Thigita A. Pandaleke
Herry E. J. Pandaleke
Abstract: Atopic dermatitis is a chronically relapsing skin disease that occurs most
commonly during early infancy and childhood. It is a major public health problem worldwide
with a prevalence in children 10-20% and 1-3% in adults. However, its main etiology is
uncertain. There are some initiating factors that play important roles in the occurence and
progress of this dermatitis atopic, such as: decreased skin barrier function, dysfunction of the
immune system, genetic factor, enviromental factors, and infections, involving the immune
system in the blood as well as in the skin, cytokines, and peptides.
Keywords: atopic dermatitis, initiating factors
Abstrak: Dermatitis atopi adalah penyakit kulit kronik kambuhan yang paling sering terjadi
pada bayi dan anak-anak. Penyakit ini merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia,
dengan prevalensi 10-20% pada anak dan 1-3% pada dewasa. Penyebab pasti dermatitis atopi
belum diketahui. Terdapat beberapa faktor pencetus yang diduga turut berperan dalam
terjadinya dan perlangsungan dermatitis atopi, antara lain: interaksi antara penurunan fungsi
sawar kulit, disfungsi sistem imun, faktor genetik, faktor lingkungan, dan agen infeksi, dengan
melibatkan berbagai sistem imun baik di dalam darah maupun pada kulit, sitokin, dan peptida.
Kata kunci: dermatitis atopi, faktor pencetus
Dermatitis atopi (DA) adalah penyakit kulit kehidupan, 60% pada usia 1 tahun, dan
kronik kambuhan yang paling sering terjadi 85% sebelum usia 5 tahun.10
pada bayi dan anak-anak.1,2 DA dikenal Penyebab DA belum diketahui pasti.
juga sebagai eksema atopi, eksema konsti- Berbagai faktor diduga turut berperan
tusional, eksema fleksural, neuro-dermatitis dalam mencetuskan dermatitis atopi.
diseminata, dan prurigo Besnier.3 Istilah Umumnya anak-anak dengan DA
“atopi” pertama kali diperkenalkan oleh mempunyai riwayat keluarga dengan
Coca dan Cooke pada tahun 1923, yang keluhan yang sama;11-13 hal ini menunjuk-
dipakai untuk sekumpulan penyakit pada kan adanya peran faktor genetik. Selain itu,
individu yang mempunyai riwayat alergi DA berhubungan erat dengan penyakit
dan hipersensitivitas.3-6 atopi lainnya seperti rinitis alergi dan asma
DA merupakan masalah kesehatan bronkial.10,14 Faktor lain yang berperan
utama di seluruh dunia, dengan prevalensi dalam patogenesis DA ialah penurunan
10-20% pada anak, sedangkan pada orang fungsi sawar kulit, faktor imunologik, dan
dewasa 1-3%.4,7,8 Beberapa penelitian faktor pencetus lain seperti makanan,
menyatakan bahwa kasus perempuan lebih aeroalergen, infeksi staphylococcus aureus
banyak dibandingkan laki-laki dengan rasio dan stres.15,16
1,3 : 1,0.1,3,9 Sekitar 45% dari keseluruhan Pengobatan DA antara lain
kasus dimulai pada 6 bulan awal mengeliminasi faktor-faktor pencetus di
76
T. A. Pandaleke, H. E. J. Pandaleke; Etiopatogenesis Dermatitis Atopi 77
atas, selain pengobatan medikamentosa Pada DA kulit menjadi kering; hal ini
dengan kortikosteroid topikal, antihistamin, berhubungan dengan disfungsi permeabi-
dan simtomatis.3,16 litas sawar epidermis yaitu hilangnya
fungsi mutasi gen filaggrin (FLG). Gen ini
mengkode protein profilargin sebagai
ETIOPATOGENESIS prekusor struktur protein FLG pada
diferensiasi kompleks epidermal.22,23 FLG
Sampai saat ini penyebab pasti DA
terekspresi pada granula keratohialin
masih sulit dipahami.11,16 Pada beberapa
selama diferensiasi terminal epidermis
kasus, DA merupakan masalah kulit yang
(Gambar 1). Setelah keratinosit menjadi
berlangsung lama dan memerlukan lebih
padat, protein FLG melepaskan natural
dari satu pengobatan.17 Beberapa penelitian
moisturizing factor (NMF).24
menunjukkan kemungkinan DA berhu-
bungan dengan interaksi antara penurunan
Imunopatogenesis dermatitis atopik
fungsi sawar kulit, sistem imun, genetik,
serta faktor pemicu lainnya seperti faktor Umumnya pasien DA memiliki
lingkungan maupun agen infeksi.16 peningkatan jumlah eosinofil dan kadar
serum Immunoglobulin E (IgE).7 Hal ini
berhubungan dengan mekanisme imunologi
Penurunan fungsi sawar kulit
dan seluler yang berperan penting dalam
Kulit merupakan organ terluar yang patogenesis DA.2 Kelainan imunopato-
melindungi tubuh dari lingkungan sekitar- genesis utama DA berkaitan dengan sel T
nya dan membantu tubuh berinteraksi helper (Th), yang berfungsi mengenali
dengan lingkungan.18,19 Fungsi kulit antara antigen dan mengatur respon imun seperti
lain mencegah keluarnya cairan berlebihan inflamasi, pertahanan terhadap infeksi
dari dalam tubuh dan menahan substansi virus, serta proliferasi sel T dan B spesifik.
yang merugikan masuk ke dalam tubuh; hal Sel Th berperan utama dalam patogenesis
ini terutama dilakukan oleh lapisan DA dimana jumlah Th 2 lebih banyak pada
epidermis paling luar, yaitu stratum penderita atopi sedangkan jumlah Th1
korneum.19-21 menurun.3
Gambar 1. Proses dan fungsi filaggrin pada epidermis. Sumber: Brown SJ dan Irvine AD, 2008.24
78 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 6, Nomor 2, Juli 2014, hlm. 76-83
Gambar 2. Fase akut dan kronik dari dermatitis atopi. Sumber: Leung Dym dan Bieber T, 2003.7
Pada DA terdapat 2 tipe sel dendritik yang berbeda juga terkait dengan
dengan afinitas tinggi terhadap IgE kromosom yang sama. Selain itu, kedua
(reseptor IgE yang mengandung mieloid) kromosom tersebut tidak terkait dengan
yaitu sel Langerhans (SL) dan sel penyakit atopi lainnya. Juga ditemukan
epidermal dendritik inflamasi (SEDI). SL peran kromosom lainnya seperti 5q31-33
yang mengandung IgE tampaknya berperan sebagai penyandi gen sitokin Th2.3,26
penting pada presentasi alergen kulit pada
sel Th2 yang memproduksi IL-4, dimana Faktor-faktor pencetus lainnya
pada DA akut Th2 yang terlibat dan sitokin
DA merupakan hasil interaksi
terutama IL-4, IL-5 dan IL-13 serta pe-
kompleks dari berbagai faktor, antara lain
nurunan IFN-γ, yang memediasi perubahan
genetik, sistem imun, disfungsi sawar kulit
isotipe imunoglobulin ke sintesis IgE dan
dan berbagai faktor pencetus lainnya baik
meningkatkan ekspresi molekul adhesi
yang bersifat alergik maupun non alergik
pada sel-sel endotelial. Berbeda halnya
(Gambar 3).15
dengan DA kronis yang melibatkan pro-
duksi sitokin Th1, IL-12, IL-18, dan IL-5,
Makanan
serta IFN-γ yang mengalami upregulation
dalam keratinosit. (Gambar 2).1 Banyak studi yang selama bertahun-
tahun meneliti hubungan antara DA dan
hipersensitifitas terhadap makanan pada
Genetik
anak dan dewasa.27 Diperkirakan 30-40%
Bila salah satu orang tua memiliki bayi dan anak usia muda menderita DA
riwayat DA, maka insiden terkena DA sedang sampai berat dengan alergi
menjadi dua kali lipat pada anaknya. Insi- makanan sebagai faktor pencetus.
den ini menjadi tiga kali lipat bila riwayat Prevalensi tertinggi alergi makanan
DA ditemukan pada kedua orang tua.25 dijumpai pada bayi, menurun pada usia
Terdapat 2 kromosom yang berkaitan anak, dan makin berkurang pada dewasa.
erat dengan DA yaitu kromosom 1q21 dan Makanan yang paling sering sebagai faktor
kromosom 17q25. Hal ini masih paradoksal pencetus ialah telur, susu, gandum, kedele,
karena psoriasis dengan gambaran klinis dan kacang tanah (Tabel 1).2,7,25,28
T. A. Pandaleke, H. E. J. Pandaleke; Etiopatogenesis Dermatitis Atopi 79
Gambar 3. Berbagai faktor penyebab dermatitis atopi. Sumber: Dahbi SM dan Renz H, 2008.15
masih dalam perdebatan, namun hal ini Faktor-faktor ini didukung oleh
berhubungan dengan fungsi sawar kulit berbagai studi, yaitu: 1) Lesi kulit pada DA
yang mendukung invasi alergen ke dalam akut dikolonisasi oleh S. aureus dengan
epidermis. Penelitian Riley et al. men- jumlah lebih banyak dibandingkan pada
dapatkan bahwa sensitisasi terhadap DA kronik; 2) Pengobatan dengan anti
alergen inhalan dapat juga melalui inflamasi seperti kortikosteroid topikal atau
transkutan (Tabel 2).15 inhibitor kalsineurin secara bermakna dapat
mengurangi jumlah S.aureus pada kulit
penderita atopik; 3) Studi pada tikus
Tabel 2. Sensitisasi alergen inhalan pada mendapatkan jumlah bakteri lebih besar
dermatitis atopi15 pada kulit yang dimediasi oleh sel Th2
Transkutan: dibandingkan oleh sel Th1.30
Alergen tungau yang terikat sel Langerhans Kegagalan fungsi sawar kulit akibat
melalui IgE pH meningkat, penurunan antimicrobial
Induksi lesi kulit terhadap aplikasi alergen peptides (AMP), serta penurunan jumlah
epikutaneus lemak dan sphingosine (prekusor
Terdapatnya tungau debu rumah pada kulit ceramides) merupakan predisposisi infeksi
Saluran napas: dan kolonisasi S. aureus. Infeksi dan
Eksaserbasi dermatitis atopik secara kolonisasi ini akan memperburuk disfungsi
inhalasi sawar. Strain toksigenik sering
Lesi kulit baru yang diinduksi secara menyebabkan infeksi klinis dan
inhalasi merangsang terjadinya pruritus melalui
enterotoksin dan induksi produksi IgE.
Toksin yang bertindak sebagai
Staphylococcus aureus superantigen akan merangsang proliferasi
Infeksi S. aureus paling sering terjadi, sel T. Il-13 yang diproduksi oleh aktivasi
diperkirakan sekitar 90% pada DA.18,20,29 sel T menyebabkan pruritus (Gambar 4).18
Hal ini dikarenakan kemampuan bakteri
tersebut untuk menyekresi toksin yang
dikenal sebagai superantigen. Bahan ini
akan menstimulasi aktivasi sel T dan
makrofag. Mekanisme meningkatnya
kolonisasi S. aureus pada DA masih belum
diketahui pasti, diduga akibat kombinasi
berbagai faktor (Tabel 3). Menggaruk
merupakan salah satu faktor penting karena
dapat meningkatkan pengikatan bakteri
akibat terganggunya fungsi sawar kulit.29,30
Gambar 5. Mekanisme stres menyebabkan dermatitis atopik. Sumber: Suarez AL et al., 2012.32
82 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 6, Nomor 2, Juli 2014, hlm. 76-83
Terapie Experimentalis. 2000:48:497- 28. Roesyanto ID. Peran alergi makanan pada
504. dermatitis atopik. In: Boediardja SA,
23. Cork MJ, Danby S, Vasilopoulos Y, Sugito TL, Indriatmi W, Devita M,
Moustafa M, MacGowan A, Prihianti S, editors. Dermatitis atopik.
Varghese J, et al. Epidermal barrier Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2009;
dysfunction in atopic dermatitis. In: p.12-20.
Reitamo S, Luger TA, Steinhoff M, 29. Leung DYM. Staphylococcus aureus in
editors. Textbook of Atopic Dermatitis. atopic dermatitis. Dalam: Reitamo S,
London: Informa UK Ltd, 2008; p.35-57. Luger TA, Steinhoff M, editor. Text
24. Brown SJ, Irvine AD. Atopic eczema and book of Dermatitis atopic. London:
the filaggrin story. Semin Cuan Med Informa UK Ltd, 2008; p.59-68.
Surg. 2008:27:128-37. 30. Remitz A, Reitamo S. The clinical
25. Bieber T. Atopic dermatitis. Ann manifestations of atopic dermatitis. In:
Reitamo S, Luger TA, Steinhoff M,
Dermatol. 2010: 22(2):125-37.
editors. Textbook of Atopic Dermatitis.
26. Soebaryo RW. Imunopatogenesis
United Kingdom: Informa UK ltd,
dermatitis atopik. In: Boediardja SA,
2008; p.1-12.
Sugito TL, Indriatmi W, Devita M, 31. Arndt J, Smith N, Tausk F. Stress and
Prihianti S, editors. Dermatitis Atopik. atopic dermatitis. Curr allergy asthma.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009; 2008:4:312-17.
p.1-11. 32. Suarez AL, Feramisco JD, Koo J,
27. Heine RG, Hill DJ, Hosking CS. Role of Steinhoff M. Psychoneuroimmunology
food allergens in atopic dermatitis. In: of psychological stress and atopic
Reitamo S, Luger TA, Steinhoff M, dermatitis: pathophysiologic and
editors. Textbook of Atopic Dermatitis. therapeutic updates. Acta Derm
London: Informa UK Ltd, 2008; p.85-99. Venereol. 2012;92(1):7-15.