Anda di halaman 1dari 21

INKONTINENSI URINE PADA LANSIA

Dosen : Sri Setyowati S.Kep.Ns.,M.Kes

DI SUSUN OLEH :

1. Sabrina Hanifah (04.16.4331)


2. Siti Nur Hidayah (04.16.4332)
3. Siti Saidah (04.16.4333)
4. Sriwinarti (04.16.4334)
5. Sutrimo (04.16.4335)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL

YOGYAKARTA

2019

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami

panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,

dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “Inkontinensia

Urine pada Lansia”.

Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai

pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu penulis menyampaikan

banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik

dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis

menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah keperawatan anak berisi tentang infeksi post

pasrtum dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Yogyakarta, 07 Mei 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................................ 2
Daftar Isi ........................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang ....................................................................................................... 4
b. Rumusan Masalah .................................................................................................. 5
c. Tujuan .................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAAN TEORI
a. Definisi ................................................................................................................... 6
b. Klasifikasi .............................................................................................................. 6
c. Etiologi ................................................................................................................... 9
d. Patofisiologi ......................................................................................................... 11
e. Manifestasi Klinis ................................................................................................ 12
f. Pemeriksaan Penunjang ....................................................................................... 13
g. Penatalaksanaan Masalah Inkontinensi Urin Pada Lansia .................................. 14
h. Komplikasi ........................................................................................................... 14
i. Askep Inkontinensia Urin Pada Lansia ................................................................ 15
BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan .......................................................................................................... 22
b. Saran .................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Inkontinensia urine merupakan pengeluaran urine secara tidak sadar, sering pada
orang tua dan menyebabkan meningkatnya resiko infeksi saluran kemih,masalah
psikologis, dan isolasi sosial. Inkontinensia cenderung tidak dilaporkan,karena penderita
merasa malu dan juga menganggap tidak ada yang dapat menolongnya dari penelitian
pada populasi lanjut usia dari masyarakat, didapatkan 75% dari pria dan 12% dari wanita
diatas 70 tahun mengalami inkontinensia urine. Sedangkan mereka yang dirawat di
psikogeriatri 15-50% menderita inkontinensia urine.Inkontinensia dibagi menjadi
inkontinensia akut, dan inkontinensia kronik.
Inkontinensia akut atau transien bersifat tiba-tiba, biasanya berhubungan dengan
kondisi pengobatan atau pembedahan. Penyebab inkontinensia akut antara lain mobilitas
terbatas, pecal impaction, delirium, infeksi saluran kemih, DM tak terkontrol,
hiperkalsemia pengobatan anti kolinergik dan beta adrenergic dan alpha loker,diuretic,
psikotropic, narkotik atau alkohol.
Inkontinensia kronik atau persisten dibagi menjadi stress inkontinensia, urge
inkontinensia, overflow inkontinensia dan fungsional inkontinensia. Stress inkontinensia
biasa terjadi pada lansia wanita. (terjadi akibat peningkatan yang tiba-tiba pada tekanan
intra abdmomen akibat adanya kelemahan otot-otot disekitar uretra karena kehamilan. )
kelahiran pervagina, trauma pembedahan, obesitas dan batuk kronik. Pada pria stress
inkontinensia tidak biasa terjadi tetapi dapat terjadi apabila ada pembedahan prostate dan
terapi radiasi. Urge inkontinensia pada lansia biasanya dihubungkan dengan
ketidakseimbangan otot detrusor dan hiper refleksia akibat dari cystitis, urethritis, tumor,
batu, juga stroke, dementia dan penyakit Parkinson digubungkan dengan nocturia.
Overflow inkontinensia ditandai dengan keluhan sering miksi dengan volume urine
sedikit, sulit memulai miksi dan merasa tidak puas. Biasanya terjadi pada neuropati
diabetic injury tulang belakang, hipertropi prostat dan multiple sclerosis.
Dari data-data tersebut, maka kelompok kami pada kesempatan kali ini membahas
tentang masalah pada lansia dengan inkontinensia urin.

4
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi dari inkontinensia urine?
2. Ada beberapa jenis inkontinensia urine pada lansia?
3. Apa saja yang menyebabkan terjadinya inkontinensia urine pada pasien lansia?
4. Bagaimana patofisiologi terjadinya inkontinensia urine pada pasien lansia?
5. Bagaimana manifestasi klinis pasien yang mengalami inkontinensia urine?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dalam kasus inkontinensia urine?
7. Bagaimana penatalaksanaan kepada pasien lansia yang mengalami inkontinensia
urine?
8. Apa saja komplikasi yang dapet timbul akibat inkontinensia urine?
9. Bagimana konsep dasar asuhan keperawatan inkontinensia urine pada lansia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari inkontinensia urine
2. Untuk mengetahui Jenis-jenis inkontinensia urine pada lansia
3. Untuk mengetahui Etiologi terjadinya inkontinensia urine pada pasien lansia
4. Untuk mengetahui Patofisiologi terjadinya inkontinensia urine pada pasien lansia
5. Untuk mengetahui Manifestasi klinis pasien yang mengalami inkontinensia urine
6. Untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang dalam kasus inkontinensia urine
7. Untuk mengetahui Penatalaksanaan kepada pasien lansia yang mengalami
inkontinensia urine
8. Untuk mengetahui Komplikasi yang dapet timbul akibat inkontinensia urine
9. Untuk mengetahui Konsep dasar asuhan keperawatan inkontinensia urine pada
lansia

5
BAB II

PEMBAHASAN TEORI

A. DEFINISI
Inkontinensia adalah berkemih diluar kesadaran, pada waktu dan tempat yang
tidak tepat, dan meyebabkan masalah kebersihan atau sosial. aspek social yang akan
dialami klien lansia antara lain kehilangan harga diri, merasa terisolasi dan depresi.
Inkontinensia urine adalah kondisi dorongan berkemih tidak mampu dikontrol
oleh sfingter eksterenal (Mubarak & Chayani Nurul,2015).
International Continence Society dalam Chan dan Wong (1999) mendefinisikan
inkontinensia urin sebagai keluhan pasien tentang pengeluaran atau kebocoran secara
tidak sengaja yang memberikan dampak pada masalah kesehatan dan atau masalah sosial
dan secara objektif dapat teramati.
B. KLASIFIKASI
Inkontinensia urin diklasifikasikan :
1. Inkontinensia Urin Akut Reversibel
Pasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol atau tak dapat pergi
ke toilet sehingga berkemih tidak pada tempatnya. Bila delirium teratasi maka
inkontinensia urin umumnya juga akan teratasi. Setiap kondisi yang menghambat
mobilisasi pasien dapat memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau
memburuknya inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang pinggul, stroke,
arthritis dan sebagainya.
Resistensi urin karena obat-obatan, atau obstruksi anatomis dapat pula
menyebabkan inkontinensia urin. Keadaan inflamasi pada vagina dan urethra
(vaginitis dan urethritis) mungkin akan memicu inkontinensia urin. Konstipasi
juga sering menyebabkan inkontinensia akut.
Berbagai kondisi yang menyebabkan poliuria dapat memicu terjadinya
inkontinensia urin, seperti glukosuria atau kalsiuria. Gagal jantung dan
insufisiensi vena dapat menyebabkan edema dan nokturia yang kemudian
mencetuskan terjadinya inkontinensia urin nokturnal. Berbagai macam obat juga
dapat mencetuskan terjadinya inkontinensia urin seperti Calcium Channel

6
Blocker, agonist adrenergic alfa, analgesic narcotic, psikotropik, antikolinergik
dan diuretic.
Untuk mempermudah mengingat penyebab inkontinensia urin akut reversible
dapat dilihat akronim di bawah ini :
 D --> Delirium
 R --> Restriksi mobilitas, retensi urin
 I --> Infeksi, inflamasi, Impaksi
 P --> Poliuria, pharmasi
2. Inkontinensia Urin Persisten
Inkontinensia urin persisten dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, meliputi
anatomi, patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan praktek klinis, klasifikasi
klinis lebih bermanfaat karena dapat membantu evaluasi dan intervensi klinis.
Kategori klinis meliputi :
a. Inkontinensia urin stress (stres inkontinence)
Tak terkendalinya aliran urin akibat meningkatnya tekanan intra
abdominal, seperti pada saat batuk, bersin atau berolah raga. Umumnya
disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul, merupakan penyebab
tersering inkontinensia urin pada lansia di bawah 75 tahun. Lebih sering
terjadi pada wanita tetapi mungkin terjadi pada laki-laki akibat kerusakan
pada sfingter urethra setelah pembedahan transurethral dan radiasi. Pasien
mengeluh mengeluarkan urin pada saat tertawa, batuk, atau berdiri.
Jumlah urin yang keluar dapat sedikit atau banyak.
b. Inkontinensia urin urgensi (urgency inkontinence)
Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi
keinginan berkemih. Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan
dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor overactivity). Masalah-
masalah neurologis sering dikaitkan dengan inkontinensia urin urgensi ini,
meliputi stroke, penyakit Parkinson, demensia dan cedera medula spinalis.
Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk sampai di toilet setelah timbul
keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensia urin.
Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering inkontinensia

7
pada lansia di atas 75 tahun. Satu variasi inkontinensia urgensi adalah
hiperaktifitas detrusor dengan kontraktilitas yang terganggu. Pasien
mengalami kontraksi involunter tetapi tidak dapat mengosongkan kandung
kemih sama sekali. Mereka memiliki gejala seperti inkontinensia urin
stress, overflow dan obstruksi. Oleh karena itu perlu untuk mengenali
kondisi tersebut karena dapat menyerupai ikontinensia urin tipe lain
sehingga penanganannya tidak tepat.
c. Inkontinensia urin luapan / overflow (overflow incontinence)
Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi
kandung kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi
anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes
melitus atau sclerosis multiple, yang menyebabkan berkurang atau tidak
berkontraksinya kandung kemih, dan faktor-faktor obat-obatan. Pasien
umumnya mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa
kandung kemih sudah penuh.
d. Inkontinensia urin fungsional
Memerlukan identifikasi semua komponen tidak terkendalinya
pengeluaran urin akibat faktor-faktor di luar saluran kemih. Penyebab
tersering adalah demensia berat, masalah muskuloskeletal berat, faktor
lingkungan yang menyebabkan kesulitan untuk pergi ke kamar mandi, dan
faktor psikologis.
Seringkali inkontinensia urin pada lansia muncul dengan berbagai
gejala dan gambaran urodinamik lebih dari satu tipe inkontinensia urin.
Penatalaksanaan yang tepat memerlukan identifikasi semua komponen.
C. ETIOLOGI
Etiologi umum yang terjadi pada pasien ikontinensia urin adalah :
1. Gejala infeksi saluran kemih Serangan bakteri memicu infeksi lokal yang
mengiritasi mukosa kandung kemih dan menyebabkan dorongan kuat untuk
buang air kecil. Kemudian mendesak pengeluaran urin, yang mungkin satu-
satunya tanda peringatan dari infeksi saluran kemih, juga dapat disertai
dengan frekuensi kencing, disuria, dan urin berbau busuk.

8
2. Atrofi vaginitis
Atrofi atau peradangan pada vagina akibat penurunan yang signifikan dari
kadar estrogen; kurangnya estrogen dapat menyebabkan penurunan kekuatan
otot-otot dasar panggul. atrofi mukosa vagina juga menyebabkan ketidak
nyamanan vagina, rasa terbakar, gatal, dan terkait dyspareunia.
3. Efek samping obat
Pasien yang mengkonsumsi obat-obatan psikotropika dapat memperburuk
inkontinensia, efek sedatif dan benzodiazepin dapat mengganggu kemampuan
pasien untuk mengendalikan fungsi kandung kemih, sehingga urge
incontinence iatrogenik diuretik dan meningkatkan volume kemih konsumsi
cairan cepat dan berpotensi memperburuk gejala inkontinensia urin.
4. Konsumsi kopi dan alkohol Kopi menyebabkan kedua efek diuretik dan efek
iritasi independen, sehingga mengisi kandung kemih yang cepat dan keinginan
yang mendesak dan tidak sukarela untuk buang air kecil. Alkohol, ketika
dikonsumsi dalam jumlah yang lebih besar, juga dapat menumpulkan
kemampuan kognitif pasien untuk mengenali dorongan untuk buang air kecil,
sehingga inkontinensia.
5. Inkontinensia urin biasanya berhubungan dengan penyakit fisik yang
mendasari, termasuk disfungsi kandung kemih, melemah dasar panggul atau
otot kandung kemih, penyakit neurologis, operasi panggul sebelumnya, atau
obstruksi saluran kemih.
6. Hypoestrogenic states, penuaan, dan kelainan jaringan ikat dapat
menyebabkan penurunan kekuatan otot-otot dasar panggul.
7. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan inkontinensia kronis meliputi: Gejala
sisa kehamilan dan masa nifas.

Etiologi berdasar pada faktor tertentu diantaranya;

1. Penyebab inkontinensia stress Inkontinensia stres terjadi ketika tekanan di


dalam kandung kemih terisi air kencing lebih besar dari kekuatan uretra untuk
tetap tertutup. Uretra anda mungkin tidak dapat tetap menutup jika:
a. Otot panggul anda lemah atau rusak.

9
b. Sfingter uretra anda rusak setiap tekanan ekstra mendadak pada kandung
kemih, seperti tertawa atau bersin, dapat menyebabkan urin yang keluar
dari uretra. Hilangnya kekuatan dalam uretra disebabkan oleh:
 Kerusakan saraf saat melahirkan
 Meningkatkan tekanan pada perut anda.
 Kurangnya hormon estrogen pada wanita
 Konsumsi obat tertentu
2. Penyebab urge incontinence kebutuhan buang air kecil dapat disebabkan oleh
masalah dengan otot detrusor pada dinding kandung kemih. Otot-otot detrusor
rileks untuk memungkinkan kandung kemih untuk mengisi dengan air
kencing, dan kontraksi ketika ingin pergi ke toilet untuk membiarkan urin
keluar. Kadang-kadang kontraksi otot detrusor yang terlalu sering,
menciptakan kebutuhan mendesak untuk pergi ke toilet. Hal Ini disebut
detrusor overactivity. Alasan kontraksi otot detrusor terlalu sering mungkin
tidak jelas, tetapi kemungkinan penyebabnya termasuk:
a. kondisi neurologis yang mempengaruhi otak dan sumsum tulang
belakang, seperti penyakit Parkinson atau multiple sclerosis.
b. kondisi yang mempengaruhi saluran kemih bawah (uretra dan kandung
kemih), seperti infeksi saluran kemih (ISK) atau tumor di dalam
kandung kemih.
c. terlalu banyak minum alkohol atau kafein
d. sembelit
e. obat tertentu Beberapa kemungkinan penyebab akan menyebabkan
inkontinensia urin jangka pendek, yang lain dapat menyebabkan
masalah jangka panjang. Jika penyebabnya dapat diobati, hal ini dapat
menyembuhkan inkontinensia.
f. Penyebab inkontinensia overflow Inkontinensia overflow, juga disebut
retensi urin kronis, sering disebabkan oleh penyumbatan atau obstruksi
kandung kemih. Kandung kemih mungkin mengisi seperti biasa, tapi
karena terhalang atau tersumbat tidak akan dapat mengosongkan
sepenuhnya, bahkan akan terasa nyeri jika dipaksakan. Pada saat yang

10
sama, tekanan dari urin yang masih dalam kandung kemih membangun
obstruksi yang baru, sehingga dinding uretra sisi lain akan terjadi
kebocoran.Obstruksi disebabkan oleh:
 pembesaran kelenjar prostat pada pria
 batu kandung kemih.
 Sembelit
D. PATOFISIOLOGI

Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dan penyakit infeksi
saluran kemih, kehilangan control spingter atau terjadinya perubahan tekanan abdomen
secara tiba-tiba. Inkontinensia bisa bersifat permanen misalnya pada spinal cord trauma
atau bersifat temporer pada wanita dengan struktur dasar panggul yang lemah dapat
berakibat terjadinya inkontinensia urine. Meskipun inkontinensia urine dapat terjadi pada
pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinary merupakan masalah bagi lanjut usia.

Proses berkemih normal merupakan proses dinamis yang memerlukan rangkaian


koordinasi proses fisiologik berurutan yang pada dasarnya dibagi menjadi 2 fase. Pada
keadaan normal selama fase pengisisan tidak terjadi kebocoran urine, walaupun kandung
kemih penuh atau tekanan intra abdomen meningkat seperti sewaktu batuk, meloncat-
loncat dan peningkatan isi kandung kemih memperbesar keinginan ini. Pada fase
pengososngan isi seluruh kandung kemih dikosongkan sama sekali. Orang dewasa dapat
mempercepat atau memperlambat miksi menurut kehendaknya secara sadar.

Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain: fungsi
sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau bersin.
Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih, urine banyak
dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan. Seiring dengan bertambahnya usia,
ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi organ kemih antara lain: melemahnya
otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau
batuk kronik, ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu
penyebab inkontinensia urine antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih
bagian bawah,efek obat-oabatan, produksi urine meningkat atau adanya gangguan
kemampuan atau keinginan ke toilet, gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena

11
infeksi. Inkontinensia urin bisa terjadi karena produksi urine berlebih karena berbagai
sebab, misalnya gangguan metabolic, seperti diabetes mellitus, yang harus dipantau.

E. Manifestasi Klinis
 Melaporkan merasa desakan berkemih, disertai ketidakmampuan mencapai kamar
mandi karena telah mulai berkemih.
 Desakan, frekuensi, dan nokturia.
 Inkontinensia stres, dicirikan dengan keluarnya sejumlah kecil urine ketika tertawa,
bersin, melompat, batuk, atau membungkuk.
 Inkontinensia overflow, dicirikan dengan aliran urine buruk atau lambat dan merasa
menunda atau mengejan.
 Inkontinensia fungsional, dicirikan dengan volume dan aliran urine yang adekuat.
 Higiene atau tanda-tanda infeksi.
 Kandung kemih terletak diatas simfisis pubis.

F. Pemeriksaan penunjang
 Urinalisis digunakan untuk melihat apakah ada bakteri, darah dan glukosa dalam
urine.
 Uroflowmetry digunakan untuk mengevaluasi pola berkemih dan menunjukkan
obstruksi pintu bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran ketika pasien
berkemih.
 Cysometry digunakan untuk mengkaji fungsi neuromuskular kandung kemih dengan
mengukur efisiensi refleks otot detrusor, tekanan dan kapasitas intravesikal, dan
reaksi kandung kemih terhadap rangsangan panas.
 Urografi eksretorik, disebut juga pielografi intravena, digunakan untuk mengevaluasi
struktur dan fungsi ginjal, ureter, dan kandung kemih.
 Voiding cystourethrography digunakan untuk mendeteksi ketidaknormalan kandung
kemih dan uretra serta mengkaji hipertrofi lobus prostat, struktur uretra, dan tahap
gangguan uretra prostatik stenosis (pada pria).
 Urterografi retrograde, digunakan hampir secara eksklusif pada pria, membantu
diagnosis struktur dan obstruksi orifisium uretra.

12
 Elektromiografi sfingter eksternal mengukur aktivitas listrik sfingter urinarus
eksternal.
 Pemeriksaan rektum pada pasien pria dapat menunjukkan pembesaran prostat atau
nyeri, kemungkinan menandakan hipertfrofi prostat jinak atau infeksi. Pemeriksaan
tersebut juga dapat menunjukkan impaksi yang mungkin dapat mentebabkan
inkontinensia.
 Kateterisasi residu pascakemih digunakan untuk menentukan luasnya pengosongan
kandung kemih dan jumlah urine yang tersisa dalam kandung kemih.
G. Penatalaksanaan masala inkontinensia urine pada lansia
 Terapi obat disesuaikan dengan penyebab inkontinensia. Antibiotik diresepkan
jika inkontinensia akibat dari inflamasi yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Obat
antikolinergik digunakan untuk memperbaiki fungsi kandung kemih dan
mengobati spasme kandung kemih jika dicurigai ada ketidakstabilan pada otot
destrusor. Obat antispasmodik diresepkan untuk hiperrefleksia detrusor aktivitas
otot polos kandung kemih. Estrogen baik dalam bentuk oral, topikal, maupun
supositoria, digunakan jika ada vaginitis atrofik. Inkontinensia stress kadang
dapat diterapi dengan obat antidepresan.
 Terapi perilaku meliputi latihan berkemih, latihan kebiasaan dan waktu berkemih,
penyegeraan berkemih, dan latihan otot panggul (latihan kegel). Pendekatan yang
dipilih disesuaikan dengan masalah pasien yang mendasari. Latihan kebiasaan dan
latihan berkemih sangat sesuai untuk pasien yang mengalami inkontinensia
urgensi. Latihan otot panggul sangat baik digunakan oleh pasien dengan fungsi
kognitif yang utuh yang mengalami inkontinensia stress. Intervensi perilaku
umumnya tidak dipilih untuk pasien yang mengalami inkontinensia sekunder
akibat overflow. Teknik tambahan, seperti umpan biologis dan rangsangan listrik,
berfungsi sebagai tambahan pada terapi perilaku.Latihan kebiasaan, bermanfaat
bagi pasien yang mengalami demensia atau kerusakan kognitif, mencakup
menjaga jadwal berkemih yang tetap, biasanya setiap 2 sampai 4 jam.
 Spiral dapat diresepkan bagi pasien wanita yang mengalami kelainan anatomi
seperti prolaps uterus berat atau relaksasi pelvik. Spiral tersebut dapat dipakai

13
secara internal, seperti diafragma kontrasepsi, dan menstabilkan dasar kandung
kemih serta uretra, yang mencegah inkontinensia selama ketegangan fisik.
 Toileting terjadwal
 Penggunaan pads
 Indwelling kateter, jika retensi urine tidak dapat dikoreksi secara
medis/pembedahan dan untuk kenyamanan klien terakhir.
H. Komplikasi
a) Ruam kulit atau iritasi Diantara komplikasi yang paling jelas dan manifestasi kita
menemukan masalah dengan kulit, karena mereka yang menderita masalah ini terkait
kandung kemih, memiliki kemungkinan mengembangkan luka, ruam atau semacam
infeksi kulit, karena fakta bahwa kulit mereka overexposed cairan dan dengan
demikian selalu basah. Ruam kulit atau iritasi terjadi karena kulit yang terus-menerus
berhubungan dengan urin akan iritasi, sakit dan dapat memecah.
b) Infeksi saluran kemih Inkontinensia meningkatkan risiko infeksi saluran kemih
berulang.
c) Prolapse Prolaps merupakan komplikasi dari inkontinensia urin yang dapat terjadi
pada wanita. Hal ini terjadi ketika bagian dari vagina, kandung kemih, dan dalam
beberapa kasus uretra, drop-down ke pintu masuk vagina. Lemahnya otot dasar
panggul sering menyebabkan masalah. Prolaps biasanya perlu diperbaiki dengan
menggunakan operasi.
d) Perubahan dalam kegiatan sehari-hari Inkontinensia dapat membuat pasien tidak
dapat berpartisipasi dalam aktivitas normal. Pasien dapat berhenti berolahraga,
berhenti menghadiri pertemuan social. Salah satu jenis tersebut adalah inkontinensia
stres. Hal ini terjadi ketika

I. Askep Inkontensia urine pada lansia


1. Pengkajian
Adapun data-data yang akan di kumpulkan dikaji pada asuhan keperawatan
klien dengan diagnosa medis inkontinensia urine :
a. Identitas klien

14
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama/kepercayaan, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, diagnosa medis
b. Keluhan utama
Pada kelayan inkontinensia urine keluhan-keluhan yang ada adalah nokturia,
urgence, disuria, poliuria, oliguri, dan strategi
c. Riwayat penyakit sekarang
Memuat tentang perjalanan penyakit sekarang sejak timbul keluhan, usaha yang
telah dilakukan untuk mengatasi keluhan
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya penyakit yang berhubungan dengan ISK ( infeksi saluran kemih ) yang
berulang, penyakit kronis yang pernah di derita
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada penyakit keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita
penyakit inkontinensia urine, adakah anggota keluarga yang menderita DM,
hipertensi
f. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang digunakan adalah B1-B6 :
1) B1 (breathing)
Kaji adanya pernafasan adanya gangguan pada palo nafas, sianosis karena
suplai oksigen menurun. Kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi
2) B2 (blood)
Terjadi peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah
3) B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
4) B4 (bladder)
Inspeksi : periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat
karena adanya aktifitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta
disertai keluhan keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder, pembesaran
daerah supra pubik lesi pada neatus uretra, banyak kencing dan nyeri saat
berkemih mendadah disurea akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter
sebelumnya.

15
Palpasi : rasa nyeri disapat pada daerah supra pubik atau pelvis, seperti rasa
terbakar di uretra luar sewaktu kencing atau dapat juga diluar waktu kencing.
5) B5 (bowel)
Bising usus adalah peningkatan atau penurunan, adanya nyeri tekan abdomen,
adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi pada ginjal.
6) B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkan dengan ekstremitas yang
lain, adakah nyeri pada persendian.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan tidak adanya sensasi untuk
berkemih dan kehilangan kemampuan untuk menghambat kontraksi kantung
kemih.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter dalam waktu yang lama.
c. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan irigasi kontras oleh urine
d. Resiko kekurangan volume tubuh berhubungan dengan intake yang adekuat

3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan tidak adanya sensasi untuk
berkemih dan kehilangan kemampuan untuk menghambat kontraksi kandung
kemih.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien akan bisa
melaporkan suatu pengurangan / penghilangan inkontinesia.
Kriteria Hasil :
Klien dapat menjelaskan penyebab inkontinesia dan rasional penatalaksaan.
Intervensi :
1) Kaji kebiasaan pola berkemih dan gunakan catatan berkemih sehari.
Rasional : Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan beri distensi
kandung kemih
2) Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari
Rasional : Pembatasan cairan pada malam hari dapat mencegah terjadinya
enurasis

16
3) Bila masih terjadi inkontinesia kurangi waktu antara berkemih yang telah
direncanakan
Rasional : Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung
volume urine sehingga diperlukan untuk lebih sering berkemih.
4) Instruksikan klien batuk dalam posisi litotomi, jika tidak ada kebocoran,
ulangi dengan posisi klien membentuk sudut 45, lanjutkan dengan klien
berdiri jika tidak ada kebocoran yang lebih dulu.
Rasional : Untuk membantu dan melatih pengosongan kandung kemih.
5) Pantau pemasukan dan pengeluaran, pastikan klien mendapat masukan cairan
2000 ml, kecuali harus dibatasi.
Rasional : Dehidrasi optimal diperlukan untuk mencegah ISK dan batu ginjal
6) Kolaborasi dengan dokter dalam mengkaji efek medikasi dan tentukan
kemungkinan perubahan obat, dosis/ jadwal pemberian obat untuk
menurunkan frekuensi inkontinensia.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan inkontinesia, imobilitas dalam waktu yang
lama.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat
berkemih dengan nyaman.
Kriteria Hasil :
Urine jernih, urinalisis dalam batas normal, kultur urine menunjukan tidak adanya
bakteri.
Intervensi :
1) Berikan perawatan perineal dengan air sabun setiap shift. Jika pasien
inkontinensia, cuci daerah perineal segera mungkin.
Rasional : Untuk mencegah kontaminasi uretra .
2) Jika dipasang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2x sehari
(Merupakan bagian dari waktu mandi pagi dan pada waktu akan tidur) dan
setelah buang air besar.
Rasional : Kateter memberikan jalan pada bakteri untuk memasuki kandung
kemih dan naik ke saluran perkemihan.

17
3) Ikuti kewaspadaan umum (Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak langsung,
pemakaian sarung tangan), bila kontak dengan cairan tubuh atau darah yang
terjadi (Memberikan perawatan perineal, pengosongan kantung drainase urine,
penampungan spesimen urine). Pertahankan teknik aseptik bila melakukan
kateterisasi, bila mengambil contoh urine dari kateter Indwelling.
Rasional : Untuk mencegah kontaminasi silang
4) Kecuali dikontra indikasikan, ubah posisi pasien setiap 2 jam dan anjurkan
masukan sekurang-kurangnya 2400ml / hari. Bantu melakukan ambulasi
sesuai dengan kebutuhan .
Rasional : Untuk mencegah stasis urine.
5) Lakukan tindakan untuk memelihara asam urine.
a) Tingkatkan masukan sari buah berri .
b) Berikan obat-obat, untuk meningkatkan asam urine.
c) R : Asam urine menghalangi tumbuhnya kuman . Karena jumlah sari
buah berri diperlukan untuk mencapai dan memelihara keasaman urine.
Peningkatan masukan cairan sari buah dapat berpengaruh dalam
pengobatan infeksi saluran kemih.

c. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan irigasi kontras oleh urine
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kerusakan integritas
kulit teratasi.
Kriteria hasil:
1) Jumlah bakteri <100.000/ml
2) Kulit periostomal penuh
3) Suhu 37c
4) Urine jernih dengan sendimen minimal.
Intervensi
1) Pantau penampilan kulit periostomal setiap 8 jam
Rasional : untuk mengindetifikasi kemajuan atau penyimpanan dari hasil yang
diharapkan

18
2) Ganti wafer stomehesif setiap minggu atau bila bocor terdefekasi. Yakinkan
kulit bersih dan kering sebelum memasang wafer yang baru. Potong lubang
wafer kira-kira setengah inci lebih besar dan diameter stoma untuk menjamin
ketepatan ukuran kantung yang benar-benar menutupi kulit periastomal.
Kosongkan kantung urostomi bila telah seperempat sampai setengah penuh.
Rasional : peningkatan berat urine dapat merusak segel
periostomal,memungkinkan kebocoran urin. Pemajanan menetap pada kulit
periostomal terhadap asam urin dapat menyebabkan kerusakan kulit dan
peningkatan resiko infeksi.

d. Resiko kekurangan volume tubuh berhubungan dengan intake yang adekuat


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan volume cairan
seimbang
Kriteria hasil : pengeluaran urine tepat, berat badan 50 kg
Intervensi
1) Awasi tanda-tanda vital
Rasional : pengawasan invasive diperlukan untuk mengkaji volume
intravaskular, khususnya pada pasien dengan fungsi jantung buruk.
2) Catat pemasukan dan pengeluaran
Rasional : untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan
penurunan resiko kelebihan cairan.
3) Awasi berat jenis urine
Rasional : untuk mengukur kemampuan ginjal dalam mengkonsestrasikan
urine
4) Berikan minuman yang disukai sepanjang 24 jam
Rasional : membantu periode tanpa cairan meminimalkan kebosanan pilihan
yang terbatas dan menurunkan rasa haus
5) Timbang BB setiap hari
Rasional : untuk mengawasi status cairan

19
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih yang tidak
terkendali atau terjadi di luar keinginan. Jika inkntinensia urin terjadi akibat inflamasi
sistitis ,mungkin sifatnya hanya sementara namun,jika kejadian ini timbull karna kelainan
neurologgis yang serius(paraplegia),kemunggkinan besar sifatnya akan permanen.variasi
dari inkontinensia urin meliputi keluar hanya bebrapa tetes urin saja,sampai benar benar
anyak, bahkan terkadangg juga di sertai inkontinensia alvi (di sertai pengeluaran
feses.)inkontinensia urin lbih sering d terjai pada wanita lanjut usia atau yang suda
melahiran daripda yang tidak pernah melahirkan hal ini terjadi karena adanya perubahan
otot dan fasia di dasar panggul.

2. Saran
a) Bagi mahasiswa
Diharapkan mahasiswa agar dapat meningkatkan pengetahuannya tentang macam
macam penyakit terutama pada sistem urinarius dan juga meningkatkan kemampuan
dalam pembuatan asuhan keperawatan pada pasien khusunya dengan inkontinensia.
b) Bagi dunia keperawatan
Meningkatkan profesionalitas sebagai seorang perawat sehingga di harapakan
asuhan keperawatan ini dapat terus di perbaiki kekuranngannya dan dapat menambah
pengetahuan yang llebih baik bagi dunia keperawatan serta dapat di aplikaskan untuk
mengembangkan kompetensi dalam keperawatan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Mubarak, W.I. & Chayatin Nurul. (2015). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori
dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: penerbit Buku Kedokteran EGC
Oktaviana.2015.inkontinensia_urine.https://www.academia.edu/32357603/ASUHAN_K
EPERAWATAN_PADA_PASIEN_DENGAN_GANGGUAN_SISTEM_GENIT
OURINENARIA_INKONTINENSIA_URINE. Diakses pada tanggal 7 Mei 2019
Pranorka, Kris dan H. Hadi Martono.2011.Buku Ajar Geriatri Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut.Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
USU.2017.Inkontinensia_urine.file:///C:/Users/WIN%208.1/Downloads/INKONTINENS
IA_URIN.pdf. diakses pada tanggal 07 Mei 2019

21

Anda mungkin juga menyukai