Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Wahjudi Nugroho, 2015).
Aging process dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu
hal yang wajar akan dialami semua orang yang dikaruniai umur panjang
hanya lambat cepatnya proses tersebut bergantung pada masing-masing
individu. Secara individu pada usia diatas 60 tahun terjadi proses penuaan
secara ilmiah. Hal ini akan menimbulkan masalah fisik, mental, sosial,
ekonomi dan psikologis dengan bergesernya pola perekonomian dan
pertanian ke industri maka pola penyakit juga bergeser dari penyakit
menular menjadi penyakit tidak menular atau akibat penuaan (degeneratif).
Artritis reumatoid merupakan penyakit autoimun yang ditandai oleh
inflamasi sistemik kronik dan progresif dengan target utama adalah sendi
(Suarjana,2017). Sendi yang dikenai terutama sendi kecil dan menengah
secara simetris (Gabay et al,2015).
Perubahan-perubahan itulah yang akan terjadi pada tubuh manusia
sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak
awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh.
Keadaan demikian itu pula yang tampak pada semua sistem
muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan
kemungkinan timbulnya beberapa penyakit, salah satu golongan penyakit
reumatoid yang sering terjadi pada usia lanjut yang menimbulkan
gangguan muskuloskeletal terutama yaitu artritis reumatoid.
335 juta penduduk di dunia yang mengalami artritis reumatoid dan
diperkirakan jumlah penderita akan mengalami peningkatan (World
Health Organisation,2016). Prevalensi artritis reumatoid tahun 2004 di
Indonesia mencapai 2 juta jiwa dengan angka perbandingan pasien wanita

1
tiga kali lipatnya dari laki. Di Indonesia jumalah penderita artritis
reumatoid pada tahun 2011 diperkirakan prevalensinya mencapai 29,35%,
pada tahun 2012 prevalensinya sebanyak 39,47%, pada tahun 2013
prevalensinya sebanyak 45,59% dan pada tahun 2014 prevalensinya
sebanyak 47,52% (Bawarodi dkk,2017).
Artritis reumatoid memiliki pravelensi kejadian yang bisa
dikatakan cukup tinggi. Hal ini dapat menunjukkan bahwa rasa nyeri yang
disebabkan karena penyakit ini cukup menganggu dalam aktifitas atau
kegiatan dari penderita artritis reumatoid dimasyarakat Indonesia
(Mardiono,2015). Rasa nyeri yang dirasakan oleh penderita artritis
reumatoid dari bagian sinovial sendi, sarung tendo, serta bursa yang
mengalami penebalan akibat dari radang serta adanya erosi tulang dan
destruksi tulang disekitar sendi (Chabib dkk,2016).
1.2 Tujuan
Dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai artritis reumatoid
serta asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien lansia dengan
masalah artritis reumatoid.
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana asuhan keperawatan artritis reumatoid pada pasien lansia ?
1.4 Manfaat
1. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian artritis reumatoid
2. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi artritis reumatoid
3. Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinis artritis reumatoid
4. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi artritis reumatoid
5. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang artritis
reumatoid
6. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan artritis reumatoid
7. Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi & pencegahan artritis
reumatoid
8. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi artritis reumatoid
9. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan pada lansia
dengan kasus artritis reumatoid

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Medis


2.1.1 Pengertian
Kata artritis reumatoid berasal dari dua kata Yunani. Pertama
arthron yang berarti sendi, kedua itis yang berarti peradangan. Secara
harafiah, artritis berarti radang sendi sedangkan artritis reumatoid
adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi
tangan dan kaki) mengalami peradangan sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan sering menyebabkan kerusakan bagian
dalam sendi (Gordon,2016).
Menurut American College of Reumatology (2015) artritis
reumatoid adalah penyakit kronis (jangka panjang) yang
menyebabkan nyeri, kekakuan, pembengkakan serta keterbatasan
gerak dan fungsi banyak sendi.

2.1.2 Klasifikasi Artritis Reumatoid


Buffer (2015) mengklasifikasikan artritis reumatoid menjadi 4 tipe
yaitu :
1) Artritis Reumatoid klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus-menerus
paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
2) Artritis Reumatoid defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus-menerus
paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

3
3) Probable artritis reumatoid pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus-menerus
paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
4) Possible artritis reumatoid pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus-menerus
paling sedikit dalam waktu 3 bulan.

2.1.3 Etiologi
Penyebab penyakit artritis reumatoid belum diketahui secara pasti
namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-
antibodi), faktor sistem, dan infeksi virus (Suratun, Heryati,
Manurung & Raenah,2015).Artritis reumatoid merupakan penyebab
kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor
sistem reproduksi namun faktor pencetus terbesar adalah faktor
infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus. Menurut (Smith dan
haynes,2015)

2.1.4 Manifestasi Klinis


Gejala umum dari penyakit artritis reumatoid datang dan pergi,
tergantung pada tingkat peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh
meradang penyakit ini aktif, ketika jaringan berhenti meradang
penyakit ini tidak aktif. Ketika penyakit ini aktif gejala dapat
termasuk kelelahan, kehilangan energi, kurangnya nafsu makan,
demam, nyeri otot dan sendi dan kekakuan. Otot dan kekakuan sendi
biasanya paling sering di pagi hari. Disamping itu juga manifestasi
klinis dari penyakit ini sangat bervariasi dan biasanya mencerminkan

4
stadium serta beratnya penyakit seperti rasa nyeri, pembengkakan,
demam, eritema dan gangguan fungsi merupakan gambaran klinis
yang klasik sedangkan gejala sistemik dari penyakit ini adalah
mudah lelah, lemah, lesu, takikardi, berat badan menurun, dan
anemia (Smeltzer & Bare,2015;Long,2015).
Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan yang terjadi
pada usia lanjut usia menurut Buffer(2016) yaitu sendi terasa kaku
pada pagi hari, bermula sakit dan kekakuan pada daerah lutut, bahu,
siku, pergelangan tangan dan kaki, juga pada jari-jari mulai terlihat
bengkak setelah beberapa bulan bila diraba akan terasa hangat,
terjadi kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak tertahan
dapat menyebabkan demam yang terjadi berulang.

2.1.5 Patofisiologi
Atritis reumatoid merupakan penyakit autoimun sistemik yang
menyerang sendi. Reaksi autoimun terjadi di jaringan synovial dan
kerusakan sendi terjadi mulai dari proliferasi makrofag dan
fibroblast synovial. Limfosit mengfiltrasi daerah sistem dan terjadi
proliferasi sel-sel endotel lalu terjadi neovaskularisasi. Pembuluh
darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan kecil
atau sel-sel inflamasi. Terbentuknya pannus akibat terjadi
pertumbuhan yang irregular pada jaringan synovial yang mengalami
inflamasi. Pannus kemudian menginvasi dan merusak rawan sendi
dan tulang. Respon imun melibatkan peran sitokin, interleukin,
proteinase dan faktor pertumbuhan. Protein vasoaltif seperti histamin

5
dan kinin juga dilepaskan yang menyebabkan edema, eritema, nyeri
dan terasa panas. Pertumbuhan ini mengakibatkan destruksi sendi
dan komplikasi sistemik. Peran sel T pada artritis reumatoid diawali
oleh interaksi antara reseptor sel T dengan share sistem dari major
histocombality complex calss II (MHCII-SE) dan peptide pada
antigen –presenting cell (APC) pada sistemik namun peran sel B
dalam imunopatogis RA belum diketahui pasti (Suarjana,2015)
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboraotorium: sel darah putih meningkat pada saat
timbul proses inflamasi,hemoglobin umumnya menunjukkan
anemia sedang,
2) Ig (Ig M dan Ig G) : peningkatan besar menunjukan proses
autoimun sebagai penyebab AR
3) Sinar X dari sendi yang sakit: menunjukkan pembengkakan pada
jaringan lunak, erosi sendi dan osteoporosis dari tulang yang
berdekatan (perubahan awal) berkembang menjadi formasi
menjadi kista tulang, memperkcil jarak sendi dan subluksasio
4) Scan radioluklidah: identifikasi peradangan sinovium
5) Artroskopi langsung, aspirasi cairan sinovial
6) Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan infamasi dan
perkembangan panas.

2.1.7 Penatalaksanaan

Obat-obatan dapat digunakan untuk mengurangi peradangan pada sendi,


menghilangkan rasa sakit dan mencegah atau memperlambat terjadinya
kerusakan sendi. Terapi fisik dapat digunakan untuk melindungi sendi. Jika

6
sendi sudah rusak parah suatu tindakan pembedahan mungkin diperlukan.
Adapun penatalaksanaan dalam Atritis reumatoid antara lain Shiel,2016 :
1) Terapi Nonfarmakologi
Terapi nonfarmakologi untuk Atritis reumatoid meliputi latihan,
istirahat, pengurangan berat badan.
a. Latihan
Penelitian menunjukkan bahwa olahraga sangat membantu
mengurangi rasa sakit dan kelelahan pada pasien Atritis
reumatoid serta meningkatkan fleksibilitas dan kekuatan
gerak. Tiga jenis olaharaga yang disarankan adalah latihan
rentang gerak, latihan penguatan, dan latihan daya tahan
(aerobik).
b. Istirahat
Istirahat merupakan komponen esensial pada terapi non
farmakologi AR. Istirahat dapat menyembuhkan stress dari
sendi yang mengalami peradangan dan mencegah kerusakan
sendi yang lebih parah tetapi terlalu banyak istirahat juga
dapat menyebabkan imobilitas, sehingga dapat menurunkan
rentang gerak dan menimbulkan atrofi otot. Pasien
hendaknya tetap menjaga gerakan dan tidak berdiam diri
terlalu lama. Dalam kondisi yang mengharuskan pasien
duduk lama, pasien mungkin dapat beristirahat sejenak setiap
jam, berjalan-jalan sambil menggerakkan dan melenturkan
sendi.
c. Pengurangan berat badan
Menurunkan berat badan dapat membantu mengurangi stress
pada sendi dan dapat mengurangi nyeri. Menjaga berat badan
tetap ideal juga dapat mencegah kondisi medis lain yang
serius seperti penyakit jantung dan diabetes. Pasien
hendaknya mengkonsumsi makanan yang bervariasi, dengan
memperbanyak buah dan sayur, protein tanpa lemak dan
produk susu rendah lemak. Berhenti merokok akan
mengurangi resiko komplikasi RA.

7
2) Terapi Farmakologi
Ada dua kelas obat yang digunakan untuk mengobati RA
yaitu obat fast acting (lini pertama) dan obat slow acting (lini
kedua). Obat-obat fast acting digunakan untuk mengurangi nyeri
dan peradangan seperti, aspirin dan kortikosteroid sedangkan
obat-obat slow acting adalah obat antirematik yang dapat
memodifikasi penyakit (DMARD), seperti garam emas,
metotreksat dan hidroksiklorokuin yang digunakan untuk remisi
penyakit dan mencegah kerusakan sendi progresif, tetapi tidak
memberikan efek anti inflamasi.

2.1.8 Komplikasi
Menurut Health A-Z Rheumatoid Arthritis & Mayo Clinic,2017
1) Cervikal myelopathy
Kondisi ini terjadi ketika artritis reumatoid menyerang sendi
tulang leher dan menganggu saraf tulang belakang
2) Carpal tunnel syndrome
Kondisi ini terjadi ketika artritis reumatoid menyerang sendi
pergelangan
tangan sehingga menekan saraf di sekitarnya
3) Sindrom sjogren
Kondisi ini terjadi saat sistem kekebalan tubuh menyerang
kelenjar air mata dan ludah sehingga menimbulkan keluhan mata
kering dan mulut kering
3) Limfoma
Limfoma merupakan sejenis kanker yang tumbuh pada sistem
getah bening
4) Penyakit Jantung
Kondisi ini dapat terjadi bila sistem kekebalan tubuh
menimbulkan peradangan di pembuluh darah jantung
5) Osteoporosis

8
Membuat tulang menjadi rapuh dan rentang patah

2.1.9 Pencegahan
1) Olahraga teratur, istirahat yang cukup dan ketahui penyebab dan
tanda gejala penyakit
2) Kompres panas dapat mengatasi kekakuan kompres dingin dapat
membantu meredakan nyeri
3) Hindari makanan yang banyak mengandung purin seperti bir dan
minuman beralkohol, ikan anchovy, sarden, herring, ragi, jerohan,
kacang-kacangan, ekstrak daging, jamur, bayam, asparagus dan
kembang kol karena dapat menyebabkan penimbunan asam urat
dipersendian.
4) Mengkonsumsi makanan seperti tahu untuk pengganti daging,
memakan buah beri untuk menurunkan kadar asam urat dan
mengurangi inflamasi, juga asam lemak tertentu seperti minyak
ikan salmon, minyak zaitun
5) Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat
yang terdapat dalam darah sehingga tidak tertimbun disendi.
6) Mengkonsumsi makanan yang bergizi dan pertahankan BB yang
normal (Nanda,2015)

9
2.1.10 Penyimpangan KDM

Reaksi faktor R dengan Kekakuan sendi Hambatan mobilitas fisik


antibody, faktor
metabolik, infeksi dengan
kecenderungan virus
Reaksi peradangan Nyeri Kronis

Synovial menebal Kurangnya informasi tentang proses


Pannus penyakit

Defisit Pengetahuan
Nodul Infiltrasi dalam os.
subcondria Ansietas

Deformitas sendi
Hambatan nutrisi pada Kartilago nekrosis
kartilago artikularis

Gangguan
integritas Kerusakan kartilago dan Erosi kartilago
kulit/jaringan tulang

Mudah luksasi dan


subluksasi Adhesi pada
Tendon dan ligament
permukaan sendi
melemah

Resiko cedera Ankilosis fibrosa


Hilangnya kekuatan otot

Keterbatasan gerakan
sendi
Kekuatan sendi Ankilosis tulang

Defisit Perawatan Diri


Hambatan mobilitas fisik

10
(Asuhan Keperawatan Nanda NIC-NOC,2015)
2.2 Konsep Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien lansia tergantung pada keparahan
dan keterlibatan orang-organ lainnya (misalnya mata, jantung,paru-
paru, ginjal), tahapan (mis, eksaserbasi akut atau remisi) dan
keberadaan bersama bentuk-bentuk artritis lainnya (Doenges
Moorhouse Geissler,2000)
1. Aktifitas/istirahat
Gejala: Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk
dengan stres
pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya
terjadi secara bilateral dan simetris
Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya
hidup, waktu senggang, pekerjaan. Keletihan
Tanda: Malaise. Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot,
kulit;kontraktur/kelainan pada sendi dan otot
2. Kardiovaskular
Gejala: Fenomena Raynaud jari tangan/kaki (mis: pucat
intermiten sianosis kemudian kemerahan pada jari
sebelum warna kembali normal) jantung cepat,
tekanan darah menurun
3. Integritas Ego
Gejala: Faktor-faktor stress akut atau kronis misalnya
finansial, pekerjaan. Ketidakmampuan factor-factor
hubungan.
Keputusan dan ketidak berdayaan (situasi ketidak
mampuan). Ancaman pada konsep diri, citra tubuh,
identitas pribadi misalnya ketergantungan pada
orang lain
4. Makanan/Cairan
Gejala: Ketidak mampuan untuk menghasilkan atau
mengkonsumsi makanan atau cairan adekuat:mual

11
Anoreksia: kesulitan untuk mengunyah.
Tanda: Penurunan berat badan, kekeringan pada membran
mukosa
5. Hygiene
Gejala: Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktifitas pribadi
ketergantungan pada orang lain
6. Neurosensori
Gejala: Kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya
sensasi pada jari tangan ditandai dengan pembengkakan
sendi
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Faseakut dari nyeri (mungkin/mungkin tidak disertai oleh
pembengkakan jaringan lunak pada sendi)
Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pada pagi
hari)
8. Keamanan
Gejala: Kulit mengkilat, tegang;nodul subkutaneus. Lesi kulit,
ulkus kaki.
Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah
tangga.
Demam ringan menetap. Kekeringan pada mata dan
membran mukosa.
9. Interaksi sosial
Gejala: Kerusakan interaksi dan keluarga atau orang lain
perubahan peran atau isolasi
10. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala: Riwayat AR pada keluarga (pada awitan remaja).
Penggunaan makanan kesehatan, vitamin,“penyembuhan”
artritis tanpa pengujian. Riwayat perikarditis, lesi katup;
fibrosis pulmonal, pleuritis.

12
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik b/d kekakuan sendi
2. Nyeri kronik b/d reaksi peradangan
3. Gangguan integritas kulit/jaringan b/d deformitas sendi,nodul
4. Resiko cedera b/d hilangnya kekuatan otot
5. Defisit perawatan diri b/d keterbatasan gerakan sendi (Standar
Diagnosa Keperawatan Indonesia,2016)
2.2.3 Intervensi
1. Hambatan mobilitas fisik b/d kekakuan sendi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien
mampu memenuhi kriteria hasil sebagai berikut:
1) Pasien dapat meningkatkan aktivitas fisik
2) Mampu memperagakan penggunaan alat bantu mobilitas
3) Pasien mengerti dari tujuan dari aktivitas fisik
Intervensi
1) Ajarkan teknik menghindari cedera saat berolahraga
2) Anjurkan melakukan aktivitas ringan secara bertahap
3) Jelaskan manfaat kesehatan dan efek fisiologis olahraga
4) Sediakan lingkungan yang nyaman
2. Nyeri kronik b/d reaksi peradangan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapakn pasien
mampu memenuhi kriteria hasil sebagai berikut:
1) Pasien dapat melakukan maagement nyeri secara mandiri
2) Pasien dapat melakukan aktivitas ringan tanpa bantuan
3) Skala nyeri dengan skala <2
Intervensi
1) Ajarkan management nyeri
2) Identifikasi perubahan berat badan
3) Berikan posisi yang nyaman
4) Kolaborasi pemberian obat antipiretik

13
3. Gangguan integritas kulit/jaringan b/d deformitas sendi,nodul
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien
mampu memenuhi kriteria hasil sebagai berikut:
1) Tidak ada tanda-tanda infeksi
2) Menunjukkan pemahaman dala proses perbaikan kulit dan
mencegah terjadinya cidera berulang
3) Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka
Intervensi
1) Latihan rentang gerak
2) Pelaporan status kesehatan
3) Edukasi pola perilaku kebersihan
4. Resiko cedera b/d hilangnya kekuatan otot
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien
mampu memenuhi kriteria hasil sebagai berikut:
1) Klien terbebas dari resiko cedera
2) Klien mampu menjelaskan cara mencegah cedera
3) Menggunakan fasilitas kesehatan
Intervensi
1) Identifikasi keamanan dan kenyamanan lingkungan
2) Sediakan ruangan berjalan yang cukup dan aman
3) Identifikasi faktor resiko cedera
4) Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur
5. Defisit perawatan diri b/d keterbatasan gerakan sendi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien
mampu memenuhi kriteria hasil sebagai berikut:
1) Pasien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri
2) Mampu melakukan tugas fisik yang paling mendasar dan
aktivitas perawatan diri secara mandiri dengan atau tanpa
alat bantu
Intervensi
1) Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia

14
2) Monitor tingkat kemandirian
3) Dampingi dalam melakukan perawatan diri (Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia,2017)

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit rematik adalah kerusakan tulang rawan sendi yang
berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis
ditandai dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak
pada sendi-sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban.
Atritis reumatoid merupakan penyakit inflamasi sistemik kronik
dengan manifestasi utama poliatritis dan progresif dan melibatkan seluruh
organ tubuh.
Terlibatnya sendi pada pasien Atritis reumatoid terjadi setelah penyakit ini
berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresiftasnya. Pasien dapat
juga menunjukkan gejala umum berupa kelemahan umum cepat lelah.
Wanita lebih sering terkena osteoatritis pada lutut dan sendi,
sedangkan pria lebih sering terkena osteoatritis pada paha, pergelangan
tangan dan leher. Secara keseluruhan dibawah 45 tahun frekuensi
osteoatritis kurang lebih sama pada pria dan wanita, tetapi diatas 50 tahun
frekuensi osteoatritis lebih banyak wanita daripada pria hal ini
menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenisis osteoatritis.

3.2 Saran

Untuk mahasiswa calon perawat dan seorang perawat kiranya dapat


melaksanakan asuhan keperawatan kepada lansia dengan kasus artritis
reumatoid serta sebagai pembelajaran untuk lebih memahami dalam
memberikan asuhan dengan baik dan benar.

16
DAFTAR PUSTAKA

Alice C.Geissler, Marilynn E.Doenges, Mary Frances Moorhouse. Rencana


Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. 2000. Jakarta:EGC

American College of Rheumatology. Guideline Treatment of Rheumatoid


Arthritis. Volume 5. 2015. USA:EGC

Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 3.
2015. Jogjakarta:Mediaction

Bawarodi. Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kekambuhan Penyakit


Rematik Wilayah Puskesmas. 2017. Jakarta

Buffer. Buku Ajar Penyakit Dalam Mengklasifikasikan Rheumatoid Arthritis.


2015. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

Chabib,dkk. Jurnal Intensitas Nyeri Artritis Rheumatoid Pada Lanjut Usia. 2016.
Jakarta

Heryanti, Manurung, Suratun & Raenah. Buku Ajar Geriatri tentang Pola Asuh
Paisen Artritis Rematoid. 2015. Jakarta:EGC

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator


Diagnostik. Edisi 1.Jakarta:DPP PPNI

Shiel. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. 2016. Jakarta:EGC

Smith & Haynes. Buku Ajar Fundamental:Konsep Artritis Reumatoid. 2015.


Bandung:Buku Kedokteran

Smeltzer & Bare. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Klien Gangguan
Artritis Reumatoid. Jakarta:EGC

Suarjana. Artritis Reumatoid Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit. Edisi V. 2017.
Jakarta:EGC

17
Wahyudi,Nugroho.Keperawatan Gerontik dan Geriatrik.Edisi
3.2015.Jakarta:EGC

18

Anda mungkin juga menyukai