukan observasi terlebih dahulu

 Permintaan pasien

 Kondisi sosial pasien (e.g., profession or travelling)

Active Removal Of Nephrolithiasis

Summary of evidence LE

It is still debatable whether renal stones should be treated, or whether annual follow-up is 4
sufficient for asymptomatic calyceal stones that have remained stable for six months.

Although the question of whether calyceal stones should be treated is still unanswered, stone 3
growth, de novo obstruction, associated infection, and acute and/or chronic pain are indications
for treatment.

Percutaneous nephrolithotomy is indicated in renal stones > 2 cm as primary option. 1a

Recommendations Strength
rating

Follow-up periodically in cases where renal stones are not treated (initially after six Strong
months then yearly, evaluating symptoms and stone status [either by ultrasound,
kidney-ureter bladder radiography or computed tomography]).

Offer active treatment for renal stones in case of stone growth, de novo obstruction, Weak
associated infection, and acute and/or chronic pain.

Assess comorbidity and patient preference when making treatment decisions. Weak

Offer shock wave lithotripsy (SWL) and endourology (percutaneous nephrolithotomy Strong
[PNL], retrograde renal surgery [RIRS]) as treatment options for stones < 2 cm within
the renal pelvis and upper or middle calices.

Perform PNL as first-line treatment of larger stones > 2 cm. Strong

In case PNL is not an option, treat larger stones (> 2 cm) with flexible ureteroscopy or Strong
SWL. However, in such instances there is a higher risk that a follow-up procedure and
placement of a ureteral stent may be needed.

For the lower pole, perform PNL or RIRS, even for stones > 1 cm, as the efficacy of Strong
SWL is limited (depending on favourable and unfavourable factors for SWL).
3. Laparoscopic and Open Surgery

Operasi terbuka dilakukan apabila ESWL,URS, ataupun PNCL gagal.

4. Steinterasse

Steinterasse adalah bahasa jerman dari “Batu krikil/Stone Street”. Steinterasse


merupakan komplikasi tersering post ESWL. Steinterasse sering bersifat
asimtomatik. Dalam kasus ini, MET baik dilakukan untuk mengeluarkan
Steinterasse.

Summary of evidence LE
Medical expulsion therapy increases the stone expulsion rate of steinstrasse [352]. 1b
Ureteroscopy is effective for the treatment of steinstrasse [354]. 3
Only low-level evidence is available, supporting SWL or URS for the treatment of steinstrasse. 4

Recommendations Strength
rating
Treat steinstrasse associated with urinary tract infection/fever preferably with Weak
percutaneous nephrostomy.
Treat steinstrasse when large stone fragments are present with shock wave lithotripsy Weak
or ureteroscopy (in absence of signs of urinary tract infection).

5. Pengobatan pasien dengan Batu Residual

Pecahan batu dapat tersisa dan tertinggal di sakuran kemih, dari semua pasien
dengan batu residual membutuhkan tindakan kembali dalam 5 tahun. Terdapat
penelitian bahwa batu berukuran 2 cenderung dapat membesar (stone growth)
Intervensi dinajurkan apabila batu residual berukuran >5mm.

NCCT merupakan alat diagonsis terbaik untuk mendeteksi batu, akan tetapi untuk
mendiagnosis dan pertimbangan untuk pengobatan dati sisa pecahan batu maka
peningkatan pendeteksian batu harus seimbang dengan resiko radiasi yang
dialami pasien, dan lagi pemeriksaan dengan baik NCCT ataupun IVU dan US
yang dilakukan sehari atau seminggu setelah tindakan dapat menghasilkan hasil
false positive. Maka dianjurkan untuk melakukan pendeteksian batu residual 4
minggu setelah tindakan penghilangan batu.

Summary of evidence LE
To detect residual fragments after SWL, URS or PNL, deferred imaging is more appropriate 3
than immediate imaging post intervention.

Recommendation Strength
rating
Perform imaging after shock wave lithotripsy, ureteroscopy or percutaneous Strong
antegrade ureteroscopy to determine presence of residual fragments.

6. Penatalaksanaan Pada Kelompok Khusus

- Pasien dengan Kehamilan

Summary of evidence and guideline for the management of urinary stones and
related problems during pregnancy

Summary of evidence LE
Stent insertion seems to be more effective than conservative treatment in the management of 1b
symptomatic moderate to severe hydronephrosis during pregnancy.
Ureteroscopy is a reasonable alternative to avoid long-term stenting/drainage. 1a
There is a higher tendency for stent encrustation during pregnancy. 3
Recommendation Strength
rating
Treat all uncomplicated cases of urolithiasis in pregnancy conservatively (except Strong
when there are clinical indications for intervention).

- Pasien Anak - anak

Summary of evidence and guidelines for the management of stones in children


Summary of evidence LE
In children, the indications for SWL, URS and PNL are similar to those in adults. 1b
Recommendations Strength rating
Offer children with single ureteral stones less than 10 mm shock wave lithotripsy (SWL) if Strong
localisation is possible as first line option.
Ureteroscopy is a feasible alternative for ureteral stones not amenable to SWL. Strong
Offer children with renal stones with a diameter of up to 20 mm (~300 mm 2) SWL. Strong
Offer children with renal pelvic or calyceal stones with a diameter > 20 mm (~300 mm 2) Strong
percutaneous nephrolithotomy.
Retrograde renal surgery is a feasible alternative for renal stones smaller than 20 mm in Weak
all locations.
BAB III

PEMBAHASAN
Urolithiasis atau batu saluran kemih adalah suatu kondisi dimana dalam saluran
kemih individu terbentuk batu berupa kristal yang mengendap dari urin. Pasien HP ini
mengalami gejala khas dari obstruksi salran kemih. Pada tanggal 29 juli 2019 asien
HP ini mengalami beberapa gejala gangguan dari saluran kencing, yaitu

- Nyeri pinggang

- Rasa tidak tuntas setelah berkemih/Anyang - anyangan (Incomplete


Emptying).

Pada hasil anamnesis pasien, pasien mempunyai keluhan utama berupa nyeri
hilang timbul pada pinggang belakang bagian kiri menjalar hingga keperut dan paha.
Nyeri pinggang bersifat hilang timbul dan sudah dialami selama 3 tahun. Nyeri
tersebut juga disertai dengan perasaan tidak tuntas setelah berkemih. Disini dapat
disimpulkan bahwa pasien mengalami gejala adanya obstruksi dari saluran kemih.
Kesimpulan tersebut didukung dengan riwayat penyakit batu ginjal pasien
sebelumnya.

Nyeri pinggang yang dirasakan oleh pasien dapat berupa nyeri kolik atau non
kolik. Nyeri pinggang non kolik pasien dapat timbul akibat dari peregangan dari
kaliks ginjal pada hidroneprosis pasien. Sedangkan nyeri kolik yang pasien alami
setahun yang lalu dapat diakibatkan dari aktivitas peristaltik otot polos kalises
ataupun otot ureter yang meningkat dalam usahanya mengeularkan batudari saluran
kemih. Peningkatan peristaltik menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal
sehingga memberikan peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri.

Rasa tidak tuntas setelah berkemih yang pasien rasakan dapat diakibatkan dari
obstruksi pada saluran kemih yang dapat meningkatkan sensitivitas dari refleks
berkemih.

Pada Pemeriksaan fisik status lokalis pada regio flank sinistra didapatkan tanda
ballottement positif yang menandakan adanya kecurigaan terhadap pembesaran ginjal
minimal. Dari hasil Pemeriksaan penunjang CT scan didapatkan adanya hidronefrosis
kanan GR IV, Hasil pemeriksaan CT Urography didapatkan adanya batu ureter kiri.

Anda mungkin juga menyukai