Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia diciptakan oleh Allah selain menjadi hamba-Nya, juga
menjadi khalifah di bumi. Selaku hamba dan khalifah, manusia telah diberi
kelengkapan kemampuan jasmaniah (fisiologis) dan rohaniah (mental
psikologis) yang dapat ditumbuhkembangkan seoptimal mungkin agar dapat
menjalankan fungsinya sebagai khalifah dengan baik.1
Potensi atau yang lebih dikenal dalam Islam dengan istilah “fitrah”
ini, harus dikembangkan dengan menerapkan pendidikan dalam kehidupan
sehari-hari. Pentingnya usaha pendidikan dalam rangka pengembangan
potensi manusia sejalan dengan apa yang termaktub dalam Al-Qur’an surat
Ar-Ra’d ayat 11 :
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Q.S. Ar-Ra’d: 11)
Atas dasar inilah pendidikan Islam dalam usaha pengembangan
seluruh potensi yang dimiliki anak didiknya, menjadi sebuah kemampuan
yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Di dalam makalah ini akan
dibahas mengenai pengertian potensi menurut pandangan Islam, macam-
macam potensi menurut pandangan Islam, faktor- faktor yang mempengaruhi
potensi dan cara mengembangkan potensi peserta didik perspektif pendidikan
Islam.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian potensi menurut pandangan Islam?
2. Apa saja macam-macam potensi menurut pandangan Islam?
3. Apa saja faktor- faktor yang mempengaruhi potensi?
4. Bagaimana cara mengembangkan potensi peserta didik perspektif
pendidikan Islam?

1 Arifin, Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan


Pendekatan Interdisipliner ( Jakarta: Bumi Aksara, 2014) 141.
C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian potensi menurut pandangan Islam.
2. Mengetahui macam-macam potensi menurut pandangan Islam.
3. Mengetahui pengertian potensi menurut pandangan Islam.
4. Mengetahui cara mengembangkan potensi peserta didik perspektif
pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Potensi
Kata potensi berasal dari bahasa Inggris yaitu potency, potential dan
potentiality, yang mana dari ketiga kata tersebut memiliki arti tersendiri. Kata
potency memiliki arti daya, tenaga, kekuatan, dan kemampuan. Kemudian
kata potential memiliki arti kemampuan terpendam yang mempunyai
kemungkinan untuk dapat dikembangkan, sehingga mampu menjadi actual.
Sedangkan kata potentiality berarti karakteristik atau ciri-ciri khas memiliki
satu kemampuan atau kesanggupan laten, atau memiliki daya atau kekuatan
untuk bertingkah laku dengan cara tertentu bagi masa mendatang.2
Dalam etimologi Islam, potensi dikenal dengan istilah fitrah. Fitrah
berasal dari bahasa Arab, yaitu fithrah jamaknya fithar, yang diartikan
sebagai perangai, tabi’at, kejadian, asli, agama, ciptaan. Menurut M. Quraish
Shihab, istilah fitrah diambil dari akar kata al-fithr yang berarti belahan.
Fitrah juga berarti ciptaan, sifat tertentu yang mana setiap yang maujud
disifati dengannya pada awal masa penciptaannya, sifat pembawaan manusia
(yang ada sejak lahir), agama, as-sunnah.3 Secara terminologi fitrah
merupakan citra asli manusia, yang berpotensi baik atau buruk tergantung
terhadap pilihan mana diaktualisasikannya. Sedangkan menurut ilmuan
muslim tentang definisi fitrah adalah sebagai berikut:
1. Al Ghazali mengartikan bahwa fitrah merupakan dasar bagi manusia yang
diperolehnya sejak lahir dengan memiliki keistimewaan-keistimewaan
sebagai berikut:
a. Beriman kepada Allah.
b. Kemauan dan kesediaan untuk menerima kebaikan dan keturunan atau
dasar kemampuan untuk menerima pendidikan dan pengajaran.
c. Dorongan ingin tau untuk mencari hakikat kebenaran yang berwujud
daya untuk berfikir.

2 Ahmad Susanto, Bimbingan dan Konseling di Sekolah Konsep, Teori dan Aplikasinya
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), 5.
3 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008) 17.
d. Dorongan biologis yang berupa syahwat, nafsu, dan tabiat.
e. Kekuatan-kekuatan lain dan sifat- sifat manusia yang dapat
dikembangkan dan dapat disempurnakan.4
2. Abdurrahman Saleh Abdullah mengartikan kata fitrah sebagai bentuk
potensi yang diberikan Allah padanya, di saat penciptaan manusia di dalam
rahim. Potensi tersebut belum bersifat final, akan tetapi merupakan proses
pada upaya aktualisasi secara paripurna.5
3. Muhammad bin Ansyur mendefinisikan fitrah kepada pengertian bentuk
dan sisten yang ditunjukkan Allah kepada setiap makhluk. Sedangkan
fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakanAllah
pada manusia yang berkaitan dengan kemampuan akal dan jasmaniah.6
Dalam konteks ini, terlihat pengertian fitrah diartikan sebagai potensi
yang diberikan Allah kepada manusia. Dengan potensi itu, manusia mampu
melaksanakan amanat di dibebankan Allah kepanya. Potensi tersebut meliputi
potensi seluruh dimensi manusia.7
Berpijak pada definisi-definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa
potensi adalah sesuatu atau kemampuan dasar manusia yang telah ada dalam
dirinya yang siap untuk direalisasikan menjadi kekuatan dan dimanfaatkan
secara nyata dalam kehidupan manusia di dunia ini sesuai dengan tujuan
penciptaan manusia oleh Allah SWT.
B. Macam- macam Potensi
Menurut Jalaluddin dan Usman Said, secara garis besar manusia
memiliki empat potensi utama yang telah di anugerahkan Allah kepadanya,
yakni: a) Hidayat al-Gharizziyat (potensi naluriah); b) Hidayat al-Hassiyat
(potensi inderawi); c) Hidayat al-Aqliyyat (potensi akal); dan d) Hidayat ad-
Diniyyah (potensi keagamaan).

4 Zainuddin, Seluk Beluk Pendidikan dari Al Ghazali (Jakarta: umi Akasara, 1991) 66-67.
5 Arham Junaidi Firman, Konsep Fitrah dalam Pendidikan Islam (Yogyakarta: Diandra
Kreatif, 2018), 82.
6 Samsul Nizar, Dasar- dasar Pemikiran Pendidikan Islam (IAIN Imam Bonjol Press,
2000) 77.
7 Ibid.
1. Hidayat al-Gharizziyat (potensi naluriah)
Dorongan ini merupakan dorongan primer yang berfungsi untuk
memelihara keutuhan dan kelanjutan hidup manusia. Di antara dorongan
tersebut adalah berupa insting untuk memelihara diri, seperti makan,
minum, penyesuaian tubuh terhadap lingkungan dan sebagainya.Kemudian
dorongan untuk mempertahankan diri. Di dalam potensi ini terdapat
beberapa unsur seperti insting, dorongan ingin tahu, memelihar harga diri,
dorongan seksual, dorongan mempertahankan diri, dan dorongan lainnya
yang intinya berfungsi untuk memlihara keutuhan dan kelanjutan hidup
manusia.8 Ghariyah atau insting ini merupakan kemampuan berbuat dan
bertingkah laku tanpa melalui proses belajar. Kemampuan insting ini pun
merupakan pembawaan sejak lahir.9
2. Hidayat al-Hassiyat (potensi inderawi).
Potensi inderawi erat kaitannya dengan peluang manusia untuk
mengenal sesuatu di luar dirinya. Melalui alat indera yang dimilikinya,
manusia dapat mengenal suara, cahaya, warna, rasa, bau dan aroma
maupun bentuk sesuatu. Jadi indera berfungsi sebagai media yang
menghubungkan manusia dengan dunia di luar dirinya. Potensi inderawi
yang umum dikenal terdiri atas indera penglihat, pencium, peraba,
pendengar dan perasa. Namun di luar itu masih ada sejumlah alat indera
dalam tubuh manusia seperti antara lain indera kesetimbangan dan taktil.
Potensi tersebut difungsikan melalui pemanfaatan alat indera yang sudah
siap pakai seperti mata, telinga, hidung, lidah, kulit dan otak maupun
fungsi syaraf.10
3. Hidayat al-Aqliyyat (potensi akal).
Potensi akal merupakan potensi yang hanya dianugerahkan Allah
kepada manusia. Adanya potensi ini menyebabkan manusia dapat
meningkatkan dirinya melebihi makhluk-makhluk lain ciptaan Allah.

8 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001) 21.


9 Jalaludin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam (Konsep dan Pemikirannya)
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994) 109.
10 Ibid.
Potensi akal memberi kemampuan kepada manusia untuk memahami
simbol-simbol, hal-hal abstrak, menganalisa, membandingkan maupun
membuat kesimpulan dan akhirnya memilih maupun memisahkan antara
yang benar dari yang salah. Kemampuan akal mendorong manusia
berkreasi dan berinovasi dalam menciptakan kebudayaan serta peradaban.
Manusia dengan kemampuan akalnya mampu menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi, mengubah serta merekayasa lingkungannya,
menuju situasi kehidupan yang lebih baik, aman dan nyaman.11
4. Hidayat ad-Diniyyah (potensi keagamaan).
Pada diri manusia sudah ada potensi keagamaan, yaitu berupa
dorongan untuk mengabdi kepada sesuatu yang dianggapnya memiliki
kekuasaan yang lebih tinggi. Dalam pandangan antropolog, dorongan ini
dimanifestasikan dalam bentuk kekuatan percaya kepada kekuatan
supranatural. Fitrah manusia untuk senantiasa mengikuti jalan agama
merupakan fitrah yang paling dasar dan essensial. Dengan demikian, dapat
dikatakan kecenderungan manusia untuk selalu percaya terhadap hal-hal
yang bersifat dinamis dan abstrak, sebagaimana ia beragama dan bertuhan
merupakan cerminan alami manusia sekaligus penyerahan diri manusia
terhadap Tuhannya.12
Sementara itu, menurut Ibnu Taimiyah membagi fitrah menjadi dua
macam, yaitu:
1. Fitrah Al Manazzah, yaitu, fitrah dari luar yang masuk ke dalam diri
manusia. Fitrah ini berupa petunjjuk Al Qur’an dan Sunnah, yang
digunakan sebagai kendali dan pembimbing bagi fitrah Al Gharizah.
2. Fitrah Al Ghazirah, yaitu, fitrah yang berasal dari dalam diri manusia, yang
berupa daya akal (quwwah al-aql) yang berguna untuk mengambangkan
potensi dasar manusia.13

11 Jalaludin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam (Konsep dan


Pemikirannya)....09.
12 Isamil Suwardi Wekke, Potret Madrasah Minoritas Muslim Papua Barat (Yogyakarta:
Diandra Kreatif, 2018), 19.
13 Arham Junaidin Firman, Konsep Fitrah dalam Pendidikan Islam.........83.
Potensi sebagai kemampuan dasar dari manusia yang bersifat fitri
yang terbawa sejak lahir memiliki komponen-komponen dasar yang dapat
ditumbuhkembangkan melalui pendidikan. Komponen-komponen dasar ini
bersifat dinamis serta responsive terhadap pengaruh lingkungan sekitar,
termasuk pengaruh pendidikan. Adapun komponen-komponen dasar itu
meliputi:
1. Bakat
Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki
seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.
Dengan demikian, sebetulnya setiap orang pasti memiliki bakat dalam
arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai
dengan kapasitas masing-masing. Dalam perkembangan selanjutnya,
bakat dianggap sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas
tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan.
Inilah yang kemudian disebut dengan bakat khusus (specific aptitude),
yang konon tidak dapat dipelajari, karena merupakan karunia yang
dibawa sejak lahir.14
2. Insting (naluri) atau Ghazzirah
Insting (naluri) atau Ghazzirah yaitu, suatu kemampuan berbuat
atau bertingkah laku tanpa melalui proses belajar. Kemampuan insting ini
merupakan pembawaan sejak lahir. Dalam psikologi pendidikan,
kemampuan ini termasuk dalam kapasitas manusia, yaitu kemampuan
berbuat sesuatu tanpa melalui belajar.15
3. Nafsu atau dorongan- dorongan (Drivers)
Nafsu merupakan tenaga potensial yang berupa dorongan-
dorongan untuk berbuat dan bertindak kreatif dan dinamis yang dapat
berkembang kepada dua arah, yaitu kebaikan dan kejahatan. Menurut al-
Ghazali, nafsu manusia terdiri dari nafsu malakiyah yang cenderung ke

14 Akhirin, “Pengembangan Potensi Anak Perspektif Pendidikan Islam”. Jurnal Tarbawi


Vol. 12. No. 2, 2015, 212.
15 Arham Junaidin Firman, Konsep Fitrah dalam Pendidikan Islam.........84.
arah perbuatan mulia sebagai halnya para malaikat, dan nafsu bahimiyah
yang mendorong ke arah perbuatan rendah sebagaimana nafsu binatang.
4. Karakter atau tabiat
Karakter atau tabiat menusia merupakan kemampuan psikologi
syang dibawa sejaklahir. Karakter ini berkaitan dengan tingkah laku
moral, sosial, dan etis seseorang. Karakter erat hubungannya dengan
kepribadian seseorang. Oleh karena itu, ciri-ciri keduanya hampir tidak
dapat dibedakan dengan jelas.16

16 Affifudin Harizah, Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2018) 51.

Anda mungkin juga menyukai