Tumor mediastinum adalah tumor yang berada di rongga mediastinum yaitu rongga
yang berada diantara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri,
pembuluh darah vena, trakea, kelenjer timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjer getah bening dan
salurannya.1,2,3 Rongga mediastinum ini sempit dan tidak dapat diperluas, maka pembesaran
tumor dapat menekan organ di dekatnya dan dapat menimbulkan kegawatan yang mengancam
jiwa. Kebanyakan tumor mediastinum tumbuh lambat sehingga sering pasien datang setelah
tumor cukup besar disertai keluhan dan tanda penekanan tumor terhadap organ sekitarnya.2,3
Tumor mediastinum terdiri dari tumor neurogenik, thymic, lymphoma, germ cell
tumours, aneurysms, mesenchymal tumour, endocrine tumours, cysts, hernias and
dikutip dari PDPI
lymphasenopathy. Insiden tumor sel germinal 1 % sampai 4 % dari semua jenis
2
tumor mediastinum. Teratoma termasuk jenis germ cell tumors, yang merupakan suatu jenis
neoplasma yang berisi berbagai elemen jaringan lapisan embrionik. Tidak ada perbedaan jenis
kelamin untuk predisposisi tumor ini. Insiden teratoma belum diketahui secara pasti. Keluhan
yang muncul nyeri dada, batuk, sesak nafas yang berhubungan dengan efek mekanik dari masa
tumor.3,4 Biasanya teratoma di mediastinal anterior, tapi kecil dari 3 % sampai 5 % bisa terdapat
5
di mediatinal posterior. Penatalaksanaan tergantung jenis sel teratoma, imatur (ganas) atau
matur (jinak).
Data frekuensi tumor mediastinum di Indonesia antara lain di SMF Bedah toraks RS
Persahabatan Jakarta dan RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Pada tahun 1970 – 1990 di RS
Persahabatan dilakukan operasi bedah toraks terhadap 137 kasus, jenis tumor yang ditemukan
adalah 32,2 % teratoma, 24 % timoma, 8 % tumor syaraf, 4,3 % limfoma. Data RSUD dr.
Soetomo menjelaskan lokasi tumor pada mediastinum anterior 67% kasus, mediastinum medial
29% dan mediastinum posterior 25,5% kasus. dikutip dari 1
1
ILUSTRASI KASUS
Tn Riski, laki – laki, usia 16 tahun, pekerjaan seorang pelajar datang ke IGD RS
Paru dr. H. A. Rotinsulu pada tanggal 18 Juni 2012 dengan keluhan sesak nafas yang
dirasakan memberat sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, dan dirasakan
bertambah berat sejak 3 hari yang lalu, mengi tidak ada. Pasien tidak bisa tidur
telentang, batuk lama lebih 3 minggu, hilang timbul dengan dahak kekuningan. Batuk
darah tidak ada. Nyeri dada tidak ada. Demam tidak ada, keringat malam sejak 3 minggu
yang lalu. Penurunan nafsu makan tidak ada, penurunan berat badan tidak ada. Buang air
besar dan buang air kecil biasa. Riwayat merokok 6 batang perhari dengan IB ringan.
Riwayat pengobatan obat anti tuberkulosis disangkal.
2
Tabel 1. Hasil laboratorium tanggal 18 Juni 2012
Darah Analisa gas darah
HB : 15,8 g/dl pH : 7,49
Leukosit : 13.100 / mm3 PCO2 : 22 mmHg
Trombosit : 689.000/mm3 PO2 : 68mmHg
Hematokrit : 46% HCO3- : 16,8 mmol.L
GDS : 66 mg/dl BE : -3,9 mmol/L
SO2 : 95,5%
Kesan : leukositosis dan hipoksemia ringan.
Pasien didiagnosis dengan efusi pleura kanan ec suspek TB, dengan diferensial
diagnosis dengan amubiasis dan keganasan. Di IGD dilakukan prouf dan pungsi cairan
pleura kanan, keluar cairan warna merah tengguli, volume 600 cc, dihentikan karena os
batuk. Pasien post pungsi, keadaan baik, kemudian dilakukan foto toraks post pungsi.
Pasien dirawat, direncanakan biopsi pleura dan pasang WSD. Diberikan terapi oksigen
2-3 liter/menit, ceftriaxon 1 x 2 gram IV, metronidazol drip 3 x 500 mg, gentamisin 1x
160 mg IM, asam mefenamat 3x 500 mg, ambroksol 3 x 30 mg, injeksi ranitidine 2 x 1
ampul IV.
Pada tanggal 19 Juni 2012, dilakukan biopsi pleura dan pemasangan WSD, kemudian
dilakukan foto toraks post pemasangan WSD.
3
Tabel 2. Hasil laboratorium selama perawatan :
Hasil sitologi cairan pleura : peradangan kronis pada cairan pleura ec mixed
infection (mycobacterium dan infeksi sekunder). Histopatologi jaringan pleura : pleuritis
kronis ec mixed infection (mycobacterium dan infeksi sekunder).
Berdasarkan hasil biopsi dan sitologi cairan pleura ini, diberikan obat anti
tuberkulosis (OAT) kategori I dengan dosis rifampisin 1x 450 mg, INH 1x 300 mg,
pirazinamid 1x 1000 mg, etambutol 1x 1000 mg.
A B C D
Keterangan :
A. Foto toraks waktu pasien masuk (sebelum pungsi cairan pleura) 18 Juni 2012
B. Foto toraks post pungsi cairan pleura 600 cc 18 Juni 2012
C. Foto toraks post pasang WSD 19 Juni 2012
D. Foto toraks post torakotomi ekplorasi dan dekortikasi 12 Juli 2012
4
Spirometri dengan hasil severe restriction.
Hasil bronkoskopi : kesan penyempitan lobus atas, medius dan bawah paru kanan, tidak
tampak masa tumor. Hasil sitologi sikatan dan bilasan bronkus : tidak ditemukan sel
tumor ganas pada sediaan bilasan dan sikatan bronkus.
Hasil bronkoskopi : kesan stenosis kompresi bronkus utama kanan sampai ke lobus
intermedius.
5
Hasil kultur mikroorganisme bilasan bronkus dengan kuman pseudomonas spp, sensitive
dengan ceftriaxon, amoksisilin, sulfametoksazol, resisten dengan cifixime, cefotaksim,
ciprofloksasin, levofloksasin, kanamisin. Antibiotika yang diberikan telah sesuai kultur
yaitu ceftriaxon 1x2 gram dan di konsulkan ke rehabilitasi medik untuk latihan nafas.
Sediaan dari dinding masa tumor terdiri dari jaringan ikat yang bersebukan sel
radang limfosit dan histiosit disertai bendungan pembuluh darah. Tampak
jaringan lemak mature. Tidak ditemukan sel tumor ganas
Sediaan terdiri dari masa nekrotik dan bekuan darah, tampak pula sel limfosit
dan eosinofil. Tidak ditemukan sel ganas.
Sediaan dari dalam tumor terdiri dari keping – keping masa keratin dan bekuan
darah
Kesimpulan : sesuai dengan tanda teratoma pada mediastinum anterior.
Derajat maturitas belum dapat ditentukan ( ditentukan setelah sampling seluruh
masa tumor )
Pasien direncanakan untuk tindakan torakotomi ulang dengan reseksi komplit sehingga
bisa ditentukan matur atau imatur jenis tumor teratoma ini, kerena dengan hasil patologi
anatomi yang sebelumnya tidak bisa diambil kesimpulan matur atau imatur. Jika jelas
perbedaannya, maka bisa direncanakan untuk terapi selanjutnya apakah hanya bedah
atau dilanjutkan dengan kemoterapi atau radiasi.
DISKUSI
6
kegawatan teratasi. Hal penting yang harus diingat adalah jangan sampai tindakan
emergensi tersebut menghilangkan kesempatan untuk mendapatkan jenis sel tumor yang
dibutuhkan untuk memutuskan terapi yang tepat.1,3,4
Pada ilustrasi kasus didapatkan keluhan sesak nafas yang makin lama makin
bertambah berat, sehingga os tidak bisa tidur telentang. Keluhan lainnya adalah batuk
yang hilang timbul disertai dahak yang purulen. Pada pasien ini tidak terdapat keluhan
nyeri dada, disfagi, suara serak ataupun SVCS. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
frekuensi nafas yang meningkat disertai takikardi dan os tidak bisa tidur telentang. Pada
pemeriksaan fisik paru ditemukan hemitoraks kanan lebih cembung, pergerakan kanan
tertinggal, vokal fremitus kanan melemah dan suara nafas menghilang di seluruh
hemitoraks kanan. Hal ini sesuai dengan tanda – tanda efusi pleura kanan.
Pada pemeriksaan foto toraks PA dan lateral sudah dapat menentukan lokasi
tumor anterior, medial atau posterior, tetapi pada ukuran tumor yang besar akan sulit
menentukan lokasi yang pasti. Pemeriksaan CT Scan toraks dapat mendeskripsikan
kelainan tumor secara lebih baik dan dengan kemungkinan untuk menentukan perkiraan
7
jenis tumor. Pemeriksaan ini bisa membantu pelaksanaan pengambilan bahan untuk
pemeriksaan sitologi. 1,3,4
8
Pada pasien ini didapatkan hasil sitologi cairan pleura : peradangan kronis pada
cairan pleura ec mixed infection (mycobacterium dan infeksi sekunder). Histopatologi
jaringan pleura : pleuritis kronis ec mixed infection (mycobacterium dan infeksi
sekunder). Berdasarkan hasil biopsi dan sitologi cairan pleura ini, diberikan obat anti
tuberkulosis (OAT) kategori I dengan dosis rifampisin 1x 450 mg, INH 1x 300 mg,
pirazinamid 1x 1000 mg, etambutol 1x 1000 mg dan antibiotika tetap diteruskan. Pada
follow up foto toraks didapatkan gambaran hidropneumotoraks dan paru belum juga
kembang. Dilakukan torakotomi ekplorasi dan dekortikasi. Sebelum dilakukan tindakan
bedah ini, terlebih dahulu dilakukan spirometri dengan hasil severe restriction dan
bronkoskopi dengan hasil penyempitan selruh percabangan bronkus kanan mulai dari
bronkus utama kanan. Hasil sitologi bilasan dan sikatan : tidak ditemukan sel tumor
ganas pada sediaan bilasan dan sikatan bronkus. Hasil kultur bilasan bronkus ditemukan
kuman pseudomonas spp yang sensitif dengan ceftriaxon, amoksisilin, sulfametoksazol,
resisten dengan cifixime, cefotaksim, ciprofloksasin, levofloksasin, kanamisin. Pada
torakotomi ekplorasi didapatkan masa tumor di daerah mediastinum anterior dan diambil
jaringan tumor untuk diperiksa histopatologi. Hasil histopatologi, ditemukan jenis
teratoma tapi tidak bisa dibedakan antara mature atau immature. Hasil bronkoskopi post
torakotomi, didapatkan hasil masih terdapat stenosis mulai dari bronkus utama kanan
sampai trunkhus intermedius.
Tumor sel germinal merupakan bagian dari tumor mediastinum. Tumor sel
germinal ini sekitar 20% dari semua tumor anterior tumor mediastinum. Tumor ini
termasul teratoma benign (mature) dan immature (maligna), seminoma dan
nonseminomatous maligna. Mengenai insiden teratoma sendiri belum diketahui secara
pasti.2 Tetapi pada literature lain menyebutkan sekitar 60 – 70% kasus tumor sel
germinal adalah teratoma. 6
9
Tabel 3. Pembagian teratoma dikutip dari 2
10
meningkat pada jenis nonseminoma maligna sel germinal pada 80-90% pasien. Pada
benign sel germinal seperti teratoma mature tidak ditemukan peningkatan AFT dan b-
HCG sehingga kedua marker ini bisa dipakai untuk alat ukur diagnostik untuk
membedakan ganas atau jinak. Pada teratoma ganas, direkomendasikan pilihan terapi
reseksi dilanjutkan dengan kemoterapi. Angka harapan hidup 5 tahun tidak sampai
50%.2,3,8 Pada kepustakaan lain disebutkan pilihan terapi reseksi bedah dikombinasikan
dengan kemoterapi dan radiasi tergantung pada tipe komponen maligna tumor.
Prognosisnya buruk.4,8
Pada ilustrasi kasus didapatkan hasil histologi jaringan tumor suatu teratoma, tapi
tidak bisa dibedakan antara matur (jinak) atau imatur (ganas). Untuk itu masih
diperlukan lagi upaya diagnostic lain yaitu torakotomi ulang dengan komplit reseksi atau
pemeriksaan biomarker tumor yaitu AFT atau HCG. Karena tidak tersedianya fasilitas
untuk pemeriksaan biomarker maka pilihannya adalah torakotomi dengan komplit
reseksi.
11
DAFTAR PUSTAKA
12