Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE ISKEMIK
1.1 Definisi
Stroke iskemik adalah suatu keadaan terhentinya aliran darah ke otak akibat
gangguan fungsi otak secara fokal atau global dengan gejala yang berlangsung
kurang 24 jam (Rahmi, 2011).
Stroke iskemik merupakan stroke yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan
di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi sereberum. Obstruksi dapat disebabkan
oleh bekuan (trombus) yang terbentuk didalam pembuluh darah otak atau
pembuluh darah organ distal. Terdapat beragam penyebab stroke trombotik dan
embolik primer termasuk aterosklerosis, arteritis, keadaan hiperkoagulasi dan
penyakit jantung struktural. Penyebab lain dari stroke iskemik adalah vasospasme
yang sering merupakan respons vaskular reaktif terhadap perdarahan ke dalam
ruang antara araknoid dan piameter meningen (Yasmara, 2016).
Stroke iskemik dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak
terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat menimbulkan edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti
disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemik serebral. Tanda dan
gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis (Muttaqin,
2012)
Stroke iskemik adalah stroke yang disebabkan disebabkan oleh karena adanya
oklusi yang terjadi akibat pembentukan trombus. Resiko diatas 55 tahun. Wanita
lebih tinggi dibanding laki-laki (Munir, 2015)
Stroke iskemik merupakan gangguan pada fungsi otak yang terjadi secara tiba-tiba,
yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran ataupun penurunan fungsi
neurologis lainnya. Yang terjadi lebih dari 24 jam dimana penyebabnya adalah
gangguan sirkulasi aliran darah ke otak. (Anurogo, 2014)
2.1 Klasifikasi
Klasifikasi stroke menurut (Batticaca, 2012) yaitu:
a. Stroke iskemik (infark atau kematian jaringan). Serangan sering terjadi pada
usia 50 tahun atau lebih dan terjadi pada malam hingga pagi hari.
1) Trombosis pada pembuluh darah otak (trombosis of cerebral vessels).
2) Emboli pada pembuluh darah otak (embolism of cerebral vesels).

b. Stroke hemoragik (perdarahan).serangan sering terjadi pada usia 20-60


tahun dan biasanya timbul setelah beraktivitas fisik atau psikologis
(mental).
1) Perdarahan intraserebral (parenchymatous hemorrhage) Gejalanya:
- Tidak jelas, kecuali nyeri kepala hebat karena hipertensi.
- Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktivitas, dan emosi
atau marah.
- Mual muntah pada permulaan serangan.
- Hemiparesis atau hemiplegia terjadi sejak awal serangan.
- Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma (65%
terjadi kurang dari ½ jam – 2 jam; >2% terjadi setelah 2 jam – 19
hari).
2) Perdarahan subarakhnoid (subarachnoid hemorrhage) Gejalanya:
- Nyeri kepala hebat dan mendadak
- Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi
- Ada gejala atau tanda meningeal
- Papiledema terjadi bila ada perdarahan subarakhnoid karena
pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri
karotis interna.
3.1 Etiologi
Etiologi stroke iskemik menurut (Muttaqin, 2012) yaitu:
a. Aterosklerosis
b. Hiperkoagulasi pada polisitemia
c. Arteritis (radang pada arteri)
d. Emboli
4.1 Patofisiologi
Iskemik pada otak akan mengakibatkan perubahan pada sel neuron otak secara
bertahap. Tahap pertama diawali dengan penurunan aliran darah sehingga
menyebabkan sel-sel neuron akan kekurangan oksigen dan nutrisi. Hal ini
menyebabkan kegagalan metabolisme dan penurunan energi yang dihasilkan oleh
sel neuron tersebut menurun. Sedangkan pada tahap kedua, ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen tersebut memicu respons inflamasi dan diakhiri
dengan kematian sel secara apoptosis terhadapnya.
Proses pada susunan saraf pusat ini menyebabkan berbagai hal, antara lain
gangguan permeabilitas pada saraf darah otak, kegagalan energi, hilangnya
hemostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium ekstrasel, toksisitas yang dipicu
oleh keberadaan radikal bebas. (Yasmara, 2016)
5.1 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis stroke iskemik meliputi: penurunan kesadaran, kelemahan dan
atau kesemutan satu sisi tubuh, bicara pelo, wajah mencong, sulit menelan, tiba-
tiba tidak bisa melihat, dan dapat menyebabkan kematian. Sedangkan gambaran
klinis stroke hemoragik meliputi: penurunan kesadaran, gangguan tanda neurologi
seperti mulut mencong, lumpuh satu sisi tubuh disertai atau tidak oleh kesemutan
satu sisi tubuh, gangguan menelan, dan gangguan penglihatan (Anurogo, 2014).
Adapun gambaran klinis menurut (Munir, 2015) diantaranya yaitu:
a. Defisit neurologis dalam waktu yang sangat singkat yakni < 5 menit (47-74%
kasus)
b. Penurunan kesadaran pada saat onset dalam (19-31% kasus)
c. Defisit hemisfer yang luas (kalau infarkanya luas)
a. Jantung (Atrial fibrasi, kelainan katup)
b. Vaskular (Stenosis arteri kritis)
c. Darah (Hiperkoagulabilitas)
6.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium menurut (Muttaqin, 2012) yaitu:
a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Analisa gas darah: pH darah di ukur secara langsung memakasi pH meter.
Suatu keadaan disebut asidosis bila pH di cairan ekstraseluler kurang dari
7,35 dan disebut alkalosis bila pH lebih dari 7,45.
c. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-
angsur turun kembali.
d. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
e. Kreatini kinase (CK): enzim yang dianalisis untuk mendiagnosa infark
jantung akut dan merupakan enzim pertama yang meningkatkat. Gangguan
serebri juga dihubungkan dengan nilai kadar CK dan CK-MB total abnormal.
f. C-Reactive protein (CRP): kadarnya akan meningkat 100x dalam 24-48 jam
setelah terjadi luka jaringan
g. Profil lemak darah: kolesterol serum total yang meningkat di atas 200 mg/ml
merupakan prediktor peningkatan risiko stroke atau emboli serebri.
7.1 Pemeriksaan Diagnostik
a. Angiografi serebral : memperjelas gangguan atau kerusakan pada diskulasi
serebral dan merupakan pemeriksaan pilihan utama untuk mengetahui aliran
darah serebral secara keseluruhan (Yasmara, 2016).
b. CT scan: mendeteksi abnormalitas struktur (Yasmara, 2016)
c. MRI : Menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan
besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi infark akibat dari hemoragik
(Muttaqin, 2012)
d. USG Doppler : Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis). (Muttaqin, 2012)
e. EEG: pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam
jaringan otak (Muttaqin, 2012)
f. Tomografi emisi-positron: memberi data tentang metabolisme serebral
dan perubahan pada aliran darah.

8.1 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke menurut (Muttaqin, 2012) yaitu :
a. Pengobatan Konservatif
- Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara perlahan,
tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
- Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
- Memedikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan
peran sangat penting dalam pembentukan trombus dan embolisasi. Anti
agregasi trombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi trombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
- Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya trombosis atau embolisasi dari temapt lain dalam sistem
kardiovaskular.
b. Pengobatan Pembedahan
- Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
- Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA
- Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
- Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
9.1 Komplikasi
Menurut Smeltzer 2001 dalam (Ariani, 2012), komplikasi yang terjadi pada
pasien stroke yaitu sebagai berikut.
a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi
b. Penurunan darah serebral
c. Embolisme serebral
KONSEP KEPERAWATAN

1.1 Pengkajian
1. Identitas klien
a. Nama : untuk mengetahui nama klien agar mempermudah dalam
komunikasi dan tidak keliru dalam memberikan penanganan.
b. Umur : untuk mengetahui faktor risiko yang ada hubungannya dengan
klien.
c. Pendidikan : untuk mengetahui pendidikan terakhir klien.
d. Pekerjaan : untuk mengetahui sosial ekonomi klien.
e. Suku bangsa : untuk mengetahui faktor pembawaan atau ras.
f. Agama : untuk memberikan motivasi sesuai agama yang dianut klien.
g. Alamat : untuk mengetahui alamat klien agar mempermudah mencari
alamat jika terjadi sesuatu.
h. Identitas suami atau penanggung jawab : untuk mengetahui yang
bertanggung jawab atas klien selama perawatan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama : ditanyakan alasan klien datang dan keluhan-keluhannya.
b. Riwayat Kesehatan sekarang : Pada umumnya klien stroke akan
mempunyai riwayat diabetes melitus, penyakit jantung atau hipertensi dan
adanya faktor-faktor resiko seperti: kadar kolesterol yang tinggi, keadaan
viskositas darah yang tinggi (menderita polisetemia), diabetes, kebiasaan
minum-minuman beralkohol, riwayat penggunaan pil kontrasepsi, sering
stress dan kurang beraktivitas serta kebiasaan merokok.
c. Riwayat kesehatan keluarga : ditanyakan penyakit-penyakit dan masalah
kesehatan dalam keluarga.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : meliputi bentuk wajah apakah simetris atau tidak, keadaan rambut
dan keadaan kulit kepala.
b. Muka : Terlihat pucat dan tampak menahan sakit.
c. Mata : anemis atau tidak, dengan melihat konjungtiva merah segar atau
merah pucat, sklera putih atau kuning.
d. Hidung : ada polip atau tidak, bersih atau kotor, untuk mengetahui adanya
gangguan jalan.
e. Gigi : bersih atau kotor, ada karies atau tidak, untuk mengetahui kecukupan
kalsium.
f. Lidah : bersih atau kotor, untuk mengetahui indikasi yang mengarah pada
penyakit tertentu misalnya tifoid.
g. Bibir : pecah atau tidak, ada stomatitis atau tidak, untuk mengetahui
kecukupan vitamin dan mineral.
h. Telinga : bersih atau kotor, ada peradangan maupun benjolan atau tidak,
untuk mengetahui adanya tanda infeksi atau tumor.
i. Payudara : simetris atau tidak, bersih atau kotor, ada retraksi atau tidak,
untuk mengetahui ada tidaknya kelainan pada payudara.
j. Abdomen : ada luka bekas operasi atau tidak, simetris atau tidak.
k. Dada : adanya jejas atau tidak, suara tambahan atau tidak, simetris atau
tidak.
l. Genetalia eksternal : Ada oedema atau tidak, ada pembengkakan kelenjar
atau tidak, adakah pembentukan lochea dan apa warnanya.
m. Ekstermitas : ada varises atau oedema pada tangan maupun kaki atau tidak,
simetris atau tidak, ada gangguan atau tidak

2.1 Diagnosa
a. Gangguan mobilitas fisik
Definisi Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri.
Penyebab 1. Kerusakan integritas struktur tulang.
2. Perubahan metabolisme.
3. Ketidakbugaran fisik.
4. Penurunan kendali otot.
5. Penurunan massa otot.
6. Penurunan kekuatan otot.
7. Keterlambatan perkembangan.
8. Kekakuan sendi.
9. Kontraktur.
10. Malnutrisi.
11. Gangguan muskuloskeletal.
12. Gangguan neuromuskular.
13. Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia.
14. Efek agen farmakologis.
15. Program pembatasan gerak.
16. Nyeri.
17. Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik.
18. Kecemasan.
19. Gangguan kognitif.
20. Keengganan melakukan pergerakan.
21. Gangguan sensoripersepsi.
Gejala dan tanda Subjektif :
mayor 1. Mengeluh sulit menggerakan ekstremitas.
Objektif :
1. Kekuatan otot menurun.
2. Rentang gerak (ROM) menurun.
Gejala dan tanda Subjektif :
minor 1. Nyeri saat bergerak.
2. Enggan melakukan pergerakan.
3. Merasa cemas saat bergerak.
Objektif :
1. Sendi kaku.
2. Gerakan tidak terkoordinasi.
3. Fisik lemah.
SDKI 2018, hal 264
b. Resiko perfusi serebral tidak efektif
Definisi Berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak.
Faktor Risiko 1. Keabnormalan masa prothrombin dan/atau masa
tromboplastin parsial.
2. Penurunan kinerja ventrikel kiri.
3. Aterosklerosis aorta.
4. Diseksi arteri.
5. Fibrilasi atrium.
6. Tumor otak.
7. Stenosis karotis.
8. Miksoma atrium.
9. Aneurisma serebri.
10. Koagulopati (mis. anemia sel sabit).
11. Dilatasi kardiomiopati.
12. Koagulasi intravaskuler diseminata.
13. Embolisme.
14. Cedera kepala.
15. Hiperkolesteronemia.
16. Hipertensi.
17. Endokarditis infektif.
18. Katup prostetik mekanis.
19. Stenosis mitral.
20. Neoplasma otak.
21. Infark miokard akut.
22. Sindrom sick sinus.
23. Penyalahgunaan zat.
24. Terapi tombolitik.
25. Efek samping tindakan (mis. tindakan operasi
bypass).
SDKI 2018, hal 51
c. Gangguan komunikasi verbal
Definisi Penurunan, perlambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk
menerima, memproses, mengirim, dan/atau menggunakan
system symbol.
Penyebab 1. Penurunan sirkulasi serebral.
2. Gangguan neuromuskuler.
3. Gangguan pendengaran.
4. Gangguan muskuloskeletal.
5. Kelainan palatum.
6. Hambatan fisik (mis. terpasang trakheostomi,
intubasi, krikotiroidektomi).
7. Hambatan individu (mis. ketakutan, kecemasan,
merasa malu, emosional, kurang privasi).
8. Hambatan psikologis (mis. gangguan psikotik,
gangguan konsep diri, harga diri rendah, gangguan
emosi).
9. Hambatan lingkungan (mis. ketidakcukupan
informasi, ketiadaan orang terdekat, ketidaksesuaian
budaya, Bahasa asing).
Gejala dan tanda Subjektif : -
mayor Objektif :
1. Tidak mampu berbicara atau mendengar.
2. Menunjukkan respon tidak sesuai.
Gejala dan tanda Subjektif : -
minor Objektif :
1. Afasia.
2. Disfasia.
3. Apraksia.
4. Disleksia.
5. Disartria.
6. Afonia.
7. Dislalia.
8. Pelo.
9. Gagap.
10. Tidak ada kontak mata.
11. Sulit memahami komunikasi.
12. Sulit mempertahankan komunikasi.
13. Sulit menggunakan ekspresi wajah atau tubuh.
SDKI 2018, hal 264
d. Defisit nutrisi
Definisi Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.
Penyebab 1. Ketidakmampuan menelan makanan.
2. Ketidakmampuan mencerna makanan.
3. Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien.
4. Peningkatan kebutuhan metabolisme.
5. Faktor ekonomi (mis. finansial tidak mencukupi).
6. Faktor psikologis (mis. stres, keengganan untuk
makan)
Gejala dan tanda Subjektif : -
mayor Objektif :
1. Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang
ideal.
Gejala dan tanda Subjektif :
minor 1. Cepat kenyang setelah makan.
2. Kram/nyeri abdomen.
3. Nafsu makan menurun.
Objektif :
1. Bising usus hiperaktif.
2. Otot pengunyah lemah.
3. Otot menelan lemah.
4. Membran mukosa pucat.
5. Sariawan.
6. Serum albumin turun.
7. Rambut rontok berlebihan.
8. Diare.
SDKI 2018, hal 56
e. Defisit perawatan diri
Definisi Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas
perawatan diri.
Penyebab 1. Gangguan muskuloskeletal.
2. Gangguan neuromuskuler.
3. Kelemahan.
4. Gangguan psikologis dan/atau psikotik.
5. Penurunan motivasi / minat.
Gejala dan tanda Subjektif :
mayor 1. Menolak melakukanperawatan diri.
Objektif :
1. Tidak mampu mandi / mengenakan pakaian / makan
/ ke toilet / berhias secara mandiri.
2. Minat melakukan perawatan diri kurang.
Gejala dan tanda Subjektif : -
minor Objektif : -
SDKI 2018, hal 240
3.1 Intervensi
a. Gangguan mobilitas fisik
Observasi - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
melakukan mobilisasi
- Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Terapeutik - Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis pagar
tempat tidur)
- Fasilitasi melakukan pergerakan jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi - Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasin sederhana yang harus dilakukan (mis
duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke kursi)
SIKI 2019, hal 30
b. Resiko perfusi serebral tidak efektif
Observasi - Periksa sirkulasi perifer (mis nadi perifer, edema,
pengisian kapiler, warna, suhu)
- Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi (mis diabetes,
perokok, orantua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)
- Monitor panas, kemerahan, nyeri, bengkak pada
ekstremitas
Terapeutik - Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
- Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas
dengan keterbatasan perfusi
- Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area
yang cedera
- Lakukan pencegahan infeksi
- Lakukan perawatan kaki dan kuku
- Lakukan hidrasi
Terapeutik - Anjurkan berhenti merokok
- Anjurkan berolahraga rutin
- Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit
terbakar
- Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurunan kolesterol jika perlu
- Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara
rutin
- Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
- Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
- Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi
SIKI 2019, hal 346
c. Gangguan komunikasi verbal
Observasi - Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume, dan diksi
bicara
- Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang
berkaitan dengan bicara (mis memori, pendengaran,
bahasa)
- Monitor frustasi, marah, depresi, atau hal lain yang
menggangu bicara
- Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk
komunikasi

Terapeutik - Gunakan metode komunikasi alternatif (mis menulis, mata


berkedip, papan komunikasi dengan gambar dan huruf,
isyarat tangan, dan komputer)
- Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan
- Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan
- Ulangi apa yang disampaikan pasien
- Berikan dukungan psikologis
- Gunakan juru bicara, jika perlu
Edukasi - Anjurkan berbicara perlahan
- Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis,
fisiologis yang berhubungan dengan kemampuan
berbicara
Kolaborasi Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
SIKI 2019, hal 374
d. Defisit nutrisi
Observasi Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan yang disukai
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
5. Identifikasi perlunya penggunaan nasogastrik
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedomandiet
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan
7. Hentikan pemberian makan lewat selang jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi 1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis
pereda nyeri, antlemetik)
2. Kolaborasi dengan ahli gizi menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan.
SIKI 2019, hal 200
e. Defisit Perawatan Diri
Observasi 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
2. Monitor tingkat kemandirian
3. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri,
berpakaian, berhias, makan
Terapeutik 1. Sediakan lingkungan yang terapeutik (mis suasana rileks,
hangat, privasi)
2. Sediakan keperluan pribadi (mis parfum, sikat gigi, dan
sabun mandi)
3. Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai
mandiri
4. Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
5. Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan
perawatan diri
6. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi 1. Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten
sesuai kemampuan
SIKI 2019, hal 36
Daftar Pustaka

Muttaqin, Arif (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika
Muttaqin, Arif (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika
Pearce, E.C (2002). Anatomi dan Fisiologis untuk Paramedis. Jakarta : PT. Gramedia
Price, Sylvia. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC
Syarifuddin, D. (2003). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:
EGC
Tarwoto, W. E (2007). Keperawatan Medikal Bedah (Gangguan Sistem
Persyarafan) Jakarta: CV. Sagung Seto
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luarani Keperawatan
Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai