Anda di halaman 1dari 84

Tema Pelayanan Bulan September 2019

JADILAH MURID KRISTUS

DAFTAR TEMA PERAYAAN IMAN BULAN SEPTEMBER 2019

Minggu, 1 September 2019 .............................................................................. 134


Minggu Biasa XXII (Hijau)
Tunjukkan Integritas, Bersikaplah Rendah Hati

Minggu, 8 September 2019 .............................................................................. 148


Minggu Biasa XXIII (Hijau)
Spiritualitas Murid: Melekat Pada Kristus

Minggu, 15 September 2019 ............................................................................ 171


Minggu Biasa XXIV (Hijau)
Merayakan Pengampunan Illahi Dalam Persekutuan

Minggu, 22 September 2019 ............................................................................ 186


Minggu Biasa XXV (Hijau)
Menjunjung Tinggi Laku Hidup Jujur

Minggu, 29 September 2019 ............................................................................ 201


Minggu Biasa XXVI (Hijau)
Nilai Kemanusiaan Di Balik Kekayaan

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 133


Minggu, 1 September 2019
Hari Minggu Biasa XXII (Hijau)

TEMA PERAYAAN IMAN


“Tunjukkanlah Integritas, Bersikaplah Rendah Hati”

TUJUAN
Jemaat menghayati dan mewujudkan sikap rendah hati sebagai gaya hidup.

DAFTAR BACAAN
Bacaan I : Amsal 25:6-7
Mazmur Tanggapan : Mazmur 112
Bacaan II : Ibrani 13:1-8, 15-16
Bacaan III : Lukas 14:1, 7-14

DAFTAR AYAT LITURGIS


Berita Anugerah : Yakobus 4:6
Petunjuk Hidup Baru : Filipi 2:2-4
Persembahan : Kisah Para Rasul 4:32

DAFTAR NYANYIAN LITURGIS


Bahasa Indonesia
Nyanyian Pujian : KJ 21:1-2
Nyanyian Penyesalan : KJ 39:1-3
Nyanyian Kesanggupan : KJ 249:1-3
Nyanyian Persembahan : KJ 291:1-5
Nyanyian Pengutusan : KJ 258:1-2

Bahasa Jawa
Kidung Pamuji : KPJ 5:1-2
Kidung Panelangsa : KPJ 49:1-3
Kidung Kesanggeman : KPJ 352:1-3
Kidung Pisungsung : KPJ 157:1-3
Kidung Pangutusan : KPJ 348:1-2

Pdt. Udin Firman Hidayat (GKJ Jeruklegi “Margi Rahayu”, Cilacap)

134 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


DASAR PEMIKIRAN
GKJ menghayati Bulan September sebagai Bulan Katekese
Liturgi. Mengawali Bulan Katekese Liturgi ini warga GKJ diajak untuk
menghayati tema perayaan iman “Tunjukkanlah Integritas,
Bersikaplah Rendah Hati”. Tema ini sangat relevan untuk menolong
setiap warga GKJ mewujudkan liturgi kehidupan di tengah
kebersamaan sebagai satu bangsa besar yang majemuk. Liturgi tidak
hanya berhenti pada ruang ibadah tetapi berlanjut dalam liturgi
kehidupan nyata. Apalagi kita baru saja usai melaksanakan pesta
demokrasi. Perbedaan pendapat, perbedaan pilihan dan perbedaan-
perbedaan yang lain sering menjadi tantangan untuk mewujudkan
kebersamaan ini. Ada godaan kecenderungan orang mengagungkan
diri sendiri dan kelompok sebagai yang lebih unggul dibandingkan
dengan yang lain. Oleh sebab itu penting bagi setiap orang untuk
menjadikan sikap rendah hati sebagai gaya hidup. Tidak ada jalan lain
selain bersikap rendah hati seorang terhadap yang lain, demi
membangun kehidupan bersama yang beradab. Melalui ibadah ini
umat diajak untuk mewujudkan hal tersebut.

KETERANGAN BACAAN
Amsal 25:6-7
Amsal hari ini menunjukkan adanya godaan kecenderungan
untuk “cari muka” di depan orang-orang yang memiliki kuasa. Agaknya
hal ini berangkat dari pengalaman Salomo sendiri tatkala ia menjadi
raja. Banyak orang yang berusaha “cari muka”di depan raja untuk
mendapatkan simpati dan kehormatan. Namun demikian, bagi Salomo
orang yang bersikap semacam ini justru sedang meruntuhkan
martabatnya sendiri. Salomo menasihatkan dalam Amsalnya agar
setiap orang memiliki sikap rendah hati. Rendah hati artinya tahu
menempatkan diri secara tepat di hadapan orang banyak. Tak perlu
menonjolkan diri agar dapat dilihat oleh orang lain, dengan sendirinya
orang akan menaruh hormat dan simpati kepada mereka yang hidup

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 135


dengan rendah hati. Untuk mewujudkan prinsip ini, dalam etika Jawa
dikenal prinsip “aja dumeh”. Secara sederhana aja dumeh berarti
jangan menggunakan kelebihan-kelebihan tertentu (harta, pangkat,
talenta, dll) secara berlebihan untuk mencapai keuntungan pribadi.

Mazmur 112
Dalam bacaan ini pemazmur menyimpulkan pendapatnya
tentang siapakah sejatinya orang yang disebut “berbahagia” atau
“diberkati”. Orang benar ialah orang yang berbahagia. Sementara yang
termasuk dalam golongan orang benar menurut pemazmur ialah
orang-orang yang mengasihi Tuhan dan taat kepada-Nya (ayat 1).
Orang benar bukan berarti selalu melakukan hal yang benar,
melainkan orang yang hidup dalam anugerah kebenaran Allah.
Hidupnya berfokus kepada apa yang dikehendaki oleh Allah, berlaku
konsisten antara pikiran dengan tindakan dan mampu menunjukkan
solidaritasnya terhadap sesama. Semuanya itu dilakukan atas dasar
kasihnya kepada Allah bukan karena keterpaksaan. Tuhan akan
senantiasa melindungi dan membukakan jalan kehidupan (jasmani
maupun rohani) bagi setiap orang-orang benar. Adapun buah manis
dari kebenaran itu ialah anak cucunya menjadi perkasa dan diberkati,
harta kekayaan ada dalam rumah mereka, senantiasa diterangi
meskipun dalam kegelapan, beruntuk, tidak goyah, hatinya teguh, tidak
takut akan kabar celaka (penderitaan) dan mampu berempati kepada
sesama. Kebahagian-kebahagian itulah yang akan melingkupi
kehidupan orang benar.

Ibrani 13:1-8, 15-16


Mengakhiri pengajarannya, penulis surat Ibrani memberikan
nasihat terkait hidup bersama sebagai satu keluarga di dalam
persekutuan. Ayat 1 berbunyi “peliharalah kasih persaudaraan!” (TB-
LAI). Kata “peliharalah” diterjemahkan dari kata dasar dalam bahasa
Ibrani “meno”, yang dapat juga diterjemahkan “tetap, tinggal,

136 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


bertekun”. Sehingga “peliharalah kasih persaudaraan” dapat
dimengerti sebagai perintah untuk tetap tinggal secara terus menerus
di dalam kasih persaudaraan. Artinya ada proses keberlanjutan dalam
mewujudkan kasih persaudaraan tersebut. Dalam ayat-ayat
selanjutnya dituliskan mengenai aplikasi atau tindakan nyata
sehubungan dengan tindakan mewujudkan kasih persaudaraan yaitu
solidaritas sosial memberikan tumpangan kepada orang,
memperlakukan orang lain dengan baik, menjaga dan menghormati
kekudusan perkawinan, tidak menjadi hamba uang dan respek
terhadap pemimpin rohani. Tindakan inilah yang dalam ayat 15-16
disebut sebagai tindakan memuliakan Allah dan persembahan korban
yang berkenan kepada Allah.

Lukas 14:1, 7-14


Pembaca Injil Lukas disuguhkan pola narasi yang menarik dalam
bacaan kita ini. Dalam terjemahan TB LAI, tindakan “mengamat-amati”
yang dilakukan oleh orang-orang yang hadir di rumah pemimpin
orang-orang Farisi tersebut, ditanggapi juga dengan tindakan
“melihat” oleh Yesus (ayat 1 & 7). Pola ini menunjukkan adanya
hubungan antara tindakan yang satu dengan yang lainnya. Pertama-
tama semua orang “mengamat-amati” Yesus dengan saksama.
Mengamat-amati dengan saksama berarti memfokuskan pandangan
mata – kegiatan melihat secara detail dan terus menerus pada satu
objek yang sama yaitu Yesus dan apa yang dilakukan-Nya. Ada tiga
kemungkinan alasan mereka melakukan hal tersebut yaitu: 1)
Ketidaksukaan mereka terhadap Yesus; 2) Yesus dilihat sebagai
orang yang tidak selevel dengan mereka, sehingga dianggap tak pantas
ada di tengah-tengah mereka; 3) Mencari-cari kesalahan yang
dilakukan oleh Yesus. Pada kenyataannya mereka tidak dapat
menemukan kesalahan apapun dalam tindakan yang dilakukan oleh
Yesus.

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 137


Selanjutnya dalam ayat 7, TB LAI menuliskan tindakan yang
sama ternyata juga dilakukan oleh Yesus. Perbedaannya terdapat pada
pemakaian kata yang lebih halus (“melihat”). Sebagai catatan,
terjemahan TB LAI ini didasarkan pada makna tersirat yang
terkandung dalam teks. Mengingat bahwa dalam bahasa aslinya tidak
dituliskan secara langsung. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan
“melihat” yang dilakukan oleh Yesus merupakan tindakan biasa,
melihat karena sekedar melihat. Melihat bukan dengan tujuan secara
sengaja mengamat-amati untuk mendapatkan sesuatu.

Perbedaan selanjutnya antara tindakan yang dilakukan oleh


orang banyak dengan yang dilakukan oleh Yesus adalah bahwa,
tindakan orang banyak tersebut justru tidak menghasilkan sesuatu
yang sesuai dengan yang diharapkan (menemukan kesalahan Yesus).
Sementara melalui tindakan “melihat”nya, Yesus mendapati sesuatu
yang penting terkait kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang Farisi.
Kebiasaan itu ialah 1) Dalam suatu perjamuan ada kebiasaan dari
mereka untuk berlomba-lomba menduduki tempat-tempat terhormat;
2) sementara tuan rumah memiliki kebiasaan mengundang orang-
orang yang dianggapnya penting (sahabat, keluarga, orang yang
memiliki jabatan, dll). Hal ini menjadi kesempatan bagi Yesus untuk
menegur dan mengajar mereka.

Pertama, kehormatan tidak didapatkan berdasarkan pengakuan


diri sendiri melainkan oleh pengakuan orang lain. Tanpa dibuat-buat,
tanpa menonjolkan diri, tanpa mencari-caripun, kehormatan orang
terhormat akan tetap melekat pada dirinya sendiri dan diakui oleh
orang lain. Justru ketika orang mengagungkan dirinya dan
kehormatannya, orang tersebut akan kehilangan kehormatannya.
Kedua, banyak orang merasa terhormat tatkala mengundang orang-
orang penting dalam perjamuan mereka. Namun demikian, menurut
Yesus mereka justru tidak akan mendapatkan kehormatan itu, karena

138 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


orang-orang yang diundang itupun dapat melakukan hal yang sama,
bahkan mungkin dapat menjamu dengan jauh lebih baik. Sementara
ketika orang mengundang orang-orang miskin, lapar dan
terpinggirkan, mereka tidak akan dapat membalasnya. Dengan
demikian orang-orang tersebut akan menaruh rasa hormat yang jauh
lebih besar terhadap orang-orang dermawan seperti ini. Kehormatan
justru diperoleh tatkala seseorang mampu menerima semua orang
menjadi bagian hidupnya. Kehormatan oleh karena manusia mampu
untuk memanusiakan yang lain.

POKOK DAN ARAH PEWARTAAN


Ada ungkapan dalam kultur Jawa yang berbunyi demikian:
“Mikul dhuwur mendhem jero”. Secara harafiah berarti “anak yang bisa
menjunjung tinggi harkat, martabat dan derajat orangtua”. Memang
peribahasa ini secara khusus berbicara soal prinsip hormat anak
kepada orangtua. Namun demikian menurut hemat saya tidak ada
salahnya juga ungkapan di atas kita pakai secara luas untuk
menghayati relasi kita dengan sesama di tengah maraknya nilai sopan
santun, rasa hormat menghormati yang semakin terkikis. Dewasa ini
banyak sekali orang yang mencoba untuk mendapatkan
kehormatannya dengan cara-cara yang tidak menghargai keberadaan
orang lain malahan cara-cara yang merendahkan dan menjatuhkan
orang lain. Seperti yang juga sering kita lihat dan kita dengar melalui
media elektronik, media cetak maupun media sosial bahwa hal-hal
semacam ini biasanya justru dilakukan oleh orang-orang yang
berkedudukan tinggi. Penting untuk menghentikan segala bentuk
tindakan yang merendahkan harkat dan martabat orang lain.
Sebaliknya kita perkuat dan budayakan tindakan-tindakan yang
menjunjung tinggi harkat martabat orang lain. Rendah hati merupakan
sikap prinsip hidup yang menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia.

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 139


KHOTBAH JANGKEP BAHASA INDONESIA

RENDAH HATI SEBAGAI GAYA HIDUP

Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,


Beberapa di antara kita mungkin pernah mengalami budaya
pendidikan di tingkat SD yang demikian: “Tempat duduk anak
diurutkan berdasarkan prestasi (rangking di kelas). Rangking 1 akan
duduk di bangku barisan paling depan dekat meja guru, sementara
yang rangking terakhir akan duduk di bangku baris paling belakang.”
Budaya yang seperti ini memunculkan jarak yang jelas antara siswa
yang satu dengan yang lain. Duduk di bangku depan berarti merekai
pandai, sebaliknya yang di belakang berarti mereka bodoh. Tanpa
disadari menanamkan rasa kebanggaan “lebih daripada yang lain”,
berpotensi mengolok-olok teman yang lain, dan meminimalkan
potensi untuk belajar bersama membantu teman yang lemah secara
akademis. Harus kita akui bahwa budaya persaingan telah ditanamkan
sejak dini dalam sistem pendidikan kita. Nilai prestasi akademik sering
menjadi tolok ukur tunggal dalam penilaian, sehingga memunculkan
perbedaan dan penilaian mengenaianak bodoh dan anak pintar.
Hasilnya, potensi kesombongan dan perundungan/perisakan
(bullying)yang merendahkan yang lain telah muncul sejak anak
memasuki dunia pendidikan. Padahal ilmu psikologi telah mengakui
bahwa manusia memiliki kecerdasan majemuk. Lemah dalam
kecerdasan yang satu tidak berarti bodoh karena setiap anak memiliki
potensi dan kelebihan.

Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,


Sikap menyombongkan diri nampaknya menjadi salah satu
godaan yang menyerang kehidupan manusia sejak zaman dahulu.
Amsal memperlihatkan bahwa pada zaman Salomo menjadi raja,
orang-orang berusaha menyombongkan diri dan mencari muka di

140 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


depan raja. Menariknya, seperti contoh di atas seringkali budaya dalam
masyarakat melanggengkan dan melegitimasikan praktek
kesombongan ini. Dalam bacaaan Injil nampak jelas adanya budaya ini
– mengundang hanya orang-orang terhormat; kebiasaan duduk di
tempat terhormat. Dikisahkan seorang pemimpin Farisi mengadakan
perjamuan makan. Dalam perjamuan makan ini, ia hanya mengundang
orang-orang khusus yaitu sahabat, keluarga dan tetangga yang kaya
raya (ayat 12). Sementara para tamu yang hadir berusaha menduduki
tempat-tempat kehormatan. Baik tuan rumah maupun para tamu
menunjukkan kebanggaan akan kelebihannya di hadapan yang lain.
Tuan rumah merasa bangga bisa mengundang orang-orang kaya dan
berpangkat, apalagi bisa memberikan jamuan terbaik. Sementara para
tamu memiliki kebanggaan jika bisa duduk di tempat kehormatan,
artinya mereka lebih terhormat daripada tamu yang lain.

Kesombongan sering membuat manusia enggan menerima


mereka yang berbeda dan tidak sederajat. Tak heran tatkala Yesus
hadir dalam acara perjamuan makan itu, semua mata tertuju kepada-
Nya. Semua orang mengamat-amati dengan saksama. Pandangan
mereka menyorotkan kebencian dan sikap merendahkan. Mungkin
dalam benak mereka, “siapa sih Yesus? Anak kemarin sore yang sok-
sokan jadi guru, anak tukang kayu, hanya orang Nazareth kota yang
kecil”. Selain itu “mengamat-amati dengan saksama” dapat diartikan
sebagai kegiatan mengamati untuk mencari-cari kelemahan dan
kesalahan. Tentu hal ini dilakukan untuk merendahkan dan
mempermalukan Yesus di hadapan orang banyak. Uraian di atas
memperlihatkan bahwa kesombongan menimbulkan jarak pemisah
relasi antar manusia. Kesombongan menimbulkan kesenjangan antara
si kaya dan miskin, yang berkedudukan dan tidak, dsb.

Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan,

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 141


Penulis surat Ibrani memberi nasihat kepada setiap orang
percaya: “Peliharalah kasih persaudaraan” (Ibrani 13:1). Nasihat ini
dapat dimengerti sebagai perintah untuk tetap tinggal secara terus
menerus di dalam kasih persaudaraan. Artinya kasih persaudaraan itu
mesti diperjuangkan dan diwujudkan secara terus menerus oleh setiap
orang yang menjadi bagian dari persekutuan. Kasih persaudaraan
tidak “ada dengan sendirinya”, kasih persaudaraan juga tidak hanya
diwujudkan oleh satu atau segelintir orang. Masing-masing orang
perlu terlibat dalam mewujudkannya. Menurut keempat bacaan hari
ini, segala tindakan kita dalam mewujudkan kasih persaudaraan mesti
didasari dengan sikap rendah hati.

Pertama, rendah hati berarti tahu menempatkan diri dalam


kebersamaan – tidak merasa diri lebih dari yang lain; tidak
menggunakan kelebihan secara berlebihan untuk kepentingan diri
sendiri. Dalam bahasa sederhana, rendah hati adalah laku hidup “aja
dumeh”. Aja dumeh pandai lalu menganggap yang lain sebagai orang
bodoh. Aja dumeh kaya lalu menganggap yang lain miskin. Aja dumeh
berkedudukan lalu berlaku sewenang-wenang terhadap yang lain. Aja
dumeh ganteng atau cantik lalu merendahkan orang lain, dan aja
dumeh dalam hal-hal lain. Aja dumeh mengajak manusia untuk
senantiasa menyadari bahwa di atas langit masih ada langit – ada
manusia lain yang lebih dari diri kita. Bebasan Jawa mengungkapkan
“Aja rumangsa bisa, bisaa rumangsa”. Selain itu aja dumeh juga
menyadarkan kepada kita untuk tidak berlaku “seenaknya” oleh
karena kelebihan kita. Setiap manusia perlu dijunjung tinggi
martabatnya sebagai manusia. Apapun kekurangannya, orang lain
tidak memiliki hak untuk memperlakukannya dengan tidak baik.

Kedua, rendah hati berarti hidup yang berpusat kepada


kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan ialah segala sesuatu yang
menghasilkan kebaikan bagi semua orang bahkan segenap ciptaan.

142 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Oleh sebab itu rendah hati merupakan sikap hidup yang
mengedepankan kepentingan bersama di atas kepentingan sendiri.
Tidak sekedar apa yang baik bagi hidupku, tetapi juga apa yang baik
bagimu dan bagi mereka. Sehingga kelebihan yang dimiliki dapat
diletakkan di atas kepentingan bersama tersebut. Maksudnya,
kelebihan yang dimiliki merupakan sarana bagi setiap orang untuk
dapat melengkapi dan melakukan hal yang terbaik bagi kepentingan
bersama. Misalnya: orang pandai secara akademis, bagaimana ia bisa
membantu yang lemah untuk belajar sehingga ada peningkatan
kualitas akademisnya; orang kaya, bagaimana ia dapat membantu
program-program pengentasan kemiskinan; yang aktif dalam
pelayanan, bagaimana ia mampu memberi kesempatan kepada yang
lain sehingga dapat aktif berpelayanan bersama, dll. Orang yang
mampu melakukan hal-hal demikian tidak akan kehilangan apa yang
dimilikinya. Sebaliknya, mereka akan mendapatkan lebih dari yang
mereka miliki. Kesaksian pemazmur mengungkapkan “Haleluya!
Berbahagialah orang yang takut akan TUHAN, yang sangat suka kepada
segala perintah-Nya.” Kesaksian ini mengandung maksud kebahagiaan
akan senantiasa menyertai kehidupan orang-orang benar.

Saudara – saudara yang dikasihi Tuhan,


Tema ibadah hari ini mengajak kita untuk mewujudkan hidup
bersama sebagai “tim” yang saling menerima dan melengkapi. Dalam
hidup bersama tidak lagi ada “aku/keakuan” yang ditonjolkan. Sikap
rendah hati memungkinkan kita untuk membuang segala bentuk
“keakuan”. Rendah hati memungkinkan kita untuk melakukan
tindakan yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Yesus
telah memberikan contoh bagaimana sikap hidupnya yang senantiasa
memperjuangkan pemulihan bagi harkat dan martabat manusia.
Maukah kita menjadi “team”nya Tuhan? Bersikaplah rendah hati.
Amin.

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 143


KHOTBAH JANGKEP BAHASA JAWA

ANDHAP ASORING MANAH


MINANGKA LAKUNING GESANG

Para Sedhèrèk ingkang dipun tresnani déning Gusti,


Ing antawis kita mbok menawi wonten ingkang naté mrangguli
padatan ing pawiyatan tingkat SD ingkang mekaten: Para siswa anggénipun
linggih urut adhedhasarranking utawiprestasi ing kelas. Ingkang ranking
1 linggih ing bangkupaling ngajeng sacelakipun bapak/ibu guru. Déné
ingkang ranking pungkasan linggihipun ing bangku paling wingking.
Padatan ingkang mekaten yektosipun kirang prayogi awit mbédak-
bédakaken ing antawisipun siswa satunggal lan satunggalipun. Ingkang
linggih ing ngajeng piyambak kaanggep langkung pinter lan wasis.
Kosok wangsulipun ingkang linggih ing wingking kaanggep bodho.

Prekawis punika ugi saged nuwuhaken raos gumunggung, rumaos


langkung saé tinimbang liyan, ngasoraken utawi ngrèmèhaken liyan,
lan ngirangi krenteganggénipun sinau sesarengan kanca-kancanipun
sanès. Boten saged kita sélaki bilih wonten ing gesang kita sesarengan
punika, grengseng kanggé langkung pinunjul tinimbang liyan sampun
tumanem wiwit ing bangku pawiyatan. Biji secara akademik dados
ukuran kanggé mastani tiyang sanès, matemah nuwuhaken sikep
mbédak-bédakaken para siswa ingkang pinter lan ingkang bodho.
Kamangka ing kawruh psikologikawawas bilih kapinteraning
manungsa punika maneka warni. Wonten ingkang kawastanan
kecerdasan majemuk (multiple intelligence). Saben laré nggadhahi
kapinteran, linuwih lan pinunjul ing babagan ingkang benten.

Para Sedhèrèk ingkang dipun tresnani déning Gusti,


Raos gumunggung dados satunggaling panggodha tumrap
manungsa. Ngéngingi bab punika, Kitab Wulang Bebasan nélakaken

144 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


bilih ing jamanipun Prabu Suléman kathah tiyang ingkang
gumunggung, sami pamèr ing ngarsaning sang ratu. Kados tuladha ing
nginggil, asring wonten padatan ing satengahing masyarakat ingkang
asipat nglestantunaken raos gumunggung punika. Prekawis ingkang
sami ugi kacariyos ing waosan Injil, nalika wonten satunggaling tiyang
Farisi ingkang ngawontenaken kembul bujana. Para tamu ingkang
dipun ulemi inggih punika para tiyang ingkang nggadhahi kalenggahan
– tiyang sugih, nggadhahi pangkat (ayat 12). Wasana para tamu
ingkang rawuh sami ngersakaken kalenggahan ingkang aji. Ingkang
kagungan dalem lan para tamu ingkang kinurmatan sami
ngatingalaken bilih piyambakipun langkung kajèn tinimbang asanès.
Ingkang kagungan dalem ngraosaken bombong awit para tiyang
ingkang misuwur karsa ngrawuhi pambujanan.Para tamu ugi
ngraosaken bombong awit nampi ulem lan dipun ajéni.

Raos gumunggung punika ingkang boten dados renaning


penggalihipun Gusti Yésus.Nalika Gusti Yésus rawuh ing pambujanan
punika, para tiyang sami ningali Panjenenganipun kanthi tumemen.
Mbok menawi sami mbatin: Sapa ta wong kuwi? Bocah wingi soré kok
sok-sokan dadi Guru. Lha wong mung anaké tukang kayu, mung bocah
saka Nazarèth baé. Para tiyang sami ngrèmèhaken Gusti Yésus. Bab
punika nélakaken bilih raos gumunggung saged njalari tuwuhing
jurang pemisah ing antawisipun manungsa. Tiyang lajeng sami
mbédak-bédakaken ing antawis tiyang ingkang sugih lan ingkang
mlarat, antawis tiyang ingkang pinter lan ingkang bodho, antawis
tiyang ingkang nggadhahi kalenggahan lan ingkang boten, lsp.

Para Sedhèrèk ingkang dipun tresnani déning Gusti,


Serat Ibrani paring pitutur tumrap sedaya tiyang pitados:
“Rumatana katresnaning paseduluran” (Ibrani 13:1). Pitutur punika
dados pepaken kanggé gesang ingkang kebak katresnaning ing
salebeting pasedhèrèkan. Tegesipun, katresnaning pasedhèrèkan

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 145


punika kedah tansah dipun tindakaken kanthi tumemen déning saben
tiyang ingkang, kalebet ugidéning warganing pasamuwan.
Katresnaning pasedhèrèkan boten lumampah kanthi dumadakan saha
boten saged namung dipun wujudaken déning satunggal tiyang
kemawon. Saben tiyang kedah ndérék mujudaken prekawis punika.

Miturut waosan-waosan ingdinten punika, sedaya tumindak


mujudaken katresnaning pasedhèrèkan kedah atetales lampah andhap
asor. Kapisan, andhap asoring manah ateges saged empan papan ing
salebeting gesang sesarengan, boten rumaos langkung pinunjul
tinimbang asanès. Tiyang ingkang andhap asoringgih punika tiyang
ingkang nindakaken wewarah “aja dumèh”. Aja dumèh wasis, lajeng
kita nganggep tiyang sanès punika tiyang bodho. Aja dumèh sugih
bandha, lajeng kita nganggep tiyang sanès mlarat. Aja dumèh
nggadhahi kalenggahan, lajeng kita nganiaya tiyang sanès. Aja dumèh
ngganteng lan ayu,lajeng kita nganggep tiyang sanès punika awon, lan
sanès-sanèsipun. Wewarah “aja dumèh” ngatag manungsa supados
tansah ènget bilih ing nginggiling langit taksih wonten langit. Ateges,
wonten manungsa ingkang langkung pinunjul tinimbang kita. Wonten
ungelan ingkang nélakaken mekaten: “Aja rumangsa bisa, nanging
bisaa rumangsa”. Wasana aja dumèh ugi ngèngetaken bilih kita boten
pareng “sakepénaké dhéwé” amargi rumaos linuwih. Saben manungsa
prelu dipun ajénidrajad lan martabatipun. Sinaosa wonten tiyang
ingkang nggadhahi kekirangan, kita boten prelu ngrèmèhaken.

Kaping kalih, andhap asoring manah tegesipun munjeraken


gesang dhateng karsanipun Gusti. Karsanipun Gusti inggih punika
sedaya prekawis ingkang nuwuhaken kasaénan kanggé sedaya titah.
Pramila andhap asoring manah nélakaken lakuning gesang ingkang
nengenaken kabetahaning tiyang kathah tinimbang
namungkabetahaninpun piyambak. Kanthi mekaten saben tiyang
saged ngginakaken kasagedan kanggé mujudaken pambiyantu déning

146 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


asanès. Awit kasagedan kita dados srana anggènipun kita saged gesang
tulung-tinulung ing bot repot. Contonipun: tiyang ingkang nggadhahi
kapinteranakademis, kabereg supados mbiyantu tiyang ingkang kirang
ing kawruh. Tiyang ingkang sugih bandha kabereg asungpambiyantu
dhateng para tiyang ingkang sekeng. Tiyang ingkang sregep ing
peladosan katimbalan mberegtiyang sanès ndherek peladosan
sesarengan, lsp. Tiyang ingkang saged nindakaken prekawis-prekawis
punika boten badhe kecalan “bandha”awujud berkah kasagedan.
Kepara tiyang punika badhé pikantuk kanugrahan lumantar
kasagedanipun. Kados paseksinipun juru masmur: “Haléluya! Rahayu
wong kang ngabekti marang Pangéran Yéhuwah, kang banget
kasengsem marang sakèhing pepakoné” (Masmur 112:1).

Para Sedhèrèk ingkang dipun tresnani déning Gusti,


Jejer pangibadah dinten punika ngatag kita supados saged
mujudaken gesang sesarengan ingkang sami purun nampi lan
nyampurnakaken. Andhap asoring manah ndadosaken kita saged
mbucal hawa nepsu ingkang asring njalari kita nengenaken
pepénginan kita piyambak. Andhap asoring manah nyagedaken kita
ngajènidrajad lan martabatipun asanès. Gusti Yésus sampun paring
tuladha tumrap kita anggènipun kita saged ngudiprekawis ingkang
ngajeni drajad lan martabatipun tiyang sanès. Mugi kita sami
kasagedna mbucal raos gumunggung, lan kita kasagedna nggadhahi
raos andhap asor. Amin.

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 147


Minggu, 8 September 2019
Minggu Biasa XXIII (Hijau)

TEMA PERAYAAN IMAN


“Spiritualitas Murid: Melekat pada Kristus”

TUJUAN
Jemaat memiliki spiritualitas sebagai seorang murid yang selalu melekat
kepada Kristus Sang Guru Sejati.

DAFTAR BACAAN
Bacaan I : Ulangan 30:15-20
Tangapan : Mazmur 1
Bacaan II : Filemon 1:1-21
Bacaan III : Lukas 14:25-33

AYAT PENDUKUNG LITURGIS


Berita Anugerah : Yesaya 50:1
Petunjuk Hidup Baru : Yohanes 13:34-35
Persembahan : Roma 12:1

DAFTAR NYANYIAN LITURGIS


Bahasa Indonesia
Nyanyian Pujian : KJ 3:1-3
Nyanyian Penyesalan : PKJ 37:1,2
Nyanyian Kesanggupan : KJ 395:1,3
Nyanyian Persembahan : KJ 363:1-
Nyanyian Pengutusan : KJ 370:1,2

Bahasa Jawa
Kidung Pamuji : PKJ 14:1-3
Kidung Panelangsa : PKJ 44:1-3
Kidung Kasanggeman : PKJ 59:1-3
Kidung Pisungsung : PKJ 161:1-
Kidung Pangutusan : PKJ 436:1

Pdt. Eko Iswanto (GKJ Medari, Sleman)

148 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


DASAR PEMIKIRAN
Istilah pengikut (follower) merupakan istilah yang populer di
jagad media sosial saat ini. Semakin banyak pengikut di media sosial,
akan menjadikan seseorang merasa terkenal, berarti, dihargai dan
diakui keberadaannya di media sosial. Akan tetapi perlu disadari,
ketika seseorang menjadi pengikut orang tertentu, bukan berarti sang
pengikut tersebut mengikuti sepenuhnya segala perkataan, tingkah
laku dan sikap hidup dari seseorang yang diikuti. Tak jarang, kegiatan
saling mengikuti orang lain di media sosial hanyalah menjadi sebuah
formalitas dan cara berinteraksi semata. Oleh karena itu, kita perlu
memaknai kembali istilah “pengikut Kristus” yang juga telah populer
di dalam Kekristenan. Menjadi pengikut Kristus tentu tidak cukup
hanya menjadi formalitas di dalam kehidupan iman Kristen, tetapi
harus menjadi sebuah laku hidup. Salah satu istilah yang patut untuk
kembali dihayati di dalam kehidupan Kekristenan adalah menjadi
“murid Kristus”. Sekalipun dalam hidup keseharian ada juga murid
yang membangkang terhadap gurunya, namun di dalam kehidupan
iman Kristen, setiap orang yang percaya kepada Kristus diajak untuk
menjadi murid yang sejati yang senantiasa memiliki spiritualitas
melekat kepada Kristus, Sang Guru Sejati.

KETERANGAN BACAAN
Ulangan 30:15-20
Perikop ini merupakan bagian dari wejangan-wejangan terakhir
Musa sebelum kematiannya. Oleh karena itu, bisa kita pastikan bahwa
wejangan-wejangan terakhir itu pasti berisi hal-hal yang sangat
mendasar dan penting bagi kelangsungan hidup umat Israel yang
sedang berjalan menuju tanah Kanaan. Pada ayat 15 dan ditegaskan
kembali pada ayat 19a, Musa memberi kebebasan kepada bangsa Israel
untuk memilih kehidupan, keberuntungan dan berkat atau memilih
kematian, kecelakaan dan kutuk. Namun, pada ayat 19b-20, Musa
segera memerintahkan bangsa itu untuk lebih memilih kehidupan

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 149


daripada kematian, dengan cara mengasihi Tuhan Allah, mendengarkan
suara-Nya dan berpaut kepada-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagai pemimpin umat dan bangsa, Musa sebenarnya tidak berlaku
otoriter. Ia memberi kebebasan kepada Israel untuk merenungkan
secara mendalam setiap keputusan yang akan diambilnya sebagai
bangsa yang sudah dikasihi dan dibebaskan oleh Allah. Akan tetapi,
sebagai seorang pemimpin umat dan bangsa, Musa juga memiliki
kewajiban untuk memperingatkan dan menunjukkan jalan yang benar.
Maka tawaran kebebasan memilih itu segera disertai dengan sebuah
nasihat untuk lebih memilih jalan kehidupan dan bukan jalan
kematian.

Mazmur 1
Sebagai pembuka seluruh kitab Mazmur, pasal ini langsung
memberikan gambaran adanya 2 jalan kehidupan manusia, yaitu jalan
orang benar dan jalan orang fasik. Mazmur ini berisi penguatan
(melalui kata “berbahagialah” pada ayat 1), kepada orang-orang yang
berjalan dalam kebenaran serta suka merenungkan Taurat Tuhan
siang dan malam (ayat 2). Sebaliknya, Mazmur ini juga menjadi
peringatan bagi setiap orang fasik dan pencemooh. Sebagai umat
Tuhan, hendaknya bangsa Israel senantiasa bersemangat dan berjalan
teguh di jalan kebenaran, karena sekalipun sulit mempertahankan
hidup yang sesuai dengan kehendak-Nya, namun jika mereka tetap
setia, mereka diibaratkan seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air
yang tidak pernah layu daunnya dan selalu menghasilkan buah pada
musimnya (ayat 3). Sementara orang-orang fasik dan pencemooh
(orang yang suka menghina ajaran Tuhan), sekalipun seakan-akan
hidup mereka berhasil, pada akhirnya mereka seperti sekam yang
ditiupkan angin (ayat 4), tidak tahan dalam penghakiman (ayat 5, tidak
tahan dalam penghakiman dengan kata lain: akan dihukum oleh Allah),
dan menuju kepada kebinasaan (ayat 6).

150 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Filemon 1:1-21
Sekalipun di ayat 1 dikatakan bahwa surat ini berasal dari
Paulus dan Timotius, namun pada ayat 19 ditegaskan bahwa Pauluslah
yang menulis surat ini dengan tangannya sendiri. Surat ini ditujukan
secara khusus kepada Filemon, dan selanjutnya juga kepada Apfia,
Arkhipus serta seluruh jemaat yang bersekutu di rumah Filemon. Secara
garis besar, surat ini berisi permintaan Paulus kepada Filemon agar ia
mau menerima kembali Onesimus yang telah diangkat oleh Paulus
sebagai anak dalam iman (ayat 10-12). Onesimus adalah bekas budak
Filemon yang telah melarikan diri dan bertemu Paulus di Penjara. Oleh
karena itu, Paulus berharap agar Filemon kembali menerima Onesimus
bukan lagi sebagai budak namun sebagai saudara seiman (ayat 16).
Sebenarnya Paulus memang menginginkan agar Onesimus tetap
membantu dia selama di penjara (ayat 13). Paulus sebenarnya berhak
untuk memaksa Filemon agar mau menyerahkan Onesimus menjadi
pelayan Paulus, karena Filemon telah berhutang dalam iman dan
kepercayaan kepada Paulus yang telah mengenalkannya kepada
Kristus (ayat 8-9, 19). Akan tetapi Paulus tidak mau Filemon menuruti
permintaannya atas dasar paksaan, tetapi atas dasar sukarela sebagai
sesuatu yang baik yang memang harus dikerjakan oleh orang-orang
yang percaya kepada Kristus (ayat 14-21).

Sebagai seorang Rasul, Paulus tidak bertindak otoriter. Secara


tidak langsung, Paulus tetap menghargai kemerdekaan Filemon untuk
bersikap terhadap permintaannya. Oleh karena itu, sekalipun secara
wibawa rasuli Paulus berhak memerintahkan apa saja kepada Filemon,
namun dengan penuh kerendahan hati, Paulus justru mengharapkan
agar Filemon memenuhi permintaanya secara sukarela, sebagai sebuah
tindakan iman yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang
percaya kepada Kristus. Dengan demikian, melalui surat ini, Paulus
mengajak Filemon untuk merenungkan secara mendalam setiap sikap
dan tindakannya sebagai orang percaya yang sudah seharusnya

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 151


mengampuni setiap orang yang sudah bersalah kepadanya, bahkan
mau menerimanya sebagai saudara, sebagaimana dirinya juga telah
diampuni dan diterima menjadi anak-anak Allah.

Lukas 14:25-33
Ayat 26 berbunyi, "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia
tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-
saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia
tidak dapat menjadi murid-Ku.” Tentu saja ayat tersebut tidak bisa
ditafsirkan secara harafiah. Di beberapa kesempatan, Yesus memang
memakai pola bahasa yang hiperbolis guna menandaskan pentingnya
pengajaran yang disampaikan-Nya (bdk. Pola serupa dalam Mat. 5:29-
30). Melalui pengajaran ini, Yesus hendak menyampaikan kepada para
pendengarnya bahwa mereka harus mempertimbangkan secara
matang dan mendalam perihal keputusan mereka untuk mengikut Dia.
Mengikut Yesus bukanlah sebuah tindakan yang asal-asalan dan sama
sekali bukan sesuatu yang bisa dipermainkan. Oleh karena itu, Yesus
segera memberi penegasan bahwa setiap orang yang hendak mengikut
Dia harus memikul salibnya masing-masing. Tanpa kesediaan memikul
salib, seseorang tidak bisa menjadi murid Kristus (ayat 27).

Untuk menguatkan apa yang baru saja disampaikan, Yesus juga


memberi gambaran tentang seseorang yang harus mengadakan
pertimbangan dan perhitungan secara mendalam sebelum ia
membangun menara (ayat 28-30). Ditambah lagi dengan gambaran
seorang raja yang harus memperhitungkan secara cermat dan matang
sebelum ia berangkat berperang (ayat 31-32). Selanjutnya di ayat 33,
Yesus kembali menambahkan bahwa seseorang yang hendak
mengikuti Dia harus melepaskan diri dari segala miliknya, jika tidak, ia
tidak bisa menjadi murid-Nya. Tuhan Yesus memang menghendaki
setiap orang untuk menjadi murid-Nya, akan tetapi Ia tidak pernah
memaksa siapapun untuk mengikuti-Nya. Ia memberi kebebasan

152 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


sepenuhnya kepada manusia untuk menentukan pilihannya: mau
percaya dan mengikuti Yesus, atau mau menolak dan meninggalkan
Yesus. Namun, bagi setiap orang yang sudah memutuskan untuk
mengikuti Dia, mereka tidak boleh berlaku setengah-setengah dalam
mengikuti-Nya, melainkan harus dengan penuh dedikasi dan totalitas.

Memikul salib dengan cara mengikuti teladan hidup Kristus


menjadi sebuah konsekuensi yang harus dijalankan oleh setiap pengikut
Kristus. Dengan demikian, ayat 26 memang tidak dimaksudkan agar
kita membenci keluarga kita. Akan tetapi yang dimaksudkan bahwa
setelah percaya kepada Kristus, ketaatan kita tidak lagi kepada sistem
kekeluargaan yang kita miliki, namun kepada Kristus. Mengingat, tidak
selamanya kemauan sistem keluarga/anggota keluarga yang kita miliki
selalu baik, ada pula yang mungkin bertentangan dengan kehendak Kristus.
Maka sebagai pengikut Kristus, seseorang harus berani memperingatkan,
mengoreksi atau bahkan melawan ajaran, kemauan maupun tindakan
anggota keluarga yang tidak sesuai dengan kehendak Kristus. Demikian
pula, perkataan Yesus pada ayat 33 bukan berarti kita berlaku seolah-
olah tidak lagi membutuhkan harta benda maupun segala sarana dan
fasilitas hidup yang kita miliki. Semua yang kita miliki di dunia tetap
kita butuhkan dan kita pergunakan untuk menjalani hidup, namun
setelah mengikuti Kristus, segala yang kita miliki tersebut kita
pergunakan di dalam kehidupan dengan tetap berlandaskan sikap taat
dan setia untuk mengikuti kehendak dan teladan Kristus.

POKOK DAN ARAH PEWARTAAN


Setiap orang yang mengaku percaya kepada Yesus Kristus
sebagai juruselamat, dipanggil untuk menjadi murid-murid Kristus
yang senantiasa melekat kepada Kristus Sang Guru. Dengan
kemelekatan tersebut, diharapkan para murid akan menjadi murid
sejati yang senantiasa mengikuti teladan Kristus, Sang Guru Sejati.
Akan tetapi, Tuhan tidak pernah memaksa manusia untuk mengikuti

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 153


kehendak-Nya. Tuhan senantiasa menempatkan manusia di dalam
kebebasan sepenuhnya. Sikap iman yang didasari sebuah
keterpaksaan tidak akan menghasilkan buah-buah iman yang
berkualitas, melainkan hanya iman yang didasari oleh sikap yang
bertanggungjawab di dalam kebebasanlah yang akan menghasilkan
buah-buah iman yang sungguh berkualitas. Oleh karena itu, pilihan ada
di tangan kita, mau menjadi murid Kristus yang sejati dengan
mengikuti kehendak-Nya, atau hanya sekedar menjadi pengikut
Kristus sebagai sebuah formalitas beragama.

NASKAH KHOTBAH BAHASA INDONESIA

MENJADI MURID KRISTUS

Alkisah, di padepokan Kailasa ada seorang guru bernama


Darmajati. Guru ini sangat termasyhur dengan kebijaksanaannya di
seluruh negeri Giri Yuwana. Ia memiliki banyak sekali murid yang
belajar di padepokan Kailasa. Pada suatu hari, Ki Baureksa, seorang
tokoh masyarakat di Giri Yuwana bertanya kepada guru Darmajati
perihal kelakuan salah seorang muridnya yang bernama Putra Padhas.
Berikut percakapan mereka:
Ki Baureksa : “Guru Darmajati, sepertinya Putra Padhas
yang sudah berbuat onar itu adalah salah
seorang muridmu yang belajar di padepokan
Kailasa. Mengapa seorang murid yang Kau
didik di padepokanmu bisa berbuat seperti
itu?”.
Guru Darmajati : “Ki Baureksa, Putra Padhas itu memang
sudah bertahun-tahun belajar di padepokan
Kailasa. Akan tetapi dia tidak pernah benar-
benar menjadi muridku!”.

154 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Bagaimana, jika kisah tersebut kita aplikasikan dalam
kehidupan beriman kita? Jika kita merenungkan kehidupan kita,
apakah kita sudah benar-benar layak disebut sebagai murid Kristus
yang senantiasa meneladan Guru kita, yaitu Tuhan Yesus Kristus? Atau
jangan-jangan Yesus pun akan berkata bahwa kita memang sudah
bertahun-tahun belajar di “padepokan Kekristenan”, namun sampai
sekarang ini kita tidak benar-benar layak untuk disebut sebagai murid
Kristus? Oleh karena itu, kita perlu merenungkan kembali perjalanan
kehidupan kita? Sungguhkah kita menjadi para pengikut Kristus yang
sejati, yang menjalankan perilaku kemuridan dengan meneladan Sang
Guru? Atau selama ini kita hanya menjadikan slogan pengikut Kristus
sebagai formalitas hidup beragama Kristen saja, sebagaimana setiap
agama juga senantiasa memiliki tokoh panutan masing-masing untuk
diikuti? Apalagi jika memerhatikan pesatnya kemajuan dunia media
sosial saat ini, jangan-jangan sikap mengikut Yesus sama seperti
kegiatan mengikuti (following) seseorang/tokoh/artis di media sosial
yang hanya dijadikan sarana berinteraksi semata?

Ibu, Bapak, serta Saudari dan Saudara yang dikasihi Tuhan,


Seperti yang sudah sering kita bicarakan dan hayati bersama,
bahwa sejak semula, Allah memberikan kehendak bebas kepada
manusia. Allah tidak pernah memaksa manusia untuk mengikuti
kehendak-Nya. Bukan berarti Allah tidak peduli terhadap manusia,
Allah senantiasa peduli. Sepanjang sejarah penyelamatan, Allah
senantiasa menginginkan manusia berjalan sesuai dengan kehendak-
Nya. Namun, sekali lagi Allah tidak memaksa, sehingga manusia harus
menentukan pilihan hidupnya secara bertanggungjawab, mau
mengikuti kehendak Tuhan atau tidak.

Oleh karena itu, sebagai nabi Tuhan, Musa juga memberi


pengajaran dan peringatan kepada bangsa Israel dalam nuansa

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 155


kebebasan dan bukan paksaan. Dalam kerangka tanggung jawab, dan
bukan instruksi otoriter. Hal itu Nampak pada Ulangan 30:15-20. Pada
ayat 15 dan ditegaskan kembali pada ayat 19a, Musa memberi
kebebasan kepada bangsa Israel untuk memilih kehidupan,
keberuntungan dan berkat atau memilih kematian, kecelakaan dan
kutuk. Namun, pada ayat 19b-20, Musa segera memerintahkan bangsa
itu untuk lebih memilih kehidupan daripada kematian, dengan cara
mengasihi Tuhan Allah, mendengarkan suara-Nya dan berpaut
kepada-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa sebagai pemimpin umat dan
bangsa, Musa tidak berlaku otoriter. Ia memberi kebebasan kepada
Israel untuk merenungkan secara mendalam setiap keputusan yang
akan diambilnya sebagai bangsa yang sudah dikasihi dan dibebaskan
oleh Allah. Akan tetapi, sebagai seorang pemimpin umat dan bangsa,
Musa juga memiliki kewajiban serta tanggung jawab untuk
memperingatkan dan menunjukkan jalan yang benar. Maka tawaran
kebebasan memilih itu segera disertai dengan sebuah nasihat untuk
lebih memilih jalan kehidupan dan bukan jalan kematian.

Secara tidak langsung, Mazmur 1 juga menggemakan


kebebasan yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Mazmur ini
berisi penguatan (melalui kata “berbahagialah” pada ayat 1), kepada
orang-orang yang berjalan dalam kebenaran serta suka merenungkan
Taurat Tuhan siang dan malam (ayat 2). Sebaliknya, Mazmur ini juga
menjadi peringatan bagi setiap orang fasik dan pencemooh. Sebagai
umat Tuhan, hendaknya bangsa Israel senantiasa bersemangat dan
berjalan teguh di jalan kebenaran, karena sekalipun sulit
mempertahankan hidup yang sesuai dengan kehendak-Nya, namun
jika mereka tetap setia, mereka diibaratkan seperti pohon yang
ditanam di tepi aliran air yang tidak pernah layu daunnya dan selalu
menghasilkan buah pada musimnya (ayat 3). Sementara orang-orang
fasik dan pencemooh (orang yang suka menghina ajaran Tuhan),
sekalipun seakan-akan hidup mereka berhasil, pada akhirnya mereka

156 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


seperti sekam yang ditiupkan angin (ayat 4), tidak tahan dalam
penghakiman (ayat 5, tidak tahan dalam penghakiman dengan kata
lain: akan dihukum oleh Allah), dan menuju kepada kebinasaan
(ayat 6).

Perikop yang berisi penguatan sekaligus teguran ini juga tetap


relevan bagi kita pada masa sekarang ini. Pilihan ada di tangan kita,
mau berjalan di dalam kebenaran atau memilih berjalan dalam
kefasikan. Kita harus menentukan arah kehidupan kita, jangan
menyalahkan siapapun atas pilihan kita, apalagi menyalahkan Tuhan,
karena melalui pemazmur, Tuhan telah menyampaikan konsekuensi
dari setiap pilihan yang kita buat.

Paulus, sang rasul juga berlaku yang sama ketika ia berkirim


surat kepada Filemon dan juga saudara-saudara seiman yang
berhimpun di rumah Filemon. Secara garis besar, surat ini berisi
permintaan Paulus kepada Filemon agar ia mau menerima kembali
Onesimus yang telah diangkat oleh Paulus sebagai anak dalam iman
(ayat 10-12). Onesimus adalah bekas budak Filemon yang telah
melarikan diri dan bertemu Paulus di Penjara. Oleh karena itu, Paulus
berharap agar Filemon kembali menerima Onesimus bukan lagi
sebagai budak namun sebagai saudara seiman (ayat 16). Sebenarnya
Paulus memang menginginkan agar Onesimus tetap membantu dia
selama di penjara (ayat 13). Paulus sebenarnya berhak untuk
memaksa Filemon agar mau menyerahkan Onesimus menjadi pelayan
Paulus, karena Filemon telah berhutang dalam iman dan kepercayaan
kepada Paulus yang telah mengenalkannya kepada Kristus (ayat 8-9,
19). Akan tetapi Paulus tidak mau Filemon menuruti permintaannya
atas dasar paksaan, namun atas dasar sukarela sebagai sesuatu yang
baik yang memang harus dikerjakan oleh orang-orang yang percaya
kepada Kristus (ayat 14-21).

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 157


Sebagai seorang Rasul, Paulus tidak bertindak otoriter. Secara
tidak langsung, Paulus tetap menghargai kemerdekaan Filemon untuk
bersikap terhadap permintaannya. Oleh karena itu, sekalipun secara
wibawa rasuli Paulus berhak memerintahkan apa saja kepada Filemon,
namun dengan penuh kerendahan hati, Paulus justru mengharapkan
agar Filemon memenuhi permintaanya secara sukarela, sebagai
sebuah tindakan iman yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang
yang percaya kepada Kristus.

Dengan demikian, melalui surat ini, Paulus mengajak Filemon


untuk merenungkan secara mendalam setiap sikap dan tindakannya
sebagai orang percaya yang sudah seharusnya mengampuni setiap
orang yang sudah bersalah kepadanya, bahkan mau menerimanya
sebagai saudara, sebagaimana dirinya juga telah diampuni dan
diterima menjadi anak-anak Allah. Ajakan Paulus ini pun juga relevan
bagi kondisi kita sekarang ini. Marilah kita merenungkan kehendak
Tuhan agar kita mengampuni dan menerima setiap orang dengan
penuh keterbukaan dan persaudaraan sebagai wujud rasa syukur,
karena kita telah diampuni dan diterima oleh Tuhan. Sekalipun kita
bebas untuk bersikap, namun ajakan Paulus ini mengingatkan kita agar
kita mengerjakan pengampunan dan hidup yang penuh persaudaraan
dengan siapapun secara sukarela, bukan karena terpaksa.

Jemaat yang terkasih dalam Kristus,


Kini, setelah kita percaya kepada Kristus sebagai Juruselamat,
kita juga tetap diberi kebebasan untuk memilih, apakah akan
mengikuti jalan Tuhan ataupun tidak. Bacaan Injil pada hari ini
menegaskan hal tersebut.

Lukas 14:26 berbunyi, "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan


ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-
saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia

158 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


tidak dapat menjadi murid-Ku.” Tentu saja ayat tersebut tidak bisa
ditafsirkan secara harafiah. Di beberapa kesempatan, Yesus memang
memakai pola bahasa yang hiperbolis guna menandaskan pentingnya
pengajaran yang disampaikan-Nya (bdk. Mat. 5:29-30). Melalui
pengajaran ini, Yesus hendak menyampaikan kepada para
pendengarnya bahwa mereka harus mempertimbangkan secara
matang dan mendalam perihal keputusan mereka untuk mengikut Dia.
Mengikut Yesus bukanlah sebuah tindakan yang asal-asalan dan sama
sekali bukan sesuatu yang bisa dipermainkan. Oleh karena itu, Yesus
segera memberi penegasan bahwa setiap orang yang hendak mengikut
Dia harus memikul salibnya masing-masing. Tanpa kesediaan memikul
salib, seseorang tidak bisa menjadi murid Kristus (ayat 27).

Untuk menguatkan apa yang baru saja disampaikan, Yesus juga


memberi beberapa gambaran, antara lain: seseorang yang hendak
membangun menara harus mengadakan pertimbangan dan
perhitungan secara matang (ayat 28-30); seorang raja yang hendak
berperang harus mempersiapkan diri secara cermat dan matang (ayat
31-32). Selanjutnya di ayat 33, Yesus kembali menambahkan bahwa
seseorang yang hendak mengikuti Dia harus melepaskan diri dari
segala miliknya, jika tidak, ia tidak bisa menjadi murid-Nya. Tuhan
Yesus memang menghendaki setiap orang untuk menjadi murid-Nya,
akan tetapi Ia tidak pernah memaksa siapapun untuk mengikuti-Nya.
Ia memberi kebebasan sepenuhnya kepada manusia untuk
menentukan pilihannya: mau percaya dan mengikuti Yesus, atau mau
menolak dan meninggalkan Yesus. Namun, bagi setiap orang yang
sudah memutuskan untuk mengikuti Dia, mereka tidak boleh berlaku
setengah-setengah dalam mengikuti-Nya, melainkan harus dengan
penuh dedikasi dan totalitas.

Memikul salib dengan cara mengikuti teladan hidup Kristus


menjadi sebuah konsekuensi yang harus dijalankan oleh setiap

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 159


pengikut Kristus. Dengan demikian, ayat 26 memang tidak
dimaksudkan agar kita membenci keluarga kita. Akan tetapi yang
dimaksudkan bahwa setelah percaya kepada Kristus, ketaatan kita
tidak lagi kepada sistem kekeluargaan yang kita miliki, namun kepada
Kristus. Mengingat, tidak selamanya kemauan sistem
keluarga/anggota keluarga yang kita miliki selalu baik, ada pula yang
mungkin bertentangan dengan kehendak Kristus. Maka sebagai
pengikut Kristus, seseorang harus berani memperingatkan,
mengoreksi atau bahkan melawan ajaran, kemauan maupun tindakan
anggota keluarga yang tidak sesuai dengan kehendak Kristus.
Demikian pula, perkataan Yesus pada ayat 33 bukan berarti kita
berlaku seolah-olah tidak lagi membutuhkan harta benda maupun
segala sarana dan fasilitas hidup yang kita miliki. Semua yang kita
miliki di dunia tetap kita butuhkan dan kita pergunakan untuk
menjalani hidup, namun setelah mengikuti Kristus, segala yang kita
miliki tersebut kita pergunakan di dalam kehidupan dengan tetap
berlandaskan sikap taat dan setia untuk mengikuti kehendak dan
teladan Kristus.

Demikianlah sikap mental dan spiritualitas yang hendaknya


dimiliki oleh setiap orang yang percaya kepada Kristus. Seseorang
yang telah memutuskan untuk menjadi murid Kristus seharusnya tidak
lagi melekat pada segala sesuatu yang dimiliki di dunia (keluarga, harta
benda, kedudukan, kemampuan, dll.). Namun, hanya kepada Kristuslah
ia melekatkan diri dan mengarahkan segenap orientasi kehidupannya.
Kristus hendaknya bukan menjadi prioritas utama dalam kehidupan
(karena dalam konteks tertentu, bisa saja prioritas akan bergeser),
akan tetapi Kristus menjadi satu-satunya prioritas kehidupan! Artinya,
seorang Murid Kristus akan menjalani dan menghayati segala aspek
kehidupannya dalam rangka ketaatan kepada Kristus, Sang Guru
Sejati!

160 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Akhirnya, selamat mempergunakan kebebasan yang diberikan
Tuhan secara bertanggung jawab. Mari mengingat bahwa Tuhan
menghendaki kita untuk memilih kehidupan daripada kematian, dengan
cara mengasihi Tuhan Allah, mendengarkan suara-Nya, berpaut kepada-
Nya dan mengikuti kehendak-Nya. Namun Tuhan tidak pernah memaksa
kita, karena keterpaksaan pasti tidak akan membuahkan kualitas hidup
beriman yang sungguh-sungguh baik. Jangan hanya puas menjadi
pengikut Kristus yang asal-asalan, namun berjuanglah untuk menjadi
murid sejati yang senantiasa melekatkan hidup pada Kristus Sang
Guru, serta mengikuti teladan-Nya. Memang di dunia ini ada murid-
murid yang membangkang terhadap gurunya, namun apakah kita juga
akan menjadi murid yang pembangkang? Janganlah membangkang,
nanti bisa-bisa kita tidak diakui oleh Tuhan sebagai murid-Nya!
Selamat melanjutkan perjuangan, Tuhan memberkati, Amin.

NASKAH KHOTBAH BAHASA JAWA

Dados Siswanipun Sang Kristus

Kacarita, wonten salah satunggaling guru ngèlmu ingkang


memucal wonten ing padépokan Kailasa. Déné asmanipun kang Guru
punika inggih punika Darmajati. Panjenenganipun sampun misuwur
awit kawicaksananipun wonten ing saindhenging kadipatén Giri
Yuwana. Guru Darmajati kagungan siswa ingkang gunggungipun
kathah sanget wonten ing padépokan Kailasa. Pinuju ing sawijining
dinten, Ki Baureksa ingkang minangka salah satunggaling sesepuh
wonten ing kadipatén Giri Yuwana mundhut pirsa dhateng bapa guru
Darmajati, babagan tindak-tandukipun salah satunggaling siswa ing
padépokan Kailasa ingkang sesilih Putra Padhas. Makaten punika
wawan rembag ingkang kadadosan ing antawisipun priyagung kekalih
kasebat :

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 161


Ki Baureksa : “Dhimas guru Darmajati, manawi mboten
kléntu, kadosipun Putra Padhas ingkang
sampun tumindak awon punika kalebet
salah satunggaling siswa Panjenengan
ingkang sinau wonten ing padépokan
Kailasa. Kenging punapa, déné siswa
ingkang Panjenengan wucal wonten ing
Padépokan Panjenengan piyambak saged
tumindak ingkang kados makaten?”
Guru Darmajati : “Ki Baureksa, Putra Padhas punika panci
sampun mataun-taun sinau wonten ing
padépokan Kailasa. Ananging
piyambakipun dèrèng saged saèstu dados
siswa kula!”

Kadospundi manawi cariyos kasebat kita jumbuhaken kaliyan


gesanging iman kapitadosan kita? Manawi kita niti-priksa gesang kita,
punapa kita sampun saèstu pantes sinebat minangka siswanipun sang
Kristus ingkang sembada, ingkang tansah nuladha gesangipun Guru
kita, inggih punika Gusti Yésus Kristus? Sampun ngantos, Gusti ugi
badhé mastani bilih kita panci sampun mataun-taun sinau wonten ing
“padépokan Iman Kristen”, ananging ngantos dumugi sapunika kita
dèrèng pantes kasebat minangka para siswanipun Sang Kristus?
Pramila saking punika, kita kedah niti-priksa lelampahan gesang kita.
Punapa kita sampun saèstu manjing dados siswanipun sang Kristus
ingkang sayektos, ingkang tansah nglampahi gesang kanthi mbangun
turut dhateng patuladhanipun Sang Guru? Utawi kita malah
ndadosaken sebatan utawi jejuluk “pandhèrèkipun sang Kristus”
namung sewates sebatan saha ila-ila wonten ing gesanging agami
kemawon, kados déné sadaya agami ingkang limrahipun ugi nggadhahi
panutan piyambak-piyambak ingkang kedah dipundhèrèki? Punapa
malih manawi kita gatosaken lampahing kemajuan teknologi,

162 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


mirunggan ingkang sapunika asring kasebat donyaning “sosial-media”.
Sampun ngantos sikep kita anggènipun ndhèrèk Gusti Yésus Kristus,
mboten wonten bèntenipun kaliyan tumindaking para pangagem
“sosial-media” ingkang sami nggadhahi sesambetan kaliyan tiyang
sanès, ananging sesambetan ingkang kabangun punika namung
minangka ila-ila utawi sawates netepi salah satunggaling pranatan
wonten ing donyaning “sosial media”.

Ibu, Bapak, saha para sedhèrèk ingkang dipuntresnani déning Gusti,


Kados ingkang sampun asring kita rembag sesarengan, bilih
wiwit mula Gusti Allah maringaken kamardikan tumrap manungsa. Gusti
Allah mboten naté meksa manungsa supados ndhèrèk karsanipun
Gusti. Mboten ateges Gusti Allah nègaaken manungsa, malah
kosokwangsulipun, Gusti Allah tansah migatosaken manungsa. Wiwit
mula Gusti Allah ngarsaaken supados manungsa tansah gesang manut
dhawuh tuwin karsanipun Gusti. Ananging, Gusti Allah mboten meksa
manungsa supados nuhoni karsanipun Gusti, pramila manungsa kedah
nemtokaken gesangipun kanthi kebak tanggel jawab, badhé ndhèrèk
karsanipun Gusti punapa mboten.

Jumbuh kaliyan andharan kasebat, pramila minangka


utusanipun Gusti, nabi Musa ugi paring piwucal tuwin pemut dhateng
bangsa Israèl kanthi suasana kamardikan lan sanès piwucal ingkang
asipat meksa. Piwucal kaparingaken minangka wujud tanggel jawabipun
pangarsaning umat, sanès dhawuh ingkang asipat daksiya lan meksa.
Prakawis punika saged kita prangguli wonten ing Pangandharing Torèt
30:15-20. Wonten ing ayat 15, lan ugi katandhesaken malih wonten ing
ayat 19a, nabi Musa paring kamardikan tumrap bangsa Israèl, badhé
milih gesang, kabegjan lan berkah, utawi badhé milih pati, kacilakan,
lan laknat. Ananging, wonten ing ayat 19b-20, nabi Musa énggal-énggal
paring dhawuh supados bangsa Israèl langkung milih gesang
tinimbang pati kanthi cara nresnani Gusti Allah, mirengaken

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 163


pangandikanipun Gusti, saha tansah rumaket kaliyan Gusti. Prakawis
punika nedahaken bilih minangka jejering pangarsaning umat lan
bangsa Israèl, nabi Musa mboten tumindak daksiya. Panjenenganipun
paring kamardikan dhateng Israèl supados ngraos-ngraosaken kanthi
lebet, kadospundi kedahipun tumindak minangka bangsa ingkang
sampun dipuntresnani saha dipunluwari panandhangipun déning
Gusti Allah. Ananging minangka pangarsaning umat lan bangsa, nabi
Musa ugi ngraos kagungan kuwajiban saha tanggel jawab kanggé
ngèngetaken saha nedahaken margi ingkang leres. Pramila
kamardikan ingkang dipunparingaken ènggal kinanthinan
satunggaling piwucal ingkang wosipun supados bangsa Israèl
langkung milih margining gesang lan sanès margining pati.

Kanthi gegambaran sanès, Jabur 1 ugi nélakaken kamardikan


ingkang kaparingaken déning Gusti dhumateng manungsa. Jabur punika
nggadhahi ancas ngiyataken umat (lumantar tembung “rahayu/begja”
wonten ing ayat 1), dhumateng tiyang-tiyang ingkang lumampah ing
kaleresan lan remen ngraos-ngraosaken angger-anggeripun Gusti
rinten lan dalu (ayat 2). Kosok wangsulipun, Jabur punika ugi
mujudaken pemut tumrap sadaya tiyang ingkang duraka punapa déné
tiyang ingkang remen memoyok. Minangka umat kagunganipun Gusti,
kedahipun bangsa Israèl tansah grengseng lumampah kanthi tatag
wonten ing margining kaleresan, awit sinaosa awrat njagi gesang
tansah mbangun turut dhumateng karsanipun Gusti, ananging manawi
umat tansah setya, tiyang-tiyang punika kagambaraken kados déné
Wit ingkang katanem wonten ing sapinggiring lèpèn, celak kaliyan
ilining toya, ingkang mboten naté alum ronipun lan tansah ngasilaken
woh manut ing mangsanipun (ayat 3). Menggah para tiyang duraka
saha tiyang ingkang remen memoyok (tiyang-tiyang ingkang remen
nyawiyah saha ngina dhateng piwucalipun Gusti), sinaosa kados-kados
gesangipun tiyang-tiyang punika nemahi asil, ananging wusananipun
tiyang-tiyang kasebat kados mrambut ingkang kabur ing angina (ayat

164 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


4), mboten badhé tahan ing salebeting pangadilan (ayat 5, mboten
tahan ing salebeting pangadilan ateges: tiyang-tiyang punika badhé
kaganjar paukuman déning Gusti Allah), lan gesangipun tumuju
dhateng karisakan (ayat 6).

Pangandikanipun Gusti ingkang nggadhahi ancas ngiyataken


lan ugi ngemot panyaruwé punika ugi migunani tumrap gesang kita ing
mangsa sapunika. Kita kedah nemtoakeken gesang, badhé lumampah
wonten ing margining kaleresan punapa badhé lumampah wonten ing
kadurakan. Kita kedah nemtokaken enering gesang kita, sampun
ngantos kita nyalahaken tiyang sanès awit lampahing gesang ingkang
sampun kita pilih, punapa malih mastani awon dhateng Gusti. Awit
lumantar Juru Mazmur, Gusti sampun maringaken pratélan bab
ganjaran tumrap pilihan gesang ingkang kita lampahi.

Rasul Paulus ugi nindakaken prakawis ingkang sami rikala


Panjenenganipun ngintun serat dhateng Filémon, lan ugi para kadang
patunggilan ingkang nyatunggil wonten ing dalemipun Filémon.
Wosing serat punika inggih punika pamundhutipun Rasul Paulus
dhateng Filémon supados piyambakipun purun nampéni malih
Onesimus ingkang sampun kaangkat minangka putra ing salebeting
iman déning rasul Paulus (ayat 10-12). Onesimus mujudaken tilas
baturipun Filémon ingkang mlajar saking dalemipun Filémon lan
pinanggih kaliyan rasul Paulus wonten ing pakunjaran. Pramila saking
punika, rasul Paulus ngarsaaken supados Filémon purun nampéni
Onesimus malih, sanès minangka batur malih, ananging supados
katampia minangka kadang patunggilan (ayat 16). Sejatosipun rasul
Paulus panci ngarsaaken supados Onesimus mbiyantu
Panjenenganipun sadangunipun wonten ing pakunjaran (ayat 13).
Sejatosipun rasul Paulus saged kemawon paring dhawuh kanthi sipat
ingkang meksa dhateng Filémon supados Filémon masrahaken

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 165


Onesimus dhateng rasul Paulus ingkang saprelu kadadosaken
peladosipun rasul Paulus, awit Filémon nggadhahi utang budi ing
salebeting iman dhateng rasul Paulus, awit rasul Paulus sampun
nepangaken Sang Kristus dhateng Filémon (ayat 8-9, 19). Ananging
rasul Paulus mboten remen manawi Filémon nuhoni pamundhut
punika kanthi kapeksa, ananging Filémon kinersaaken supados
masrahaken Onesimus kanthi suka-lila, awit prakawis punika panci
kedahipun katindakaken déning para tiyang ingkang pitados dhateng
Sang Kristus (ayat 14-21).

Sinaosa Paulus jumeneng minangka rasulipun Sang Kristus,


ananging Panjenenganipun mboten tumindak kanthi daksiya. Wosing
serat dhateng Filémon punika nedahaken bilih rasul Paulus saèstu
nglengganani kamardikanipun Filémon anggènipun badhé nanggepi
pamundhutipun rasul Paulus. Pramila saking punika, sinaosa
adhedhasar wibawaning kalenggahan rasuli, rasul Paulus saged paring
dhawuh punapa kemawon dhateng Filémon, ananging kanthi andhap
asoring manah, rasul Paulus ngarsaaken supados Filémon nuhoni
pamundhut punika kanthi suka-lila, minangka wujud tumindak
adhedhasar iman ingkang kedahipun katindakaken déning para tiyang
ingkang pitados dhateng Sang Kristus.

Pramila, kita saged nyumerepi bilih lumantar serat punika,


rasul Paulus ngarsaaken supados Filémon ngraos-ngraosaken sacara
lebet sadaya sikep tuwin tumindakipun minangka tiyang pitados
ingkang kedahipun saged ngapunteni sadaya tiyang ingkang sampun
tumindak lepat dhateng piyambakipun, malah kepara saged nampeni
tiyang kalawau minangka sedhèrèk, jumbuh kaliyan tumindakipun
Allah ingkang sampun nampeni piyambakipun minangka para
putraning Allah. Punapa ingkang kinersaaken déning rasul Paulus
tumrap Filémon punika ugi prelu kita lampahi wonten ing gesang kita.
Sumangga kita ngraos-ngraosaken karsanipun Gusti supados kita

166 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


ngapunteni tuwin nampeni sadaya tiyang kanthi tinarbuka tuwin
kebak ing raos pasedhèrèkan minangka wujud raos sokur, awit kita
sampun kaapunten tuwin katampi déning Gusti. Sinaosa kita
nggadhahi kamardikan nemtoaken sikep gegayutan bab punika,
ananging piwucalipun rasul Paulus punika ngengetaken kita supados
tumindaking asung pangapunten tuwin gesang kanthi raos
pasedhèrèkan dhateng sadaya tiyang punika kita lampahi kanthi suka-
lila, lan mboten kanthi kapeksa.

Pasamuwan ingkang kinasih wonten ing Sang Kristus,


Sasampunipun kita pitados dhateng Sang Kristus minangka
Juruwilujeng, kita ugi tetep kaparingan kamardikan kanggé milih lan
nemtoaken gesang kita, punapa kita badhé saèstu lumampah wonten
ing marginipun Gusti punapa mboten. Waosan Injil ing dinten punika
nandhesaken prakawis kasebat.

Temtunipun Lukas 14:26 ingkang mratelakaken, “Manawa ana


wong kang sowan ing ngarsaKu, mangka ora sengit marang bapakne,
ibune, bojone, anak-anake, sadulur-sadulure lanang utawa wadon,
malah nyawane dhewe pisan, iku ora bisa dadi siswaKu.”, mboten saged
kita mangertosi kanthi sawenteh kemawon. Ing sawetawis
piwucalipun, Gusti Yésus panci migunaaken olah bebasan ingkang
asipat mbangetaken ingkang saprelu paring panandhes tumrap
piwucal ingkang kaparingaken (kbd. Olah bebasan ingkang ugi asipat
mbangetaken wonten ing Mat. 5:29-30). Lumantar piwucal punika,
Gusti Yésus badhé nandhesaken dhateng tiyang kathah ingkang
kalasemanten mirengaken piwucal punika, bilih tiyang-tiyang punika
kedah nenimbang kanthi lebet babagan prasetyanipun ndhèrèk Gusti
Yésus. Ndhèrèk Gusti Yésus sanès mujudaken tumindak ingkang
serampangan, lan saèstu mboten saged kaanggep dolanan. Pramila
saking punika, Gusti Yésus enggal paring panandhes bilih sadaya tiyang
ingkang badhé ndhèrèk Panjenenganipun, kedah mikul salibipun

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 167


piyambak-piyambak. Manawi tiyang mboten sumadya mikul salib,
tiyang kasebat mboten saged manjing dados siswanipun Sang Kristus
(ayat 27).

Supados piwucal punika saèstu saged bebles wonten ing


manahipun sadaya tiyang ingkang kalasemanten sami mirengaken
piwucal punika, pramila Gusti Yésus ugi paring gegambaran ngengingi
satunggaling tiyang ingkang kedah nenimbang saha damel etang-
etangan ingkang pratitis sadèrèngipun piyambakipun mbangun manara
(ayat 28-30). Ugi taksih katambahan mawi gegambaran satunggaling
nata ingkang kedah damel etang-etangan ingkang pratitis sadèrèngipun
nindaaken paprangan (ayat 31-32). Salajengipun wonten ing ayat 33,
Gusti Yésus ugi ngandika bilih tetiyang ingkang badhé ndhèrèk
Panjenenganipun kedah purun nilar sadaya ingkang dipungadhahi,
manawi mboten makaten, piyambakipun mboten saged manjing dados
siswanipun Sang Kristus. Gusti Yésus panci ngarsaaken supados sadaya
tiyang manjing dados siswanipun, ananging Panjenenganipun mboten
naté meksa sinten kemawon supados ndhèrèk Panjenenganipun. Gusti
saèstu paring kamardikan sawetahipun dhumateng manungsa
supados nemtoaken enering gesangipun: badhé pitados lan ndhèrèk
Gusti Yésus, punapa badhé nampik tuwin nilar Gusti. Ananging, tumrap
sadaya tiyang ingkang sampun nemtoaken badhé ndhèrèk Gusti,
mboten kepareng ndhèrèk Gusti kanthi aras-arasen, ananging kedah
kanthi sawetahing jiwa lan raga.

Mikul salib kanthi nuladha gesangipun Sang Kristus dados


prakawis ingkang mboten saged dipunselaki déning sadaya pandhèrèkipun
Sang Kristus. Pramila saking punika, ayat 26 panci mboten ngemu
suraos bilih kita kedah sengit dhateng perangan brayat kita. Ananging
ayat punika ngarsaaken bilih sasampunipun pitados dhateng Sang
Kristus, ingkang kedahipun langkung kita bekteni punika sanès
pranataning brayat kita, ananging namung Sang Kristus kemawon.

168 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Awit kita kedah nglengganani bilih saged kemawon satunggaling
perangan ing pranataning brayat kita punika wonten ingkang lepat,
malah kepara saged kemawon wonten ingkang cengkah kaliyan
karsanipun Sang Kritus. Pramila minangka pandhèrèkipun sang
Kristus, tiyang punika kedah wantun ngèngetaken lan ngleresaken
pranatan, pepinginan utawi tumindakipun perangan brayat kita
ingkang mboten laras kaliyan karsanipun Gusti. Makaten ugi
pangandikanipun Gusti wonten ing ayat 33, sanès ateges kita tumindak
kados-kados mboten mbetahaken bandha-donya punapa déné sadaya
pirantosing gesang ingkang kita gadhahi. Sadaya ingkang kita gadhahi
wonten ing donya punika tetep kita betahaken lan kita ginaaken
kanggé nglampahi gesang, ananging sasampunipun ndhèrèk Sang
Kristus, sadaya ingkang kita gadhahi kasebat kita ginaaken wonten ing
gesang padintenan, kanthi tetep tinalesan sikep setya saha sumuyud
lan mbangun turut dhumateng patuladhan tuwin karsanipun Gusti.

Makaten kalawau sikeping manah ingkang kedahipun


dipungadhahi déning sadaya tiyang ingkang pitados dhateng Sang
Kristus. Sadaya tiyang ingkang sampun nemtoken manjing dados
siswanipun Sang Kristus kedahipun mboten rumaket dhateng sadaya
ingkang dipungadhahi wonten ing donya (brayat, bandha-donya,
kelenggahan punapa déné sadaya kawasisan lan kasagedan ingkang
dipungadhahi), ananging namung tansah rumaket dhateng Sang
Kristus minangka enering gesangipun. Kedahipun Sang Kristus mboten
dados enering gesang ingkang utama ing salebeting gesang (awit ing
satunggaling kawontenan tertamtu, saged kemawon enering gesang
ingkang utama punika kagentos déning enering gesang dhateng
prakawis sanès), ananging kedahipun enering gesang kita namung
sawiji, inggih punika dhateng Sang Kristus kemawon! Tegesipun,
tiyang ingkang sampun manjing dados siswanipun Sang Kristus badhé
nglampahi gesangipun minangka bekti tuwin wujud pambangun turut
dhumateng Sang Kristus, inggih punika Sang Guru ingkang sayektos!

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 169


Wusananipun, sugeng migunaaken kamardikan ingkang
kaparingaken déning Gusti kanthi kebak tanggel jawab. Sumangga
ngengeti bilih Tuhan ngarsaaken kita supados milih margining gesang
tinimbang margining pati, kanthi cara nresnani Gusti, mirengaken
pangandikanipun, rumaket dhateng Panjenenganipun, saha nuhoni
dhawuh tuwin karsanipun Gusti. ananging Gusti mboten naté meksa
kita, awit sikep ingkang kapeksa mesti mboten badhé ngasilaken iman
kapitadosan ingkang saèstu saé. Sampun ngantos kita mongkog rikala
namung dados pandhèrèkipun Sang Kristus ingkang aras-arasen,
ananging sumangga mbudidaya manjing dados siswa ingkang sayektos
ingkang gesangipun tansah rumaket dhateng Kristus Sang Guru, sarta
tansah nindaaken patuladhanipun Gusti. Panci wonten ing donya
punika wonten kemawon para siswa ingkang mbalela dhumateng
gurunipun. Ananging punapa kita ugi badhé manjing dados para siswa
ingkang mbaléla? Sampun ngantos kita mbaléla, supados samangké
Gusti ugi mboten nampik kita minangka para siswanipun! Sugeng
nglajengaken pambudidaya, Gusti mberkahi, Amin.

170 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Minggu, 15 September 2019
Minggu Biasa XXIV (Hijau)

TEMA PERAYAAN IMAN


“Merayakan Pengampunan Illahi dalam Persekutuan”

TUJUAN
Jemaat dapat terus menghidupi semangat perayaan pengampunan illahi
dalam persekutuan.

DAFTAR BACAAN:
Bacaan I : Keluaran 32:7-14
Tanggapan : Mazmur 51:1-12
Bacaan II : 1 Timotius 1:12-17
Bacaan III : Lukas 15:1-10

DAFTAR AYAT LITURGIS


Berita Anugerah : Yesaya 1:18
Petunjuk Hidup Baru : Roma 3:23-24
Persembahan : Mazmur 4:6

DAFTAR NYANYIAN LITURGIS


Bahasia Indonesia
Nyanyian Pujian : KJ 3:1-2
Nyanyian Penyesalan : KJ 29:1-3
Nyanyian Kesanggupan : KJ 376:1-2
Nyanyian Persembahan : KJ 450:1-4
Nyanyian Pengutusan : KJ 425:1+3

Bahasa Jawa
Kidung Pamuji : KPJ 182:1+3
Kidung Panelangsa : KPJ 45:1-4
Kidung Kesangggeman : KPJ 97:1-2
Kidung Pisungsung : KPJ 154:1-2
Kidung Pangutusan : KPJ 417:1-2

Pdt. Rani Sukmawati (GKJ Bibisluhur, Surakarta)

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 171


DASAR PEMIKIRAN
BPK Gunung Mulia menerbitkan sebuah buku karangan
Miroslav Volf, yang berjudul Exclusion and Embrace. Dalam buku
tersebut penulis menjelaskan lebih dalam tentang arti ‘merangkul’.
Disebutkan bahwa ada empat langkah ketika suatu proses rekonsiliasi
terjadi, sebagai berikut:
1. Membuka Tangan
Rekonsiliasi terjadi bila ada seseorang yang berinisiatif. Membuka
tangan berarti sebuah tanda mau terbuka pada sesama, tetapi
sekaligus juga kesediaan untuk terluka. Bersedia malu kalau tidak
ditanggapi. Pengampunan tidak akan terjadi bila tidak ada pihak
yang mau membuka tangannya terlebih dahulu. Sama seperti Anak
Allah yang menjadi manusia membuka diri pada dunia sebagai bukti
kasih yang mau mengampuni. Harus ada yang berani berinisiatif.
2. Menanti
Mengundang, memberi kesempatan orang lain untuk berproses
dan memutuskan, apakah orang lain juga mau membuka tangan.
Hal ini berbeda dengan sikap inklusif-arogan di mana orang
membuka tangan tetapi segera menarik orang lain ke dalam
genggamannya dan menguasai orang itu. Anak Allah tidak
bertindak otoriter. Ia memberi kebebasan, tidak memaksa dengan
mengatakan, “Kamu harus segera bertobat.”
3. Menutup Tangan dan Berpelukan
Ketika orang lain mau membuka tangannya juga maka momen
rekonsiliasi terjadi di sini. Mengampuni dan diampuni. Berdamai.
Penerimaan.
4. Membuka Tangan Kembali
Kita tentunya tidak akan terus-menerus berpelukan. Ada hal yang
lebih penting yaitu membiarkan sesama yang telah diampuni
tersebut kembali menjadi dirinya sendiri. Tidak dikuasai. Ada
proses untuk membiarkan pergi, menjalani sejarah hidupnya
dengan segala resiko dan konsekuensi.

172 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Itulah sikap keterbukaan yang baik. Dunia akan lebih baik saat semua
manusia dapat merayakan pengampunan illahi dalam persekutuan.

KETERANGAN BACAAN
Keluaran 32:7-14
Tindakan bangsa Israel yang membuat patung anak lembu dari
emas membuat Allah menjadi murka. Mereka bukan hanya menduakan
Allah, tetapi juga tidak menghargai karya Allah. Mereka menganggap
tindakan penyelamatan yang dilakukan Allah, sebagai karya dari dewa
yang baru saja mereka buat. “hai Israel, inilah Allahmu yang telah
menuntun engkau keluar dari tanah Mesir” (ayat 8). Karya Allah yang
membebaskan mereka dari tanah perbudakan Mesir itu seharusnya
membuat bangsa Israel menyadari akan kasih dan kekuasaan Allah.
Dengan kesadaran itu seharusnya mereka dengan sukarela dan
sukacita sujud menyembah kepadanya. Namun tidak demikian
kenyataannya, bangsa Israel telah menggeser Allah dari tahtaNya.

Allah menyebut bangsa Israel sebagai bangsa yang tegar tengkuk.


Istilah ini muncul 9 kali dalam seluruh Alkitab dan ini adalah pemakaian
pertama kalinya. Istilah ini diambil dari dunia pertanian, biasanya para
petani membajak ladangnya dengan bantuan lembu. Untuk dapat
mengendalikan lembu tersebut, maka para petani akan meletakkan
kayu diatas tengkuk lembu-lebu pembajak itu. Tapi ada lembu-lembu
yang sulit diarahkan, karena tengkuknya kaku. Demikianlah gambaran
bangsa Israel demikian pula gambaran setiap orang Kristen yang tidak
mau merendahkan diri untuk taat kepada pimpinan Tuhan. Melihat hal
ini, kemudian Musa memanjatkan doa syafaat. Hasil dari doa tersebut
adalah Allah mengurungkan niatNya untuk menghukum bangsa Israel.
Tindakan mengurungkan niat ini digambarkan dengan istilah menyesal.
Sebenarnya ini tidak berarti bahwa Allah telah melakukan kesalahan
dalam mengambil keputusan dan kemudian menyesalinya, tetapi Allah
memilih untuk mengabulkan permohonan Musa. Hal ini sama saja dengan

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 173


ketika Allah memilih untuk mengabulkan doa permohonan ampun kita,
maka Allah memilih untuk tidak menurunkan murka-Nya atas kita.

Mazmur 51:1-12
Mazmur ini berisi tentang doa pengakuan dosa dari Daud ketika
Nabi Natan datang kepadanya setelah ia menghampiri Bethsyeba. Adapun
permintaan Dauad kepada Tuhan, adalah:
1. Tuhan berkenan mengasihani dan menghapus pelanggarannya
2. Tuhan berkenan untuk membersihkan dan mentahirkannya,
digambarkan oleh Daud ketika Tuhan membersihkan dengan hisop
(sejenis semak-semak yang kecil dengan bunga putih yang kecil
yang melambangkan penyucian dosa maka Daud menjadi tahir,
dibasuhkan dosanya menjadi putih seperti salju).
Daud merendahkan diri di hadapan Tuhan dan mengakui kesalahannya.
Daud mengakui kalau sukacita dan kegirangan bisa kembali ke hidupnya
disaat manusia berbalik kepada Tuhan.

1 Timotius 1:12-17
Perikop ini berisikan surat Paulus untuk anak rohaninya
Timotius yang berisi tentang ucapan syukur atas karunia Tuhan Allah.
Paulus dalam kehidupannya, sebelum menerima Kristus penuh dengan
dosa, kejahatan, menganiaya orang-orang Kristen, dan tidak percaya
kepada Kristus. Dalam pengakuan Paulus, kuasa kasih Kristus itu yang
sudah mengubah sikap hidupnya, jalan pikirannya, berubah sikap dari
jahat menjadi yang baik, dari melawan, mengejar orang-orang Kristen,
berubah menjadi pemberita Injil, dan membela Kristus. Melalui perubahan
hidup Paulus, oleh karena kuasa Kristus yang menangkapnya, dia dikuatkan
dan diselamatkan. Injil keselamatan yang diberitakan membuat orang
banyak menerima Kristus di jemaat-jemaat di luar Yerusalem. Paulus
yakin dalam iman percayanya kepada Kristus, oleh karena kuasa Roh
Kudus, dia merasa berhutang dan terus menerus memberitakan Injil
Kristus, karena Injil Kristus adalah kekuatan dan kuasa Allah yang

174 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


menyelamatkan setiap orang yang percaya. Melalui kuasa Kristus, Paulus
dipakai Tuhan untuk memberitakan Injil di luar orang-orang Yahudi yang
selama ini belum percaya, menjadi percaya kepada Kristus menjadi
juruselamatnya. Paulus mengatakan, oleh karena kasih karunia Yesus
Kristus dalam kehidupannya, dia tahan menderita, dihina, direndahkan
oleh orang-orang yang menganggap mengetahui pengetahuan tentang
taurat Tuhan. Kasih Kristus yang hidup dalam Paulus, itulah yang
membuat dia mampu berbuat baik. Dia merasakan bagaimana kuat kuasa
Allah itu yang sudah menyelamatkan dia dari kuasa dosa dan kematian.

Lukas 15:1-10
Latar belakang perumpamaan domba yang hilang dan dirham
yang hilang serta anak yang hilang (ayat 11-32) ini, Yesus hendak
menjawab sungut-sungut atau protes dari orang-orang Farisi dan ahli-
ahli Taurat: Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-
sama dengan mereka (baca ayat 1-2). Kebenaran ini tidak bisa diterima
oleh orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang menganggap mereka
orang-orang yang paling suci, paling benar, paling religius, tidak pantas
bergaul dengan koruptor, pelacur, penjahat. Yesus sepertinya sengaja
memakai karakter-karakter yang dipandang hina oleh para pemimpin
agama itu; gembala-gembala domba, perempuan-perempuan, anak-
anak pemberontak. Jadi dalam tiga perumpamaan ini Yesus
menunjukkan tujuan dan karakter Allah yang mencari dan
menyelamatkan, pemulihan bagi semua manusia yang telah jatuh dan
berdosa untuk kembali bersekutu dengan Allah sendiri (Bob Utley
Commentary). Seorang Teolog bernama Matthew Henry, 300 tahun
yang lalu menyimpulkan hal yang senada bahwa dalam tiga
perumpamaan ini Allah tidak berkenan dengan kematian dan
kebinasaan orang berdosa. Allah lebih senang kalau orang berdosa itu
kembali dan bertobat, dan bersukacita dengan memberikan
penghiburan anugerah. Melalui tiga perumpamaan ini Yesus hendak
menjawab tuduhan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat terkait Dia

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 175


yang menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama
dengan mereka (ayat 2). Jawaban pertama Yesus ditunjukkan melalui
tindakan penerimaan-Nya terhadap orang yang dianggap berdosa dan
makan bersama-sama dengan mereka. Layaknya seorang gembala
menemukan seekor dombanya yang hilang setelah pencarian yang
lama, menggendongnya pulang dan bersukacita dengan semua
sahabat-sahabatnya. Jawaban kedua Yesus ditunjukan dari gambaran
seorang perempuan yang menemukan satu koin dirham yang hilang
dan bersukacita dengan sahabat-sahabatnya. Maksud utama dari
keseluruhan perumpamaan ini hendak mengatakan bahwa Yesus
Kristus adalah kasih dari Allah yang turun ke dunia untuk mencari dan
menyelamatkan manusia yang hilang dan berdosa.

POKOK DAN ARAH PEWARTAAN


• Bila dosa menguasai hati manusia maka upah dosa adalah maut
dan kebinasaan. Melalui perikop ini, kita sebagai orang berdosa
diajak untuk memohon pengampunan dosa supaya murka Allah
berlalu dari kita.
• Doa menjangkau banyak hal. Doa memiliki kekuatan mengubah
keputusan Allah. Ketika Allah hendak membinasakan bangsa
Israel, doa Musa yang penuh pengharapan dan kerendahan hati
membuat Allah tidak konsisten dengan keputusanNya, tetapi
kerendahan hati Musa, menunjukkan bahwa Allah yang disembah
adalah Allah yang konsisten dalam mengasihi umatNya.
• Kasih dan pemeliharaan Tuhan tidak pernah berhenti. Saat Daud
berbuat dosa, bukan membuat kasih Tuhan tidak mengalir, tetapi
mengalihkan aliran ke tempat di mana ada hati yang merespon.
• Hidup kita adalah anugerah Allah maka kita harus bersyukur. Kita
yang berdosa telah diselamat dalam karya Kristus. Hayatilah hidup
ini dengan tetap menjadi bejana bagi kemuliaan Allah sama seperti
Rasul Paulus.

176 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


• Hidup orang benar adalah hidup yang dikuasai kasih, sama seperti
Yesus yang merangkul orang-orang yang terpinggirkan karena
dianggap berdosa. Yesus mengundang untuk masuk ke dalam
sukacita Allah ini yakni mau menjadi sahabat orang berdosa
sampai orang itu bertobat.

NASKAH KHOTBAH BAHASA INDONESIA

MERAYAKAN PENGAMPUNAN ILLAHI DALAM PERSEKUTUAN

Jemaat yang diberkati Tuhan,


Manusia dianugerahi kebebasan. Kebebasan ini memampukan
manusia untuk memilih dan memaknai hidup secara positif atau negatif.
Kebebasan yang digunakan secara positif membawa orang kepada
kebahagiaan, namun bila diisi secara negatif dapat mendatangkan
kehancuran. Meskipun diberi kebebasan, Allah tetap menawarkan
keselamatan kepada kita, mengapa? Karena manusia cenderung mencari
kenikmatan yang berujung pada cinta diri sehingga menjauhkan diri
dari Allah dan acuh tak acuh terhadap sesama. Inisiatif cinta selalu
datang dari Allah karena Allah pada hakikatnya adalah cinta, Ia
mencari kita dengan cermat dan membawa kita untuk diselamatkan
kembali. Merayakan pengampunan illahi dalam persekutuan, itulah
tema yang kita maknai bersama dalam khotbah di ibadah saat ini.

Jemaat yang diberkati Tuhan,


Memaafkan dan melupakan itulah yang menjadi inti dari
pemulihan dalam sebuah relasi yang pernah ada luka. Memang tidak
mudah, tetapi firman Tuhan minggu ini membantu kita untuk bisa
terus berupaya membangun relasi yang penuh kasih antara Tuhan dan
sesama, yaitu:

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 177


Pertama, kita belajar dari Doa Syafaat Musa untuk bangsa Israel
supaya Tuhan Allah mengurungkan niatNya untuk menghukum umat
Israel. Tindakan bangsa Israel yang membuat patung anak lembu dari
emas membuat Allah menjadi murka. Mereka bukan hanya menduakan
Allah, tetapi juga tidak menghargai karya Allah. Mereka menganggap
tindakan penyelamatan yang dilakukan Allah, sebagai karya dari dewa
yang baru saja mereka buat. “hai Israel, inilah allahmu yang telah
menuntun engkau keluar dari tanah Mesir (ayat 8). Karya Allah yang
membebaskan mereka dari tanah perbudakan Mesir itu seharusnya
membuat bangsa Israel menyadari akan kasih dan kekuasaan Allah.
Dengan kesadaran itu seharusnya mereka dengan sukarela dan
sukacita sujud menyembah kepadanya. Namun tidak demikian
kenyataannya, bangsa Israel telah menggeser Allah dari tahtaNya.

Allah menyebut bangsa Israel sebagai bangsa yang tegar tengkuk.


Istilah ini muncul sembilan kali dalam seluruh Alkitab dan ini adalah
pemakaian pertama kalinya. Istilah ini diambil dari dunia pertanian,
biasanya para petani membajak ladangnya dengan bantuan lembu.
Untuk dapat mengendalikan lembu tersebut, maka para petani akan
meletakkan kayu diatas tengkuk lembu-lembu pembajak itu. Tapi ada
lembu-lembu yang sulit diarahkan, karna tengkuknya kaku. Demikianlah
gambaran bangsa Israel yang jika kita renungkan seperti gambaran
setiap orang Kristen yang tidak mau merendahkan diri untuk taat
kepada pimpinan Tuhan. Melihat hal ini, kemudian Musa memanjatkan
doa syafaat. Hasil dari doa tersebut adalah Allah mengurungkan
niatNya untuk menghukum bangsa Israel. Tindakan mengurukan niat
ini digambarkan dengan kata menyesal. Sebenarnya ini tidak berarti
bahwa Allah telah melakukan kesalahan dalam mengambil keputusan
dan kemudian menyesalinya, tetapi Allah memilih untuk mengabulkan
permohonan Musa. Hal ini sama saja dengan ketika Allah memilih
untuk mengabulkan doa permohonan ampun kita, maka Allah memilih
untuk tidak menurunkan murkaNya atas kita.

178 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Yang kedua, kita belajar dari kerindungan Daud di dalam doa
pengakuan dosanya yang meminta kepada Tuhan untuk membersihkan
dosanya sehingga menjadi tahir. Adapun permintaan Daud kepada
Tuhan, adalah:
a) Tuhan berkenan mengasihani dan menghapus pelanggarannya
b) Tuhan berkenan untuk membersihkan dan mentahirkannya,
digambarkan oleh Daud ketika Tuhan membersihkan dengan hisop
(sejenis semak-semak yang kecil dengan bunga putih kecil yang
melambangkan penyucian dosa) maka Daud menjadi tahir,
dosanya yang merah menjadi putih seperti salju.
Daud merendahkan diri di hadapan Tuhan dan mengakui kesalahannya.
Daud mengakui kalau sukacita dan kegirangan bisa dirasakan kembali
disaat manusia berbalik kepada Tuhan. Melalui pengampunan Allah,
Dia juga memulihkan relasi Daud dengan bangsa Israel yang dipimpinnya.

Ketiga, kita belajar dari Rasul Paulus yang telah diubahkan


Tuhan dan diampuni dosanya sehingga bisa menjadi Rasul Kristus
karena anugerah dari Allah. Dalam bacaan kita pada hari ini, dijelaskan
bahwa Paulus dalam kehidupannya, sebelum menerima Kristus, penuh
dengan dosa, kejahatan, menganiaya orang-orang Kristen, dan tidak
percaya kepada Kristus. Dalam pengakuan Paulus, kuasa kasih Kristus
itu yang sudah mengubah sikap hidupnya. Jalan pikirannya berubah
dari jahat menjadi yang baik, dari melawan dan mengejar orang-orang
Kristen, berubah menjadi pemberita Injil dan membela Kristus. Melalui
peristiwa hidup yang dialami, oleh karena Kristus yang menangkapnya,
Paulus dikuatkan dan diselamatkan. Injil keselamatan yang diberitakan
khususnya di luar Yerusalem, membuat orang banyak menerima Kristus di
jemaat-jemaat di luar Yerusalem. Menurut Paulus iman percayanya kepada
Kristus tidak lain karena kuasa Roh Kudus. Dia merasa berhutang dan
sebagai wujud rasa syukurnya dia akan terus menerus memberitakan
Injil Kristus, karena Injil Kristus adalah kekuatan dan kuasa Allah yang
menyelamatkan setiap orang yang percaya. Melalui kuasa Kristus,

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 179


Paulus dipakai Tuhan untuk memberitakan Injil di luar orang-orang
Yahudi. Paulus mengatakan, oleh karena kasih karunia Yesus Kristus
dalam kehidupannya, dia tahan menderita, dihina, direndahkan orang-
orang yang menganggap mengetahui pengetahuan tentang taurat
Tuhan. Kasih Kristus yang hidup dalam diri Paulus itulah yang
membuat dia mampu berbuat baik. Dia merasakan bagaimana kuat
kuasa Allah sudah menyelamatkannya dari kuasa dosa dan kematian.

Keempat, kita belajar dari Tuhan Yesus yang menerima orang


berdosa untuk bisa mengalami karya pengampunan illahi yang memulihkan
hidup. Konteks perumpamaan domba yang hilang dan dirham yang
hilang adalah Yesus yang hendak menjawab sungut-sungut atau protes
dari orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat bahwa Ia menerima orang-
orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka (baca ayat 1-
2). Hal ini tidak bisa diterima oleh orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat
yang menganggap diri sebagai orang-orang yang paling suci, paling
benar, paling religius, yang membuat mereka berfikir tidak pantas
bergaul dengan koruptor, pelacur, penjahat. Yesus nampaknya sengaja
memakai orang-orang yang dipandang hina oleh para pemimpin agama,
seperti gembala-gembala domba, perempuan-perempuan, anak-anak
pemberontak. Jadi dalam tiga perumpamaan ini Yesus menunjukkan
tujuan dan sifat Allah yang mencari dan menyelamatkan serta memulihkan
manusia yang telah jatuh dan berdosa untuk kembali bersekutu dengan
Allah sendiri. Seorang Teolog bernama Matthew Henry, 300 tahun yang
lalu menyimpulkan hal yang senada bahwa dalam tiga perumpamaan
ini Allah tidak berkenan dengan kematian dan kebinasaan orang
berdosa. Allah lebih senang kalau orang berdosa itu kembali bertobat
dan bersukacita dengan memberikan anugerah penghiburan. Melalui
tiga perumpamaan ini Yesus hendak menjawab tuduhan orang-orang
Farisi dan ahli-ahli Taurat terkait Dia yang menerima orang-orang
berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka (ayat 2). Jawaban
pertama Yesus ditunjukkan melalui tindakan penerimaan-Nya terhadap

180 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


orang yang dianggap berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka.
Layaknya seorang gembala menemukan seekor dombanya yang hilang
setelah pencarian yang lama, menggendongnya pulang dan bersukacita
dengan semua sahabat-sahabatnya. Jawaban kedua Yesus ditunjukan
dari gambaran seorang perempuan yang menemukan satu koin dirham
yang hilang dan bersukacita dengan sahabat-sahabatnya. Maksud
utama dari keseluruhan perumpamaan ini hendak mengatakan bahwa
Yesus Kristus adalah kasih dari Allah yang turun ke dunia untuk
mencari dan menyelamatkan manusia yang hilang dan berdosa.

Jemaat yang diberkati Tuhan,


Melalui semangat untuk merayakan pengampunan illahi dalam
persekutuan, marilah kita hidup bersama sebagai keluarga Allah yang
didalamnya ada kasih, persekutuan yang saling menerima, pertobatan,
dan penerimaan yang utuh. Hilangkanlah rasa benci, dendam dan ingin
merusak persukutuan Jemaat Tuhan dengan ujaran kebencian.
Sebarkanlah damai bagi dunia ini. Amin.

KHOTBAH JANGKEP BAHASA JAWA

NGRIYAYAKEN SIH PANGAPUNTENING ALLAH ING GESANG


PATUNGGILAN

Pasamuwan ingkang kinasih,


Gusti Allah paring sih nugraha tumrap manungsa arupi kamardikan.
Ing Basa Inggris kasebat free will, utawi ing Bahasa Indonésia kasebat
kehendak bébas. Lumantar perkawis punika, manungsa saged kanthi
mardika nemtokaken pilihaning gesangipun. Manungsa ugi saged
ngraosaken maknaning gesangipun, saé ingkang prayogi, mekaten ugi
ingkang awon. Kamardikan ingkang dipunginaaken kanthi leres temtu
ngener dhateng kabingahan. Kosok wangsulipun, menawi kaginaaken

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 181


kanthi klèntu temtu ngener dhateng karisakan. Sinaosa sampun
maringaken kamardikan, Gusti Allah taksih muwuhi sih rahmatipun
kanthi maringaken kawilujengan kanggémanungsa. Kénging punapa?
Awit manungsa asring dhumawah ing dosa, langkung nengenaken
remenipun piyambak, gesangipun cengkah kaliyan karsanipun Gusti
Allah, lan ugi mboten perduli dhateng sesami.

Pasamuwan ingkang kinasih,


Gusti Allah punika asih mirma. Punika ingkang kita sinau saking
waosan Kitab Suci dinten punika. Kita sami nampi timbalanipun Gusti
Allah supados saged ngriyayakan pangapuntening Allah ing patunggilan,
satemah gesanging pasamuwan saged nengsemaken. Kados pundi
caranipun? Wonten sekawan perkawis ingkang saged kita sinau.

1. Kita sinau saking Nabi Musa ingkang ngunjukkan pandonga


safaat kanggé bangsa Israèl supados Gusti Allah karsa
ngapunteni dosanipun umat Israèl.
Waosan ingkang kaping sepisan nelakaken nyariyosaken bab Gusti
Allah ingkang apiduwung saksampunipun Nabi Musa nyuwun supados
Gusti Allah mboten ngukum bilai Israèl. Kacariyos bilih bangsa Israèl
gesang nylèwèng saking Gusti Allah kanthi damel reca pedhèt mas
cor-coran lan dipunsembah. Bangsa Israèl nganggep reca pedhèt
mas cor-coran punika allahingkang sampung ngedalaken umat saking
tanah pangawulan. Nanging awit saking agenging sih katresnanipun
Gusti Allah, umat Israèl lajeng dipun wilujengaken. Gusti Allah
apiduwung sanès amargi Panjenenganipun tumindak lepat.Punika
dados pémut kanggé umat bilih sedaya punika peparing, mila umat
kedah gesang kanthi sumuyud dhateng Panjenenganipun.

2. Kita sinau saking Juru mazmur inggih punika Prabu Dawud.


Ing Mazmur 51:1-12, Prabu Dawud ngluntakaken raos ngorongipun
dhateng pakaryanipun Allah ingkang mbirat sadaya dosanipun
satemah saged resik nglangkungi salju. Pakaryanipun Gusti Allah

182 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


kapindhaaken kados dene hisop, inggih punika jinising alang-alang
ingkang sekaripun pethak, ingkang ngemu pralambang kasucèning
gesang saking dosa. Kanthi raos andhap asor lan nglenggana, Prabu
Dawud kepéngin nampi malih kabingahan lan suraking sukarena
wonten ing gesangipun. Sadaya punika saged dipuntampi nalika
Prabu Dawud wangsul, mratobat, ing ngarsanipun Allah. Perkawis
punika dados sumbering pasinaon kanggé kita.Menawi kita purun
mratobat temtu gesang kita kapirsanan sembada ing ngarsanipun
Gusti Allah. Sampun mboten wonten raos ajrih was sumelang.
Ingkang wonten namung karaharjan, kabegjan, ayem, lan tentrem.

3. Kita sinau saking Rasul Paulus.


Ing seratipun kanggé Timotius, Rasul Paulus nélakaken agenging raos
sokuripun awit nampi kawilujengan peparinging Gusti Allah. Waunipun
Rasul Paulus punika tiyang ingkang sengit dhateng tiyang Kristen,
ngudi mejahi tiyang Kristen, nanging awit saking kacandhak déning
Sang Kristus mila lajeng saged ngraosaken gesangipun kaanyaraken.
Nami Saulus (ateges ingkang inggil piyambak) dipun gantos dados
Paulus (tegesipun ingkang asor piyambak). Punika ingkang dados
gondhelanipun Rasul Paulus.Lumantar Sang Kristus, panjenenganipun
saged nampèni gesang langgeng. Gusti nimbali supados kita tansah
nulad ing kamulyanipun temahan tansah celak kaliyan
Panjenenganipun. Kepara kita saged dados pirantos anggénipun
Gusti Allah mbabaraken pakaryanipun ing bumi punika.

4. Kita sinau saking Gusti Yésus.


Waosan Injil ing Lukas 15:1-10 punika nyariosaken tiyang Farisi
lan para ahli Torèt ingkang sami kadumelan awit Gusti Yésus karsa
nampèni tiyang dosa. Déné Gusti Yésus karsa kembul dhahar sesarengan
kaliyan para juru-mupu-béya lan tiyang dosa sanèsipun. Nanggapi
pandumelipun tiyang Farisi lan para ahli Toret, Gusti Yésus paring
pasemon kalih.

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 183


1) Bab ménda ingkang ical.
Pasemon punika nélakaken bilih wonten satunggaling tiyang
ingkang gadhah menda satus nanging setunggal ketriwal,
namung kantun 99. Kanggé madosi menda ingkang setunggal
punika temtu kedah nilaraken ingkang 99. Nalika sampun
kepanggih, sampun jangkep dados satus, lajeng ngawontenaken
pista ageng kanggé ngriyayaken kabingahanipun awit
méndanipun sampun kepanggih. Maknaning pasemon punika
inggih punika Gusti Yésus karsa supados umat ugi saged nampi
sesaminipun tanpa mbédakaken. Malah ingkang langkung
mbetahaken panampi inggih punika tiyang dosa, awit dados
kabingahaning kaswargan menawi wonten tiyang setunggal
ingkang mratobat katimbang 99 ingkang mboten purun
mratobat.
2) Bab arta dirham ingkang ical
Pasemon punika nggambaraken wonten pawèstri ingkang
gadhah dirham sedasa nanging ingkang setunggal ical. Kanggé
madosi ingkang setunggal punika, pawèstri punika lajeng
nyumet damar lan nyaponi griyanipun, madosi njlimet ngantos
kepanggih. Nalika sampun pinanggih, lajeng ngulemi mitra-
mitranipun kanggé ngriyayakaken. Pasemon punika ugi
ngémutaken dhateng kita bilih wonten kabingahaning
malaèkat nalika wonten tiyang setunggal ingkang wangsul
malih dhateng ngarsanipun Gusti Allah kanthi mratobat.

Pasemon kalih punika dados gambaran kanggé kita bilih ing


ngarsanipun Gusti Allah, sedaya umat dipun pirsani aji. Wonten
setunggal ingkang katriwal kémawon Gusti Allah karsa madosi ngantos
kepanggih. Punika wujuding sih katresnanipun Gusti Allah. Pramila
kita ugi sageda mbudidaya supados ing gesang punika kita saged
andum katresnan dhateng sesami tanpa wonten singgetan.

184 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Pasamuwan ingkang kinasih,
Forgive and forget (ngapunteni lan nyupèkaken) punika dados
punjering gesang nalika kita sami ngriyayakaken sih pangapuntening
Gusti ing gesang patunggilan. Sumangga kita nyingkur dhiri kita
piyambak. Sampun ngantos rumaos ingkang leres piyambak. Raos
sengit dipun icali, gesang tresna-tinresnan. Punika wujuding
gesangipun umat Kristen ingkang sejati. Gusti mberkahi kita. Amin.

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 185


Minggu, 22 September 2019
Minggu Biasa XXV (Hijau)

TEMA PERAYAAN IMAN


“Menjunjung Tinggi Laku Hidup Jujur”

TUJUAN
Melalui pemberitaan firman pada hari ini waraga gereja diharap memahami
makna laku hidup jujur dan mewujudkan pemahamannya itu dalam kehidupan
sehari-hari.

DAFTAR BACAAN
Bacaan I : Amos 8: 4-7
Tanggapan : Mazmur 113
Bacaan II : 1 Timotius 2: 1-7
Bacaan III : Lukas 16: 1-13

DAFTAR AYAT LITURGIS


Berita Anugerah : Amsal 2:6-9
Petunjuk Hidup Baru : Amsal 2:20-21
Persembahan : Roma 12:1

DAFTAR NYANYIAN LITURGIS


Bahasa Indonesia
Nyanyian Pujian : KJ 15:1-2
Nyanyian Penyesalan : KJ 39: 1-3
Nyanyian Kesanggupan : KJ 369A:1-3
Nyanyian Persembahan : KJ 365 A:1-
Nyanyian Pengutusan : KJ 402:1-2

Bahasa Jawa
Kidung Pamuji : KPJ 14:1,3,4
Kidung Panelangsa : KPJ 435:1-3
Kidung Kasanggeman : KPJ 194:1,4
Kidung Pisungsung : KPJ 434:1 –
Kidung Pangutusan : KPJ 437:1,3

(Pdt. Wisnu Sapto Nugroho – LPPS)

186 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


DASAR PEMIKIRAN
Injil Lukas 16:1-13 berkisah tentang bendahara yang tidak jujur.
Banyak orang bingung dengan kisah ini. Apalagi ketika membaca
pernyataan, “Ikatlah persahabatan dengan menggunakan Mamon yang
tidak jujur?” Apa maksud ‘Mamon yang tidak jujur’ di bagian ini? Apakah
kita diizinkan memanfaatkan uang atau kekayaan dari cara-cara tidak
benar? Kita akan menemukan jawab bila mencermati Lukas 16:1-13 secara
teliti. Kisah ini terdiri dari dua bagian besar yaitu: perumpamaan (ayat
1-8) dan aplikasi dari perumpamaan itu (ayat 9-13). Dua bagian itu saling
menjelaskan satu sama lain. Tindakan yang dipuji dari si tuan bukanlah
ketidakjujurannya melainkan kecerdikannya. Ia cerdik mempersiapkan
masa depan setelah nanti dipecat oleh tuannya dengan cara menjalin
persahabatan, melepaskan bunga yang riba dan bermurah hati kepada
banyak orang. Begitulah semestinya kehidupan umat Allah. Umat Allah
sering kalah cerdik dalam mengelola kekayaan. Kekayaan itu sebenarnya
‘perkara-perkara kecil’ dalam hidup. Harta milik saat ini bukanlah
harta sebenarnya. Kalau mengurus harta duniawi saja tidak bisa
dipercaya, bagaimana mungkin bisa mengurus hal lain dengan jujur?
Dengan demikian, kejujuran tetaplah menjadi bagian penting bagi
semua orang. Tanpa kejujuran hidup akan dan pasti susah. Melalui
pelayanan firman pada hari ini, umat diharap menjunjung tinggi nilai
kejujuran serta mewujudkannya, sebab berani jujur hebat!

PENJELASAN TEKS
Amos 8: 4-7
Amos hadir menyatakan nubuat pada zaman raja Uzia, raja Yehuda
dan pada zaman Yerobeam anak Yoas, raja Israel. Nubuat-nubuatnya
keras dan mendatangkan kehebohan. Apalagi saat ia menyampaikan
rencana penghukuman atas bangsa Israel. Pemberitaan itu mendatangkan
kemarahan besar. Pada pasal 8:4-7, Amos menyampaikan penglihatan
terhadap orang yang menghisap sesamanya. Penglihatan ini merupakan
salah satu dari lima penglihatan yang dilihatnya. Para penghisap sesama

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 187


adalah mereka yang menginjak-injak orang miskin. Orang miskin dijadikan
sebagai objek pemerasan. Mereka tidak mendapat pemenuhan kebutuhan
dasar dalam hidup seperti gandum. Para pemilik modal menjual
gandum dengan harga tinggi, termasuk pada orang miskin. Tindakan
itu disebut sebagai perilaku tidak jujur atau curang. Tuhan tidak lupa
pada tindakan itu dan pelakunya pantas mendapat hukuman.

Mazmur 113
Mazmur 113 merupakan bagian dari Mazmur hallel (Mazmur
haleluya) dalam Mazmur 113-118. Bagi umat Yahudi, Mazmur ini
dikaitkan dengan perayaan utama keagamaan mereka yaitu paskah.
Sebelum memulai makan paskah, biasanya dilantunkan Mazmur 113-
114. Adapun Mazmur 115-118 dilantunkan usai perayaan makan. Mazmur
113 diawali dengan sorakan Haleluya! Sorakan ini dikumandangkan
sebagai ajakan bagi hamba-hamba Tuhan untuk memuji nama-Nya.
Tuhan pantas menerima pujian dari hamba-hamba-Nya sejak matahari
terbit hingga terbenamnya matahari. Jika setiap hamba memujikan hal
ini, maka nama Tuhan dimuliakan seterusnya, sekarang dan selama-
lamanya. Pengalamannya bersama Allah menjadikan pemazmur
menyampaikan alasan mengapa Tuhan dipuji. Tuhan tinggi mengatasi
segala bangsa, kemuliaan-Nya mengatasi segala lagit. Sebagai Allah
yang tinggi, Ia berpihak pada orang-orang lemah. Orang-orang lemah
itu adalah orang-orang miskin, perempuan mandul dan kalangan lain
yang dianggap hina oleh masyarakat. Orang-orang miskin dan hina itu
didudukkan oleh Allah bersama para bangsawan. Bagian ini
menunjukkan Allah adalah Tuhan yang memiliki sikap peduli, empati.
Sikap empati-Nya membawa umat saling menghargai satu sama lain.

1 Timotius 2: 1-7
Dalam suratnya kepada Timotius, Rasul Paulus menasihatkan
supaya Timotius menjadi pendoa. Jika dikaitkan dengan ayat-ayat
selanjutnya (1 Timotius 2:8-15) kita menemukan bahwa selain Timotius

188 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


yang diminta menjadi pendoa, jemaat (gereja) juga harus menjadi pendoa.
Dalam ibadah (liturgi), jemaat dinasihatkan untuk saling mendoakan. Maka
dari itu perikop kita (1 Timotius 2:1-7) oleh Lembaga Alkitab Indonesia
(LAI) diberi judul, ”Mengenai Doa Jemaat”. Baik secara pribadi maupun
dalam ibadat umat, doa-doa yang dinaikan adalah kepada Allah yang
mengasihi semua orang. Allah yang penuh kasih itu memiliki rancangan
agar semua orang menerima penyelamatan-Nya. Jika Tuhan punya
rancangan menyelamatkan semua orang, mengapa kita harus berdoa?

Inilah hal penting yang mesti kita hayati. Firman Tuhan


menasihatkan pada kita bahwa sesungguhnya Allah meminta umat-Nya
tetap berdoa supaya umat senantiasa terhubung dengan Dia. Hal ini seperti
pepatah: doa merupakan nafas hidup orang percaya. Doa juga menjadi
bakti kita kepada Allah. Dengan kata lain, doa merupakan persembahan
diri kepada Allah. Dalam 1 Timotius 2:1-7 terdapat beberapa cara yang
dapat dilakukan umat mempersembahkan doa-doanya kepada Allah.
✓ Permohonan (desis – Yunani).
Kata ini pada mulanya bukan bahasa keagamaan. Dalam Bahasa asli
(Yunani) kata ini bermakna permintaan tentang hal-hal yang baik.
Ide dasarnya adalah kebutuhan. Oleh karena terdapat kebutuhan,
maka terdapat dorongan untuk meminta. Jika tidak ada kebutuhan
untuk minum, seorang anak tidak akan meminta minum kepada
orang tuanya. Anak-anak yang tidak bisa mengungkapkan dengan
bahasa akan menggunakan tangisan agar permohonannya dimengerti
oleh orang tuanya. Bukankah itu juga bisa terjadi dalam kehidupan
kita? Oleh karena kelemahan-kelamahan kita, ada banyak hal yang
kita butuhkan dan kita memohon kepada Allah. Di saat-saat hidup
tertekan begitu berat, tangisan kepada Allah merupakan bahasa
yang paling mudah disampaikan.
✓ Syafaat (enteuksis – Yunani).
Rasul Paulus menasihatkan supaya Timotius menaikkan syafaat.
Kata syafaat yang berasal dari kata enteuksis pada dasarnya bermakna

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 189


menjumpai seseorang dan memohon kepada raja agar mengasihani
orang itu. Dalam doa, sesama senantiasa didoakan. Doa menjadi
bentuk kepedulian kepada sesama. Dengan nasihat ini, setiap orang
beriman diajar untuk tidak menjadi egois sebab hidupnya terkait
dengan sesamanya. Bahkan dalam syafaat setiap orang beriman
diundang untuk mendoakan mereka yang memusuhi sekalipun.
✓ Ucapan syukur (eukharistia – Yunani).
Doa yang dinaikkan bukan hanya berbentuk permohonan tetapi
juga ucapan syukur kepada Allah.
✓ Berdoa bagi yang diberi kewenangan memimpin (penguasa).
Mendoakan mereka yang saat ini diberi kewenangan memimpin
supaya dalam kepemimpinan mereka dapat menjalankan fungsinya
secara baik. Bila para pemimpin menjalankan kepemimpinan
secara baik, siapakah yang merasakan dampaknya? Dalam 1
Timotius 2:2b dikatakan: agar kita dapat hidup tenang dan
tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan.

Dari uraian tentang doa di atas, kita menemukan bahwa dalam


doa umat berjumpa dengan Allah. Perjumpaan antara umat dengan
Allah dalam situasi terbuka. Tidak ada yang tersembunyi di hadapan-
Nya. Dalam doa umat diajak untuk jujur, terbuka, berserah pada Allah
Sang sumber hidup.

Lukas 16:1-13
Untuk menemukan pesan dari Lukas 16:1-13 secara utuh, kita
perlu memperhatikan pasal-pasal sebelumnya. Kisah perjumpaan
Yesus dengan orang-orang Farisi, ahli-ahli Taurat (Luk. 14:1,3) dan
perumpamaan tentang domba yang hilang, dirham yang hilang, anak
yang hilang (pasal 15) perlu dipahami sebelum menafsir Lukas 16:1-13.
Cerita ini membingungkan banyak penafsir. Minimnya pengetahuan
tentang praktik finansial kala itu menjadi salah satu faktor kebingungan.

190 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Bendahara yang tidak jujur itu mengenakan bunga atas barang-barang
yang dipinjamkan pada debitur. Meski demikian, orang-orang Farisi
telah menciptakan berbagai cara untuk mengenakan bunga tersembunyi,
yang bahkan dibenarkan oleh pengadilan sipil Yahudi. Rupanya
bendahara dalam kisah ini dalam keadaan genting dan berakibat pada
ancaman hilangnya pekerjaan. Nama baiknya tercoreng karena tuduhan
menghamburkan harta milik tuannya. Dalam keadaan terjepit, ia berusaha
menghapus bunga yang telah dikenakan pada para debiturnya. Ia telah
meminjamkan uang kepada banyak orang dan mengambil riba. Meski
hukum Taurat melarang tindakan riba, rupanya bendahara itu tetap
melakukan tindakan riba. Seperti apa tindakan riba bendahara itu?
✓ Kepada yang berhutang 50 tempayan minyak, ia mengenakan
bunga 50 tempayan minyak bagi penghutang itu sehingga
peminjam itu memiliki hutang 100 tempayan minyak (Lukas
16:6). Dalam hal ini, bunga yang dikenakan adalah 100%.
✓ Kepada yang berhutang delapan puluh pikul gandum, ia
mengenakan bunga 20 pikul gandum, sehingga penghutang itu
memiliki hutang 100 pikul gandum (Lukas 16:7). Bunga yang
dikenakan pada penghutang gandum adalah 20%.
✓ Selain itu, bendahara itu meminjamkan yang lain kepada mereka
yang membutuhkan hutangan.

Dengan membuat potongan hutang, bendahara itu bertindak


benar. Kepada penghutang minyak yang dikenai bunga 100 %, 20%
bunganya dibebaskan. Dampak dari perbuatan ini si bendahara bebas
dari pemecatan. Si tuan memuji dia sebagai bendahara yang cerdik. Ia telah
berubah, awalnya ia bekerja dengan licik, sekarang ia bekerja dengan
cerdik. Atas kecerdikan ini, bendahara itu tidak dipecat, tetapi sebaliknya,
ia mendapat pujian. Apa yang dipuji dari bendahara itu? Yang dipuji
bukanlah ketidakjujuran sang bendahara, tetapi kemampuannya
dalam melihat ke depan dan dalam mempersiapkan hari depannya.

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 191


Munculnya ungkapan, “Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik
terhadap sesamanya daripada anak-anak terang” (Luk. 13:b) menunjukkan
bagaimana seharusnya kehidupan umat Allah. Orang-orang Farisi
seharusnya menjadi anak-anak terang, namun mereka lihai menciptakan
cara-cara tertentu untuk menghindari hukum Allah. Mereka menjadi
“pecinta uang” dengan mengatasnamakan kehidupan beriman pada Allah
alias membungkus perilaku materialistik dengan tampilan gamis. Bendahara
duniawi telah bertindak benar dengan jalan membatalkan bunga. Frasa
“ikatlah persahabatan dengan menggunakan Mamon yang tidak jujur,
supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam
kemah abadi” menunjukkan bahwa tidaklah mudah bagi siapapun
untuk jujur berhadapan dengan uang. Apalagi jika disertai kekuasaan
tertentu, betapa mudahnya perilaku korupsi dan tidak jujur terjadi.

Berhadapan dengan uang ada dua pilihan: mau menjadi orang


bermoral (jujur) atau tidak bermoral (tidak jujur). Uang bisa menjadi
alat kebaikan atau sebaliknya. Mamon dalam kisah ini rupanya adalah
bunga terlarang dalam hukum Taurat. Jika orang-orang Farisi tidak
dapat setia pada perkara-perkara kecil seperti meminjamkan uang,
bagaimana Allah dapat memercayai untuk harta yang lebih besar dan
setia? Pernyataan Yesus, “Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada
dua tuan” mengarah pada orang-orang Farisi. Mereka pecinta uang,
mendengar perkataan Allah dan mengejek Firman Allah. Tindakan
macam ini jauh dari nilai-nilai kejujuran. Bahkan mereka mengelabuhi
kecurangan dengan memakai simbol-simbol keagamaan. Perilaku
korupsi, menipu dengan memakai ucapan-ucapan, penampilan gamis
rupanya sudah ada sejak zaman Yesus (bahkan sebelumnya). Apakah
anak-anak Allah saat ini masih memakai cara-cara itu?

POKOK DAN ARAH PEWARTAAN


Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kata jujur
sebagai hidup secara lurus hati, tidak berbohong. Tidak berbohong

192 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


berarti berkata apa adanya. Bentuk lain dari sikap jujur adalah tidak
curang. Sikap curang merupakan pengingkaran terhadap peraturan
atau kesepakatan. Dalam KBBI, sikap jujur juga dimaknai sebagai hidup
secara tulus, ikhlas. Kejujuran dimulai dari diri sendiri. Paulus
menasihatkan agar Timotius dan jemaat senantiasa menaikkan doa.
Doa merupakan dialog dengan Allah. Dialog dengan Allah menjadi
autentik bila dilakukan dalam kejujuran. Amos menyerukan supaya
umat menjauhi perilaku curang dengan cara menindas orang-orang
kecil. Amos menyatakan teguran secara keras terhadap para pelaku
kecurangan. Dampaknya ia dimusuhi. Dalam perumpamaan tentang
bendahara yang tidak jujur, tampak bahwa Yesus mengecam perilaku
tidak jujur. Pada Minggu XXV ini umat diajak menghayati hidup jujur
melalui kisah bendahara yang tidak jujur sebagaimana ditulis oleh
Lukas dalam Injil Lukas Lukas 16:1-13.

KHOTBAH JANGKEP BAHASA INDONESIA

MENJUNJUNG TINGGI LAKU HIDUP JUJUR

Saudaraku, suatu kali seorang guru (Rabbi) memutuskan untuk


menguji kejujuran murid-muridnya. Dia memanggil mereka dan
melontarkan pertanyaan, “Apa yang akan kau buat bila sewaktu kamu
berjalan menemukan sebuah dompet penuh uang tergeletak di jalan?”.
Seorang murid mengangkat tangan dan berkata dengan lantang, “Akan
segera saya kembalikan kepada pemiliknya”. Guru membatin,
“Jawabannya begitu cepat. Saya harus bertanya dalam secara pribadi
apakah dia sungguh bermaksud begitu,” pikir guru. Seorang murid
mengangkat tangan dan mengatakan, “Akan kuambil uang itu untuk
diriku bila tak ada seorangpun melihat bahwa aku menemukan
dompet itu”. Mendengar jawab itu guru mengatakan dalam hatinya,
“Dia punya bibir jujur, tetapi hatinya jahat”. Murid ketiga mengangkat

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 193


tangan dan mengatakan, “Jujur, saya yakin bahwa aku akan tergoda
untuk memilikinya. Maka aku akan berdoa kepada Tuhan agar Dia
berkenan memberi aku kekuatan melawan godaan dan melakukan
yang benar ”. Guru itu melihat muridnya dan berkata dalam hatinya,
“Inilah orang jujur. Dia bisa dipercaya”.

Saudaraku, Kamus Besar Bahasa Indonesia memberi definisi


jujur sebagai hidup secara lurus hati, tidak berbohong. Tidak
berbohong berarti berkata apa adanya. Bentuk lain dari sikap jujur
adalah tidak curang. Sikap curang merupakan pengingkaran terhadap
peraturan atau kesepakatan. Dalam bacaan Injil hari ini, kita melihat
kisah tentang bendahara yang tidak jujur. Namun yang aneh, mengapa
bendahara itu mendapat pujian?

Untuk menemukan pesan dari Lukas 16:1-13 secara utuh, kita


perlu memperhatikan pasal-pasal sebelumnya. Kisah perjumpaan
Yesus dengan orang-orang Farisi, ahli-ahli Taurat (Luk. 14:1,3) dan
perumpamaan tentang domba yang hilang, dirham yang hilang, anak
yang hilang (pasal 15) perlu dipahami sebelum menafsir Lukas 16:1-
13. Cerita ini membingungkan banyak penafsir. Minimnya pengetahuan
tentang praktik finansial kala itu menjadi salah satu faktor kebingungan.
Bendahara yang tidak jujur itu mengenakan bunga atas barang-barang
yang dipinjamkan pada debitur. Meski demikian, orang-orang Farisi telah
menciptakan berbagai cara untuk mengenakan bunga tersembunyi,
yang bahkan dibenarkan oleh pengadilan sipil Yahudi. Rupanya bendahara
dalam kisah ini dalam keadaan genting dan berakibat pada ancaman
hilangnya pekerjaan. Nama baiknya tercoreng karena tuduhan
menghamburkan harta milik tuannya. Dalam keadaan terjepit, ia
berusaha menghapus bunga yang telah dikenakan pada para debiturnya.
Ia telah meminjamkan uang kepada banyak orang dan mengambil riba.
Meski hukum Taurat melarang tindakan riba, rupanya bendahara itu tetap
melakukan tindakan riba. Seperti apa tindakan riba bendahara itu?

194 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


✓ Kepada yang berhutang 50 tempayan minyak, ia mengenakan
bunga 50 tempayan minyak bagi penghutang itu sehingga
peminjam itu memiliki hutang 100 tempayan minyak (Lukas
16:6). Dalam hal ini, bunga yang dikenakan adalah 100 %.
✓ Kepada yang berhutang delapan puluh pikul gandum, ia
mengenakan bunga 20 pikul gandum, sehingga penghutang itu
memiliki hutang 100 pikul gandum (Lukas 16:7). Bunga yang
dikenakan pada penghutang gandum adalah 20 %.
✓ Selain itu, bendahara itu meminjamkan yang lain kepada mereka
yang membutuhkan hutangan.

Dengan membuat potongan hutang, bendahara itu bertindak


benar. Kepada penghutang minyak yang dikenai bunga 100 %, 20%
bunganya dibebaskan. Dampak dari perbuatan ini si bendahara bebas
dari pemecatan. Si tuan memuji dia sebagai bendahara yang cerdik. Ia
telah berubah, awalnya ia bekerja dengan licik, sekarang ia bekerja
dengan cerdik. Atas kecerdikan ini, bendahara itu tidak dipecat, tetapi
sebaliknya, ia mendapat pujian. Apa yang dipuji dari bendahara itu?
Tindakan yang dipuji bukanlah ketidakjujuran sang bendahara, tetapi
kemampuannya dalam melihat ke depan dan dalam mempersiapkan
hari depannya. Munculnya ungkapan, “Sebab anak-anak dunia ini lebih
cerdik terhadap sesamanya daripada anak-anak terang” (Luk. 16:8b)
menunjukkan bagaimana seharusnya kehidupan umat Allah. Orang-
orang Farisi seharusnya menjadi anak-anak terang, namun mereka
lihai menciptakan cara-cara tertentu untuk menghindari hukum Allah.
Mereka menjadi “pecinta uang” dengan mengatasnamakan kehidupan
beriman pada Allah alias membungkus perilaku materialistik dengan
tampilan gamis. Bendahara duniawi itu telah bertindak benar dengan
jalan membatalkan bunga. Frasa “Ikatlah persahabatan dengan
menggunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak
dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi” menunjukkan
bahwa tidaklah mudah bagi siapapun untuk jujur berhadapan dengan

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 195


uang. Apalagi jika disertai kekuasaan tertentu, betapa mudahnya
perilaku korupsi dan tidak jujur terjadi. Berhadapan dengan uang ada
dua pilihan: mau menjadi orang bermoral (jujur) atau tidak bermoral
(tidak jujur). Uang bisa menjadi alat kebaikan atau sebaliknya.

Mamon dalam kisah ini rupanya adalah bunga terlarang dalam


hukum Taurat. Jika orang-orang Farisi tidak dapat setia pada perkara-
perkara kecil seperti meminjamkan uang, bagaimana Allah dapat
memercayai untuk harta yang lebih besar dan setia? Pernyataan Yesus,
“Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan” mengarah
pada orang-orang Farisi. Mereka pecinta uang, mendengar perkataan
Allah dan mengejek Firman Allah. Tindakan macam ini jauh dari nilai-
nilai kejujuran. Bahkan mengelabuhi kecurangan dengan memakai
simbol-simbol keagamaan. Perilaku korupsi, menipu dengan memakai
ucapan-ucapan, penampilan gamis rupanya sudah ada sejak zaman
Yesus (bahkan sebelumnya). Apakah anak-anak Allah saat ini masih
memakai cara-cara itu? Seorang penafsir bernama Craig L. Blomberg
memberikan tafsiran yang menarik, demikian: Tuhan Yesus
menghendaki semua pengikut-Nya setia dan jujur dalam semua sisi
kehidupan yang dijalani. Kesetiaan menjalani semua bidang kehidupan
membuat umat merasakan penyertaan Tuhan. Kesetiaan menjalani
hidup terkait dengan harapan Yesus bagi kita yaitu:
1. Semua umat Allah akan diminta untuk memberikan
pertanggungan jawab berkaitan dengan hidup yang mereka jalani.
2. Persiapan untuk pertanggungjawaban tersebut akan berkaitan
dengan kecerdikan kita dalam menggunakan apa yang kita miliki,
secara khusus berkaitan dengan penggunaan uang.
Ketidakmampuan mengelola uang yang ada adalah tanda bahwa
hidup kita tidak terkelola dengan baik (ingat pepatah: Anda adalah
apa yang Anda belanjakan!)
3. Kecerdikan tersebut menunjukkan kehidupan seorang murid sejati
yang kelak akan menerima hidup dan sukacita kekal.

196 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Saudaraku, perilaku jujur mesti dijunjung tinggi. Perilaku itu
terkait dengan tanggungjawab, kecerdikan yang mengarah pada hidup
berpengharapan. Dengan begitu, hidup jujur bukan ajur, melainkan
berbuah mujur. Mari kita wujudkan dalam hidup sehari-hari.

Berani jujur juga hebat! Kata KPK dan kita semua pasti setuju.

KOTBAH JANGKEP BAHASA JAWA

GESANG KANTHI JUJUR

Para sedhèrèk ingkang kinasih,


Ing sawijining dinten, ing salah satunggaling padhèpokan, Sang
Guru nimbali para muridipun saperlu ndadar kanthi pitakèn mekaten:
“Apa sing arep mbok tindaké menawa nemu dompèt ana ing dalan?”
Salah satunggaling murid lajeng atur wangsulan, “Nyuwun
pangapunten Guru, menawi kula badhé lajeng enggal-enggal pun
wangsulaken dhateng ingkang kagungan.” Mireng wangsulan satunggal
murid punika, keng Guru mbatin, “iki tenan ora ya? Mengko jebul gur
lamis. Suk kapan kudu tak takoni menèh wangsulané tenanan opo ora.”
Murid sanèsipun ugi wangsulan, “Guru, menawi boten wonten ing
mirsani artanipun badhé kula simpen piyambak, punika menawi kula.”
Keng Guru kagèt ananging nggih namung batin, “bocah iki jujur,
ananging atiné ala.” Wonten malih murid sanèsipun ingkang
wangsulan, “Guru, menawi kula ngakeni wonten ing manah kagodha
kepéngin melik dompèt punika. Mila menawi sumerep wonten dompèt
tumiba ing margi, kula badhé ndedonga supados Gusti ngiyataken
manah kula supados saged uwal saking panggodha punika lan
nindakaken ing becik.” Keng Guru lajeng mirsani murid punika lan
batin, “iki muridku sing jujur. Bocah iki isa dipercaya.”

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 197


Para sedhèrèk ingkang kinasih,
Miturut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jujur punika
dipun mangertosi pinangka gesang kalawan ati kang lurus, boten
ngapusi, lan blaka suta. Jujur punika ugi ateges boten nyidrani tiyang
sanès. Nyidrani tiyang sanès punika tegesipun boten manut kaliyan
pranatan lan pasarujukan. Wonten ing waosan Injil, wonten cariyos
bab juru gedhong ingkang boten jujur, ingkang malah nampi
pangalembana saking lurahipun.

Supados saged mengertosi punapa ingkang dipun kersakaken


saking waosan Injil, kita kedah niti priksa saking waosan utawi perikop
sadèrèngipun. Saking cariyosipun Gusti Yésus ingkang pepanggihan
kaliyan ahli Torèt lan tiyang Farisi, pasemon bab wedhus kang ilang, arta
dirham kang ilang, anak kang ilang miwiti pasinaon kita sadèrèngipun
kita nyinaoni waosan kita. Cariyos punika panci damel bingung para juru
tafsir Alkitab. Katrangan bab padatan tiyang Yahudi nalika semanten
anggènipun ngecakaken arta mirunggan bab utang piutang lan sepinten
anakanipun punika boten kathah. Juru gedhong ingkang boten tumemen
punika ngetrapaken anakan tumrap saben tiyang ingkang ngutang
dhateng lurahipun. Salajengipun, juru gedhong punika kaancam boten
saged nyambut damel malih awit kadakwa ngawut-awut barang darbè
lurahipun. Ing kawontenan ingkang kepèpèt, juru gedhong punika
lajeng ngupadi supados piyambakipun taksih saged nata gesangipun
sanadyan mangké boten nyambut damel malih dhateng lurahipun. Juru
gedhong punika lajeng nimbali saben tiyang ingkang gadhah utang
kaliyan lurahipun lumantar piyambakipun, lan anakanipun dipun suda
kanthi ngedalaken serat utang ingkang anyar. Lumantar tumindak
punika, sang juru gedhong ndadosaken tiyang ingkang gadhah utang
ngrumaos langkung ènthèng awit utangipun suda, sisih sanès,
lurahipun ugi boten rugi awit arta pokokipun wetah. Tumindak
ingkang makaten ndadosaken sang juru gedhong nampi pangalembana
saking lurahipun, amargi gadhah akal ingkang kados makaten.

198 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Waosan kita boten ateges badhé nedahaken bilih tumindakipun
sang juru gedhong punika saé, ananging ngalem anggènipun sang juru
gedhong ingkang kanthi kapinteranipun nata gesang salajengipun.
Menawi dipun gatosaken, pangandikanipun Gusti Yésus ingkang
kaserat ing ayat 8b, “sabab para anaking jagad iki tumrap kang tunggal
golongan, akalé ngluwihi para ahli warising pepadhang” punika saged
dipun raosaken minangka pamelèh kagem para umatipun Allah. Tiyang
Farisi ing nalika semanten sacara tatanan karohanèn kedahipun saged
dados tuladha minangka ahli warising pepadhang. Para tiyang Farisi
nalika semanten gesangipun karem bandha kadonyan ingkang
kalimput dening ageman lan piwucal atas nami agama. Juru gedhong
punika nindakaken ingkang leres awit kanthi kapinteranipun nyudo
anakan. Tembung “padha memitrana kalawan migunakaké Mamon
kang ora temen iku, supaya manawa kowé koncatan Mamon iku, kowé
banjur ditampani ana ing tarub kang langgeng” ing ayat 9 nèlakaken
saben tiyang ngadhepi panggodha bab raja brana. Punapa malih
menawi gadhah kalenggahan, godha rencana supados tumindak boten
jujur asring dipun raosaken.

Mamon ing waosan punika nggambaraken anakan ingkang


sejatosipun boten dipun keparengaken miturut kitab Torèt. Menawi
tiyang Farisi boten saged tumemen ing prakara sepélé kados pranatan
bab utang piutang, mokal Gusti Allah badhé mitayani bab prakara
ingkang langkung ageng. Pangandikanipun Gusti Yésus ingkang
makaten, “ora ana batur kang bisa ngladéni bandara loro” punika
sejatosipun minangka pamelèh dhateng tiyang Farisi. Para tiyang
Farisi punika ing satunggal kawontenan mirengaken sabdanipun Allah,
ananging ing kawontenan sanèsipun malah mboten manut
dhawuhipun Allah. Tumindak ingkang kados makaten sejatosipun
nèlakaken tebih saking sikep jujur, ananging lajeng kalimput kaliyan
tembung-tembung karohanèn ingkang dipun owahi. Punapa para ahli

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 199


warising pepadhang ing jaman samangké wonten ingkang nggadhahi
sikep ingkang kados makaten? Salah satunggaling juru tafsir Alkitab
ingkang asmanipun Craig L. Blomberg maringi piwucal ingkang saé,
makaten: Gusti Yésus ngersakaken sedaya pendherekipun sami setya
lan jujur ing sadhengah kawontenan. Sikep punika ndadosaken para
pendhèrèkipun sami ngraosaken panganthi lan pangrimatipun Gusti.
Kasetyan miturut karsanipun Gusti punika makaten:
1. Saben pendhèrèkipun Gusti badhé dipun suwuni tanggel jawab
bab tumindakipun.
2. Tanggel jawab punika sesambetan kalian akal lan kapinteran kita
anggènipun nampi lan ngginakaken berkahipun Gusti, mirunggan
bab raja brana. Menawi boten saged nata raja brananipun,
punika ugi ateges gesangipun boten katata kanthi saé.
3. Murid ingkang pinter badhé nampèni suka bingah lan gesang
langgeng.

Para sedhèrèk ingkang kinasih,


Kita kedah ngrimat sikep jujur ing gesang padintenan. Sikep ingkang
jujur punika sesambetan kaliyan tanggel jawab lan kapinteran ingkang
angkahipun nggadahi gesang ingkang kebak ing pangajeng-ajeng.
Pramila, gesang kanthi jujur punika boten badhé ajur, ananging badhé
nampi kabegjan.

Miturut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Berani Jujur, Hebat!


Kita sedaya mesthi sami sarujuk. Gusti berkahi kita sedaya. Amin.

Kapertal déning Pdt. Sukrisno Purwanto

200 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Minggu, 29 September 2019
Minggu Biasa XXVI (Hijau)

TEMA PERAYAAN IMAN


“Nilai Kemanusiaan di Balik Kekayaan”

TUJUAN
Melalui pemberitaan firman ini umat menghayati makna kekayaan serta
menjadikan kekayaan sebagai sarana memuliakan kemanusiaan.

DAFTAR BACAAN LEKSIONARI


Bacaan I : Amos 6:1-7
Tanggapan : Mazmur 146
Bacaan II : 1 Timotius 6:6-19
Bacaan III : Lukas 16: 19-31

DAFTAR AYAT LITURGIS


Berita Anugerah : Matius 6:25-26
Petunjuk Hidup Baru : Amsal 3:5-8
Persembahan : 1 Tawarikh 16:28-29

DAFTAR NYANYIAN LITURGIS


Bahasa Indonesia
Pujian Pembuka : KJ 353: 1-2
Pujian Pengakuan Dosa : KJ 33:1-3
Pujian Kesanggupan : KJ 383:1-3
Pujian Persembahan : KJ 363:1-
Pujian Penutup : KJ 413:1-3

Bahasa Jawa
Pepujen Pambuka : KPJ 22:1-3
Pepujen Pengaken Dosa : KPJ 97:1,3
Pepujen Kasanggeman : KPJ 200:1,3
Pepujen Pisungsung : KPJ 78:1 –
Pepujen Panutup : KPJ 431:1,3

(Pdt. Wisnu Sapto Nugroho – PPK LPPS)

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 201


DASAR PEMIKIRAN
Orang Inggris memiliki pepatah tentang uang: uang adalah
hamba yang baik, tetapi ia adalah tuan yang jahat. Pepatah itu
bermakna bahwa saat seseorang dikuasai uang, ia kehilangan kendali
hidup sebab uang dijadikan sebagai dewa. Uang bisa menjadi dewa
karena memiliki banyak peran dalam hidup. Makan, minum, tidur,
bepergian, buang air: perlu uang! Hanya (maaf) buang angin saja yang
saat ini yang tidak mengeluarkan uang. Oleh karena semua hal diukur
dengan uang, maka uang digunakan sebagai alat ukur hidup manusia.
Mereka yang banyak uang disebut kaya. Dengan kekayaannya itu ia
dipuji, dihormati. Mereka yang tidak punya uang disebut miskin.
Dengan statusnya sebagai orang miskin orang-orang macam ini sering
tersisih dan disisihkan dari tengah komunitas. Ketika uang berkuasa
dan menguasai hidup, banyak orang menghalalkan segala cara demi
mendapatkan uang. Di sinilah uang itu “punya kuasa” dan berpotensi
menjadi sumber kejahatan. Tindakan jahat merupakan pengingkaran
terhadap nilai kemanusiaan. Tuhan Yesus tidak mengajarkan
kehidupan anti kekayaan. Ia mengajarkan tentang perlunya mengelola
kekayaan dengan menghargai martabat kemanusiaan. Melalui firman
Tuhan hari ini umat diajak untuk menghayati makna kekayaan dan
menjadikan kekayaan sebagai sarana memuliakan kemanusiaan.

PENJELASAN TEKS
Amos 6:1-7
Konteks dari cerita dalam Amsal 6:1-7 adalah kemakmuran
bangsa Isarel. Raja Yerobeam II telah berhasil memperbaiki kehidupan
politik dan ekonomi. Dampak dari perbaikan kondisi sosial, politik dan
ekonomi adalah berkembangnya peradaban. Bangsa ini menjadi
sangat optimis dengan masa depannya. Di tengah optimisme bangsa
ini, Amos tampil memberitakan tentang hukuman dan keruntuhan
bangsa. Betel yang menjadi pusat keagamaan, dan Samaria menjadi
pusat politik-ekonomi, semua akan hancur. Allah membenci perayaan

202 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


keagamaan di Betel. Kehancuran ekonomi akan menyusul. Mengapa
Allah tidak suka dengan semua yang dilakukan Israel? Allah membeci
perilaku korup. Para penguasa memerintah dengan cara tidak adil.

Kekayaan yang mereka dapat merupakan buah dari


penindasan terhadap kalangan miskin dan tertindas. Demi mendapat
kekayaan, mereka menghalalkan segala cara. Semua perayaan
keagamaan merupakan kemunafikan. Nyanyian-nyanyian pujian
hanyalah bagi diri sendiri. Allah membenci semua itu sebab hidup
keberagamaan mereka bertolak belakang dengan sikap terhadap
sesama. Melalui Amos, Allah menyatakan berita penghukuman.

Mazmur 146
Secara garis besar Mazmur 146 ini menekankan betapa
berbahagianya orang yang mengandalkan Tuhan di tengah kehidupan
manusia yang fasik. Dalam bait-baitnya pemazmur menyaksikan
bahwa Allah senantiasa berpihak kepada yang lemah. Sistematikanya
dibuat menarik. Diawali dengan puji-pujian umat atau yang disebut
doksologi, “Haleluya! Pujilah TUHAN, hai jiwaku!” (ayat 1), dan diakhiri
dengan doksologi: “TUHAN itu Raja untuk selama-lamanya, Allahmu, ya
Sion, turun-temurun! Haleluya!” (ayat 10). Pembagian ini seakan
menunjukkan pola hidup ibadah orang Yahudi, yang senantiasa
melandasi dan mengisi hidupnya dengan puji-pujian (bdk. ayat 2). Bagi
orang Yahudi, puji-pujian merupakan urat nadi dalam setiap ritus-ritus
yang dilakukan dalam setiap ibadah mereka.

1 Timotius 6:6-19
Alkitab tidak pernah mengajarkan manusia benci kekayaan
(uang). Membenci uang ibarat membenci diri sendiri sebab dalam
seluruh hidup uang dibutuhkan. Alkitab membeberkan rambu-rambu
yang jelas dan tepat terhadap uang, sebagaimana yang dinasihatkan
rasul Paulus pada Timotius. Inilah nasihat Paulus:

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 203


1. Rasa cukup
Perkataan Paulus yang menarik terkait dengan rasa cukup adalah
ibadah. Apakah ada ibadah yang tidak disertai rasa cukup? Ada
banyak ibadah yang dilaksanakan dengan maksud mendapat
banyak berkat (berkat dimaknai sebagai materi). Orientasi ibadah
macam ini adalah ibadah menjadi sarana memperoleh. Apa yang
keliru dari pemahaman macam ini? Yang keliru adalah saat ibadah
dijadikan orientasi untuk mendapatkan sesuatu yang memuaskan
diri sendiri. Ibadah macam ini adalah ibadah yang egosentris,
dimana pusat ibadah bukan Allah, melainkan manusia. Ibadah yang
disertai rasa cukup adalah ibadah yang berpusat pada Allah, Sang
sumber hidup. Ibadah yang disertai dengan rasa cukup juga
mengandung makna bahwa yang berharga dalam kehidupan kita
adalah hidup itu sendiri sebagaimana kata Rasul Paulus dalam 1
Timotius 6:7, “Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam
dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar.” Karena
hidup itu begitu berharga, maka syukurilah dan ingatlah bahwa
suatu saat nanti kita kembali kepada Bapa, semua yang ada di bumi
ini tidak akan di bawa. Semua ditinggalkan.
2. Utamakan Kebutuhan, bukan keinginan
Rasul Paulus berkata, “Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah ”
(1 Timotius 6:8). Makanan dan pakaian adalah kebutuhan utama
dalam hidup manusia dan ini disebut sebagai kebutuhan pokok.
Ada kebutuhan lain dalam hidup manusia, yang disebut sebagai
kebutuhan sekunder dan tersier. Butuh kejelian membedakan
mana kebutuhan pokok yang harus diutamakan, kebutuhan
sekunder yang bisa ditunda dan kebutuhan tersier yang sangat
mungkin untuk ditunda. Apa yang menjadikan manusia
mengutamakan keinginan daripada kebutuhan? Yang menjadikan
pengutamaan keinginan adalah hasrat, keserakahan, lapar mata,
lapar hati. Agar terhindar dari ketamakan terhadap uang,
utamakanlah kebutuhan daripada keinginan.

204 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


3. Kuasailah uang, bukan dikuasai uang
Akar segala kejahatan adalah cinta uang (1 Timotius 6:10). Cinta
uang berarti membiarkan diri digerakkan oleh uang, sehingga
motifasi hidup adalah uang. Saat hidup digerakkan oleh uang, maka
sangat mungkin uang menjadi segala-galanya dan menjadi sumber
kejahatan. Perkataan Rasul Paulus, “Akar segala kejahatan adalah
cinta uang” mengandung maksud agar setiap umat Tuhan mampu
menguasi uang. Bagaimana cara mengasai uang? Dalam 1 Timotius
6:11-12, Rasul Paulus mengatakan, “Tetapi engkau hai manusia
Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan,
kasih, kesabaran dan kelembutan. Bertandinglah dalam
pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal.”
Kalimat bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar
menyiratkan makna bahwa menghadapi bahaya konsumerisme,
materialisme bukanlah hal yang mudah. Namun demikian tetaplah
berjuang dengan mengupayakan nilai-nilai keadilan, kesetiaan,
kasih, kesabaran, kelembutan dan peribadatan.
4. Menggunakan uang dengan rendah hati dan untuk kebaikan
bersama
Alkitab tidak pernah mengajarkan umat Allah membenci uang!
Alkitab mengajarkan agar bijak dalam penggunaannya. Agar bijak
dalam penggunaan dibutuhkan kerendahan hati dan niat yang baik.
Dengan kerendahan hati seseorang terhindar dari sikap tamak
dengan harta yang dimilikinya, sehingga dalam penggunaannya
dilandasi niat yang baik. Bila kekayaan digunakan dengan rendah
hati dan niat yang baik kekayaan juga bernilai kekal sebagaimana
yang dikatakan Rasul Paulus dalam 1 Timotius 6:18-1 9,
“Peringatkanlah agar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam
kebajikan, suka memberi dan membagi dan dengan demikian
mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di
waktu yang akan datang untuk mencapai hidup yang sebenarnya.”

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 205


Lukas 16:19-31
Perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus dalam Injil
Lukas 16:19-31 mengajak kita memperhatikan bagaimana kita sikap
hidup terhadap kekayaan. Seringkali memburu dan memelihara
kepuasan yang bersifat materiil (kekayaan) membuat manusia
kehilangan kepekaan terhadap sesama dan berujung pada penyesalan.
Dalam perumpamaan itu dikisahkan ada seorang kaya. Setiap hari
berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria
dalam kemewahan. Sayangnya orang kaya itu menikmati kepuasan
hartanya dengan sikap tamak. Sikap tamak itu tampak ketika ada
Lazarus pengemis yang tubuhnya penuh dengan borok diabaikan.
Ketika Lazarus lapar, si kaya itu membiarkan Lazarus makan dari apa
yang jatuh di sekitar meja si kaya. Bahkan anjing-anjing si kaya itu
dibiarkan menjilati luka-luka Lazarus. Orang kaya itu menikmati
kepuasan hanya bagi dirinya sendiri. Singkat cerita, si kaya dan
Lazarus sama-sama mati. Lazarus diterima di pangkuan Abraham. Si
kaya berada di alam maut dengan keadaan sangat menderita. Dulu saat
hidup di bumi, ia berpuas diri dengan semua yang dimiliki. Sebaliknya
Lazarus sangat menderita saat hidup di dunia, sekarang Lazarus
mendapat penghiburan. Terjadi pembalikan keadaan. Itu adalah buah
dari kehidupan yang mengedepankan kepuasan bagi diri sendiri dan
abai pada sesama. Dalam kisah ini Tuhan Yesus bukan anti pada orang
kaya. Yang diperhatikan oleh-Nya adalah sikap orang kaya yang
merasa puas diri dengan kekayaan dan menjadikan kekayaan sebagai
tujuan hidup. Ia abai terhadap kehidupan di masa mendatang karena
merasa puas dengan semua yang dimiliki di bumi. Kisah Lazarus
mengingatkan kita bagaimana hidup. Harta kekayaan merupakan
sarana, bukan tujuan hidup. Menjadikan kekayaan menjadi tujuan
pasti menghancurkan kehidupan berperikemanusiaan.

206 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


POKOK DAN ARAH PEWARTAAN
Harta milik merupakan sarana bagi manusia untuk hidup lebih
baik. Sebagai sarana, harta milik harus dikelola dengan bijaksana. Sikap
bijak adalah dengan cara menjadikan harta sekadar alat. Menjadikan
harta melebihi alat akan membelit manusia dan menjadikan manusia
kehilangan kemanusiaan terhadap sesamanya. Di sinilah spiritualitas
rasa cukup, syukur dan memperhatikan sesama dibutuhkan.

KHOTBAH JANGKEP BAHASA INDONESIA

NILAI KEMANUSIAAN DI BALIK KEKAYAAN

Saudaraku, cerita angsa bertelur emas bukanlah kisah yang


asing dari pendengaran kita. Bersama kita akan memperhatikan
kembali cerita itu: Suatu hari hiduplah seorang petani miskin dan
istrinya. Mereka memiliki sebidang tanah yang sempit, yang dapat
memberinya sedikit hasil. Dalam keadaan mereka yang serba
kekurangan, suami-istri itu hidup bahagia. Mereka juga memiliki
seekor angsa kesayangan. Setiap hari angsa itu memberi mereka
sebutir telur. Pada suatu pagi ketika petani itu mengambil telur, dia
menemukan sebutir telur emas di dalam kandang angsa. Dengan
sangat gembira ia bergegas menemui istrinya untuk memperlihatkan
telur itu. Melihat apa yang ditunjukkan suaminya si istri berteriak
kegirangan, “Sekarang kita akan kaya. Telur ini terbuat dari emas
murni!” Petani dan istrinya itu kemudian menjual telur emas itu
dengan harga mahal. Dan kini mereka dapat membeli banyak barang
yang mereka butuhkan. Angsa itu selalu bertelur setiap pagi maka si
petani segera menjadi kaya. Mereka dapat membangun rumah yang
indah dan membeli banyak sawah. Akan tetapi pada suatu hari istri
petani itu berkata kepada suaminya, “Mendapat satu telur setiap hari
terlalu lama. Sekarang jika kita belah indung telur angsa pasti kita akan

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 207


menemukan banyak telur di dalamnya.” Petani merasa itu suatu
gagasan yang bagus, maka segera mereka menangkap angsa,
menyembelihnya, dan membuka indung telurnya. Akan tetapi mereka
sangat kecewa karena tak mendapati satu telur emas pun di dalam
indung telur angsa. Petani dan istrinya itu kini sedih dan sangat
menyesal. (cerita diambil dari http://fiksi.kompasiana.com/dongeng/
2013/08/09/ angsa-bertelur-emas-583079.html).

Kisah tadi ingin mengatakan pada kita bahwa menjadikan


kepuasan sebagai tujuan akan mendatangkan celaka dan penyesalan
yang tak berujung. Perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus
dalam Injil Lukas 16:19-31 mengajak kita memperhatikan bagaimana
kita sikap hidup terhadap kepuasan materiil. Seringkali memburu dan
memelihara kepuasan yang bersifat materiil membuat manusia
kehilangan kepekaan dan berujung pada penyesalan. Dalam
perumpamaan itu dikisahkan ada seorang kaya. Setiap hari ia
berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria
dalam kemewahan. Sayangnya orang kaya itu menikmati kepuasan
hartanya dengan sikap tamak. Sikap tamak itu tampak ketika ada
Lazarus pengemis yang tubuhnya penuh dengan borok diabaikan. Ia
kehilangan semangat kemanusiaan terhadap sesamanya. Bukti bahwa
kemanusiaannya mati adalah ketika melihat Lazarus lapar, si kaya itu
membiarkannya makan dari apa yang jatuh di sekitar meja si kaya.
Bahkan anjing-anjing si kaya itu dibiarkan menjilati luka-luka Lazarus.
Orang kaya itu menikmati kepuasan hanya bagi dirinya sendiri. Singkat
cerita, si kaya dan Lazarus sama-sama mati. Lazarus diterima di
pangkuan Abraham. Si kaya berada di alam maut dengan keadaan
sangat menderita. Dulu saat hidup di bumi, ia berpuas diri dengan
semua yang dimiliki. Sebaliknya Lazarus sangat menderita saat hidup
di dunia, sekarang Lazarus mendapat penghiburan. Terjadi
pembalikan keadaan. Itu adalah buah dari kehidupan yang
mengedepankan kepuasan bagi diri sendiri dan abai pada sesama.

208 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Ingat, dalam kisah ini Tuhan Yesus bukan anti pada orang kaya. Yang
diperhatikan oleh-Nya adalah sikap orang kaya yang merasa puas diri
dengan kekayaan dan menjadikan kekayaan sebagai tujuan hidup. Ia
juga abai terhadap kehidupan di masa mendatang karena merasa puas
dengan semua yang dimiliki di bumi.

Kisah petani dan telur emas angsa, serta orang kaya dan
Lazarus ini mengingatkan kita bagaimana hidup. Mengejar kepuasan
material atau kekayaan tidak ada habisnya dan ujung dari perburuan
kepuasan bagi diri sendiri adalah penyesalan. Mengapa? Secara
manusiawi, setiap orang akan terus berusaha memenuhi keinginan-
keinginan demi kepuasan. Dari sisi lain, berburu kepuasan itu
melelahkan dan bisa jadi membuat kita kehilangan rasa kemanusiaan
kita. Supaya hidup tidak diakhiri dengan rasa sesal, kita perlu menata
cara menjalani hidup. Dan Rasul Paulus memberi nasihat bagi kita agar
bijaksana menata harta milik.
1. Rasa cukup adalah keuntungan besar.
“Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi
keuntungan besar, sebab kita tidak membawa apapun ke dunia
ini...asal ada makanan dan pakaian cukuplah” (1 Tim. 6:6-8). Rasa
cukup berangkat dari sikap batin terhadap kehidupan. Karena itu
rasa cukup tidak akan pernah datang ketika manusia
mengandalkan hal-hal yang sifatnya lahiriah dan di luar dirinya.
Benarlah kata Abraham Lincoln, presiden AS ke-16 yang
menuturkan, “Syukur menjadikan orang yang miskin bermental
kaya; tanpa syukur orang kaya sekalipun akan bermental miskin.
Ia selalu kurang dan akhirnya serakah”.
2. Mewaspadai sikap cinta uang.
“Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke
dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan
yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam
keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 209


cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah
menyimpang dari imandan menyiksa dirinya dengan berbagai-
bagai duka” (1 Tim. 6:9-10). Seperti dalam kisah orang kaya dan
Lazarus, sesungguhnya penekanan alkitab bukan pada uang-nya
tetapi cara bersikap terhadap uang. Uang adalah alat untuk hidup,
bukan tujuan hidup. Sebagai alat ia mesti dikelola, bukan
didewakan. Pepatah Tiongkok berbunyi, “Kalau kamu bisa
dipercaya dalam mengelola keuangan, kamu bisa dipercaya di
banyak bidang”. Bila manusia diperalat oleh uang, itu bencana.
Cinta uang mendatangkan kejahatan. Apa bahayanya? Manusia
tidak akan pernah puas dengan uang. [1] Keinginan akan uang
membuat manusia menjadi kehausan yang tak pernah terpuaskan.
[2] Keinginan akan uang adalah hasrat pada ilusi. Ilusi yang
digambarkan pemikiran bahwa dengan uang bisa membeli segala
hal, memuaskan diri, membayar semua yang inginkan. Ilusi ini
menjebak manusia menjadi lupa, bahkan bisa gila. [3] Kepusan
hidup terhadap kepemilikan uang membuat orang menjadi egois
sehingga merasa diri tidak aman dengan hidupnya sendiri.

Apakah manusia tidak boleh memiliki rasa puas dalam hidupnya?


Alkitab tidak pernah melarang manusia mengalami kepuasan. Dengan
rasa puas manusia dapat mengembangkan diri dan mencapai hidup yang
lebih bermakna. Alkitab mengingatkan kita untuk menghindari mengejar
kepuasan secara material semata. Kepuasan adalah anugerah Allah
bagi mereka yang dapat menghayatinya. Inilah yang disebut sebagai
kepuasan hakiki. Untuk itu firman Tuhan menasihatkan supaya
mengalami kepuasan hidup maka jauhilah sikap cinta akan uang,
kejarlah keadilan, ibadah, kasih, kesabaran, kelemahlembutan (1
Timotius 6:11). Kepuasan hidup yang diajarkan oleh Paulus adalah
kehidupan yang berpuncak pada Allah melalui hidup adil, beribadah
dengan tekun, hati dipenuhi kesabaran dan kelemahlembutan. Itulah
nilai kemanusiaan yang bisa dikembangkan melalui harta milik.

210 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


Saudaraku,
Alkisah ada seorang ibu yang hidup sendiri di rumahnya. Dari
sisi materi ibu ini cukup berada. Sayang, ibu ini setiap hari uring-
uringan. Ia mudah marah, banyak mengeluh. Dari raut wajahnya
tampak tidak bahagia. Semua yang dikerjakan pembantunya tidak
memuaskan hatinya. Semua pemberian anak-anaknya tidak membuat
ia senang. Suatu kali ia membaca kisah bunda Theresa dari Kalcuta.
Wajah Theresa teduh, tampak bahagia. Ia mencermati dan merenung
mengapa ibu Theresa tampak bahagia? Karena ibu Theresa orang yang
suka berbagi, tidak berfokus pada diri sendiri. Ibu itu berharap bisa
melakukan yang baik seperti ibu Theresa. Ia memiliki kemampuan
memasak. Beberapa hari kemudian ia memasak cukup banyak.
Bersama pembantu di rumahnya, ia mengunjungi ke tetangga-
tetangganya membagikan olahan masakan. Hal itu dilakukannya
berkali-kali. Respons tetangga-tetangganya sangat baik. Banyak yang
tersenyum puas dengan kemurahan hati ibu itu. Dulunya para tetangga
merasa ibu itu judes, tidak mau bergaul. Ternyata ia mampu mengubah
wajah judesnya menjadi wajah yang anggun dengan berbagi. Ibu itu
merasa hidupnya dipenuhi kepuasan. Ia bersyukur karena apa yang
dilakukan juga menyukakan sesamanya. Inilah bentuk penggunaan
kekayaan dengan semangat kemanusiaan.

Saudaraku,
Hari ini kita kembali diingatkan bahwa kekayaan adalah hamba
yang baik bila dikendalikan secara bijak. Namun ia menjadi tuan yang
jahat bila kita dikuasainya. Melalui kisah Lazarus dan nasihat Paulus
pada Timotius, kita diundang untuk merayakan hidup dengan
kakayaan yang bersumber dari Allah. Gunakan dengan tepat supaya
kita dapat memuliakan Allah dan mengangkat kemanusiaan dari
semua kepemilikan kita. Amin.

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 211


KOTBAH JANGKEP BAHASA JAWA

KAMANUNGSAN INGKANG LANGKUNG AJI TINIMBANG RAJA


BRANA

Para sedhèrèk ingkang kinasih,


Ing sawijining dinten, wonten tiyang tani papa lan semahipun
ingkang nggadhahi siti sekedhik. Sanadyan kahananipun sarwo
winatés ananging piyambakipun saged gesang kanthi ayem tentrem.
Pak Tani ugi ngingah banyak setunggal ingkang nigan setunggal ing
saben dintenipun. Ngantos ing sawijining dinten, banyakipun nigan
emas setunggal ingkang ndadosekan suko bingahipun pak Tani lan
semahipun. Tigan punika lajeng dipun sadé kanthi regi ingkang awis,
ingkang lajeng ndadosaken Pak Tani saged nyekapi kabetahanipun.
Saben dintenipun banyakipun nigan emas setunggal ingkang njalari
Pak Tani saged ndadosi griyanipun lan mundhut sabèn. Lajeng awit
karana boten sabar lan kalimput patrap srakah, semahipun lajeng
sanjang dateng pak Tani, “menawa saben dina gur ngendog siji ki
kesuwen pak. Kepriyé umpama banyak kuwi dibelèh waé, mengko
mesthi ana emas akèh ning wetengé”. Pak Tani nyarujuki panyuwunan
semahipun, pramila lajeng banyakipun dipun beleh. Ananging Pak Tani
lan semahipun lajeng gela, awit boten nemu punapa-punapa.
(kapundhut saking http://fiksi.kompasiana.com/dongeng/2013/08/
09/angsa-bertelur-emas-583079.html).

Lumantar cariyos punika, kita sinau bilih menawi sami mburu


kamareman ingkang boten lumrah badhé ndatengaken raos gela lan
kasangsaran. Pasemon bab tiyang sugih bandha kaliyan Lazarus ing
waosan Lukas ngémutaken kita pituwas ingkang badhé kita tampi
menawi namung mburu kamareman bab bandha kadonyan. Mburu
kamaremaning kadonyan asring ndadosaken manungsa kécalan
kawicaksanan lan gela. Miturut pasemon ing Injil Lukas, wonten tiyang

212 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


sugih ingkang saben dintenipun remen ngagem jubah wungu lan kain
alus saha ngawontenaken pista. Tiyang punika kanthi srakah mburu
kamareman bandha kadonyan ngantos boten nggatosaken Lazarus
ingkang papa. Piyambakipun kécalan raos kamanungsan lan
katresnanipun tumrap sesami. Punika ketingal nalika Lazarus
kaluwen, piyambakipun boten nggatosaken malah nglilani Lazarus
nedha grogogan saking méja piyambakipun. Malah ngantos
segawonipun tiyang punika sami ndilati gudhigipun Lazarus. Tiyang
sugih punika namung ngraosaken kamaremanipun piyambak.
Kekalihipun lajeng séda, Lazarus nampi kamulyan dipun pangku
déning bapa Abraham, déné tiyang sugih wau wonten ing saktengahing
teleng-palimengan sarta nandhang sangsara. Nalika sugengipun,
tiyang sugih punika nampi punapa ingkang saé miturut
kamaremanipun, wondéné Lazarus nampi kasangsaraning gesang.
Nalika sédanipun, tiyang sugih lan Lazarus nampi kosokwangsulipun.
Punika gambaran pituwasipun tiyang ingkang namung mburu
kamaremaning dhiri lan boten nggatosaken tiyang sanès. Ing waosan
Injil, boten ateges Gusti Yésus nampik tiyang sugih, ananging
kaprihatosanipun Gusti Yésus tumrap tiyang ingkang namung mburu
kamareman bab raja brana ngantos boten ngrimat gesang
karohanènipun.

Cariyos bab Pak Tani lan tigan emas ing nginggil wau lan
cariyos bab tiyang sugih lan Lazarus ngémutaken kita bab lampahing
gesang. Mburu kamaremaning banda kadonyan namung badhé
ndatengaken raos gela, awit manungsa namung badhé ngupadi kados
pundi pepénginanipun saged kawujud. Sisih sanès, mburu kamareman
bab bandha kadonyan punika saged ndadosaken kita kécalan raos
katresnan lan kamanungsan kita dhateng sesami. Supados boten gela,
kita kedah sinau nata gesang miturut kersanipun Gusti. Rasul Paulus
maringi piwucal kados pundi kita nata raja brana kanthi wicaksana:

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 213


Sepisan, nuwuhaken lan ngrimat raos cekap. “Pancèn
pangibadah iku manawa dikanthèni pamarem, awèh kauntungan
gedhé. Sabab kita ora nggawa apa-apa menyang ing donya...angger wis
ana pangan lan sandhang, wis cukup” (1 Timotius 6:6-8). Raos cekap
tuwuh saking manah ingkang tansah ngucapaken saos sokur dhateng
Gusti Allah. Abraham Lincoln, presiden Amerika ingkang kaping 16
naté ngendika, “saos sokur ndadosaken tiyang ingkang sèkèng sacara
kamanungsan nggadhahi raos sugih; tanpa saos sokur saben tiyang
badhé ngrumaos sèkèng lan srakah”.

Kaping kalih, waspada kaliyan patrap karem bandha. “anadéné


wong-wong kang padha kapéngin sugih padha tumiba ing panggodha
lan ing kala tuwin kadunungan pepénginan warna-warna kang tanpa
guna lan gawé cilaka kang ngeremaké manungsa marang bilai tuwin
karusakan. Amarga kang dadi witing sakéhing piala iku ambek karem
bandha. Sabab marga saka anggoné mburu dhuwit sawénéhing wong
padha nyimpang saka ing pracaya sarta nyiksa awaké dhéwé kalawan
kasusahan warna-warna” (1 Timotius 6:9-10). Kados pasemon ing
waosan Injil, Kitab Suci maring piwucal kados pundi patrap kita bab
raja brana. Anggén kita nyekapi kabetahaning gesang pancèn
betahaken bandha kadonyan, ananging punika sanès tujuaning gesang.
Raja brana punika pinangka srana ingkang kedah dipun tata kanthi
wicaksana. Wonten bebasan Tiongkok makaten, “menawa kowé isa
dipercaya bab dhuwit, kowé uga isa dipercaya bab perkara kang luwih
gedhé”. Manungsa ingkang karem bandha badhé ndatengaken
kasangsaran lan piala. Manungsa boten badhé ngraosaken cekap lan
egois.

Pitakènanipun, punapa manungsa boten kepareng nggadhahi


raos marem? Kitab Suci boten menggak saben tiyang ingkang mburu
kamareman. Nalika mburu kamareman manungsa saged ngudi
kapinteran lan nggayuh gesang ingkang langkung maèdahi. Kitab Suci

214 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja


paring piwucal supados kita mboten namung mburu kamaremaning
bandha kadonyan. Raos marem utawi cekap namung saged dipun
tampi menawi kita kanthi saèstu ngraos-raosaken sepinten agengipun
berkah lan panganthinipun Gusti Allah. Pramila Paulus ngémutaken
Timotius supados boten karem bandha, ananging ngudi kaadilan,
pangibadah, katresnan, kasabaran tuwin alusing bebuden (6:11).
Kamaremaning gesang ingkang dipun wucalaken déning Paulus inggih
punika gesang ingkang cunduk kaliyan karsanipun Allah lumantar laku
adil, ngibadah kanthi tumemen, manah ingkang kebak ing kasabaran
lan alusing bebuden. Pamanggih punika ingkang saged dipun
estokaken sesambetan bab raja brana.

Para sedhèrèk ingkang kinasih,


Wonten satunggal ibu-ibu sugih ingkang gesang piyambakan.
Ibu punika asring duka lan nggresula. Saking pasuryanipun ketingal
boten tentrem rahayu. Ingkang dipun tindakaken rewangipun punapa
déné para putranipun sami boten dados renaning penggalihipun. Ing
salah satunggaling dinten, keng Ibu maos cariyos bab Ibu Thèrèsa
saking Kalcuta. Pasuryanipun Ibu Thèrèsa ketingal nentremaken. Keng
Ibu lajeng ngraos-raosaken punapa ingkang ndadosaken Ibu Thèrèsa
ketingal bingah. Keng Ibu sinau bilih ingkang nentremaken tumrap Ibu
Thèrèsa sanès nalika mburu kamaremaning dhiri ananging nalika
leladi lan nggatosaken tiyang sanès. Salajengipun, keng Ibu
mantepaken dhiri kepéngin kados Ibu Thèrèsa. Piyambakipun saged
masak, lajeng masak radi kathak lan dipun aturaken dhateng tanggi
tepalih. Boten kanyana, para tanggi tepalih remen masakanipun.
Sewaunipun ibu-ibu tanggi tepalih ngraosaken ibu punika wau judes
lan boten purun srawung. Ananging nalika Ibu wau purun mbagi raos
lumantar masakanipun, piyambakipun lajeng saged dipun tampi
déning tanggi tepalih. Kosokwangsulipun, Ibu punika ugi rumaos
marem awit tumindakipun dados rena ing penggalih para tanggi
tepalihipun.

September 2019 – Jadilah Murid Kristus 215


Para sedhèrèk ingkang kinasih,
Dinten punika kita kaemutaken bilih raja brana punika saged
ndatengaken tentrem rahayu menawi dipun tata kanthi kawicaksanan,
kosokwangsulipun menawi boten saged nata kanthi sae badhé
ndatengaken was sumelang lan kaprihatosan. Lumantar cariyos bab
Lazarus lan piwucalipun Paulus dhateng Timotius, kita kaemutaken
supados nata raja brana kanthi kebaking kawicaksanan lan dipun
raosaken bilih raja brana punika pinangkanipun saking Gusti Allah.
Timbalan kita inggih punika ngginakaken raja brana punika kanthi
nggatosaken tiyang sanès ingkang betahaken. Amin.

Kapertal déning Pdt. Sukrisno Purwanto

216 Khotbah Jangkep – Panduan Merayakan Liturgi Gereja

Anda mungkin juga menyukai