KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Tn.H
Umur : 41 tahun
Alamat : Jatipadang
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 29 Juli 2019, Pukul 14.36 lewat Poli Bedah Urologi
No. RM : 133498
Jaminan : BPJS
II. ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA
Pasien Tn. H, 41 tahun, datang ke Poli Bedah Urologi RSUD Pasar Minggu
dengan keluhan nyeri bagian pinggang belakang kiri menyebar hingga
keabdomen bagian iliaka kiri hingga ke paha sejak 3 tahun yang lalu dan semakin
parah seminggu SMRS. Rasa nyeri disertai perasaan tidak tuntas setiap kali
berkemih, dan sering timbul rasa ingin berkemih. Pasien mengaku bahwa keluhan
sudah dialami sejak tahun 2016, tetapi keluhan dapat pasien abaikan, pada tahun
2018 pasien mengalami nyeri hebat pada pinggang kiri menyebar dari pinggang
belakang hingga abdomen dan paha. Dengan keluhan tersebut pada tahun 2018
pasien berobat ke rumah sakit Mintoharjo dan didiagnosis batu ginjal. Pasien
melalui pengobatan penghancuran batu dengan menggunakan laser di Mintoharjo,
Namun batu terlalu keras dan tidak hancur semua, maka diperlukan tindakan
operasi pengambilan batu, Kemudian pada bulan maret 2019 pasien kembali
mengeluhkan nyeri pinggang disertai rasa tidak tuntas usai berkemih, pasien
berobat kepuskesmas Perla Mampang dan dirujuk ke RSUD Pasar Minggu. Di
RSUD Pasar Minggu Pasien menjalani pemeriksaan dengan CT-Scan. Dari hasil
CT scan menunjukkan terdapatnya batu pada ureter kiri sebesar sekitar 5mm
disertai hidronefrosis grade 4. Urin berwarna kuning keruh, tidak terdapat pasir
ataupun darah. Gangguan BAK seperti aliran kencing yang lemah, kesulitan
untuk memulai kencing, disangkal BAB muntah, demam dan nyeri saat berkemih
disangkal.
- Riwayat penyakit ginjal diakui, pernah didiagnosis batu ginjal dirumah sakit
Mintoharjo.
- tidak ada
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Vital Sign :
B. STATUS LOKALIS
Pemeriksaan Ginjal :
Inspeksi : Massa (-), Buldging (-),
Palpasi : Ballotement (tidak teraba/+)
Perkusi : nyeri ketok CVA (-/-)
Pemeriksaan Buli :
Inspeksi : Jejas (-), Distensi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Pemeriksaan Genitalia eksterna :
(penis)
Inspeksi : pasien tampak sudah disunat, tidak ada eksoriasi, bleeding
(-), benjolan (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), benjolan (-)
(skrotum)
Inspeksi : kemerahan (-/-), udem (-/-), benjolan (-/-), vena (-/-)
Palpasi : nyeri tekan (-/-)
Hematologi
HEMATOLOGI
MCV 88 80-100 fL
MCH 29 26-34 pg
Limfosit 18 % 25-40%
Monosit 6% 2-8%
Eosinofil 4% 2-4%
Neutrofil 0% 3-5%
KIMIA KLINIK
VI. TERAPI
Persiapan Operasi :
- Puasa 6 jam
- Konsul paru untuk toleransi operasi dengan riwayat asma (+)
- Konsul jantung
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Saluran kemih terdiri dari: ginjal, pelvis renalis (pielum), ureter, buli-buli
(vesika urinaria), dan uretra. Dinding alat-alat saluran kemih mempunyai lapisan otot
yang mampu menghasilkan gerakan peristaltik.
2.1.2 Ureter
Berupa 2 saluran pipa yang bersambung dengan ginjal berjalan ke
kandung kemih (vesika urinaria). Panjang ureter ± 35-40 cm dengan diameter 3
mm.
Pembagian 3 segmen
- Abdominal segment bagian ureter sepanjang dari renal pelvis hingga
pelvic brim
- Pelvic segment bagian ureter sepanjang kurang lebih sepanjang 15
cm, dimulai dari pelvic inlet, hingga batas vesika urinaria.
- Intramural segment Segmen intramural ureter berjalan miring
melalui dinding kandung kemih, menjelang batas dinding kandung
kemih, ujung ureter dilapisi oleh lapisan otot waldeyer yang akan
menyatu dengan otot detrusor kandung kemih.
Pembagian 3 segmen berdasarkan batas sakrum
- Upper : Bagian ureter dari renal pelvis hingga batas atas sakrum
- Middle : Bagian ureter dari batas atas sakrum hingga batas bawah
sakrum.
- Lower : Bagian ureter dari batas bawah sakrum hingga VU
Ureter memiliki beberapa bagian yang cenderung lebih sempit
dibandingkan dengan lainnya yaitu :
- ureteropelvic junction
- persimpangan dengan iliac vessels
- the ureterovesical junction
2.1.3 Vesika Urinaria
Pada dasar buli-buli, kedua muara ureter dan meatus uretra internum
membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli. Buli-buli berfungsi
menampung urin dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra
dalam mekanisme berkemih. Kapasitas maksimal (volume) untuk orang dewasa +
350-450 ml. Kapasitas buli-buli pada anak menurut Koff: [Umur (tahun) + 2] x
30 ml.
Bila buli-buli terisi penuh, verteks dan dinding atas terangkat dan
membentuk suatu bantal yang lonjong dan pipih, yang dapat meluas sampai tepi
atas simfisis pubis. Selama kontraksi otot kandung kemih, ketika dikosongkan
selama berkemih, bentuknya menjadi bulat.
2.1.4 Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urin keluar
dari buli-buli melalui proses miksi. Panjang uretra wanita ± 3-5 cm dengan
diameter 8 mm, sedangkan panjang uretra pria dewasa ± 23-25 cm. Tonus otot
sfingter uretra eksterna dan tonus otot levator ani berfungsi mempertahankan agar
urin tetap berada di dalam buli-buli pada saat perasaan ingin miksi. Miksi terjadi
bila tekanan intravesika melebihi tekanan intrauretra akibat kontraksi otot
detrusor, dan relaksasi sfingter uretra eksterna.
2.2 Urolithiasis
2.2.1 Definisi
Urolithiasis adalah suatu kondisi dimana dalam saluran kemih individu terbentuk
batu berupa kristal yang mengendap dari urin (Mehmed & Ender, 2015). Sedangkan
menurut Grace dan Borley, Urolithiasis merupakan obstruksi benda padat pada
saluran kencing yang terbentuk karena faktor presipitasi endapan dan senyawa
tertentu. Urolithiasis merupakan kumpulan batu saluran kemih, namun secara rinci
ada beberapa penyebutannya. Berikut ini adalah istilah penyakit batu bedasarkan letak
batu antara lain (Prabawa & Pranata, 2014):
Nefrolithiasis disebut sebagai batu pada ginjal
Ureterolithiasis disebut batu pada ureter
Vesikolithiasis disebut sebagai batu pada vesika urinaria/ batu buli
Uretrolithisis disebut sebagai batu pada uretra
2.2.2 Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan -
keadaan lain yang yang masih belum terungkap (idiopatik).
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
batu saluran kemih pada seseorang. Faktor itu meliputi faktor Intrinsik (keadaan pada
tubuh seseorang) dan faktor ekstrinsik (pengaruh yang berasal dari lingkungan
disekitarnya).
Faktor Intrinsik :
Herediter : Penyakit ini diduga dapat diturunkan dari orang tuanya,
timbulnya batu saluran kemih pada usia muda maka pasien tersebut
memiliki resiko tinggi untuk pembentukan batu saluran kemih
Usia : Paling sering pada usia 30 - 50 tahun
Jenis Kelamin : Jumlah pasien laki - laki 3 kali lebih banyak
dibandingkan dengan pasien perempuan.
Penyakit Penyerta : Beberapa penyakit yang diderita pasien dapat
memicu pembentukan batu, seperti Hypoparatiroidisme, sindrom
metabolik, Nephrocalcinosis, Sarcoidosis, Neurogenic bladder, Tinggi
Asam urat, Infeksi Saluran Kemih
Kelainan Anatomis : Medullary sponge kidney (tubular ectasia),
Ureteropelvic junction (UPJ) obstruction, Calyceal diverticulum, calyceal
cyst, Ureteral stricture, Vesico-uretero-renal reflux, Horseshoe kidney,
Ureterocele.
Faktor Ekstrinsik :
Geografi : Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu
saluran kemih yang lebih tinggi, seperti pada di negara dengan standar
kehidupan yang tinggi seperti Swedia, Kanada atau di Amerika Serikat,
prevalensi batu ginjal sangat tinggi. Daerah daerah yang memiliki
prevalensi batu saluran kemih ini dikenal sebagai daerah Stone Belt
(Sabuk Batu).
Iklim dan temperatur
Asupan Air : Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran
kemih.
Diet : Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
Pekerjaan : Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kurang aktifitas.
Tidak terdapat penyebab pasti dari pembentukan batu saluran kemih, namun
berbagai teori muncul untuk menjelaskan pembentukan batu saluran kemih ini,
diantaranya :
Teori Supersaturasi/Nukleasi
Teori ini menjelaskan bahwa kejenuhan dari substansi pembentuk batu seperti
Sistin, Santin, Asam urat, Kalsium oksalat dapat mmempermudah terjadinya
kristalisasi dan kemudian menjadi batu.
Teori Matrix
Matriks akan merangsang pembentukan batu karena memacu penempelan partikel
pada matriks tersebut. Pada pembentukan urin seringkali terbentuk matriks yang
merupakan sekresi dari tubulus ginjal dan berupa protein (albumin, globulin dan
mukoprotein) dengan sedikit hexose dan hexosamine yang merupakan kerangka
tempat diendapkannya kristal-kristal batu.
Teori kurangnya faktor inhibitor
Batu saluran kemih terjadi akibat tidak adanya atau berkurangnya faktor inhibitor
(penghambat) yang secara alamiah terdapat dalam sistem urinaria dan berfungsi
untuk menjaga keseimbangan serta salah satunya adalah mencegah terbentuknya
endapan batu. Inhibitor yang dapat menjaga dan menghambat kristalisasi mineral
yaitu magnesium, sitrat, pirofosfat dan peptida. Penurunan senyawa penghambat
tersebut mengakibatkan proses kristalisasi akan semakin cepat dan mempercepat
terbentuknya batu (reduce of crystalize inhibitor).
Teori Retensi partikel
Perubahan pH akan memicu terbentuknya batu, urin asam akan mengendapkan
sistin, xantin, dan asam urat, sedangkan urin basa akan mengendapkan garam -
garam fosfat.
Teori Infeksi
Bakteri Urea Splitting agent membentuk batu amonium-magnesium-fosfat.
2.2.3 Klasifikasi
Batu saluran kemih biasa diklasifikasikan berdasarkan lokasi batu, ukuran, jenis
batu, dan X-ray characteristic.
Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Batu
Nephrolithiasis Batu Ginjal, batu dapat terdapat di Calyx
dan Renal Pelvis
Ureterolithiasis Batu Ureter, batu terdapat di proaximal,
distal ureter
Vesikolithiasis Batu Kandung Kemih
Uretrolithiasis Batu Uretra
Keluhan tergantung pada : letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi.
Berikut keluhan pasien dapat timbul:
- Hematuria
Keluhan yang paling sering dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang.
Nyeri ini dapat berupa nyeri kolik yang terjadi pada batu ureter diakibatkan oleh
peristaltik ureter untuk mengeluarkan batu, ataupun nyeri non kolik yang diakibatkan
peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis.
Batu yang terletak di distal ureter dirasakan oleh pasien nyeri saat kencing
(dysuria) atau sering kencing (Frequency).
Jika didapatkan demam harus dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan
kedaruratan bidang urologi.
Kejadian batu uretra terjadi karena penurunan batu dari vesika urinaria dapat
menimbulkan Intermittency hingga retensi urine. Batu yang berada diuretra anterior
seringkali dapat diraba oleh pasien seperti benjolan keras, dan dapat disertai nyeri.
2.2.5 Diagnosis
Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan Penunjang
Imaging study :
Summary of evidence LE
Non-contrast-enhanced CT is used to confirm stone diagnosis in patients with 1a
acute flank pain, as it is superior to IVU.
Enhanced CT enables 3D reconstruction of the collecting system, as well as 2a
measurement of stone density and skin-to-stone distance.
Recommendations Strength
rating
With fever or solitary kidney, and when diagnosis is doubtful, Strong
immediate imaging is indicated.
Following initial ultrasound assessment, use non-contrast-enhanced Strong
computed tomography to confirm stone diagnosis in patients with acute
flank pain.
Perform a contrast study if stone removal is planned and the anatomy Strong
of the renal collecting system needs to be assessed.
Laboratory Examination
Pemeriksaan biokimia serupa untuk semua pasien batu. Namun, jika tidak ada
intervensi yang direncanakan, pemeriksaan natrium, kalium, protein C-reaktif (CRP),
dan waktu pembekuan darah dapat dihilangkan.
Analisis batu harus dilakukan pada semua pasien penderita batu pertama kali,
dalam praktek klinis, analisis batu berulang harus dilakukan pada kasus :
Urine
Blood
Recommendations Strength
rating
Use ultrasound as the preferred method of imaging in pregnant women. Strong
In pregnant women, use magnetic resonance imaging as a second-line Strong
imaging modality.
In pregnant women, use low-dose computed tomography as a last-line Strong
option.
Anak-anak dengan batu kemih memiliki risiko kekambuhan yang tinggi; oleh
karena itu, prosedur diagnostik standar untuk pasien berisiko tinggi berlaku, termasuk
analisis batu yang valid. Gangguan non-metabolik yang paling umum memfasilitasi
pembentukan batu adalah refluks vesiko-ureter (VUR), obstruksi UPJ, kandung kemih
neurogenik, dan kesulitan berkemih lainnya.
Ketika memilih prosedur diagnostik untuk mengidentifikasi urolitiasis pada anak-
anak, harus diingat bahwa pasien ini mungkin tidak kooperatif, memerlukan anestesi,
dan mungkin sensitif terhadap radiasi.
Recommendations Strength
rating
Collect stone material for analysis to classify the stone type. Strong
2.2.7 Tatalaksana
Terapi konservatif hanya dilakukan apabila besar batu yang ditemukan hanya
sebesar < 5mm (0.5cm)
- Aktivitas fisik
Terapi Non bedah (Minimal Invasif) juga dapat dilakukan untuk penghilangan
batu.
Summary of evidence LE
Non-steroidal anti-inflammatory drugs are very effective in treating renal colic and are 1b
superior to opioids.
For symptomatic ureteral stones, stone removal as first-line treatment is a feasible option 1b
in selected patients.
Recommendations Strength
rating
*** Maximum single oral dose recommended 1000 mg, total daily dose up to 5000 mg, not recommended in
the last three months of pregnancy. For more information see: European Medicines Agency. EMA/853069/2018. 14
December 2018.
Obstruksi ginjal yang disertai dengan tanda tanda Infeksi saluran kemih (UTI)
dan/atau anuria merupakan emergensi urologi, maka dekompresi segera sering
dibutuhkan untuk mencegah komplikasi infeksi lebih lanjut pada ginjal yang
hidronefrosis sekunder akibat batu ginjal. Kini telah tersedia 2 metode dekompresi
urgensi pada obstruksi ginjal yaitu :
- Pemasangan stent ureter
Summary of evidence LE
For decompression of the renal collecting system, ureteral stents and percutaneous 1b
nephrostomy catheters are equally effective.
Recommendations Strength
rating
Urgently decompress the collecting system in case of sepsis with obstructing Strong
stones, using percutaneous drainage or ureteral stenting.
Delay definitive treatment of the stone until sepsis is resolved. Strong
Collect (again) urine for antibiogram test following decompression. Strong
Start antibiotics immediately (+ intensive care, if necessary). Strong
Re-evaluate antibiotic regimen following antibiogram findings. Strong
Obat Diuretik
Medikamentosa
Efek alkalinisasi dari tamsulosin juga dapat digunakan pada kasus batu asam urat
pada ureter.
Summary of evidence LE
Medical explusive therapy seems to be efficacious treating patients with ureteral stones 1a
who are amenable to conservative management. The greatest benefit might be among
those with > 5 mm (distal) stones.
Insufficient data exist to support the use of PDE-5 Inhibitors or corticosteroids in 2a
combination with α-blockers as an accelerating adjunct.
α-blockers increase stone expulsion rates in distal ureteral stones > 5 mm. 1a
A class effect of α-blockers has been demonstrated. 1a
Recommendation Strength
rating
Offer α-blockers as medical expulsive therapy as one of the treatment options Strong
for (distal) ureteral stones > 5 mm.
- ESWL
- Percutaneus Nephrolithotomy
Obesitas, skor BMI tinggi memiliki resiko anastesi yang tinggi dan
menurunkan keberhasilan tindakan ESWL
Kontraindikasi :
Kontraindikasi PCNL :
Kehamilan
ESWL adalah tindakan pemecahan batu saluran kencing (ginjal, ureter, dan
kandung kemih) dengan menggunakan gelombang kejut (shock wave) tanpa melalui
proses pembedahan sama sekali. Batu saluran kencing akan pecah menjadi fragmen
kecil sekali sehingga dapat keluar secara spontan bersama air kencing. Efek samping
yang sangat minimal.
Recommendations Strength
rating
Ensure correct use of the coupling agent because this is crucial for effective shock Strong
wave transportation.
Use proper analgesia because it improves treatment results by limiting pain-induced Strong
movements and excessive respiratory excursions.
In the case of infected stones or bacteriuria, prescribe antibiotics prior to SWL. Strong
The most effective lithotripsy system for flexible ureteroscopy is the Ho:YAG laser. 2a
Pneumatic and US systems can be used with high disintegration efficacy in rigid URS. 2a
Medical expulsion therapy following Ho:YAG laser lithotripsy increases SFRs and 1b
reduces colic episodes.
Recommendations Strength
rating
Use holmium: yttrium-aluminium-garnet (Ho:YAG) laser lithotripsy for (flexible) Strong
ureteroscopy (URS).
Perform stone extraction only under direct endoscopic visualisation of the stone. Strong
Pre-stenting facilitates URS and improves outcomes of URS (in particular for renal Strong
stones).
Offer medical expulsive therapy for patients suffering from stent-related symptoms Strong
and after
Ho:YAG laser lithotripsy to facilitate the passage of fragments.
Use percutaneous antegrade removal of ureteral stones as an alternative when shock Strong
wave lithotripsy (SWL) is not indicated or has failed, and when the upper urinary
tract is not amenable to retrograde URS.
Use flexible URS in case percutaneous nephrolithotomy or SWL are not an option Strong
(even for stones > 2 cm). However, in that case there is a higher risk that a follow-up
procedure and placement of a ureteral stent may be needed.
Adalah usaha mengeluarkan batu yang berada didalam saluran ginjal dengan cara
memasukkan alat ensdoskopi kesistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu
kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen kecil.
1. Batu Ureter
a) Konservatif/Observasi
Ini dilakukan pada pasien tanpa komplikasi seperti infeksi, atau gangguan pada
ginjal. Batu ureter dengan ukuran 4mm - 6mm dan batu dengan ukuran tersebut
diperkirakan dapat keluar sendiri (Passing stone).
b) MET
Pengobatan ini dapat dipilih untuk pasien yang tidak diindikasikan untuk operasi
removal aktif. Metode ini dapat mengeluarkan batu sebesar 3-10 mm.
Obstruksi persisten
Summary of evidence LE
Observation is feasible in informed patients who develop no complications (infection, 1a
refractory pain, deterioration of renal function).
Medical expulsive therapy seems to be efficacious treating patients with ureteral stones 1a
who are amenable to conservative management. The greatest benefit might be among
those with > 5 mm (distal) stones.
Compared with SWL, URS was associated with significantly greater SFRs up to four 1a
weeks, but the difference was not significant at three months in the included studies.
Ureteroscopy was associated with fewer retreatments and need for secondary 1a
procedures, but with a higher need for adjunctive procedures, greater complication rates
and longer hospital stay.
In the case of severe obesity, URS is a more promising therapeutic option than SWL. 2b
Recommendations Strength
rating
In patients with newly diagnosed small* ureteral stones, if active removal is not Strong
indicated (Section 3.4.9.3), observe patient initially with periodic evaluation.
Offer α-blockers as medical expulsive therapy as one of the treatment options Strong
for (distal) ureteral stones > 5 mm.
Inform patients that ureteroscopy (URS) has a better chance of achieving stone- Strong
free status with a single procedure.
Inform patients that URS has higher complication rates when compared to Strong
shock wave lithotripsy.
In cases of severe obesity use URS as first-line therapy for ureteral (and renal) Strong
stones.
a) Konservatif/Observasi
Pada beberapa penelitian menyarankan untuk dilakukan observasi pada batu pada
kalises ginjal asimtomatik. Intervensi dilakukan apabila terdeteksi adanya
pertumbuhan dari besar batu hingga batu menjadi > 5mm.
Stone growth;
Permintaan pasien
Summary of evidence LE
It is still debatable whether renal stones should be treated, or whether annual follow-up is 4
sufficient for asymptomatic calyceal stones that have remained stable for six months.
Although the question of whether calyceal stones should be treated is still unanswered, stone 3
growth, de novo obstruction, associated infection, and acute and/or chronic pain are indications
for treatment.
Recommendations Strength
rating
Follow-up periodically in cases where renal stones are not treated (initially after six Strong
months then yearly, evaluating symptoms and stone status [either by ultrasound,
kidney-ureter bladder radiography or computed tomography]).
Offer active treatment for renal stones in case of stone growth, de novo obstruction, Weak
associated infection, and acute and/or chronic pain.
Assess comorbidity and patient preference when making treatment decisions. Weak
Offer shock wave lithotripsy (SWL) and endourology (percutaneous nephrolithotomy Strong
[PNL], retrograde renal surgery [RIRS]) as treatment options for stones < 2 cm within
the renal pelvis and upper or middle calices.
In case PNL is not an option, treat larger stones (> 2 cm) with flexible ureteroscopy or Strong
SWL. However, in such instances there is a higher risk that a follow-up procedure and
placement of a ureteral stent may be needed.
For the lower pole, perform PNL or RIRS, even for stones > 1 cm, as the efficacy of Strong
SWL is limited (depending on favourable and unfavourable factors for SWL).
3. Laparoscopic and Open Surgery
4. Steinterasse
Summary of evidence LE
Medical expulsion therapy increases the stone expulsion rate of steinstrasse [352]. 1b
Ureteroscopy is effective for the treatment of steinstrasse [354]. 3
Only low-level evidence is available, supporting SWL or URS for the treatment of steinstrasse. 4
Recommendations Strength
rating
Treat steinstrasse associated with urinary tract infection/fever preferably with Weak
percutaneous nephrostomy.
Treat steinstrasse when large stone fragments are present with shock wave lithotripsy Weak
or ureteroscopy (in absence of signs of urinary tract infection).
Pecahan batu dapat tersisa dan tertinggal di sakuran kemih, dari semua pasien
dengan batu residual membutuhkan tindakan kembali dalam 5 tahun. Terdapat
penelitian bahwa batu berukuran 2 cenderung dapat membesar (stone growth)
Intervensi dinajurkan apabila batu residual berukuran >5mm.
NCCT merupakan alat diagonsis terbaik untuk mendeteksi batu, akan tetapi untuk
mendiagnosis dan pertimbangan untuk pengobatan dati sisa pecahan batu maka
peningkatan pendeteksian batu harus seimbang dengan resiko radiasi yang
dialami pasien, dan lagi pemeriksaan dengan baik NCCT ataupun IVU dan US
yang dilakukan sehari atau seminggu setelah tindakan dapat menghasilkan hasil
false positive. Maka dianjurkan untuk melakukan pendeteksian batu residual 4
minggu setelah tindakan penghilangan batu.
Summary of evidence LE
To detect residual fragments after SWL, URS or PNL, deferred imaging is more appropriate 3
than immediate imaging post intervention.
Recommendation Strength
rating
Perform imaging after shock wave lithotripsy, ureteroscopy or percutaneous Strong
antegrade ureteroscopy to determine presence of residual fragments.
Summary of evidence and guideline for the management of urinary stones and
related problems during pregnancy
Summary of evidence LE
Stent insertion seems to be more effective than conservative treatment in the management of 1b
symptomatic moderate to severe hydronephrosis during pregnancy.
Ureteroscopy is a reasonable alternative to avoid long-term stenting/drainage. 1a
There is a higher tendency for stent encrustation during pregnancy. 3
Recommendation Strength
rating
Treat all uncomplicated cases of urolithiasis in pregnancy conservatively (except Strong
when there are clinical indications for intervention).
PEMBAHASAN
Urolithiasis atau batu saluran kemih adalah suatu kondisi dimana dalam saluran
kemih individu terbentuk batu berupa kristal yang mengendap dari urin. Pasien HP ini
mengalami gejala khas dari obstruksi salran kemih. Pada tanggal 29 juli 2019 asien
HP ini mengalami beberapa gejala gangguan dari saluran kencing, yaitu
- Nyeri pinggang
Pada hasil anamnesis pasien, pasien mempunyai keluhan utama berupa nyeri
hilang timbul pada pinggang belakang bagian kiri menjalar hingga keperut dan paha.
Nyeri pinggang bersifat hilang timbul dan sudah dialami selama 3 tahun. Nyeri
tersebut juga disertai dengan perasaan tidak tuntas setelah berkemih. Disini dapat
disimpulkan bahwa pasien mengalami gejala adanya obstruksi dari saluran kemih.
Kesimpulan tersebut didukung dengan riwayat penyakit batu ginjal pasien
sebelumnya.
Nyeri pinggang yang dirasakan oleh pasien dapat berupa nyeri kolik atau non
kolik. Nyeri pinggang non kolik pasien dapat timbul akibat dari peregangan dari
kaliks ginjal pada hidroneprosis pasien. Sedangkan nyeri kolik yang pasien alami
setahun yang lalu dapat diakibatkan dari aktivitas peristaltik otot polos kalises
ataupun otot ureter yang meningkat dalam usahanya mengeularkan batudari saluran
kemih. Peningkatan peristaltik menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal
sehingga memberikan peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri.
Rasa tidak tuntas setelah berkemih yang pasien rasakan dapat diakibatkan dari
obstruksi pada saluran kemih yang dapat meningkatkan sensitivitas dari refleks
berkemih.
Pada Pemeriksaan fisik status lokalis pada regio flank sinistra didapatkan tanda
ballottement positif yang menandakan adanya kecurigaan terhadap pembesaran ginjal
minimal. Dari hasil Pemeriksaan penunjang CT scan didapatkan adanya hidronefrosis
kanan GR IV, Hasil pemeriksaan CT Urography didapatkan adanya batu ureter kiri.