BAB II
DESKRIPSI TEORETIK, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
A. Deskripsi Teoretik
1. Kinerja Dosen
Kata kinerja (performance) mempunyai arti pekerjaan,
perbuatan, atau unjuk kerja.1 Qomari Anwar mendefinisikan
kinerja sebagai penampilan perilaku kerja yang ditandai oleh
keluwesan gerak, ritual, dan urutan kerja sesuai prosedur
sehingga diperoleh hasil yang memenuhi syarat kualitas,
kecepatan dan jumlah. Robbin mengemukakan bahwa kinerja
adalah ukuran kerja yang dilakukan dengan menggunakan
kriteria yang disetujui bersama.2 Dalam istilah ilmu administrasi,
kinerja dapat diartikan sebagai ukuran kesuksesan dalam
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan atau direncanakan
sebelumnya.3
Dilihat dari karakteristik personel, kinerja meliputi
kemampuan, keterampilan, kepribadian, dan motivasi untuk
melaksanakan tugas dengan baik.4
Dari beberapa pengertian di atas, jika dihubungkan
dengan kinerja dosen dapat dikatakan bahwa, kinerja dosen
berhubungan dengan perilaku dosen dalam aspek aktivitas
proses instruksional yang berkaitan dengan tanggung jawab dan
tugasnya sebagai tenaga pendidik. Sebagaimana yang
dituangkan dalam undang-undang No.14 Tahun 2005 pasal 1,
disebutkan bahwa dosen adalah pendidik professional dan
1
Saiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu
Pendidikan (Bandung: CV. Alfabeta, 2007), h. 179.
22
Qomari Anwar, Manajemen Strategik Pengembangan SDM
Perguruan Tinggi (Jakarta: Uhamka Press, 2004), h. 87.
3
Sagala, Manajemen Strategik, h. 179.
44
Stephen P. Robbins, Perilaku Organisasi, terj. Hadyana Pujaatmaja
(Jakarta: PT. Prenhlindo, 1996) h. 214.
18
5
Departemen Agama RI, Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003
tentang Sisdiknas serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun
2005 Tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Ditjen Pend. Agama Islam, 2007),
Pasal 1.
6
Syafaruddin dan Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran (Ciputat:
Quantum Teaching, 2005), h. 28.
7
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, cet. 5 (Jakarta: Bumi Aksara,
2004), h. 40.
8
Sagala, Manajemen Strategik, h. 99.
19
9
A. Qodri Azizy, Membangun Integritas Bangsa (Jakarta: Renaisan,
2004), h. 78.
10
Abudin Nata, Paradigma Pendidikan Islam (Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2001), h. 132.
11
Hasan Asari, Menguak Sejarah Mencari Ibrah: Risalah Sejarah Sosial-
Intelektual Muslim Klasik (Bandung: Cita Pustakamedia, 2006), h. 133.
20
kerjakan”.12
Dalam kitab tafsir al-bagwa ayat di atas ditafsirkan sebagai
berikut: Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang
beriman yaitu mereka yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan
berdirinya mereka dari tempat duduk mereka dan kelapangan
mereka untuk saudara mereka, serta orang-orang mukmin yang
dengan segenap amal mereka dan upaya mereka dalam meraih
pengetahuan dengan kemuliaan yang tinggi.13
Salah satu hal yang amat menarik pada ajaran Islam ialah
penghargaan yang sangat tinggi terhadap orang yang berimu
dan mau mengajarkannya. Begitu tingginya penghargaan itu
sehingga menempatkan kedudukan pendidik setingkat di bawah
kedudukan nabi dan rasul. Hal ini disebabkan bahwa pendidik
selalu terkait dengan ilmu (pengetahuan), sedangkan Islam
sangat menghargai pengetahuan. Penghargaan Islam terhadap
ilmu pengetahuan tersebut antara lain digambarkan dalam hadis
sebagai berikut: (a) tinta ulama lebih berharga daripada darah
syuhada, (b) orang berpengetahuan melebihi orang yang senang
beribadah, yang berpuasa dan menghabiskan waktu malamnya
untuk mengerjakan salat, bahkan melebihi kebaikan orang yang
berperang di jalan Allah, (c) apabila meninggal seorang alim,
12
Q. S. Al-Mujadilah/ 58: 11.
13
Abu Muhammad al-Husain Ibn Mas`ud, Tafsir al-Bagwa (Beirut: Dar
al-Kutub al-Ilmiyah, tt), h. 282.
21
14
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, cet. 7
(Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2007), h.76.
15
Daradjat, Ilmu Pendidikan, h. 40.
16
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, cet. 6 (Bandung:
Sinar Baru, 2002), h. 15.
17
Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam (Kairo: Dar al-
Salam li al-Tiba`ah wa al-Nasyr wa al-Tauzy, 1981), h. 140.
22
18
Asari, Menguak Sejarah, h. 133.
19
Tafsir, Ilmu Pendidikan, h. 79.
20
Ibid., h. 82.
23
21
Sudjana, Dasar-Dasar, h. 15
22
Tafsir, Ilmu Pendidikan, h. 86.
23
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan
Praktik (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), h. 191.
24
terhadap profesi dan prestasi kerja aktual yang dicapai, (f) hanya
dengan usaha yang optimal derajat profesional dapat dicapai,
seperti mengintensifkan tugas-tugas kertidarmaan, belajar
mandiri secara terus-menerus, studi lanjut hingga ke jenjang
pendidikan tertinggi
Kedua, sebagian lagi mempersepsikan profesi yang
diemban identik dengan tugas-tugas institusional yang
digariskan oleh atasan dan yang melekat pada dirinya. Persepsi
ini tercermin dari sikap dan perilakunya di tingkat praktis: (a)
Loyalitas pada atasan dinilai sebagai suatu keharusan dan
cenderung diterima secara dogmatis, sedangkan loyalitas pada
pada profesi implisit di dalamnya. (b) dalam keseharian mereka
cenderung lebih bermental sebagai tenaga administratif
daripada sebagai tenaga fungsional, (c) prestise, ekonomi dan
kesempatan promosi dipersepsikan sebagai target, sehingga
sesekali terjadi “penghalalan” hal-hal yang bersifat fiktif,
misalnya: daftar hadir perkuliahan, penelitian dan pengabdian
pada masyarakat, penunjang tridarma, dan kecenderungan
plagiatisme, (d) pendidikan jenjang sarjana dianggap cukup
untuk mendidik calon guru/dosen, sedangkan jenjang pendidikan
magister dan doktor dipersepsikan sebagai prestise atau
mengakses pekerjaan internal dan eksternal yang lebih luas dan
komprehensif.
Ketiga, ada juga yang mempersepsikan profesi dan tugas
yang diemban sebagai bagian dari aktivitas “manusia ekonomi”.
Persepsi ini tercermin pada sikap dan komitmen mereka pada
tingkat praktis, di mana pelaksanaan tugas-tugas tridarma
sebagai bagian dari usaha mendapatkan penghasilan tambahan,
26
27
Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum
(Jakarta: Quantum Teaching, 2005), h. 85.
28
28
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan
Sisitem, cet. 9 (Jakarta: Bumi Aksara, 2009) h. 43.
29
Sagala, Manajemen Strategik, h. 99.
29
30
Al-Rasyidin (ed.), Pendidikan dan Psikologi Islam (Bandung:
Citapustaka Media, 2007), h. xii.
31
Sagala, Manajemen Strategik, h. 103.
32
M. F. Gaffar, Perencanaan Pendidikan: Teori dan Metodologi (Jakarta,
PPLPTK- Dirjen Dikti Depdikbud, 1987), h. 91.
33
Departemen Agama RI, Undang-Undang, Pasal 45.
34
Nurdin, Guru Profesional, 2005, h. 79.
30
38
Soedijarto, Menuju Pendidikan Nasional yang Relevan dan Bermutu
(Jakarta: Balai Pustaka, 1992), h. 83.
39
Sagala, Administrasi Pendidikan, h. 210.
32
40
Nurdin, Guru Profesional, h. 80.
41
Danim, Agenda Pembaruan, h. 198.
33
42
Sudjana, Dasar-Dasar, h. 19
43
Syafaruddin dan Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran, h. 34.
34
44
Penulisan nama awal Volmer dan Mills dalam buku tersebut tidak
diketemukan nama lengkpnya, hanya nama penggalan seperti yang penulis
kemukakan. Lihat Sagala, Administrasi Pendidikan, h. 195.
45
Nurdin, Guru Profesional, h. 13.
46
Oemar Hamalik, Pendidikan Guru: Berdasarkan Pendekatan
Kompetensi, cet. 1 (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 2.
47
Hamalik, Pendidikan Guru, h. 2.
35
51
Muhaimin, Wacana Pengembangan, h. 217.
52
Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan: Dasar Teoretis untuk Praktek
Profesional, cet. 9 (Bandung: Angkasa Bandung, 1986), h. 32.
53
Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, h. 54.
37
59
Danim, Agenda Pembaruan, h. 207.
60
Syafaruddin dan Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran, h. 74.
40
Kerja dengan Kinerja Guru di SMA 2 Medan” (Tesis, PPs IAIN SU, 2008), h. 56
43
64
Ibid.
65
Ibid.
66
Q.S. al-Qasas/ 28: 77.
44
67
Muhammad Husein Thabataba`i, Al-Mizan fi Tafsir al-Qur`an (Beirut:
al-Bayan, tt), h. 77.
68
Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Beirut: Darul Fikri),
Jilid VII, h.157
69
Arikunto, Manajemen, h. 40.
45
70
Iqbal, “Hubungan Profesionalisme, h. 51.
71
Ibid.
46
2. Integritas Dosen
Integritas berasal dari bahasa latin `integer` yang berari
utuh, lengkap, tidak terfragmentasi. Dengan kata lain integritas
dapat diartikan sebagai sikap dalam diri seseorang yang selalu
menyatakan dan menerima kebenaran dalam diri sendiri dan
pada orang lain.
Integritas adalah konsistensi antara tindakan dan nilai. 74
Orang yang memiliki integritas akan hidup sejalan dengan nilai-
nilai prinsipnya. Memiliki keselarasan niat, pikiran, perkataan dan
perbuatan baik dan benar merupakan petunjuk dari keutuhan
pribadi dan sikap konsisten. Perbuatan atau tindakan yang
diselaraskan tersebut adalah perbuatan yang baik dan benar
72
Ahmad Fajri, Peluang dan Kendala Reformasi Pendidikan (Jakarta:
Bumi Aksara, 2007), h. 23.
73
Lina Wati, “Hubungan Kominikasi Interpersonal Kepala Dinas dan
Imbalan Non Material dengan Semangat Kerja Pegawai di Dinas Pendidikan
Kota Medan” (Tesis, PPS UNIMED, 2005), h. 65.
74
Adrian Gostick dan Dana Telford, Keunggulan Integritas, terj. H. Isra
(Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2006), h. xi
47
B. Sikap Inovatif
Sikap merupakan kecenderungan seseorang untuk
bereaksi atau berinteraksi terhadap objek. Karena itu, sikap
merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat perilaku.
Morgan menyatakan bahwa sikap (attitude) adalah tendensi
dari seseorang untuk memberi reaksi yang positif atau negatif
81
Ibid.
53
93
Irawati, “Budaya Kerja dan Sikap Inovatif sebagai Faktor Pendukung
Kinerja Para Pustakawan Perguruan Tinggi di Padang” (Tesis, PPs. Universitas
Negeri Padang, 2003), h. 29.
94
Ibid h. 31.
95
Edmun Bachman, Metode Belajar Metode Belajar: Berpikir Kreatif
dan Inovatif, terj. Bahrul Ulum (Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya, 2005), h. 12.
57
96
Azizi, Membangun Integritas, h. 65.
58
97
Ibid., h. 66.
98
Azizi, Membangun Integritas, h. 68.
59
103
Subandiyah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Yogyakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 1992), h. 81.
104
Danim, Agenda Pembaruan, h. 189.
63
105
Hamalik, Perencanaan Pengajaran, h. 44.
106
Ahmad Sudrajat, “Ciri Orang Inovatif”, http: //thinksmart.com/
articles/ qualites. html, didownload tanggal 20 Mei 2009.
64
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan yang
sinifikan antara:
a. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara
interigritas dosen dengan kinerja dosen di STAI Al-Ishlahiyah
Binjai.
b. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara sikap
inovatif dengan kinerja dosen di STAI Al-Ishlahiyah Binjai.
73