Anda di halaman 1dari 19

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA KASUS BESAR

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2019


UNIVERSITAS HALU OLEO

PHTISIS BULBI + KERATOPATHY BULOSA OKULI SINISTRA

Oleh :
Christine Firsta Vella
K1A1 13 145

Pembimbing :
dr. Nevita Yonnia Ayu Soraya, Sp. M.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
BAB I

LAPORAN KASUS

A. IdentitasPasien

Nama : Tn. M

Umur : 62 tahun

Pekerjaan : Pensiunan

Alamat : Puwatu

JenisKelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Tanggal Berobat : 13 Mei 2019

No. Register : 083321

DokterMudaPemeriksa : Christine Firsta Vella

B. Anamnesis

Keluha utama: Sulit melihat pada mata kiri

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke poliklinik dengan keluhhan mata kiri sulit melihat

sejak ± 4 bulan lalu. Pasien mengatakan bahwa penglihatan mulai terganggu

sejak ≥ 10 tahun lalu dan semakin memburuk. Pasien juga mengeluhkan mata

kiri kadang terasa nyeri dan berair. Tidak ada keluhan keluar sekret pada mata

ataupun mata merah.

2
 Riwayat penyakit yang sama sebelumnya (-)

 Riwayat penggunaan kacamata (-)

 Riwayat penyakit lain : hipertensi (-), diabetes mellitus (-)

 Riwayat merokok (-)

 Riwayat trauma pada mata (+) sekitar ≥ 10 tahun lalu, pasien mengaku

pernah mengalami kecelakaan lalu lintas dan mmengalami trauma

pada mata kiri. Pasien emmpat dirawat di RS dengan mata bengkak

dan sulit melihat. Sejak saat itu, penglihatan pada mata kiri pasien

mulai menurun.

 Riwayat penyakit keluarga (-)

 Riwayat pengobatan sebelumnya : (-)

C. PemeriksaanFisik

1. Status present

Keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis, status gizi kesan baik.

2. Status ophtalmologis

a. Inspeksi

Pemeriksaan OD OS

Ptosis (-), Edema (-), Hiperemis (-) Ptosis (-), Edema (-), Hiperemis(-)
Palpebra
Sekret (-) Sekret (-)
Sekret
Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
App. Lakrimalis
Madarosis (-),Sikatrik (-) Madarosis (-), Sikatrik (-)
Silia
Edema (-), Hiperemis (-) Edema (-), Hiperemis (-)
Konjungtiva
Bergerak kesegala arah Bergerak kesegala arah

3
Mekanisme

muscular bola mata

Kornea Edema (-), Ulkus (-) Edema (+), Ulkus (-)

Bilikmatadepan Kesan normal Kesan normal

Iris Coklat, kripte (+) Sulit dinilai

Pupil Bulat, Sentral, Diameter 2,5 mmRC Sulit dinilai

(+) Keruh

Lensa Jernih

b. Palpasi

Pemeriksaan OD OS

Tensi Okuler N Menurun (-1)

Nyeri Tekan Kesan (-) Kesan (+)

Massa Tumor Kesan (-) Kesan (-)

Glandula Periaurikuler Pembesaran (-) Pembesaran (-)

c. Tonometri : Tidak dilakukan pemeriksaan

d. Visus : VOD (6/12) VOS (1/~)

e. Penyinaran Obliq

Pemeriksaan OD OS

Konjungtiva Edema (-), Hiperemis (-) Edema (-), Hiperemis (-)

Kornea Jernih Tidak dapat dinilai

Bilikmatadepan Kesan Normal Tidak dapat dinilai

4
Iris Coklat, kripte (+) Tidak dapat dinilai

Pupil Bulat, Sentral, Diameter Tidak dapat dinilai

2,5 mm, RC(+)

Lensa Jernih Keruh

f. Campus Visual : Tidak dilakukan pemeriksaan

g. Colour Sense : Tidak dilakukan pemeriksaan

h. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan

i. Slit Lamp : Palpebra spasm (-/-), silia secret (-/-), konjungtiva

hiperemis (-/-), Kornea jernih (+/-), BMD (normal/sulit dinilai) iris coklat

kripte (+/sulit dinilai), pupil bulat isokor (sulit 2,5mm/sulit dinilai), RC

(+/-), lensa jernih (+/-)

j. Pemeriksaan biometri teknik aplanasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

k. Laboratorium : Tidak dilakukan pemeriksaan

D. Foto Klinis Pasien

5
E. Resume

Tn. M, 62 tahun, datang dengan keluhan sulit melihat pada mata kiri. sejak ±

4 bulan lalu. Pasien mengatakan bahwa penglihatan mulai terganggu sejak ≥

10 tahun lalu dan semakin memburuk. Pasien juga mengeluhkan mata kiri

kadang terasa nyeri dan berair. Tidak ada riwayat penyakit mata yang sama

sebelumnya. Riwayat trauma pada mata (+) sekitar ≥ 10 tahun lalu, pasien

mengaku pernah mengalami kecelakaan lalu lintas dan mmengalami trauma

pada mata kiri. Pasien emmpat dirawat di RS dengan mata bengkak dan sulit

melihat. Sejak saat itu, penglihatan pada mata kiri pasien mulai menurun.

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis,

status gizi kesan baik. Pada pemeriksaan opthalmologis didapatkan saat

inspeksi: kornea OS edema, lensa OS keruh, Iris dan pupil OS sulit dinilai,

VOD 6/12 dan VOS 1/~.

F. Diagnosis

Phtisis Bulbi + Keratopathy Bulosa Okuli Sinistra

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien ini yaitu medikamentosa

berupa Lyters MD 4 x 1 gtt OS dan Neurobion tab 1 x 1.

H. Prognosis

Advitam : Dubia ad bonam

Adfungsionam : Dubia ad malam

Adsanationam : Dubia ad malam

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi

Mata merupakan salah satu alat indera pada manusia yang berfungsi untuk

melihat. Secara konstan, mata menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk,

memusatkan perhatian dan fokus pada obyek yang terletak dekat maupun jauh

dari mata serta mengirmkan sinyal ke otak untuk diterjemahkan. Mata terdiri dari

banyak struktur dengan fungsinya masing-masing. Anatomi mata dari luar terdiri

dari palpebra, konjunctiva, sklera, kornea, kamera okuli anterior, pupil, uvea,

kamera okuli posterior, iris, lensa mata, badan vitreus, retina dan saraf optiki.

Uraian singkat mengenai fungsi dari struktur mata adalah sebagai berikut :

a. Palpebra : memiliki fungsi melindungi bola mata serta mengeluarkan

sekresi kelenjar yang membentuk film air mata didepan kornea. Palpebra

merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata

terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata.

b. Konjunctiva : merupakan membran yang menutupi sklera dan bagian

belakang dari kelopak mata. Konjunctiva mengandung kelenjar musin

yang dihasilkan oleh sel Goblet yang bersifat membasahi bola mata

terutama kornea. Terdiri dari epitel berlapis nonkeratin sehingga memiliki

peran terhadap penyerapan berbagai macam obat pada pengobatan topikal

mata.

c. Sklera : merupakan bagian putih dari mata yang kuat yang 5/6 bagian

posteriornya terdiri dari lapisan serat kolagen dan pada bagian anterior

7
terdapat kornea. Bagian limbus (batas antara kornea dan sklera)

merupakan substantia propria dari kornea (stroma).

d. Kornea : merupakan struktur transparan yang membentuk kubah yang

membungkus iris, pupil, dan bilik anterior serta membantu memfokuskan

cahaya. Kornea terdiri dari 5 lapisan. Lapisan tersebut antara lain lapisan

epitel, lapisan Bowman, stroma, membran Descement dan lapisan endotel.

e. Pupil : celah pada iris. Pupil dapat berdilatasi (midriasis) dan bermiosis

(mengecil) sebagai respon penyesuaian pencahayaan.

f. Uvea : terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Antara sklera dan uvea

terdapat ruang potensial yang mudah dimasuki darah bila terjadi

pendarahan suprakoroid. Pada iris terdapat pigmen yang memberi warna

pada mata, dan pupil yang memiliki 3 susunan otot. Otot dilatator

dipersyarafi oleh simpatis, sfingter iris dan otot siliar di persyarafi oleh

parasimpatis. Otot siliar yang terdapat pada badan siliar berfungsi untuk

menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor) yang merupakan sumber

zat-zat untuk metabolisme lensa mata yang avaskular.

g. Akuos humor, merupakan cairan jernih yang dihasilkan oleh epitel korpus

siliaris yang tidak berpigmen, yang mengisi kamera okuli anterior atau

bilik mata depan dan kamera okuli posterior atau bilik mata belakang.

Volumenya sekitar 250 mikroliter dan kecepatan pembentukannya

bervariasi diurnal sekitar 2-3 mikroliter/menit. Akuos humor penting

sebagai sistem pengganti vaskular bagi bagian mata seperti kornea dan

8
lensa dan sirkulasinya berpengaruh pada tekanan intraokular yang penting

bagi pertahanan struktur dan penglihatan mata.

Gambar 1. Anatomi Bola Mata

h. Lensa mata, merupakan struktur berbentuk cakram bikonveks yang dapat

menebal dan menipis pada saat berakomodasi. Epitel lensa akan

membentuk serat lensa terus menerus sehingga membentuk nukleus lensa

di bagian tengah sehingga bagian tengah lensa merupakan bagian yang

paling tertua.

i. Badan vitreus, merupakan struktur bersifat semi cair yang mengandung

90% air sehingga tidak dapat lagi menyerap air. Struktur ini berfungsi

untuk mempertahankan bola mata agar tetap bulat dan mengisi ruangan

untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina.

j. Retina atau selaput jala, merupakan struktur atau bagian mata yang

mengandung reseptor yang menerima rangsangn cahaya.

9
B. Ptisis Bulbi

1. Definisi Ptisis Bulbi

Merupakan suatu keadaan dengan gambaran klinis berupa perlunakan dari

bola mata, penurunan tekanan intraokular dengan kornea yang tampak

keruh dan rata serta tidak memiliki fungsi untuk melihat. Ptisis bulbi juga

didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana bola mata mengecil, tidak bisa

melihat, atau keadaan tidak berfungsinya mata. Kondisi ini merupakan

kondisi akhir dari penyakit pada mata yang tidak dapat diperbaiki lagi

2. Etiologi

Ptisis bubi merupakan keadaan akhir dari sejumlah penyakit okular dengan

penyebab yang bervariasi. Penyebab terbanyak adalah peradangan non

infeksi (28%), infeksi (23%), trauma benda tajam (17%), trauma benda

tumpul (9%), post tindakan pembedahan atau operasi (9%).

3. Faktor Resiko

Faktor resiko yang penting dan berperan dalam terjadinya ptisis bulbi

adalah :

a. Kelainan kongenital anatomi bola mata sejak lahir seperti

mikropthalmia, anopthalmia.

b. Kegagalan prosedur pembedahan seperti operasi katarak, glaukoma

dan retina.

c. Trauma pada mata seperti penetrasi benda tajam, trauma tumpul,

trauma kimia dan trauma suhu.

d. Infeksi dan inflamasi seperti keratitis, uveitis dan endoftalmitis.

10
e. Keganasan intraokular seperti melanoma koroidal, retinoblastoma.

4. Patomekanisme

Hipotonia atau penurunan tekanan intraokular pada bola mata

merupakan mekanisme yang paling umum yang terjadi pada ptisis bulbi.

Akuos humor dihasilkan oleh sel epitel non pigmen dari korpus siliaris.

Cairan ini tidak mengandung protein (protein-free fluid) yang menopang

nutrisi struktur internal bola mata seperti lensa dan kornea. Tidak

terdapatnya protein pada cairan ini disebabkan karena adanya blood-aquos

barrier yang dibentuk oleh hubungan yang erat antara sel-sel epitel non

pigmen dari korpus siliar sehingga tidak memungkinkan protein yang

memiliki berat molekul besar untuk lewat pada saat proses pembentukan

akuos humor terjadi.

Jumlah dan kualitas dan kejernihan dari cairan ini harus tetap sehingga

tekanan intraokular teraga dan fungsi penglihatan tidak terganggu. Korpus

siliaris dan blood-aquos barrier harus dalam keadaan baik dan optimal

untuk tujuan tersebut. Insufsiensi atau kekurangan cairan ini dapat terjadi

ada keadaan kerusakan corpus siliaris karena tindakan pembedahan,

trauma, robekan siliokoroidal, peningkatan pengeluaran akuos humor

melalui uveoskleral atau disfungsi dari korpus siliar karena infeksi dan

inflamasi berat. Semua kondisi ini dapat menyebabkan hipotoni pada bola

mata.

Hipotoni pada bola mata dapat bersifat reversibel atau sementara,

namun pada kondisi hipotoni yang kronik dan progresif akan

11
menyebabkan kerusakan pada struktur dalam mata berupa kekeruhan pada

lensa, atropi atau penyusutan korneosklera, dan atropi neuronal yang akan

menjadi permanen. Keadaan ini yang disebut dengan ptisis bulbi; keadaan

dimana bola mata mengalami penyusutan dan kehilangan fungsi

penglihatan yang sifatnya permanen.

Tekanan intraokular 6 mmHg tergolong dalam hipotoni namun

gangguan penglihatan yang berat terjadi jika tekanan intraokular kurang

dari 5 mmHg. Hipotoni sementara merupakan kondisi self-limiting atau

akan membaik sendiri, namun jika disertai dengan kerusakan blood-aquos

barrier, inflamasi hebat, edema dan infeksi maka hipotoni intraokular

akan menetap.

5. Langkah-langkah Diagnosis Ptisis Bulbi

Anamnesis

Ptisis bulbi merupakan kondisi akhir atau end stage dari berbagai

gangguan mata. Penting untuk menanyakan pasien mengenai berbagai

keadaan yang termaksud dalam faktor resiko, misalnya riwayat trauma

sebelumnya, sejak kapan mengalami gangguan penglihatan, ada tidaknya

tanda-tanda infeksi seperti mata merah, berair, nyeri periorbita atau nyeri

kepala yang hebat, silau, sulit membuka mata, riwayat penyakit sistemik

dan metabolik seperti diabetes mellitus, sakit jantung, riwayat operasi atau

pembedahan mata sebelumnya, penggunaan obat-obatan,dll.

12
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan pada mata dimulai dari inspeksi untuk melihat simetris

atau tidak antara kedua bola mata, ukuran mata, tanda infeksi atau trauma,

sikatrik,dsb. Pemeriksaan dengan palpasi juga penting untuk mendeteksi

tekanan bola mata jika pemeriksaan tonometri tidak dapat dilakukan,

deteksi nyeri tekan pada palpasi dan membandingkan mata kanan dan kiri.

Pemeriksaan tajam penglihatan (visus) dapat dilakukan kecuali pada

pasien dengan riwayat operasi eviserasi atau enukleasi sebelumnya.

Pemeriksaan kamera anterior untuk melihat ada tidaknya hipopion,

pemeriksaan lensa dan segmen posterior juga dapat dilakukan jika masih

memungkinkan. Pada kondisi dimana penyusutan korneosklera sudah

sangat jelas dengan kekeruhan kornea tidak diperlukan pemeriksaan diatas

lagi.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan

curiga ptisis bulbi adalah USG, CT scan orbita, MRI orbita. Pemeriksaan

darah lengkap, gula darah dan pemeriksaan lainnya yang dapat membantu

mendeteksi penyakit lain sebagai penyebab dasar juga dapat dilakukan.

Gambar 2. Ptisis Bulbi pada Mata Kanan

13
6. Penatalaksanaan

Ptisis bulbi merupakan suatu keadaan yang dari segi fungsi tidak dapat

diperbaiki lagi. Terapi yang diberikan lebih bersifat suportif dan paliatif

terutama karena pasien dengan ptisis bulbi memiliki stress psikologi yang

bermakna karena kondisi fisiknya. Terapi pembedahan dan penggantian

dengan bola mata palsu ditujukan untuk memperbaiki kondisi psikologis

dan sosial dari pasien.

Jenis pembedahan yang dapat dilakukan pada kondisi ini adalah

eviserasi atau enuklease. Eviserase dan enukleasi merupakan proses

pembedahan yang dapat menyebabkan beban psikologis sendiri bagi

pasien sehingga membutuhkan persiapan yang cukup. Eviserasi

merupakan suatu prosedur pembedahan untuk mengeluarkan semua isi

bola mata melalui insisi sklera atau kornea dengan meninggalkan

konjunctiva, otot-otot mata dan jaringan periorbita. Sklera yang diinsisi

akan dijahit kembali. Enukleasi merupakan jenis pembedahan dengan

mengeluarkan semua bola mata dengan pemotongan pada otot-otot mata

dan saraf optikus. Eviserasi memiliki segi estetika lebih dari enukleasi dan

dengan eviserasi, kejadian simpatetik opthalmika lebih jarang terjadi.

Indikasi dilakukan eviserasi adalah pada semua keadaan seperti trauma

berat, glaukoma, endopthalmitis dan uveitis. Indikasi enukleasi biasanya

pada tumor intraokular terutama suspek keganasan, simpatetik opthalmica,

ptisis bulbi yang berat dan endopthalmitis yang resisten.

14
Jenis operasi lainnya yang dapat dilakukan yaitu Eksesnterasi. Jenis

pembedahan ini merupakan tindakan pengangkatan seluruh orbita,

termasuk bola mata, jaringan lunak orbita, serta kelopak mata dan adnexa

mata. Indikasi pembedahan eksesnterasi adalah adanya penyakit

keganasan di rongga orbita.

7. Prognosis dan Komplikasi

Hampir semua ptisis bulbi menjadi buta permanen, nyeri dan secara

kosmetik sulit diterima oleh pasien. Komplikasi yang bisa terjadi berupa

ulkus kornea dan perforasi, pendarahan mata spontan, inflamasi okular dan

periokular (panopthalmitis) dan jika disebabkan keganasan maka dapat

terjadi transformasi keganasan. Komplikasi lain yang cukup jarang terjadi

adalah simpatetik oftalmika yaitu suatu keadaan uveitis granulomatosa di

mata lainnya (yang sehat) akibat mata yang satunya mengalamai

kerusakan akibat trauma tembus atau setelah pembedahan yang merusak

korpus siliar.

15
C. Keratopathy Bulosa

Keratopathy bulosa adalah pembengkakan kornea pada usia lanjut.

Kesehatan kornea berhubungan erat dengan jumlah sel endotelial. Sel

endotelial adalah sel-sel yang terletak di kornea bagian belakang dan

berfungsi memompa cairan dari kornea sehingga kornea relatif tetap kering

dan bersih. Sejalan dengan bertambahnya usia, terjadi pengikisan sel-sel

endotel yang terjadi secara bertahap. Kecepatan hilangnya sel endotel ini

berbeda pada setiap orang.Setiap pembedahan mata (termasuk operasi katarak

dengan atau tanpa pencangkokan lensa buatan), bisa menyebabkan

berkurangnya jumlah sel endotel. Jika cukup banyak sel endotel yang hilang,

maka kornea bisa membengkak. Peradangan intraokuler (uveitis) dan trauma

pada mata juga bisa menyebabkan hilangnya sel endotel sehingga

meningkatkan resiko terjadinya keratopati bulosa.

Pada kerapati bulosa penglihatan penderita menjadi kabur, yang paling

buruk dirasakan pada pagi hari tetapi akan membaik pada siang hari. Ketika

tidur kedua mata terpejam sehingga cairan tertimbun di bawah kelopak mata

dan kornea menjadi lebih basah. Jika mata dibuka, cairan berlebihan ini akan

menguap bersamaan dengan air mata. Pada stadium lanjut akan terbentuk

lepuhan berisi cairan (bula) pada permukaan kornea.Jika bula ini pecah, akan

timbul nyeri yang hebat dan hal ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi

kornea (ulserasi).

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan

mata.Dengan slit lampbisa diketahui adanya lepuhan, pembengkakan dan

16
pembuluh darah di dalam stroma. Untuk menghitung jumlah sel endotel bisa

dilakukan pemeriksaan mikroskopi spekuler.

Tujuan pengobatan adalah mengurangi pembengkakan kornea dengan

diteteskan larutan garam(natrium klorida 5%) untuk membantu menarik

cairan dari kornea. Jika tekanan di dalam mata meningkat, diberikan obat

glaukoma untuk mengurangi tekanan yang juga berfungsi meminimalkan

pembengkakan kornea. Jika bula pecah, diberikan obat anti peradangan,

larutan natrium klorida 5%, salep/tetes mata antibiotik, zat pelebar pupil dan

lensa kontak yang diperban; guna membantu penyembuhan permukaan mata

dan mengurangi nyeri.Jika penyakitnya berat dan tidak dapat diatasi dengan

tindakan di atas, mungkin perlu dipertimbangkan untuk menjalani

pencangkokan kornea.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. 2011. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi

keempat. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.

2. Riordan-Eva, Paul. 2013. Anatomi dan Embriologi Mata dalam Vaughan

&Asbury Oftalmologi Umum edisi 17. Penerbit Buku Kedokteran ECG.

3. Tan L, Isa H, et al. 2012. Prevalence and Cause of Phtisis Bulbi In Uveitis

Clinic. Acta Opthalmologica Journal. London.

4. Azhar AH, Himayani R. 2017. Katarak Brunesen Unilateral dengan Keratopati

dan Ptisis Bulbi. Lampung. Majority Vol.6.

5. Chudniavtseva NA, et all. 2017. Risk factors for development of phthisis bulbi

in patients with posttraumatic ciliochoroidal detachment. Ukraine. Journal of

Ophthalmology.

6. Kavita M, et all. 2018. The Prosthetic Rehabilitation of Phthisis Bulbi Using

Semi-customized Ocular Prosthesis: A Technical Note. India. JDMT Volume 8.

7. Stefan P, et all. 2017. Pseudophakic bullous keratopathy. Romania. Romanian

Journal of Ophthalmology, Volume 61.

18
19

Anda mungkin juga menyukai