Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai organisasi profesi suara
perawat nasional. Mempunyai tanggung jawab utama yaitu melindungi masyarakat atau
public, profesi keperawatan dari praktisi perawat.

Dalam memberikan praktik keperawatan ditentukan dalam standart organisasi dan


sistem pengaturan serta pengendalian melalui perundang-undangan keperawatan.
Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat professional melalui kerja sama
bersifat kolaboratif dengan pasien/klien dan tenaga kesehatan lainnya dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya.

Issue legal dalam praktik keperawatan adalah suatu peristiwa atau kejadian yang
dapat di perkirakan terjadi atau tidak terjadi di masa mendatang dan sah, sesuai dengan
Undang-Undang/Hukum mengenai tindakan mandiri perawat profesional melalui
kerjasama dengan klien baik individu, keluarga atau komunitas dan berkolaborasi
dengan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
lingkup wewenang dan tanggung jawabnya, baik tanggung jawab medis/kesehatan
maupun tanggung jawab hukum.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa pengertian dari Issue Legal?

1.2.2 Bagaimana karakteristik praktik keperawatan profesional?

1.2.3 Bagaimana peran keperawatan yang berkaitan dengan praktik legal?

1.2.4 Apa sajakah Issue legal dalam keperawatan?

1.2.4.1 Bagaimana aspek legal keperawatan?

1.2.4.2 Bagaimana sumber hukum dalam praktik keperawatan?


1.2.5 Bagaimana issue legal dalam keperawatan yang berkaitan dengan hak
pasien?

1.2.5.1 Apa sajakah tipe tindakan legal keperawatan?

1.2.6 Apa saja masalah legal dalam keperawatan?

1.2.7 Isu Pendidikan Keperawatan

1.3 Tujuan Penulisan

1. untuk mengetahui pengertian dari Issue Legal

2. untuk mengetahui karakteristik praktik keperawatan profesional.

3. untuk mengetahui peran keperawatan yang berkaitan dengan praktik legal.

4. untuk mengetahui Issue legal dalam keperawatan.

5. untuk mengetahui issue legal dalam keperawatan yang berkaitan dengan hak
pasien.

6. untuk mengetahui masalah legal dalam keperawatan.

7. untuk mengetahui isu pendidikan keperawatan.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Issue Legal

Issue adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat di perkirakan terjadi atau
tidak terjadi di masa mendatang, yang menyangkut ekonomi, moneter, sosial, politik,
hukum, pembangunan nasional, bencana alam, hari kiamat, hari kematian ataupun
tentang krisis.

Legal adalah sesuatu yang di anggap sah oleh hukum dan undang-undang (Kamus
Besar Bahasa Indonesia). Aspek legal yang sering pula disebut dasar hukum praktik
keperawatan mengacu pada hukum nasional yang berlaku di suatu negara. Hukum
bermaksud melindungi hak publik, misalnya undang-undang keperawatan bermaksud
melindungi hak publik dan kemudian melindungi hak perawatan.

Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat professional melalui kerja


sama bersifat kolaboratif dengan pasien/klien dan tenaga kesehatan lainnya dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya.

Issue legal dalam praktik keperawatan adalah suatu peristiwa atau kejadian yang
dapat di perkirakan terjadi atau tidak terjadi di masa mendatang dan sah, sesuai dengan
Undang-Undang/Hukum mengenai tindakan mandiri perawat profesional melalui
kerjasama dengan klien baik individu, keluarga atau komunitas dan berkolaborasi
dengan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
lingkup wewenang dan tanggung jawabnya, baik tanggung jawab medis/kesehatan
maupun tanggung jawab hukum.

2.2 Karakteristik Praktik Keperawatan Profesional

1. Otoritas (authority), yakni memiliki kewenangan sesuai dengan keahliannya


yang akan mempengaruhi proses asuhan melalui peran profesional.
2. Akuntabilitas (accountability), yakni tanggung gugat terhadap apa yang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan tanggung gugat
kepada klien, diri sendiri, dan profesi, serta mengambil keputusan yang
berhubungan dengan asuhan.
3. Pengambilan keputusan yang mandiri (independent decision, making), berarti
sesuai dengan kewenangannya dengan dilandasi oleh pengetahuan yang kokoh
dan keputusan (judgmen) pada tiap tahap proses keperawatan dalam
menyelesaikan masalah klien.
4. Kolaborasi, artinya dapat bekerja sama, baik lintas program maupun lintas
sektor dengan berbagai disiplin dalam mengakses masalah klien dan membantu
klien dalam menyelesaikannya.
5. Pembelaan atau dukungan (advokasi), artinya bertindak demi hak klien untuk
mendapatkan asuhan yang bermutu dengan mengadakan intervensi untuk
kepentingan atau demi klien, dalam mengatasi masalahnya, serta berhadapan
denga pihak-pihak lain yang lebih luas (sistem at large).
6. Fasilitasi (fasilitation), artinya mampu memperdayakan klien dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatannya demi memaksimalkan potensi dari
organisasi dan sistem klien keluarga dalam asuhan.

2.3 Peran Keperawatan Berkaitan dengan Praktik Legal

Perawat bekerja di berbagai tempat di luar lingkungan perawatan yang


melembaga termasuk dalam lingkungan komunitas adalah tempat kerja okupasional
atau industri di mana perawat memberikan perawatan primer preventif dan terus
menerus bagi pekerja, kesehatan publik atau komunitas, dimana pelayanan preventif
seperti imunisasi dan perawatan anak yang baik diberikan di sekolah, rumah dan klinik
dan perawatan kesehatan rumah, yang memberikan pelayanan lanjutan setelah
hospitalisasi. Klien juga dapat dirawat dalam fasilitas perawatan jangka panjang.

Penting bahwa perawat, terutama mereka yang dipekerjakan dalam lingkungan


kesehatan komunitas, memahami hukum kesehatan publik. Legislatur Negara membuat
undang-undang dibawah kode kesehatan, yang menjelaskan laporan hukum untuk
penyakit menular, imunisasi sekolah, dan hukum yang diharapkan untuk meningkatkan
kesehatan dan mengurangi resiko kesehatan di komunitas. The center for disease
control and prevention (CDC) the occupational health and safety act (DHSA) juga
memberikan pedoman pada tingkat nasional untuk lingkungan komunitas dan bekerja
dengan aman dan sehat. Kegunaan dari hukum kesehatan publik adalah perlindungan
kesehatan publik, advokasi untuk hak manusia, mengatur pelayanan kesehatan dan
keuangan pelayanan kesehatan dan untuk memastikan tanggung jawab professional
untuk pelayanan yang diberikan.

Perawat kesehatan komunitas memiliki tanggung jawab legal untuk menjalankan


hukum yang diberikan untuk melindungi kesehatan public. Hukum ini dapat mencakup
pelaporan kecurigaan adanya penyalahgunaan dan pengabaian, laporan penyakit
menular, memastikan bahwa imunisasi yang diperlukan telah diterima oleh klien
komunitas dan laporan masalah yang berhubungan dengan kesehatan lain diberikan
untuk melindungi kesehatan public.

2.4 Berbagai Issue Legal dalam Keperawatan

Telenursing akan berkaitan dengan isu aspek legal, peraturan etik dan kerahasiaan
pasien sama seperti telehealth secara keseluruhan. Di banyak negara, dan di beberapa
negara bagian di Amerika Serikat khususnya praktek telenursing dilarang (perawat yang
online sebagai koordinator harus memiliki lisensi di setiap resindesi negara bagian dan
pasien yang menerima telecare harus bersifat lokal) guna menghindari malpraktek
perawat antarnegara bagian. Isu legal aspek seperti akuntabilitas dan malprakatek, dan
sebagainya dalam kaitan telenursing masih dalam perdebatan dan sulit pemecahannya.

Dalam memberikan asuhan keperawatan secara jarak jauh maka diperlukan


kebijakan umum kesehatan (terintegrasi) yang mengatur praktek, SOP/standar operasi
prosedur, etik dan profesionalisme, keamanan, kerahasiaan pasien dan jaminan
informasi yang diberikan. Kegiatan telenursing mesti terintegrasi dengan strategi dan
kebijakan pengembangan praktek keperawatan, penyediaan pelayanan asuhan
keperawatan, dan sistem pendidikan dan pelatihan keperawatan yang menggunakan
model informasi kesehatan/berbasis internet.
Perawat memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya mempertahankan
privasi dan kerahasiaan pasien sesuai kode etik keperawatan. Beberapa hal terkait
dengan isu ini, yang secara fundamental mesti dilakukan dalam penerapan tekhnologi
dalam bidang kesehatan dalam merawat pasien adalah:

1. Jaminan kerahasiaan dan jaminan pelayanan dari informasi kesehatan


yang diberikan harus tetap terjaga.
2. Pasien yang mendapatkan intervensi melalui telehealth harus
diinformasikan potensial resiko (seperti keterbatasan jaminan
kerahasiaan informasi, melalui internet atau telepon) dan keuntungannya.
3. Diseminasi data pasien seperti identifikasi pasien (suara, gambar) dapat
dikontrol dengan membuat informed consent (pernyataan persetujuan)
lewat email.
4. Individu yang menyalahgunakan kerahasiaan, keamanan dan peraturan
dan penyalahgunaan informasi dapat dikenakan hukuman/legal aspek.

2.4.1 Aspek legal Keperawatan

Aspek legal yang sering pula disebut dasar hukum praktek keperawatan
mengacu pada hukum nasional yang berlaku disuatu Negara. Hukum adalah
aturan tingkah laku yang ditetapkan dan diberlakukan oleh pemerintahan suatu
masyarakat. Hukum dapat diterapkan dengan akses yang tunggal dalam wilayah
hukum sebuah pemerintahan, misalnya kota, kabupaten, provinsi, dan negara
ketika kekuasaan dijalankan oleh pemerintahan.

Hukum bermaksud melindungi hak publik, misalnya undang-undang


keperawatan bermaksud melindungi hak publik dan kemudian melindungi hak
perawatan. Jadi, hukum dapat dipandang sebagai standar perilaku yang
melindungi hak publik dan memungkinkan orang banyak hidup bersama-sama
secara damai. Filsafat ilmu hukum ini disebut yurisprudensi.

Di indonesia hukum dibagi menjadi 2 yakni hukum pidana dan hukum


perdata. Hukum pidana atau hukum publik adalah produk hukum yang mengatur
hubungan individu dengan pemerintah yang menggambarkan kekuasaan
pemerintah yang berwenang (pemerintah terlibat langsung didalmnya). Hukum
perdata atau hukum sipil adalah produk hukum yang mengatur hubungan antar
manusia misalnya kontrak, pemilikan harta, praktik keperawatan, pengobatan dan
lain-lain.

2.4.2 Sumber hukum

Pada umumnya ada 4 sumber hukum yang utama yaitu sebagai berikut:

 Kontitusi.
Kontitusi adalah suatu aturan yang mengemukakan prinsip dan ketentuan
pembentukan undang-undang tertentu. Walaupun konstitusi relatif tidak banyak
membuat undang-undang, konstitusi merupakan panduan yang konstan bagi
lembaga legislatif. Sebagai contoh, konstitusi federal dan negara bagian di
amerika serikat menunjukkan bagaiman pemerintahan dibentuk dan diberi
wewenang.
 Badan legislatif
Menurut konstitusi federal pemerintahan amerikan serikat membentuk
lembaga legislatif yang tanggung jawab atas pembentukan undang-undang.
Lembaga legislatif ini disebut kongres di tingkat federal dan di tingkat negara
bagian. Di Indonesia lembaga legislatif disebut DPR RI, DPRD Tingkat I, DPRD
Tingkat II. Lembaga legislatif tersebut membentuk atau mengesahkan undang-
undang statutori. Misalnya undang-undang keperawatan merupakan undang-
undang statutori (yang di sahkan oleh lembaga legislatif).
 Sistem peradilan (yudikatif).
Pemerintah Amerika membentuk sistem peradilan yang bertanggung jawab
menyelesaikan pertikaian dan konflik. Disamping itu, di amerika serikat ada satu
kelompok hukum, yang selama bertahun-tahun melaksanakan hukum tidak
tersurat yang berkembang dari kumpulan keputusan peradilan. Hukum yang tidak
tersurat ini didasarkan pada prinsip staredecisis atau biarkan keputusan itu berlaku
dengan kata lain, sekali keputusan ditetapkan didalam peradilan hukum,
keputusan itu menjadi aturan yang perlu di contoh jika timbul kasusu-kasus
serupa. Kasus pertama yang menetapkan aturan keputusan ini disebut presiden.
Keputusan peradilan ini dapat di ubah jika ada alasan yang kuat. misalnya,
mahasiswa keperawatan yang dikendalikan Rumah Sakit diperlakukan sebagai
pegawai Rumah Sakit.
 Peraturan administratif
Seperti diketahui bahwa dalam suatu negara ada 3 kekuasaan, yakni
kekuasaan legislatif, kekuasaan yudikatif, kekuasaan eksekutif (trias politica).
Ketiga kekuasaan tersebut merupakan sumber hukum pada suatu negara
(termasuk Indonesia) kekuasaan legislatif dan yudikatif telah kita bicarakan pada
bagian terdahulu. Uraian berikut ini menjelaskan secara singkat tentang eksekutif
sebagai sumber hukum.
Kekuasaan eksekutif bertanggung jawab dalam hal penegakan hukum
negara, yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan dan mengatur
tugas-tugas eksekutif sejalan dengan undang-undang yang lebih tiinggi.
Kumpulan dari peraturan perundang-undangan disebut undang-undang
administratif. Kekuasaan eksekutif ini berada ditangan presiden dibantu menteri-
menterinya, gubernur, dan bupati atau walikota beserta aparatnya. Dalam hal
keperawatan,

2.5 Issue Legal Dalam Keperawatan Berkaitan Dengan Hak Pasien

Klien mempunyai hak legal yang diakui secara hukun untuk mendapatkan
pelayanan yang aman dan kompeten. Perhatian terhadap legal dan etik yang
dimunculkan oleh konsumen telah mengubah sistem pelayanan kesehatan. Kebijakan
yang ada dalam institusi menetapkan prosedur yang tepat untuk mendapatkan
persetujuan klien terhadap tindakan pengobatan yang dilaksanakan. Institusi telah
membentuk berbagai komite etik untuk meninjau praktik profesional dan memberi
pedoman bila hak-hak klien terancam. Perhatian lebih juga diberikan pada advokasi
klien sehingga pemberi pelayanan kesehatan semakin bersungguh-sungguh untuk tetap
memberikan informasi kepada klien dan keluarganya bertanggung jawab terhadap
tindakan yang dilakukan.
2.5.1 Tipe Tindakan Legal

Terdapat dua macam tindakan legal: tindakan sipil/pribadi, dan tindakan kriminal.

 Tindakan sipil berkaitan dengan isu antara individu-individu. Contohnya:


seorang pria dapat mengajukan tuntutan terhadap seseorang yang
diyakininya telah menipunya.
 Tindakan kriminal berkaitan dengan perselisihan antara individu dan
masyarakat secara keseluruhan. Contohnya: jika seorang pria menembak
seseorang, masyarakat akan membawanya ke persidangan.

2.6 Masalah Legal Dalam keperawatan

Hukum dikeluarkan oleh badan pemerintah dan harus dipatuhi oleh warga negara.
Setiap orang yang tidak mematuhi hukun akan terikat secara hukum untuk menanggung
denda atau hukuman penjara. Beberapa situasi yang perlu dihindari seorang perawat:

1. Pelanggaran adalah perlakuan seseorang yang dapat merugikan orang lain


berupa harta atau milik lainnya secara di sengaja atau tidak disengaja. Jika ada
tuntutan hukum, biasanya diselesaikan secara perdata dengan mengganti
kerugian tersebut. Contoh : menghilangkan barang titipan klien atau merugikan
nama baik klien.
2. Kejahatan adalah suatu perlakuan merugikan publik. Karena terlalu parah,
kejahatan yang dianggap tindakan perdata (tort) dapat digolongkan sebagai
tindakan kriminal (tindakan pidana). Tindak kriminal atau pidana ini dapat
dijatuhi hukuman denda atau penjara, atau kedua-duanya. Contoh :
a. Kecerobohan luar biasa yang menunjukkan bahwa pelaku tidak
mengindahkan sama sekali nyawa orang lain (korban). Kejahatan ini dapat
dikenakan tindak perdata maupun pidana.
b. Kealpaan mematuhi undang-undang kesehatan yang mengakibatkan
tewasnya orang lain atau mengonsi/mengedarkan obat-obatan terlarang.
Kejahatan ini dapat dianggap sebagai tindakan kriminal (lepas dari
kenyataan disengaja atau tidak).
3. Kecerobohan dan praktik sesat. Kecorobohan adalah suatu perbuatan yang tidak
akan dilakukan oleh seseorang yang bersikap hati-hati dalam situasi yang sama.
Dengan kata lain, perbuatan yang dilakukan di luar koridor standar keperawatan
yang telah ditetapkan dan dapat menimbulkan kerugian.
Apabila hal tersebut terjadi dan ada penuntutan, hakim/juri biasanya
menggunakan saksi ahli (orang yang ahli di bidang tersebut). Contoh:
a. Sembarangan menguras barang pribadi klien (pakaian, uang, kacamata, dll)
sehingga rusak atau hilang.
b. Tidak menjawab tanda panggilan klien yang di rawat sehingga klien
mencoba mengatasinya sendiri dan terjadi cedera.
c. Tidak melakukan tindakan perlindungan pada klien yang mengakibatkan
klien cedera, misalnya tidak mengambilkan air panas dari dekat klien yang
mengakibatkan air tersebut tumpah kena klien dan klien mengalami luka
bakar.
d. Gagal melaksanakan perintah perawatan, gagal memberi obat secara tepat
atau melaporkan tanda dan gejala yang tidak sesuai dengan kenyataan, tidak
menyelidiki perintah yang meragukan sebelumnya sehingga dengan
kelalaian/kegagalan tersebut menimbulkan cedera.

Selanjutnya, secara profesional dikatakan bahwa kecerobohan sama


dengan pelaksanaan praktik buruk, praktik sesat, atau malpraktik.

4. Pelanggaran penghinaan, yaitu suatu perkataan atau tulisan yang tidak benar
mengenai seseorang sehingga orang tersebut merasa terhina dan dicemooh. Jika
pernyataan tersebut dalam bentuk lisan, disebut slander dan jika berbentuk
tulisan, disebut libel. Contoh :
a. Pernyataan palsu
b. Menuduh orang secara keliru
c. Memberi keterangan palsu kepada klien.

Orang yang di dakwa dengan tuduhan slander atau libel tidak dapat diancam
hukuman jika ia dapat membuktikan kebenaran pernyataan (lisan/tulisan).
Tuduhan ini dapat dibela dengan komunikasi yang didasarkan pada anggapan
bahwa petugas profesional tidak dapat memberi pelayanan yang baik tanpa
pembeberan fakta secara lengkap mengenai masalah yang di hadapinya.Jadi,
informasi berprivilese merupakan informasi rahasia antar petugas profesional
dengan kliennya, misalnya antara perawat/dokter dengan kliennya, antara
pengacara dengan kliennya, antara kyai dengan pemeluk agamanya.

5. Penahanan yang keliru adalah penahanan klien tanpa alasan yang tepat atau
pencegahan gerak seseorang tanpa persetujuannya, misalnya menahan klien
pulang dari rumah sakit guna mendapat perawatan tambahan tanpa persetujuan
klien yang bersangkutan, kecuali jika klien tersebut mengalami gangguan jiwa
atau penyakit menular yang apabila di pulangkan dari rumah sakit akan
membahayakan masyarakat. Untuk itu, rumah sakit mempunyai formulir khusus
yang ditandatangani klien/keluarga, yang menyatakan bahwa rumah sakit yang
bersangkutan tidak bertanggung jawab apabila klien cedera karena
meninggalkan rumah sakit tersebut.
6. Pelanggaran privasi, yaitu tindakan mengekspos/memamerkan/menyampaikan
seseorang (klien) kepada publik, baik orangnya langsung, gambar ataupun
rekaman, tanpa persetujuan orang/klien yang bersangkutan, kecuali ekspos klien
tersebut memang diperlukan menurut prosedur perawatannya. Contoh:
a. Menyebar gosip atau memberi informasi klien kepada orang yang tidak
berhak memperoleh informasi itu.
b. Memberi perawatan tanpa memerhatikan kerahasiaan klien, yaitu klien di
lihat/didengar orang lain sehingga klien merasa malu.
7. Ancaman dan pemukulan. Ancaman (assault) adalah suatu percobaan/ancaman,
melakukan kontak badan dengan orang lain tanpa persetujuannya. Pemukulan
(batter) adalah ancaman yang dilaksanakan. Setiap orang diberi kebebasan dari
kontak badan dari orang lain, keculi jika ia telah menyatakan perseujuannya.
Contoh: jika klien dioperasi tanpa persetujuan yang bersangkutan/keluarganya,
dokter/rumah sakit tersebut dapat dituntut secara hukum.
8. Penipuan adalah pemberian gambaran salah secara sengaja yang dapat
mengakibatkan atau telah mengakibatkan kerugian atau cedera pada seseorang
atau hartanya. Contoh : memberi data yang keliru guna mendapat lisensi
keperawatan.

2.7 Issue Pendidikan keperawatan

a. Sistem pendidikan keperawatan berdasarkan pemahaman tersebut dan untuk


mencapainya, dibentuklah suara sistem Tinggi Keperawatan yang bertujuan untuk
memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Dalam
melaksanakan hal ini tentunya dibutuhkan sumber daya pelaksana kesehatan termasuk
di dalamnya terdapat tenaga keparawatan yang baik, baik dalam kuantitas maupun
dalam kualitas. Terkait hal tersebut, Direktorat Pendidikan Tinggi mengeluarkan SK No
427/dikti/kep/1999, tentang landasan dibentuknya pendidikan keperawatan di Indonesia
berbasis S1 keperawatan. SK ini didasarkan karena keperawatan yang memliki “body of
knowladge” yang jelas, dapat dikembangkan setinggi-tingginya karena memiliki dasar
pendidikan yang kuat. Namun dalam kenyataannya tidaklah demikian. Banyak sekali
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Depkes yang sangat merugikan dunia
keperawatan, termasuk kebijakan mengenal dibentuknya pendidikan keperawatan DIV
di Politeknik-politeknik Kesehatan (Poltekkes), yang disetarakan dengan S1
keperawatan, dan bisa langsung melanjutkan ke pendidikan strata dua (S2). Padahal
beberapa tahun lalu telah ada beberapa Program Studi Ilmu Keperawatan di negeri ini
seperti PSIK Universitas Sumatera Utara dan PSIK Universitas Diponegoro yang telah
membubarkan dan menutup menutup pendidikan DIV Keperawatan karena sangat jelas
menghambat perkembangan profesi keperawatan. Selain itu masih beraktivitasnya
poltekes-poltekes yang ada di Indonesia sekarang ini sebetulnya melanggar hukum
Sistem Pendidikan Nasional yang ada tentang pendirian Poltekes, yakni Undang-undang
No. 20 tahun 2003 tentang Pendidikan Kedinasan, di mana pendirian Poltekes yang
langsung berada dalam wewenang Depkes bertujuan dalam rangka mendidik pegawai
negeri atau calon pegawai negeri di bidang kesehatan, sehingga setelah lulus, lulusan-
lulusan Poltekes tersebut akan langsung diangkat menjadi pegawai negeri. Sedangkan
saat ini, Poltekes bukan lagi merupakan Lembaga Pendidikan Kedinasan, sehingga para
lulusannya tidak lagi mendapat ikatan dinas menjadi pegawai negeri. Oleh karena itu
seharusnya Poltekes-poltekes yang sekarang ada ini tidak dapat lagi melakukan
aktivitasnya memberikan pendidikan keperawatan.

b. Institusi yang tidak memadai

Sampai saat ini masih terdapat kerancuan dalam sistem pendidikan kesehatan di
Indonesia khususnya bagi sistem pendidikan keperawatan, ketika dibutuhkan lulusan-
lulusan instiutusi keperawatan yang berkualitas, yang ada adalah semakin menjamurnya
institusi kesehatan (sekolah tinggi ilmu kesehatan/ STIKES) yang dengan mudahnya
mendirikan institusi kesehatan tanpa mengindahkan dan memperhatikan aspek-aspek
tersebut di atas.Di berbagai wilayah di Indonesia misalnya, karena tidak ada tempat
yang memadai, ruko atau komplek persewaan dagang bahkan dijadikan sebagai tempat
perkuliahan bagi beberapa sekolah tinggi yang mengaku akan mencetak tenaga-tenaga
kesehatan professional. Tidak mempedulikan kualitas pengajaran, tenaga pengajar
maupun aspek lain yang seharusnya menjadi pertimbangan utama mendirikan sekolah
tinggi kesehatan. Sepertinya, fokus utama pendirian sekolah tinggi kesehatan seperti ini
adalah sebagai pusat bisnis atau sekedar money oriented. Yang patut dipertanyakan
dalam hal ini justru adalah pihak yang mempemudah perizinan pendirian sekolah-
sekolah tinggi kesehatan tersebut. Sebagai perbandingan sistem pendidikan di negara
maju bahwa untuk memenuhi segala tuntutan masyarakat dan kesetaraan profesi dengan
tenaga medis lain, dokter misalnya, maka pendidikan keperawatan menuangkan dalam
isi kurikulum yang tentu saja dikaitkan dengan tingkat pendidikan/jenis pendidikan
yang ditempuh oleh calon perawat professional tersebut. ANA (American Nurse
Assosiation) telah menetapkan bahwa persyaratan perawat professional minimalnya
Bachelor in Nursing atau Sarjana Keperawatan, sedangkan Diploma (III/IV) adalah staf
vokasional yang bertugas secara teknis, serta di bawah supervisi dari registered nurse/
perawat professional dan dalam posisi mereka adalah LPN/Licence Pratical Nurse atau
di Australia dan Inggris disebut Enroll Nurse. Oleh karena itu, seluruh organisasi
keperawatan di dunia mengacu kepada pernyataan ANA tersebut.Melihat kondisi
tersebut, maka sistem pendidikan tinggi keperawatan di Indonesia seharusnya
melakukan berbagai persiapan dalam penerapan kurikulum pada proses belajar
mengajar yaitu dengan cara melakukan kolaborasi dengan organisasi profesi
keperawatan di Indonesia untuk menetapkan standard kompetensi pendidikan,
melakukan perbaikan dalam sistem pembelajaran yang berfokus pada pelajar (student
learning centered) sehingga mahasiswa keperawatan dilatih untuk belajar mengambil
keputusan dan berfikir kritis, menggunakan kurikulum yang berdasarkan kompetensi,
berorientasi pada perkembangan kebutuhan pelayanan keperawatan secara global,
mengikuti perkembangan dan pelayanan keperawatan dunia, serta mempersiapkan
lulusan untuk bisa bekerja secara nasional dan global misalkan dengan peningkatan
kemampuan berbahasa inggris. Melihat begitu berat untuk mencetak tenaga
keperawatan yang professional, maka tidak hanya dibutuhkan modal untuk membangun
gedung megah dan membangun sekolah tinggi keperawatan, atau bahkan hanya sekedar
ajang bisnis. Tidak masalah jika institusi-institusi pendidikan kesehatan yang menjamur
bisa memenuhi kompetensi tersebut. Jika tidak? Jangan pernah berharap ada
keprofesionalan dan perbaikan dalam bidang keperawatan dan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat. Karena bisa jadi, masyarakat sebagai pasien juga dipandang sebagai
pusat bisnis.

c. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

Salah satu tantangan terberat adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM) tenaga keperawatan yang walaupun secara kuantitas merupakan jumlah tenaga
kesehatan terbanyak dan terlama kontak dengan pasien, namun secara kualitas masih
jauh dari harapan masyarakat. Indikator makronya adalah rata-rata tingkat pendidikan
formal perawat yang bekerja di unit pelayanan kesehatan (rumah sakit/puskesmas)
hanyalah tamatan SPK (sederajat SMA/SMU). Berangkat dari kondisi tersebut, maka
dalam kurun waktu 1990-2000 dengan bantuan dana dari World Bank, melalui program
“health project” (HP V) dibukalah kelas khusus D III keperawatan hampir di setiap
kabupaten. Selain itu bank dunia juga memberikan bantuan untu peningkatan kualitas
guru dan dosen melalui program “GUDOSEN”. Program tersebut merupakan suatu
percepatan untuk meng-upgrade tingkat pendidikan perawat dari rata-rata hanya berlatar
belakang pendidikan SPK menjadi Diploma III (Institusi keperawatan). Tujuan lain dari
program ini diharapkan bisa memperkecil gap antara perawat dan dokter sehingga
perawat tidak lagi menjadi perpanjangan tangan dokter (Prolonged physicians arms) tapi
sudah bisa menjadi mitra kerja dalam pemberian pelayanan kesehatan(Yusuf,
2006).Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan sisitem pendidikan keperawatan di
Indonesia adalah UU no. 2 tahun 1989 tentang pendidikan nasional, Peraturan
pemerintah no. 60 tahun 1999 tentang pendidikan tinggi dan keputusan Mendiknas no.
0686 tahun 1991 tentang Pedoman Pendirian Pendidikan Tinggi (Munadi, 2006).
Pengembangan sistem pendidikan tinggi keperawatan yang bemutu merupakan cara
untuk menghasilkan tenaga keperawatan yang profesional dan memenuhi standar
global.Hal-hal lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu lulusan pendidikan
keperawatan menurut Yusuf (2006) dan Muhammad (2005) adalah :

1. Standarisasi jenjang, kualitas/mutu, kurikulum dari institusi pada pendidikan.


2. Merubah bahasa pengantar dalam pendidikan keperawatan dengan
menggunakan bahasa inggris. Semua Dosen dan staf pengajar di institusi
pendidikan keperawatan harus mampu berbahasa inggris secara aktif
3. Menutup institusi keperawatan yang tidak berkualitas
4. Institusi harus dipimpin oleh seorang dengan latar belakang pendidikan
keperawatan
5. Pengelola insttusi hendaknya memberikan warna tersendiri dalam institusi
dalam bentuk muatan lokal,misalnya emergency Nursing, pediatric nursing,
coronary nursing.
6. Standarisasi kurikulum dan evaluasi bertahan terhadap staf pengajar di insitusi
pendidikan keperawatan.
7. Departemen Pendidikan, Departemen Kesehatan, dan Organisasi profesi serta
sector lain yang terlibat mulai dari proses perizinan juga memiliki tanggung
jawab moril untuk melakukan pembinaan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jadi, Issue legal dalam praktik keperawatan adalah suatu peristiwa atau kejadian
yang dapat di perkirakan terjadi atau tidak terjadi di masa mendatang dan sah, sesuai
dengan Undang-Undang/Hukum mengenai tindakan mandiri perawat profesional
melalui kerjasama dengan klien baik individu, keluarga atau komunitas dan
berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan lingkup wewenang dan tanggung jawabnya, baik tanggung jawab
medis/kesehatan maupun tanggung jawab hukum.
Dalam memberikan praktik keperawatan, memiliki karakteristik praktik
keperawatan profesional diantaranya: Otoritas (authority, Akuntabilitas (accountability),
Pengambilan keputusan yang mandiri (independent decision, making), kolaborasi,
Pembelaan atau dukungan (advokasi), Fasilitasi (fasilitation).

3.2 Saran
Sebaiknya, praktik keperawatan Isu Legal Dalam Keperawatan memiliki
kesadaran masyarakat terhadap hak-hak mereka dalam pelayanan kesehatan dan
tindakan yang manusiawi semakin meningkat, sehingga diharapkan adanya pemberi
pelayanan kesehatan dapat memberi pelayanan yang aman, efektif dan ramah terhadap
mereka. Jika harapan ini tidak terpenuhi, maka masyarakat akan menempuh jalur
hukum untuk membela hak-haknya. Karena klien mempunyai hak legal yang diakui
secara hukum untuk mendapatkan pelayanan yang aman dan kompeten. Perhatian
terhadap legal dan etik yang dimunculkan oleh konsumen telah mengubah sistem
pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Zaidin Ali, Haji. 2009. Dasar-dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC


Hazel. 2014. Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat.
http://yonokomputer.com/2014/03/tanggung-jawab-dan-tanggung-gugat/.
Diakses tanggal 16 September 2014

Kozier, Barbara, dkk. 2010. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.

Krista. 2011. Praktek Keperawatan Profesional.


http://ns-krista.blogspot.com/2011/11/praktek-keperawatan-profesional.html.
Diakses tanggal 16 September 2014.

Lukman.2011. Prinsip Moral dan Legalisasi.


http://lukman-goresanpenakehidupan.blogspot.com/2011/05/prinsip-moral-dan-
legalisasi.html. Diakses tanggal 16 September 2014.

Potter, Patricia A., dan Anne G. Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.

Prasetyo, Agus. 2013. Aspek Hukum dalam Praktek Keperawatan.


http://akpermalahayatimedan.blogspot.com/2013/05/aspek-hukum-dalam-praktek-
keperawatan.html. Diakses tanggal 16 September 2014.

Rizka, Aditya. 2012. Aspek Legal Praktik dalam Keperawatan.


http://theadityarizka.blogspot.com/2012/11/aspek-legal-praktik-dalam-
keperawatan.html. Diakses tanggal 16 September 2014.

Shabrina Azzahra. 2012. Isu Legal Dalam Praktik Keperawatan.


http://shabrinaazz.blogspot.com/2012/12/isu-legal-dalam-praktik-
keperawatan.html. Diakses tanggal 16 September 2014

Anda mungkin juga menyukai