Anda di halaman 1dari 35

BAB I

Konsep Keperawatan

A. Pengertian
Halusinasi adalah pencerapan (persepsi) tanpa adanya rangsang
apapun pada pancaindra seseorang. Yang terjadi pada keadaan
sadar/bangun dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun
histerik. (Candra, 2017)
Stuart & laraia (2009) mendefinisikan halusinasi sebagai suatu
tanggapan dari panca indra tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal
halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Ada lima jenis halusinasi yaitu
pendengaran, penglihatan, penghidup, pengecapan dan peraba. Halusinasi
pendengaran merupakan jenis halusinasi yang paling banyak ditemukan
terjadi pada 70%, kemudian halusinasi penglihatan 20%, dan sisanya 10%
adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan. (Nurhalimah, 2016)
Pasien halusinasi merasakan adanya stimulus yang tidak
sebetulnya. Perilaku yang teramati papa pasien yang sudah mengalami
halusinasi pendengaran adalah pasien merasa mendengarkan suara padahal
tidak ada stimulus suara. Sedangkan pada halusinasi penglihatan pasien
mengatakan melihat bayangan orang atau sesuatu yang menakutkan
padahal tidak ada bayangan tersebut. Pada alusinasi penghidu pasien
mengatakan membaui bau-bauan tertentu pada orang lain tidak merasakan
sensasi serupa. Sedangkan halusinasi pengecapan, pasien mengatakan
makan atau minum sesuatu yang menjijikan. Pada halusinasi perabaan
pasien mengatakan serasa ada binatang atau sesuatu yang merayap di
tubuhnya atau di permukaan kulit. (Nurhalimah, 2016)
Menurut Vacarolis halusinasi dapat didefinisikan sebagai
terganggunya persepsi sensorik seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.

1
Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran
(Auditory-hearing voices or sounds) penglihatan (visual-seeing persons or
things), penciuman (Olfactory-smelling odors), pengecapan (Gustatory-
experiencing tastes). (Yosep, 2016)
Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada.pasien
merasa ada suara padahal tidak ada stimulus suara. Melihat bayangan
orang atau sesuatu yang menakutkan padahal tidak ada bayangan tersebut.
Membaui bau-bauan tertentu padahal orang lain tidak merasakan sensasi
serupa. Merasakan mengecap sesuatu padahal tidak sedng makan apapun.
Merasakan sensasi rabaan padahal tidak ada apapun dalam permukaan
kulit. (Yosep, 2016)
Diperkirakan 90% klien dengan skizofrenia mengalami halusinasi.
Meskipun bentuk halusinasinya bervariasi tetapi sebagian besar klien
skizofrenia dirumah sakit jiwa mengalami halusinasi. Suara dapat berasal
dalam diri individu atau luar dirinya. Suara dapat dikenal (familiar)
mislanya nenek yang meninggal. Suara dapat tunggal atau multipel. Isi
suara dapat memerintahkan sesuatu pada klien atau seringnya tentang
perilaku klien sendiri merasa yakin bahwa suara itu berasal dari Tuhan,
setan, sahabat, atau musuh. Kadang-kadang suara yang muncul semacam
bunyi bukan suara yang mengandung arti. (Yosep, 2016)

B. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari observasi terhadap pasien
sarta ungkapan pasien, adapun tanda dan gejala pasien halusinasi adalah
sebagai berikut :
a. Data subyetif; pasien mengatakan :
1. Mendengar suara-suara atau kegaduhan
2. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
3. Mendengar surah menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
4. Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun,
melihathantu atau monster

2
5. Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, fases, kadang-kadang
bau itu menyenangkan
6. Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
7. Merasa takut atau senang dengan halusinasinya
b. Data obyetif
1. Bicara atau tertawa sendiri
2. Marah-marah tanpa sebab
3. Mengarahkan telinga ke arah tertentu
4. Menutup telinga
5. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
6. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
7. Mencium sesuatu seperti sedang membuat bau-bauan tertentu
8. Menutup hidung
9. Sering meludah
10. Muntah
11. Menggaruk-garuk permukaan kulit. (Nurhalimah, 2016)

C. Etiologi
1) Faktor Predisposisi
menurut Yosep (2009) faktor predisposisi yang menyebabkan
halusinasi adalah:
1. faktor perkembangan
tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih
rentan terhadap stress.
2. faktor sosio kultural
seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak
bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya.
3. faktor biokimia

3
mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia. akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktifasinya neurotransmiter otak. Abnormalitas perkembangan
sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang
maladaptif baru mulai dipahami. ini ditunjukan oleh penelitian-
penelitian yang berikut:
a. penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizorefenia. lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.
b. beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmiter
yang berlebihan dan masalah pada sistem reseptor dopamin
dikaitkan dengan kejadian skizorefenia.
c. pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. pada anatomi otak klien dengan skizorefenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
4. faktor psikologis
tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya. klien lebih memilih kesenangan sesaat
dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
2) Faktor presipitasi
Menurut stuart (2007), dalam (Azizah, 2016) faktor presipitasi
terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1. biologis

4
gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
menagtur proses inflamasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh
otak diinterprestasikan.
2. stress lingkungan
ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukkan terjadinya gangguan
perilaku.
3. sumber koping
sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor.

D. Proses terjadinya
Untuk meningkatkan pemahaman tentang halusinasi. Proses
terjadinya halusinasi dijelaskan dengan menggunakan konsep strees
dengan adaptasi Stuart yang meliputi stressor dari factor predisposisi dan
presipitasi,
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari
a. Faktor biologis:
Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalamigangguan jiwa
(herediter), riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat
penggunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif yang tidak lain
(NAPZA).
b. Faktor Psikologis
Memilikiriwayat kegagalan yang berulang. Menjadi korban, pelaku
maupun saksi dari perilaku kekerasan serta kurangnya kasih saying
dari orang-orang disekitar atau overprotektif.
c. Sosial, Budaya dan Lingkungan

5
Sebagian besar pasien halusinasi berasal dari keluarga social
ekonomi rendah, selain itu pasien memiliki riwayat penolakan dari
lingkungan pada usia perkembangan anak, pasien halusinasi sering
kali memiliki pendidikan rendah serta mengalami kegagalan dalam
hubungan social (perceraian, hidup sendiri), serta tidak bekerja.
b. Faktor Presipitasi
Stressor prespitasi pasien gangguan persepsi sensori halusinasi
ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis, atau
kelainan struktur otak, adanya riwayat kekerasan dalam keluarga,
atau adanya kegagala-kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya
aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak
sesuai dengan pasien serta konflik antar masyarakat. (Nurhalimah,
2016)

6
E. Patofisiologi

Kerusakan Komunikasi
Resiko mencederai diri,
orang lain dan lingkungan
Bicara, tersenyum, tertawa sendiri
Konsentrasi mudah berubah, kekacauan arus pikir

Perubahan proses pikir Mendengar bisikan yang


Arus, Bentuk isi menyuruh untuk
membunuh/dibunuh
Mempengaruhi neurotransmitter otak

Stimulus SSO, internal meningkat, eksternal menurun Perubahan proses sensori:


Halusinasi
Tidak peduli dengan lingkungan sekitar

Fokus pada diri sendiri Merangsang keluarnya


zat Halusinogen
HDR

Koping Maladaptif

Stress Psikologis

(Azizah, 2016)

7
F. Rentan respon
Stuart and Laria menjelaskan rentang neurobilogis pada pasien
dengan gangguan sensori persepsi halusinasi sebagai berikut:
Respon Adaptif Respon Masalah

Pikiran logis Proses pikir kadang


Gangguan proses
persepsi akurat terganggu ilusi emosi
pokir Waham
Emosi konsisiten berlebihan / kurang
Halusinasi kerusakan
perilaku sesuai perilaku tidak
proses emiso
hubungan sosial terorganisir isolasi
perilaku tidak sesuai
harmonis sosial

(Nurhalimah, 2016)

G. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami pasien memiliki tahapan sebagai berikut:
a. Tahap I: halusinasi bersifat menenangkan, tingkat ansietas pasien
sedang. Pada tahap ini halusinasi secara umum menyenangkan.
Karakteristik: karakteristik tahap ini ditandai dengan adanya
perasaan bersalah dalam diri pasien dan timbul perasaan takut. Pada
tahap ini pasien mencoba menenangkan pikiran untruk mengurangi
ansietas. Individu mengetahui bahwa pikiran dan sensori yang
dialaminya dapat dikendalikan dan bisa diatasi (non psikotik).
Perilaku yang teramati:
 Menyeringai/ tertawa yang tidak sesuai
 Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
 Respon verbal yang lambat
 Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap II: Halusinasi bersifat menyalahkan, pasien mengalami
ansietas tingkat berat dan halusinasi bersifat menjijikan untuk pasien.
Karakteristik: Pengalaman sensori yang dialami pasien bersifat
menjijikan dan menakutkan, pasien yang mengalami halusinasi mulai

8
merasa kehilangan kendali, pasien berusaha untuk menjauhkan dirinya
dari sumber yang dipersepsikan, pasien merasa malu karena
pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain (non psikotik).
Perilaku yang teramati:
 Peningkatan kerja susunan saraf otonom yang menunjukkan
timbulnya ansietas seperti peningkatan nadi, TD dan
pernafasan.
 Kemampuan konsentrasi menyempit
 Dipenuhi dengan pengalaman sensorik, mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan halusinasi dan realita
c. Tahap III: Pada tahap ini halusinasi mulai mengendalikan perilaku
pasien, pasien berada pada tingkat ansietas berat. Pengalaman sensori
menjadi menguasai pasien.
Karakteristik: Pasien yang halusinasi pada tahap ini menyerah untuk
melawan pengalaman halusinasi dan membiarkan halusinasi
menguasai dirinya. Isi halusinasi dapat berupa permohonan, individu
mungkin mengalami kesepian jika pengalaman tersebut berakhir
(psikotik).
Perilaku yang teramati:
 Lebih cenderum mengikuti petunjuk yang diberikan oleh
halusinasinya daripada menolak.
 Kesulitan berhubungan dengan orang lain
 Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik
dari ansietas berat seperti: berkeringat, tremor, ketidak
mampuan mengikuti petunjuk.
d. Tahap IV: Halusinasi pada saat ini, sudah sangat menaklukkan dan
tingkat ansietas berada pada tingkat panic. Secara umum halusinasi
menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan delusi.
Karakteristik: Pengalaman sensori menakutkan jika individu tidak
mengikuti perinta halusinasinya. Halusinasi bisa berlangsung dalam
beberapa jam atau hari apabila tidak di intervensi (psikotik).

9
Perilaku yang teramati:
 Perilaku menyerang- terror seperti panic
 Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang
lain
 Amuk, agitasi dan menarik diri
 Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang komplek
 Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang lain.
(Nurhalimah, 2016)

H. Jenis Halusinasi
 Halusinasi penglihatan (halusinasi optik):
Sesuatu yang dilihat seolah-olah berbentuk orang, binatang, barang,
atau benda. Sesuatu yang dilihat seolah-olah tidak berbentuk: sinar,
kilatan atau pola cahaya, dan yang dilihat seolah-olah berwarna atau
tidak berwarna.
 Halusinasi auditif atau halusinasi akustik yaitu halusinasi yang seolah-
olah mendengar suara manusia, suara hewan, suara barang, suara
mesin, suara musik, dan suara kejadian alami.
 Halusinasi alfaktorik (halusinasi penciuman) yaitu hakusinasi yang
seolah-olah mencium suatu bau tertentu.
 Halusinasi gustatorik (halusinasi pengecap) yaitu halusinasi yang
seolah-olah mengecap suatu zat atau rasa tentang sesuatu yang
dimakan.
 Halusinasi taktil (halusinasi peraba) yaitu halusinasi yang seolah-olah
merasa diraba-raba, disentuh, dicolek-colek, ditiup, dirambati ulat, dan
disinari.
 Halusinasi kinestik (halusinasi gerak) yaitu halusinasi yang seolah-
olah merasa badanya bergerak di sebuah ruang tertentu dan merasa
anggota badannya dengan sendirinya.

10
 Halusinasi visceral yaitu halusinasi organ tubuh bagian dalam yang
seolah-olah ada perasaan tertentu yang timbul di tubuh bagian dalam
(misalnya, lambung seperti ditusuk-tusuk jarum).
 Halusinasi hipnagogik yaitu persepsi sensoris berkerja yang salah
yang terdapat pada orang normal, terjadi sebelum tidur.
 Halusinasi hipnopompik yaitu persepsi sensori berkerja yang salah,
pada orang normal, terjadi sebelum tidur.
 Halusinasi histerik yaitu halusinasi yang timbul pada neurosis histerik
karena konflik emosional.
Isi halusinasi adalah tema halusinasi dan interpretasi pasien tentang
halusinasinya, seperti: mengacam, menyalahkan, keagamaan, menghina,
kebesaran, seksual, membesarkan hati, membujuk, atau hal-hal yang baik.
Hal-hal yang dapat menimbulkan halusinasi adalah Skizofrenia,
psikosis fungsional, Sindrom Otak Organik (SOO), epilepsi, neurosis,
histeris, intoksikasi atropine atau kecubung, dan zat halusinogen. (Candra,
2017)

I. Mekanisme koping
1. regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari
2. proyeksi : menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan berusaha
untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
3. menarik diri : mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.

J. Perilaku
Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan :
1. Isi halusinasi dengan menanyakan suarasiapa yang didengar dan apa
dikatakan oleh suara itu. Jika halusinasi audiotik ada bentuk bayangan
yang dilihat oleh klien. Jika halusinasi visual berarti apa yang dicium.
Jika halusinasi penghidung rasa yang dikecap. Jika halusinasinya
dikecap apa yang dirasakan.

11
2. Waktu kali frekuensi dengan menanyakan pengalaman halusinanya
muncul.

K. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi

Mengontrol Halusinasi dengan Patuh Minum Obat

Tujuan

1. Klien memahami pentingnya patuh minum obat


2. Klien memahami akibat tidak patuh minum obat
3. Klien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat
Setting
1. Terapi dan klien duduk bersama dalam lingkaran
2. Ruangkan nyaman dan tenang
Alat
1. Spidol dan whiteboard / papan tulis / flipchart
2. Jadwal kegiatan harian
3. Beberapa contoh obat
Metode
1. Diskusi dan tanya jawab
2. Melengkapi jadwal harian

Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak kepala klien yang telah mengikuti sesi 4
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
 Salam dari terapis kepada klien
 Terapis dan klien memakai papan nama

12
b. Evaluasi / vlidasi
 Menanyakan perasaan klien saat ini
 Terapis menanyakan pengalaman klien mengontrol
halusinasi setelah menggunakan tiga cara yang telah
dipelajari ( menghardik, menyibukkan diri dengan
aktivitas terjadwal, dan bercakap-cakap dengan orang
lain)
c. Kontrak
 Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi
dengan patuh minum obat
 Menjelaskan aturan main berikut
 Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok,
harus meminta izin kepada terapis
 Lama kegiatan 45 menit
 Seriap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai
selesai
3. Tahap kerja
a. Terapis menjelaskan untungnya patuh minum obat, yaitu
mencegah kambuh karena obat memberi perasaan tenang,
dan memperlambat kambuh.
b. Terapis menjelaskan kerugian tidak petuh minum obat, yaitu
penyebeb kambuh.
c. Terapis meminta tiap klien menyampaikan obat yang
dimakan dan waktu memakannya.buat daftar di whiteboard.
d. Menjelaskan 5 benar minum obat,yaitu benar obat, benar
waktu minum obat,benar orang minum obat, benar cara
minum obat,benar dosis obat.
e. Minta klien menyebutkan 5 benar cara minum obat,secara
bergiliran.
f. Berikan pujian pada klien yang benar.

13
g. Mendiskusikan perasaan klien sebelum minum obat (catat di
whiterboard)
h. Mendiskusikan perasaan klien setelah teratur minum obat
(catat di whiterboard).
i. Menjelaskan keuntungan patuh minum obat,yaitu salah satu
cara mencegah halusinasi/kambuh.
j. Menjelaskan akibat /kerugian tidak patuh minum obat, yaitu
kejadian halusinasi /kambuh.
k. Minta klien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum
obat dan kerugian tidak patuh minum obat.
l. Memberikan pujian tiap kali klien benar.

4. Tahap terminasi
a. evaluasi
 Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
 Terapis menanyakan jumlah cara mengontrol halusinasi
yang sudah dipelajari
 Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b. tindak lanjut
Menganjurka klien mengunakan empat cara
mengontrol halusinasi, yaitu menghardik melakukan
kegiatan harian, bercakap-cakap, dan patuh minum obat.
c. Kontrak yang akan datang
 Terapis mengakhiri sesi TAK stimulus persepsi untuk
mengontrol halusinasi.
 Buat kesepakatan baru untuk TAK yang lain sesuai
dengan indikasi klien.

Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses Tak berlangsung, khususnya pada


tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan mengontrol

14
halusinasi sesi 5, kemampuan klien yang diharapkan adalah
menyembutkan 5 benar cara minum obat, keuntungan minum obat, dan
akibat tidak patuh minum obat. Formulir evaluasi sebagai berikut.

Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien pada catatan


proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti sesi 5, TAK
stimulasi presepsi halusinasi. Klien mampu menyebutkan 5 benar cara
minum obat, manfaat minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat
(kambuh). Anjurkan klien minum obat dengan cara yang benar. (Keliat,
2016)

2. Terapi Somatik
a. Terapi Modalitas yang Cocok pada Klien Halusinasi
1. Terapi kelompok
Dengan terapi kelpompok perawatdapat
beribteraksidengan kelompok klien secara teratur, sehingga
dapat meningkatkan kesadaran diri, meningkatakan
hubungan interpersonal, mengubah perilaku Malladaptif .
2. Terapi individual
Dengan terapi individual klien dapat menjalin
hubungan terstruktur antara perawat dan klien untuk
mengubah perilaku klien. Sehingga dapat mengembangkan
kemampuan klien dalam menyelesaikan konflik, meredakn
penderitaan emosional, dan klien dapat memenuhi
kebutuhan dirinya.
3. Terapi lingkungan
Dengan terapi lingkungan perawat dapat menata
lingkungan, agar terjadi perubahan perilaku klien dari
perilaku malladaptif menjadi perilaku adaptif. Klien dapat

15
berinteraksi dengan orang lain. Perawat juga mendorong
komunikasi dan pembuatan keputusan belajar keterampilan
dan perilaku yang baru.
4. Terapi kognitif
Bertujuan mengembangkan pola pikir yang rasional,
mengidentifikasi stimulus dan keyakinan yang tidak akurat
dengan realita. Membiasakan diri selalu menggunakan
pengetesan realita dalam menanggapi setiap stimulus.
Mengembalikan perilaku dengan cara mengubah pola
berpikir, model dan apa yang dirasakan klien bisa dibantah
5. Terapi keluarga
Dengan adanya dorongan keluarga dengan
carakeluarga harus sering berinteraksi dengan klien untuk
meningkatkan fungsi keluarga. Keluarga harus meyakinkan
bahwa apa yang didengar tidak nyata. (Azizah, 2016)

b. Terapi aktivitas kelompok (TAK) yang sesuai dengan klien


halusinasi

Terapi aktivitas yang cocok untuk kasus diatas adalah


terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi(TAKSP) mengontrol
halusinasi, dengan terapi tersebut klien yang mengalami
halusinasi dapat mengontrol halusinasinya. Aktivitas digunakan
untuk memberikan stimulasipada sensasi klien, kemudian
diobservasi reaksi sensorik klien berupa ekspresi emosi atau
perasaan melalui gerakan tubuh, ekspresi muka, ucapan. TAK
stimulasi persepsi membantu klien yang mengalami kemunduran
orientasi dalam upaya memotivasi proses pikir serta mengurangi
perilaku maladaptif. (Azizah, 2016)

TAKSP mengontrol halusinasi terdiri dari 5 sesi yaitu:

16
1. Sesi 1: klien mengenal halusinasi
2. Sesi 2: mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
3. Sesi 3: mengontrol dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain
4. Sesi 4: mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas
terjadwal
5. Sesi 5: mengontrol halusinasi dengan cara atau dengan
carapatuh minum obat. (Azizah, 2016)

17
BAB II

PROSES PENGKAJIAN

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal didalam pelaksanaan asuhan
keperawatan. Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi
pada pasien dan keluarga.
Tanda dan gejala gangguang bsensorik persepsi halusinasi dapat
ditemukan dengan wawancara, melalui pertanyaan sebagai beriku :
a. Dar pengamatan saya sejak tadi, bapak/ibu tampak seerti bercakap-
cakap sendiri apa yang sedang bapak/ibu dengar/melihat?
b. Apakah bapak/ibu melihat bayang-bayang yang menakutkan?
c. Apakah bapak/ibu mencium bau tertentu yang mejijikan?
d. Apakah ibu/bapak merasakan sesuatu yang menjalar ditubuhnya?
e. Apakah ibu/bapak merasakan sesuatu yang menjijikan dan
mengenakan?
f. Seberapa sering bapak atau ibu mendengar suara-suara atau
melihat bayangan tersebut?
g. Kapan bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayang-bayang?
h. Pada situasi apa bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayang-
bayang?
i. Bagaimana perasaan bapak/ibu mendegar suara atau melihat
bayangan tersebut?
j. Apa yang sudah bapak/ibu lakukan, ketika mendengar suara dan
melihat bayangan tersebut?
Tanda dan gejala halusinasi yang dapat ditemukan melalui observasi
sebagai berikut:
a. Pasien tampak bicara atau tertawa sendiri
b. Marah-marah tanpa sebab
c. Memiringkan atau mengarahkan teliga kearah tertentu atau
menutup telinga

18
d. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
e. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
f. Menghidu seperti sedang membawi bau-bauan tertentu
g. Menutup hidung
h. Sering meludah
i. Muntah
j. Menggaruk permukaan kulit. (Nurhalimah, 2016)

B. Masalah Keperawatan
1. Konsep diri
Masalah keperawatan : harga diri rendah
2. Hubungan sosial
Masalah keperawatan : isolasi diri
3. Spiritual
Masalah keperawatan : tidak ada masalah

C. Analisis Data
Dengan melihat data subjektif dan objektif dapat menentukan
permasalahan yang dihadapi klien dengan memperhatikan pohon masalah
dapat diketahui sampai pada efek dari masalah tersebut.
NO Data Foukus Masalah Keperawatan
1. Data subjek Gangguan sensorik persepsi
 Klien mengatakan sering halusinasi auditori
mendengar suara-suara
gemuru pada pagi dan malam
 Klien mengatakan pernah
masuk RSJ dengan penyakit
yang sama

Data Objektif

19
 Klien tampak sering komat-
kamit
 Klien sering menyendiri
 ADL mamdiri

D. Pohon Masalah

Effect Risiko tinggi perilaku kekerasan

Core Problem Perubahan persepsi sensori: Halusinasi

Cause Isolasi sosial

Harga diri rendah kronis

(Yosep, 2016)
E. Diagnosa
 Gangguan persepsi sensori Halusinasi
No Data Masalah Keperawatan
1 Data Objektif :
 Bicara atau tertawa sendriri Halusinasi

20
 Mengarahkan telinga ke posisi
tertentu
 Menutup telinga
Data Subjektif:
 Mendengarkan suara-suara atau
kegaduhan
 Mendengar suara yang mengajak
bercakap-cakap
 Mendengar suara menyuruh
melakukan sesuatu yang berbahaya
(Nurhalimah, 2016)

F. Intervensi Keperawatan
PASIEN KELUARGA
No. SPIP SPIK
1. Identifikasi halusinasi: jeis isi, Diskusikan masalah yang
frekuensi, waktu terjadi, situasi dirasakan dalam merawat
pencetus, perasaan, respon pasien
2. Jelaskan cara mengontrol halusinasi: Jelaskan pengertian, tanda &nn
hardik, obat, bercakap-cakap, gejala dan proses terjadinya
melakukan kegiatan halusinasi (gunakan booklet)
3. Latihan cara mengontrol halusinasi Jelaskan cara merawat
dengan menghardik halusinasi
4. Masukan pada jadwal kegiatan untuk Latih cara merawat halusinasi:
latihan menghardik hardik
5. _ Anjuran membuat pasien
sesuai jadwal dan member
pujian
SPIIP SPIIK
1 Evaluasi kegiatan menghardik. Beri Evaluasi kegiatan keluarga

21
pujian dalam merawat/melatih pasien
menghardik. Beri pujian.
2 Latih cara mengontrol halusinasi Jelaskan 6 benar cara
dengan obat (jelaskan 6 benar: jenis, memberikan obat
guna, dosis, frekuensi, cara,
kontuinitas dan munim obat)
3 Masukan pada jadwal kegiatan untuk Latih cara memberikan/
latihan menghardik dan minum obat membimbing minum obat
4 _ Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan memberi
pujian
SPIIIP SPIIIK
1 Evaluasi kegiatan tatihan menghardik Evaluasi kegiatan keluarga
& obat. Beri pujian dalam merawat/melatih pasien
menghardik dan memberikan
obat. Beri pujian
2 Latih cara mengontrol halusinasi Jelaskan cara bercakap-cakap
dengan bercakap-cakap saat dan melakukan kegiatan untuk
terjadinya halusinasi mengontrol halusinasi.
3 Masukkan pada jadwal kegiatan untuk Latihan dan sediakan waktu
latihan menghardik, minum obat, dan bercakap-cakap dengan pasien
bercakap-cakap terutama saat halusinasi
4 _ Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan memberikan
pujian
SPIVP SPIVK
1 Evaluasi kegiatan latihan menghardik Evaluasi kegiatan keluarga dan
& obat & bercakap-cakap. Beri pujian merawat/ melatih pasien
menghardik, memberikan obat
& bercakap-cakap. Beri pujian

22
2 Latihan cara mengontrol halusinasi Jelaskan follow up ke
dengan melakukan kegiatan harian RSJ/PKM, tanda kambuh,
(mulai 2 kegiatan) rujukan
3 Masukan pada jadwal kegiatan untuk Anjurkan membantu pasien
latihan menghardik, minum obat, sesuai jadwal dan memberikan
bercakap-cakap, dan kegiatan harian. pujian
SPVP SPVK
1 Evaluasi kegiatan latihan menghardik Evaluasi kegiatan keluarga
& obat & bercakap-cakap & kegiatan dalam merawat/melatih pasien
harian. Beri pujian menghardik & memberikan
obat & bercakap-cakap &
melakukan kegiatan harian dan
follow up. Beri pujian
2 Latihan kegitan harian Nilai kemampuan keluarga
merawat pasien
3 Nilai kemampuan yang telah mandiri Nilai kemampuan keluarga
melakukan control ke
RSJ/PKM
4 Nilai apakah halusinasi terkontrol _

G. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Tujuan umum:
klien tidak
menciderai diri
sendiri atau
orang lain
ataupun

23
lingkungan.
TUK 1 : Klien mampu 1. Bina hubungan saling hubungan saling
Klien dapat membina hubugan percaya dengan percaya merupakan
membina saling percaya menggunakan prinsip langkah awal
hubungan dengan perawat komunikasih menentukan
saling percaya dengan kriteria terapeutik: keberhasilan
dengan hasil : a. Sapa klien dengan rencana selanjutnya.
perawat - Membelas ramah baik verbal Untuk mengurangi
sapaan maupun non verbal kontak klien dengan
perawat b. Perkenalkan diri halusinasinya
- Ekspresi dengan sopan dengan mengenal
wajah c. Tanyakan nama halusinasi akan
bersahabat dan lengkap klien dan membantu
senang nama panggilan mengurangi dan
- Ada kontak kesukaan klien mengurangi
mata d. Jelaskan maksud halusinasi.
- Mau berjabat dan tujuan
tangan interaksi
- Mau menyebut e. Berikan perhatian
nama pada klien,
- Klien mau perhatikan
duduk kebutuhan
berdampingan dasarnya
dengan 2. Beri kesempatan klien
perawat untuk
- Klien mau mengungkapkan
mengutarakan perasaannya
masalah yang 3. Dengarkan ungkapan
dihadapi klien dengan empati
TUK 2: Klien mampu 1. adakan kontak sering Mengetahui apakah

24
Klien dapat mengenali dan singkat secara halusinasi datang
mengenali halusinasinya bertahap dan menentukan
halusinasi. dengan kriteria 2. Tanyakan apa yang tindakan yang tepat
hasil: didengar dari atas halusinasinya
- Klien dapat halusinasi
menyebutkan 3. Tanyakan kapan Mengenalkan pada
waktu, halusinasinya datang klien tergadap
timbulnya 4. Tanyakan isi halusinasi dan
halusinasi halusinasinya mengidentifikasi
- Klien dapat 5. Bantu klien faktor pencetus
mengidentifika mengenalkan halusinasinya
si kapan halusinasinya
frekuensi - Jika menemukan Menentukan
situasi saat klien sedang tindakan yang sesuai
terjadi berhalusinasi, bagi klien untuk
halusinasi tanyakan apakah ada mengontrol
- Klien dapat suara yang di dengar halusinasinya
mengungkapka - Jika klien menjawab
n perasaannya ada, lanjutkan apa
yang dikatakan
- Katakan bahwa
perawat percaya klien
mendengar suara itu,
namun perawat
sendiri tidak
- Katakan bahwa klien
lain juga ada yang
seperti klien
- Katakan bahwa
perawatan akan
membantu klien

25
6. Diskusikan dengan
klien:
- Situasi yang
menimbulkan atau
tidak menimbulkan
halusinasinya
- Waktu, frekuensi
terjadinya halusinasi
7. Diskusikan dengan
klien apa yang
dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah,
takut, sedih, senang)
beri kesempatan
mengungkapkan
perasaannya
TUK 3 : - Klien dapat 1. Identifikasih bersama
Klien dapat mengidentifikasi klien tindakan yang
mengontror tindakan yang biasa dilakukan bila
halusinasinya dilakukan untuk terjadi halusinasinya
mengendalikan 2. Diskusikan manfaat
halusinasinya dan cara yang
- Klien dapat digunakan klien, jika
menunjukan cara bermanfaat beri
baru untuk pujian
mengontrol 3. Diskusikan cara baik
halusinasi memutuskan atau
mengontrol halusinasi
- Katakan saya tidak
mau dengar kamu (
pada saat

26
halusinasinya
terjadi)
- Temui orang lain
(perawat atau teman
atau anggota
keluarga) untuk
bercakap-cakap atau
mengatakan
halusinasi yang di
dengar
- Membuat jadwal
kegiatan sehari-hari
- Meminta keluarga
atau teman atau
perawat untuk
menyapa klien jika
tampak berbicara
sendiri, melamun
atau kegiatan yang
tidak terkontrol
4. Bantu klien memilih
dan melatih cara
mengetus halusinasi
secara bertahap.
5. Beri kesempatan
untuk melakukan
cara yang dilatih.
Evaluasi hasilnya
dan beri pujian jika
berhasil.
6. Anjurkan klien

27
mengikuti terapi
aktivitas kelompok,
jenis orientasi realita
atau stimulasi
persepsi.
TUK 4 - Klien dapat 1. Anjurkan klien untuk Membantu klien
Klien dapat memilih cara memberi tahu menentukan cara
dukungan dari mengatasi keluarga jika mengontrol
keluarga untuk halusinasi. mengalami halusinasi. halusinasi periode
mengontrol - Klien 2. Diskusikan dengan berlangsung
halusinasinya melaksanakan keluarga (pada saat halusinasi:
cara yang keluarga berkunjung 1. Memberi suport
dipilih untuk atau kunjungan kepada klien.
memitus rumah). 2. Menambah
halusinasinya. a. Gejala halusinasi pengetahuan
- Klien dapat yang dialami klien untuk
mengikuti pasien. melakukan
teraipi aktivitas b. Cara yang dapat tindakan
kelompok. dilakukan klien dan pencegahan
keluarga untuk halusinasi.
memutus
halusinasi. Membantu klien
c. Cara merawat untuk beradaptasi
anggota keluarga dengan cara alternatif
yang mengalami yang ada, memberi
halusinasi dirumah: motivasi agar cara
beri kegiatan, diulang.
jangan biarkan
sendiri, makan
bersama,
berpergian

28
bersama.
d. Beri informasi
waktu follup atau
kapan perlu
mendapat bantuan
halusinasi tidak
terkontrol dan
risiko tercederai
orang lain.
3. Diskusikan dengan
keluarga dan klien
(tentang jenis, dosis,
frekuensi dan manfaat
obat).
4. Pastikan klien minum
obat sesuai dengan
program dokter.

TUK 5: - Keluaraga 1. Anjurkan klien bicara Partisipasi klien


Klien dapat dapat membina dengan dokter dalam kegiatan
menggunakan hubungan tentang manfaat dan tersebut membantu
obat dengan saling percaya efek samping obat. klien beraktivitas
benar untuk dengan 2. Diskusikan akibat sehingga halusinasi
mengendalikan perawat. berhenti obat tanpa tidak muncul,
halusinasi. - Keluarga dapat konsultasi. meningkatkan
menyebutkan 3. Bantu klien pengetahuan
pengertian, menggunakan obat keluarga tentangn

29
tanda, tindakan dengan prinsif lima obat, membantu
untuk benar. mempercepat
mengalihkan penyembuhan dan
halusinasi. memastikan obat
- Klien dan sudah diminum oleh
keluarga dapat klien. Meningkatkan
menyebutkan pengetahuan tentang
manfaat, dosis manfaat dan efek
dan efek samping obat.
samping obat, Mengetahui reaksi
klien minum setelah minum obat.
secara teratur. Ketepatan prinsif
- Klien dapat lima benar minum
informasi obat membantu
tentang manfaat penyembuhan dan
dan efek menghindari
samping obat. kesalahan minum
- Klien dapat obat serta membantu
memahami tercapainya standar.
akibat berhenti
minum obat
tanpa
konsultasi.
- Klien dapat
menyebutkan
prinsif lima
benar minum
obat.
(Azizah, 2016)

30
H. Strategi Pelaksanaan SP

SP 1 Pasien:

1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien


2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
6. Mengidentifikasi respon pasien tahap halusinasi
7. Mengajarkan pasien menghardik halusinasi
8. Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dan
jadwal kegiatan harian.

SP 2 Pasien:
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain.
3. Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan sehari-hari
SP 3 Pasien:
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan
(kegiatan yang bisa dilakukan pasien).
3. Menganjurkan pasien memasukan dalam kegiatan sehari-hari
SP 4 Pasien:
1. Evaluasi jadwal pasien yang lalu (SP 1, 2, 3)
2. Menanyakan pengobatan selanjutnya
3. Menjelaskan tentang pengobatan
4. Melatih pasien minum obat (5 benar)
5. Masukan jadwal
SP 1 Keluarga:
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam rawat pasien

31
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi dan jenis
halusinasi yang dialami pasien beserta proses terjadinya.
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi.
SP 2 keluarga:
1. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan
halusinasi
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien
halusinasi

SP 3 Keluarga:
1. Membantu keluarga membuat jadwal kegiatan aktivitas dirumah
termasuk minum obat.
2. Menjelaskan follup pasien setelah pulang. (Azizah, 2016)

I. Implementasi
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang disesuai dengan
rencana tindakan keperawatan yang sudah direncanakan perawatan perlu
memvalidasi rencana tindakan keperawatan yang masih dibutuhkan
disesuaikan dengan kondisi klien saat ini.

J. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk nilai efek dari
tindakan keperawatan yang dilaksanakan evaluasi dapat dilakukan
keperawatan yang dilaksanakan dengan menggunakan SOAP:
S : Respon subyektif klien terhadap lingkungan yang diberikan dapat
diukur dengan menanyakan pertanyaan sederhana terkait dengan
tindakan keperawatan seperti :
“Bapak sebutkan kembali cara mengontrol atau memutuskan halusinasi
yang benar”

32
O : Respon objektif dari klien terhadap keperawatan yang telah diberikan
dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat ini
tindakan dilakukan.
A : Analisa ulang data subyektif dan obyektif untuk mengumpulkan
apakah masalah tetap atau muncul masalah baru atau data-data yang
kontradiksi
P : Perencanaan atau tindakan lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon
klien yang terdiri dari tindakan lanjut dan tindakan lanjut perawat.

Hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan halusinasi


adalah:
a. Klien mampu mengetahui halusinasi.
b. Klien mampu mengidentifikasi gejala halusinasi
c. Klien mampu memutuskan halusianasi dengan berbagai cara yang
telah diajarkan.

33
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Halusinasi adalah pencernan (persepsi) tanpa adanya


rangsangan apapun pada pencaidra seseorang. yang terjadinya pada
keadaan sadar/bangun dasarnya mungkin organik, fungsional,
psikotik ataupun histerik. halusinasi terbagi atas beberapa jenis,
yaitu halusinasi penglihatan, halusinasi auditif atau halusinasi
akustis (pendegaran), halusinasi alfaktori (penciuman), halusinasi
gustatori (pengecap), halusinasi taktil atau peraba, halusinasi
kinestik (gerak), halusinasi viceral, halusinasi hipnagogik (persepsi
sensoris), dan halusinasi histerik.

Adapun intervensi yang diberikan kepada pasien dan juga


kepada keluarga yang terdiri dari SP 1- SP 5, setelah itu kita akan
memberikan tindakan sesuai dengan rencana keperawatan yang
sudah direncanakan perawat sesuai dengan yang dibutuhkan dan
idsesuaikan dengan kondisi klien saat ini.

B. SARAN

sebagai penyusun makalah ini, kami kelompok 1 menyadari


masi banyak kesalahan pada makalah ini. Besar harapan kami
kepada dosen atau teman-teman memberikan kritik dan saran yang
bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih sempurna.

34
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa Teori dan Aplikasi
Praktik Klinik. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.

Candra, I. W. (2017). Psikologi Landasan Keilmuan Praktik Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: ANDI (Anggota IKAPI).

Keliat, B. A. (2016). Keperawatan Jiwa Terapi Aktifitas Kelompok Edisi 2.


Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Nurhalimah. (2016). Keperawatan Jiwa. Jakarta: Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia.

Yosep, I. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.

35

Anda mungkin juga menyukai