Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat kronis
atau progresif dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang lebih tinggi,
termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan,
belajar,kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak terganggu.
Gangguan fungsikognitif yang biasanya disertai, kadang-kadang didahului,
oleh kemerosotandalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi.
Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer, di penyakit serebrovaskular dan
dalam kondisi lain terutama atau sekunder yang mempengaruhi otak (Durand
dan Barlow, 2006)
Berdasarkan sejumlah hasil penelitian diperoleh data bahwa dimensia
seringkali terjadi pada usia lanjut yang telah berumur kurang lebih 60 tahun.
Dimensia tersebut dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: 1) Dimensia Senilis
(60 tahun); 2) Demensia Pra Senilis (60 tahun). Sekitar 56,8% lansia
mengalami demensia dalam bentuk Demensia Alzheimer (4% dialami lansia
yang telah berusia 75 tahun, 16% pada usia 85 tahun, dan 32% pada usia 90
tahun). Sampai saat ini diperkirakan +/- 30 juta penduduk dunia mengalami
Demensia dengan berbagai sebab (Oelly Mardi Santoso, 2002).
Pertambahan jumlah lansia Indonesia, dalam kurun waktu tahun 1990 -
2025, tergolong tercepat di dunia (Kompas, 25 Maret 2002:10). Jumlah
sekarang 16 juta dan akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020 atau sebesar
11,37 % penduduk dan ini merupakan peringkat ke empat dunia, dibawah Cina,
India dan Amerika Serikat. Sedangkan umur harapan hidup berdasarkan sensus
BPS 1998 adalah 63 tahun untuk pria dan 67 tahun untuk perempuan. (Meski
menurut kajian WHO (1999), usia harapan hidup orang Indonesia rata-rata
adalah 59,7 tahun dan menempati urutan ke 103 dunia, dan nomor satu adalah
Jepang dengan usia harapan hidup rata-rata 74,5 tahun).
Gejala awal gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru
sajaterjadi, tetapi bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan,
kecemasan, penurunan emosi atau perubahan kepribadian lainnya. Terjadi
perubahan ringandalam pola berbicara, penderita menggunakan kata-kata yang
lebih sederhana,menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu

1
menemukan kata-katayang tepat.Ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda
bisa menimbulkankesulitan dalam mengemudikan kendaraan. Pada akhirnya
penderita tidak dapatmenjalankan fungsi sosialnya.
Demensia banyak menyerang mereka yang telah memasuki usia lanjut.
Bahkan, penurunan fungsi kognitif ini bisa dialami pada usia kurang dari 50
tahun. Sebagian besar orang mengira bahwa demensia adalah penyakit
yanghanya diderita oleh para Lansia, kenyataannya demensia dapat diderita
oleh siapasaja dari semua tingkat usia dan jenis kelamin (Harvey, R. J. et al.
2003). Untuk mengurangi risiko, otak perlu dilatih sejak dini disertai penerapan
gaya hidupsehat. (Harvey, R. J., Robinson, M. S. & Rossor, M. N, 2003).
Kondisi ini tentu saja menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan masalah
demensia. Betapa besar beban yang harus ditanggung oleh negara atau keluarga
jika masalah demensia tidak disikapi secara tepat dan serius, sehubungan dengan
dampak yang ditimbulkannya. Mengingat bahwa masalah demensia merupakan
masalah masa depan yang mau tidak mau akan dihadapi orang Indonesia dan
memerlukan pendekatan holistik karena umumnya lanjut usia (lansia)
mengalami gangguan berbagai fungsi organ dan mental, maka masalah demensia
memerlukan penanganan lintas profesi yang melibatkan: Internist, Neurologist,
Psikiater, Spesialist Gizi, Spesialis Rehabilitasi Medis dan Psikolog Klinis.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana definisi demensia?
2..Bagaimana klasifikasi?
3. Bagaimana etiologi?
4. Bagaimana manifestasi klinis?
5. Bagaiamana pencegahan?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada demensia?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi demensia
2. Untuk mengetahui klasifikasi demensia
3. Untuk mengetahui etiologi demensia
4. Untuk mengetahui manifestasi demensia
5. Untuk mengetahui cara pencegahan demensia
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada demensia

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Demensia
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan
beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral
symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-
disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998). Grayson (2004)
menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan
kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu
sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati
secara abnormal.Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan
penyakit otak degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku
dan emosi terjejas bila mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh
semua orang dari berbagai latarbelakang pendidikan mahupun kebudayaan.
Walaupun tidak terdapat sebarang rawatan untuk demensia, namun rawatan
untuk menangani gejala-gejala boleh diperolehi.
B. Epidemiologi
Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60
tahun adalah 7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta). peningkatan
angka kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan
hidup suatu populasi . Kira-kira 5 % usia lanjut 65 – 70 tahun menderita
demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada
usia diatas 85 tahun. Pada negara industri kasus demensia 0.5 –1.0 % dan di
Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10 – 15% atau sekitar 3 – 4 juta
orang.
Demensia terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer dan Demensia
Vaskuler. Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia terbanyak di negara
maju Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia vaskuler penyebab kedua
sekitar 15-20% sisanya 15- 35% disebabkan demensia lainnya. Di Jepang dan
Cina demensia vaskuler 50 – 60 % dan 30 – 40 % demensia akibat penyakit
Alzheimer.

3
C. Klasifikasi
1. Menurut Umur:
a. Demensia senilis (>65th)
b. Demensia prasenilis (<65th)
2. Menurut perjalanan penyakit:
a. Reversibel
b. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B
Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb).
3. Menurut kerusakan struktur otak Tipe Alzheimer Tipe non-Alzheimer
a. Demensia vascular
b. Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia
c. Demensia Lobus frontal-temporal
d. Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)
e. Morbus Parkinson
f. Morbus Huntington
g. Morbus PickMorbus Jakob-Creutzfeldt
h. Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
i. Prion disease
j. Palsi Supranuklear progresif
k. Multiple sclerosis
l. Neurosifilis
m. Tipe campuran
4. Menurut sifat klinis:
a. Demensia proprius
b. Pseudo-demensia
5. Menurut tipe :

a. Demensia alzheimer adalah salah satu bentuk demensia akibat degerasi otak yang

sering ditemukan dan paling ditakuti. Demensia alzheimer, biasanya diderita oleh

pasien usia lanjut dan merupakan penyakit yang tidak hanya menggerogoti daya

pikir dan kemampuan aktivitas penderita, namun juga menimbulkan beban bagi

keluarga yang merawatnya. Demensia alzheimer merupakan keadaan klinis

seseorang yang mengalami kemunduran fungsi intelektual dan emosional secara

4
progresif sehingga mengganggu kegiatan sosial sehari-hari. Gejalanya dimulai

dengan gangguan memori yang mempengaruhi keterampilan pekerjaan, sulit

berfikir abstrak, salah meletakkan barang, perubahan inisiatif, tingkah laku, dan

kepribadian.

b. Demensia vaskuler

Demensia vaskuler merupakan jenis demensia terbanyak kedua setelah demensia

Alzheimer. Angka kejadian pada demensia vaskuler tidak beda jauh dengan

kejadian demensia alzheimer sekitar 47% dari populasi demensia keseluruhan.

Demensia alzheimer 48% dan demensia oleh penyebab lain 5%. Kejadian vaskuler

pada populasi usia <65 tahun sekitar 1,2-4,2%, dan pada kelompok usia >65 tahun

menunjukkan angkat kejadian 0,7%, dan 8,1% pada kelompok usia diatas 90

tahun.

D. Etiologi Demensia
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan
timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat
disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. &
Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa
penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular
(pembuluh darah), demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh
persen diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit
Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga
membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya
(Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori,
kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir.
Gejala klinis
Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe Alzheimer dan
Vaskuler.
1. Demensia Alzheimer

5
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia
akibat gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang berlangsung
progresif lambat, dimana akibat proses degenaratif menyebabkan kematian
sel-sel otak yang massif. Kematian sel-sel otak ini baru menimbulkan gejala
klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya ditemukan gejala mudah lupa
(forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata
yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak
mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini
disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik
seperti, Wahan (curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya),
halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau),
depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor,
berkelana.
Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :
a. Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan
memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. “Fungsi memori yang
terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami
b. Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan. Gejalanya antara lain,
- Disorientasi
- gangguan bahasa (afasia)
- penderita mudah bingung
- penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat
melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota
keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga
mengulanginya lagi.
- Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah
tersesat di lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%,”
c. Stadium III Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12
tahun.Gejala klinisnya antara lain:
- Penderita menjadi vegetative
- tidak bergerak dan membisu
- daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal

6
keluarganya sendiri
- tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil
- kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan ornag lain
- kematian terjadi akibat infeksi atau trauma
2. Demensia Vaskuler
Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan
sirkulasi darah di otak. “Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat
berakibat terjadinya demensia,”. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu
di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi itu dapat
didiuga sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering dijumpai
pada demensia vaskuler daripada Alzheimer. Hal ini disebabkan karena
kemampuan penilaian terhadap diri sendiri dan respos emosi tetap stabil
pada demensia vaskuler. Dibawah ini merupakan klasifikasi penyebab
demensia vaskuker, diantaranya:
a. Kelainan sebagai penyebab Demensia :
- penyakit degenaratif
- penyakit serebrovaskule
- keadaan anoksi/ cardiac arrest, gagal jantung, intioksi CO
- trauma otak
- infeksi (Aids, ensefalitis, sifilis)
- Hidrosefaulus normotensive
- Tumor primer atau metastasis
- Autoimun, vaskulitif
- Multiple sclerosis
- Toksik
- kelainan lain : Epilepsi, stress mental, heat stroke, whipple disease
b. Kelainan/ keadaan yang dapat menampilkan demensi
- Gangguan psiatrik : Depresi, Anxietas, Psikosis
- Obat-obatan : Psikofarmaka, Antiaritmia, Antihipertensi
- Antikonvulsan : Digitalis
- Gangguan nutrisi : Defisiensi B6 (Pelagra), Defisiensi B12,
Defisiensi asam folat, Marchiava-bignami disease
- Gangguan metabolisme : Hiper/hipotiroidi, Hiperkalsemia,
Hiper/hiponatremia, Hiopoglikemia, Hiperlipidemia, Hipercapnia,

7
Gagal ginjal, Sindrom Cushing, Addison’s disesse, Hippotituitaria,
Efek remote penyakit kanker
E. Tanda dan Gejala Demensia
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan
kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari..
Penderita yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam
puluh lima tahun keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala
yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya
mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh
penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa
meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri
bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya
mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa
khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali
lagi keluarga merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak
istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik
penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada
Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi
seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan
memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat
ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia
penderita demensia ke rumah sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal
utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim
kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat
mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia
bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum
memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis
pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang
individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan
sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang

8
semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami
dengan baik perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita
demensia. Pemahaman perubahan tingkah laku pada demensia dapat
memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para anggota keluarga
yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku (Behavioral
symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di antaranya adalah
delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial,
ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan
aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur
dari tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).

Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sebagai berikut :


1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa”
menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada
3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang
benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang
kata atau cerita yang sama berkali-kali
4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah
drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain,
rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak
mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
5. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah.
F. Diagnosis
Diagnosis difokuskan pada hal-hal berikut ini:
1. Pembedaan antara delirium dan demensia
2. Bagian otak yang terkena
3. Penyebab yang potensial reversibel
4. Perlu pembedaan dan depresi (ini bisa diobati relatif mudah)
5. Pemeriksaan untuk mengingat 3 benda yg disebut
6. Mengelompokkan benda, hewan dan alat dengan susah payah
7. Pemeriksaan laboratonium, pemeriksaan EEC

9
G. Peran Keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia
penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita
demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental
maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia penderita dapat secara
aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan
sehari-hari dan minum obat secara teratur. Ini sangat membantu dalam menekan
laju kemunduran kognitif yang akan dialami penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian Lansia,
sehingga Lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh
anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu Lansia agar dapat
seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara mandiri dengan
aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin sebagaimana pada umumnya
Lansia tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang dialami Lansia penderita
demensia.
Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema,
walaupun setiap hari selama hampir 24 jam kita mengurus mereka, mungkin
mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada
ucapan terima kasih setelah apa yang kita lakukan untuk mereka. Kesabaran
adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang menderita
demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita demensia tidak mengetahui
apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun berusaha dengan keras untuk melawan
gejala yang muncul akibat demensia.
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu
untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat
menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat
Lansia dengan demensia
H. Tingkah Laku Lansia
Pada suatu waktu Lansia dengan demensia dapat terbangun dari tidur
malamnya dan panik karena tidak mengetahui berada di mana, berteriak-teriak
dan sulit untuk ditenangkan. Untuk mangatasi hal ini keluarga perlu membuat
Lansia rileks dan aman. Yakinkan bahwa mereka berada di tempat yang aman
dan bersama dengan orang-orang yang menyayanginya. Duduklah bersama
dalam jarak yang dekat, genggam tangan Lansia, tunjukkan sikap dewasa dan

10
menenangkan. Berikan minuman hangat untuk menenangkan dan bantu lansia
untuk tidur kembali.
Lansia dengan demensia melakukan sesuatu yang kadang mereka sendiri
tidak memahaminya. Tindakan tersebut dapat saja membahayakan dirinya
sendiri maupun orang lain. Mereka juga merasa mampu mengemudikan
kendaraan dan tersesat atau mungkin mengalami kecelakaan. Memakai pakaian
yang tidak sesuai kondisi atau menggunakan pakaian berlapis-lapis pada suhu
yang panas.

Seperti layaknya anak kecil terkadang Lansia dengan demensia bertanya


sesuatu yang sama berulang kali walaupun sudah kita jawab, tapi terus saja
pertanyaan yang sama disampaikan. Menciptakan lingkungan yang aman seperti
tidak menaruh benda tajam sembarang tempat, menaruh kunci kendaraan
ditempat yang tidak diketahui oleh Lansia, memberikan pengaman tambahan
pada pintu dan jendela untuk menghindari Lansia kabur adalah hal yang dapat
dilakukan keluarga yang merawat Lansia dengan demensia di rumahnya.
I. Pencegahan & Perawatan Demensia
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa
mengoptimalkan fungsi otak,
seperti :
1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol
dan zat adiktif yang berlebihan
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan
setiap hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif, seperti
Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
4. Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat atau hobi
5. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam
kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Indentias klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa/latar belakang
kebudayaan, status sipil, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
2. Keluhan utama
Keluhan utama atau sebab utama yang menyebbkan klien datang berobat
(menurut klien dan atau keluarga). Gejala utama adalah kesadaran menurun.
3. Pemeriksaan fisik
Kesadaran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia. Tensi menurun,
takikardia, febris, BB menurun karena nafsu makan yang menurun dan tidak
mau makan.
4. Riwayat Psikososial
a. Genogram
b. Konsep diri
1) Gambaran diri, tressor yang menyebabkan berubahnya gambaran diri
karena proses patologik penyakit.
2) Identitas, bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan individu.
3) Peran, transisi peran dapat dari sehat ke sakit, ketidak sesuaian antara
satu peran dengan peran yang lain dan peran yang ragu diman aindividu
tidak tahun dengan jelas perannya, serta peran berlebihan sementara
tidak mempunyai kemmapuan dan sumber yang cukup.
4) Ideal diri, keinginann yang tidak sesuai dengan kenyataan dan
kemampuan yang ada.
5) Harga diri, tidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga klien merasa
harga dirinya rendah karena kegagalannya.
5. Hubungan sosial
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang disingkirkan atau
kesepian, yang selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat
seperti delusi dan halusinasi. Konsep diri dibentuk oleh pola hubungan sosial
khususnya dengan orang yang penting dalam kehidupan individu. Jika hubungan
ini tidak sehat maka individu dalam kekosongan internal. Perkembangan
hubungan sosial yang tidak adeguat menyebabkan kegagalan individu untuk

12
belajar mempertahankan komunikasi dengan orang lain, akibatnya klien
cenderung memisahkan diri dari orang lain dan hanya terlibat dengan pikirannya
sendiri yang tidak memerlukan kontrol orang lain. Keadaa ini menimbulkan
kesepian, isolasi sosial, hubungan dangkal dan tergantung.
6. Riwayat Spiritual
Keyakina klien terhadapa agama dan keyakinannya masih kuat.a tetapi tidak
atau kurang mampu dalam melaksnakan ibadatnmya sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.
7. Status mental
a. Penampilan klien tidak rapi dan tidak mampu utnuk merawat dirinya
sendiri.
b. Pembicaraan keras, cepat dan inkoheren.
c. Aktivitas motorik, Perubahan motorik dapat dinmanifestasikan adanya
peningkatan kegiatan motorik, gelisah, impulsif, manerisme, otomatis,
steriotip
d. Afek dan emosi.
e. Perubahan afek terjadi karena klien berusaha membuat jarak dengan
perasaan tertentu karena jika langsung mengalami perasaa tersebut dapat
menimbulkan ansietas. Keadaan ini menimbulkan perubahan afek yang
digunakan klien untukj melindungi dirinya, karena afek yang telah berubahn
memampukan kien mengingkari dampak emosional yang menyakitkan dari
lingkungan eksternal. Respon emosional klien mungkin tampak bizar dan
tidak sesuai karena datang dari kerangka pikir yang telah berubah.
Perubahan afek adalah tumpul, datar, tidak sesuai, berlebihan dan ambivalen
f. Interaksi selama wawancara
g. Persepsi
Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman emosional terhadap
suatu obyek. Perubahan persepsi dapat terjadi pada satu atau kebiuh panca
indera yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan
pengecapan. Perubahan persepsi dapat ringan, sedang dan berat atau
berkepanjangan. Perubahan persepsi yang paling sering ditemukan adalah
halusinasi.
h. Proses berpikir

13
Klien yang terganggu pikirannya sukar berperilaku kohern, tindakannya
cenderung berdasarkan penilaian pribadi klien terhadap realitas yang tidak
sesuai dengan penilaian yang umum diterima. Penilaian realitas secara
pribadi oleh klien merupakan penilaian subyektif yang dikaitkan dengan
orang, benda atau kejadian yang tidak logis.(Pemikiran autistik). Klien tidak
menelaah ulang kebenaran realitas. Pemikiran autistik dasar perubahan
proses pikir yang dapat dimanifestasikan dengan pemikian primitf,
hilangnya asosiasi, pemikiran magis, delusi (waham), perubahan linguistik
(memperlihatkan gangguan pola pikir abstrak sehingga tampak klien regresi
dan pola pikir yang sempit misalnya ekholali, clang asosiasi dan
neologisme.
i. Tingkat kesadaran
Kesadaran yang menurun, bingung. Disorientasi waktu, tempat dan orang
j. Memori
Gangguan daya ingat sudah lama terjadi (kejadian beberapa tahun yang
lalu).
k. Tingkat konsentrasi
Klien tidak mampu berkonsentrasi
l. Kemampuan penilaian
Gangguan berat dalam penilaian atau keputusan.
8. Kebutuhan klien sehari-hari
a. Tidur, klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau duduk dan
gelisah . Kadang-kadang terbangun tengah malam dan sukar tidur kemabali.
Tidurnya mungkin terganggu sepanjang malam, sehingga tidak merasa segar
di pagi hari.
b. Selera makan, klien tidak mempunyai selera makan atau makannya hanya
sedikit, karea putus asa, merasa tidak berharga, aktivitas terbatas sehingga
bisa terjadi penurunan berat badan.
c. Eliminasi
Klien mungkin tergnaggu buang air kecilnya, kadang-kdang lebih sering dari
biasanya, karena sukar tidur dan stres. Kadang-kadang dapat terjadi
konstipasi, akibat terganggu pola makan.
d. Mekanisme koping

14
Apabila klien merasa tridak berhasil, kegagalan maka ia akan menetralisir,
mengingkari atau meniadakannya dengan mengembangkan berbagai pola
koping mekanisme. Ketidak mampuan mengatasi secara konstruktif
merupakan faktor penyebab primer terbentuknya pola tiungkah laku
patologis. Koping mekanisme yang digunakan seseorang dalam keadaan
delerium adalah mengurangi kontak mata, memakai kata-kata yang cepat dan
keras (ngomel-ngomel) dan menutup diri.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis
(degenerasi neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori,
hilang konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai
realitas dengan akurat.
b. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi,
transmisi atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu
berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis,
gelisah, halusinasi.
c. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan ditandai
dengan keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak
mampu menentukan kebutuhan/ waktu tidur.
d. Kurang perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas,
menurunnya daya tahan dan kekuatan ditandai dengan penurunan
kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari.
e. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan,
kelemahan, otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.
f. Resiko terhadap perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mudah lupa, kemunduran hobi, perubahn sensori.

C. INTERVENSI

1. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi


neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang
konsentrsi, tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas
dengan akurat.

15
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu
mengenali perubahan dalam berpikir
Kriteria Hasil:
 Mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untuk menjalani konsekuensi
kejadian yang menegangkan terhadap emosi dan pikiran tentang diri.
 Mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi anggapan diri yang
negative.
 Mampu mengenali tingkah laku dan faktor penyebab.

No Intervensi Rasional
1 Kembangkan lingkungan yang Mengurangi kecemasan dan
mendukung dan hubungan klien-perawat emosional.
yang terapeutik.
2 Pertahankan lingkungan yang Kebisingan merupakan sensori
menyenangkan dan tenang. berlebihan yang meningkatkan
gangguan neuron.
3 Tatap wajah ketika berbicara dengan Menimbulkan perhatian, terutama
klien. pada klien dengan gangguan
perceptual.
4 Panggil klien dengan namanya. Nama adalah bentuk identitas diri dan
menimbulkan pengenalan terhadap
realita dan klien.
5 Gunakan suara yang agak rendah dan Meningkatkan pemahaman. Ucapan
berbicara dengan perlahan pada klien. tinggi dan keras menimbulkan stress
yg mencetuskan konfrontasi dan
respon marah.

2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi,


transmisi atau integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu
berkomunikasi, gangguan tidur, nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah,
halusinasi.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perubahan
persepsi sensori klien dapat berkurang atau terkontrol
Kriteria Hasil:
16
 Mengalami penurunan halusinasi.
 Mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress.
 Mendemonstrasikan respons yang sesuai stimulasi.

No Intervensi Rasional
1 Kembangkan lingkungan yang suportif Meningkatkan kenyamanan dan
dan hubungan perawat-klien yang menurunkan kecemasan pada klien.
terapeutik.
2 Bantu klien untuk memahami halusinasi. Meningkatkan koping dan
menurunkan halusinasi.
3 Kaji derajat sensori atau gangguan Keterlibatan otak memperlihatkan
persepsi dan bagaiman hal tersebut masalah yang bersifat asimetris
mempengaruhi klien termasuk penurunan menyebabkan klien kehilangan
penglihatan atau pendengaran. kemampuan pada salah satu sisi
tubuh.
4 Ajarkan strategi untuk mengurangi stress. Untuk menurunkan kebutuhan akan
halusinasi.
5 Ajak piknik sederhana, jalan-jalan Piknik menunjukkan realita dan
keliling rumah sakit. Pantau aktivitas. memberikan stimulasi sensori yang
menurunkan perasaan curiga dan
halusinasi yang disebabkan perasaan
terkekang.

3. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan ditandai dengan


keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak mampu
menentukan kebutuhan/ waktu tidur.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi
gangguan pola tidur pada klien
Kriteria Hasil:
 Memahami faktor penyebab gangguan pola tidur.
 Mampu menentukan penyebab tidur inadekuat.
 Melaporkan dapat beristirahat yang cukup.
 Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat.

17
No Intervensi Rasional
1 Jangan menganjurkan klien tidur siang Irama sirkadian (irama tidur-bangun)
apabila berakibat efek negative terhadap yang tersinkronisasi disebabkan oleh
tidur pada malam hari. tidur siang yang singkat.
2 Evaluasi efek obat klien (steroid, diuretik) Deragement psikis terjadi bila
yang mengganggu tidur. terdapat panggunaan kortikosteroid,
termasuk perubahan mood, insomnia.
3 Tentukan kebiasaan dan rutinitas waktu Mengubah pola yang sudah terbiasa
tidur malam dengan kebiasaan dari asupan makan klien pada malam
klien(memberi susu hangat). hari terbukti mengganggu tidur.
4 Memberikan lingkungan yang nyaman Hambatan kortikal pada formasi
untuk meningkatkan tidur(mematikan reticular akan berkurang selama tidur,
lampu, ventilasi ruang adekuat, suhu yang meningkatkan respon otomatik,
sesuai, menghindari kebisingan). karenanya respon kardiovakular
terhadap suara meningkat selama
tidur
5 Buat jadwal tidur secara teratur. Katakan Penguatan bahwa saatnya tidur dan
pada klien bahwa saat ini adalah waktu mempertahankan kesetabilan
untuk tidur. lingkungan.

4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas, menurunnya daya


tahan dan kekuatan ditandai dengan penurunan kemampuan melakukan aktivitas
sehari-hari.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat
merawat dirinya sesuai dengan kemampuannya
Kriteria Hasil:
 Mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat
kemampuan.
 Mampu mengidentifikasi dan menggunakan sumber pribadi/ komunitas yang
dapat memberikan bantuan.

18
No Intervensi Rasional
1 Identifikasi kesulitan dalam Memahami penyebab yang
berpakaian/ perawatan diri, seperti: mempengaruhi intervensi. Masalah
keterbatasan gerak fisik, apatis/ dapat diminimalkan dengan
depresi, penurunan kognitif seperti menyesuaikan atau memerlukan
apraksia. konsultasi dari ahli lain
2 Identifikasi kebutuhan kebersihan diri Seiring perkembangan penyakit,
dan berikan bantuan sesuai kebutuhan kebutuhan kebersihan dasar mungkin
dengan perawatan rambut/kuku/ kulit, dilupakan
bersihkan kaca mata, dan gosok gigi.
3 Perhatikan adanya tanda-tanda Kehilangan sensori dan penurunan
nonverbal yang fisiologis. fungsi bahasa menyebabkan klien
mengungkapkan kebutuhan perawatan
diri dengan cara nonverbal, seperti
terengah-engah, ingin berkemih dengan
memegang dirinya.
4 Beri banyak waktu untuk melakukan Pekerjaan yang tadinya mudah
tugas. sekarang menjadi terhambat karena
penurunan motorik dan perubahan
kognitif.
5 Bantu mengenakan pakaian yang rapi Meningkatkan kepercayaan untuk
dan indah hidup.

5. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan, kelemahan,


otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Risiko cedera
tidak terjadi
Kriteria Hasil:
 Meningkatkan tingkat aktivitas.
 Dapat beradaptasi dengan lingkungan untuk mengurangi risiko trauma/
cedera.
 Tidak mengalami cedera

19
No Intervensi Rasional
1 Kaji derajat gangguan kemampuan, Mengidentifikasi risiko di
tingkah laku impulsive dan penurunan lingkungan dan mempertinggi
persepsi visual. Bantu keluarga kesadaran perawat akan bahaya.
mengidentifikasi risiko terjadinya bahaya Klien dengan tingkah laku impulsi
yang mungkin timbul berisiko trauma karena kurang
mampu mengendalikan perilaku.
Penurunan persepsi visual berisiko
terjatuh.
2 Hilangkan sumber bahaya lingkungan. Klien dengan gangguan kognitif,
gangguan persepsi adalah awal
terjadi trauma akibat tidak
bertanggung jawab terhadap
kebutuhan keamanan dasar.
3 Alihkan perhatian saat perilaku teragitasi/ Mempertahankan keamanan dengan
berbahaya, memenjat pagar tempat tidur. menghindari konfrontasi yang
meningkatkan risiko terjadinya
trauma.
4 Kaji efek samping obat, tanda keracunan Klien yang tidak dapat melaporkan
(tanda ekstrapiramidal, hipotensi tanda/gejala obat dapat
ortostatik, gangguan penglihatan, menimbulkan kadar toksisitas pada
gangguan gastrointestinal). lansia. Ukuran dosis/ penggantian
obat diperlukan untuk mengurangi
gangguan
5 Hindari penggunaan restrain terus- Membahayakan klien,
menerus. Berikan kesempatan keluarga meningkatkan agitasi dan timbul
tinggal bersama klien selama periode risiko fraktur pada klien lansia
agitasi akut. (berhubungan dengan penurunan
kalsium tulang).

6. Resiko terhadap perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mudah lupa, kemunduran hobi, perubahn sensori.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mendapat
nutrisi yang seimbang
20
Kriteria Hasil:
 Mengubah pola asuhan yang benar
 Mendapat diet nutrisi yang seimbang.
 Mendapat kembali berat badan yang sesuai.

No Intervensi Rasional
1 Beri dukungan untuk penurunan berat Motivasi terjadi saat klien
badan. mengidentifikasi kebutuhan berarti.
2 Awasi berat badan setiap minggu. Memberikan umpan balik/
penghargaan.
3 Kaji pengetahuan keluarga/ klien Identifikasi kebutuhan
mengenai kebutuhan makanan. membantu perencanaan pendidikan.
4 Usahakan/ beri bantuan dalam memilih Klien tidak mampu menentukan
menu pilihan kebutuhan nutrisi.
5 Beri Privasi saat kebiasaan makan Ketidakmampuan menerima dan
menjadi masalah hambatan sosial dari kebiasaan
makan berkembang seiring
berkembangnya penyakit.

21
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan
kelumpuhan terjadi terutama menyerang orang yang berusia diatas 65 tahun tapi tidak
menutup kemungkinan dapa juga menyerang anak-anak, bahkan bayi. Pasien dengan
penyakit Alzheimer mengalami banyak kehilangan neuron-neuron hipokarpus dan
korteks tanpa disertai kehilangan parenkim otak, juga terdapat kekusutan neuro fibrilar.
Penyebap pasti penyakit ini belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor
predisposisi seperti proses infeksi virus lambat, autoimun, genetik dan trauma.
Asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Alzheimer dilakukan dengan
tujuan membantu mengembalikan fungsi kognitif, motorik dan fungsi-fungsi bagian
tubuh lain yang mengalami gangguan akibat kelainan neurotransmiternya. Selain itu
perhatian terhadap kebutuhan nutrisi juga tetap dibutuhkan untuk mencegah
berkembangnya penyakit lain akibat intake nutrisi yang tidak adekuat.

Saran
Bagi perawat dan keluarga, diharapkan memperhatikan setiap perubahan yang
terjadi pada penderita Alzheimer ini, karena setiapperubahan baik itu dari segi kognitif
dan motorik mempengaruhi aktivitas sehari-hari pasien. Karenanya dibutuhkan
perhatian lebih bagi penderita Alzheimer ini.

22
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho,Wahjudi. Keperawatan Gerontik.Edisi2.Buku Kedokteran EGC.Jakarta;1999


Stanley,Mickey. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC. Jakarta;2002
Yulia.2015.Makalah Demensia Pada Lansia.diakses pada tanggal 8 Mei 2019

23

Anda mungkin juga menyukai