Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

INTERPRETASI DATA KLINIK

Oleh :

PUTRI INDAH RINI


NIM : 1801132

Dosen Pembimbing:
Dra.Syilfia Hasti,M.Farm,Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
PEKANBARU
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah untuk mata kuliah
Interprestasi Data Klinik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr.
Syilfia Hasti, M.Farm., Apt yang telah membimbing dan memberikan arahan
dalam penyusunan makalah mengenai “Glukosa Darah” Penyusunan makalah ini
bertujuan untuk melengkapi nilai tugas mata kuliah Interprestasi Data Klinik dan
menambah wawasan serta pengetahuan mengenai glukosa darah.
Penulis berharap makalah ini dapat memberi manfaat dan menambah
wawasan bagi penyusun dan para pembaca. Penulis menyadari bahwa masih
banyak terdapat kekurangan maupun kesalahan dari makalah yang telah dibuat.
Untuk penyempurnaan makalah ini, kami mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca. Terimakasih
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Melitus merupakan kondisi kronik yang terjadi karena tubuh

tidak dapat memproduksi insulin secara normal atau insulin tidak dapat bekerja

secara efektif. Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh pankreas dan

berfungsi untuk memasukkan glukosa yang diperoleh dari makanan ke dalam sel

yang selanjutnya akan diubah menjadi energi yang dibutuhkan oleh otot dan

jaringan untuk bekerja sesuai fungsinya. Seseorang yang terkena diabetes melitus

tidak dapat menggunakan glukosa secara normal dan glukosa akan tetap pada

sirkulasi darah yang akan merusak jaringan. Kerusakan ini jika berlangsung

kronis akan menyebabkan terjadinya komplikasi, seperti penyakit kardiovaskular,

nefropati, retinopati, neuropati dan ulkus pedis (Anonim,2012).

Diabetes melitus menjadi masalah kesehatan masyarakat utama karena

komplikasinya bersifat jangka pendek dan jangka panjang. Defisiensi absolute

dari insulin menyebabkan ketoasidosis dan koma yang diikuti dengan kematian,

bahkan di Inggris ataupun negara maju lainnya. Koma hiperosmolar

hiperglikemik (sekarang dikenal dengan status hiperosmolar hiperglikemik) tidak

sering terjadi dan lebih bersifat tersembunyi, namun membahayakan/ meskipun

demikian, kondisi tersebut tetap merupakan masalah yang serius pada penderita

diabetes tipe 2 (Bilous dan Richard, 2014).

Diabetes melitus merupakan masalah global yang insidennya semakin

meningkat. Pada tahun 2014, 422 juta orang di dunia menderita diabetes melitus

dengan prevalensi 8,5% di antara populasi orang dewasa. Prevalensi diabetes


melitus terus meningkat selama 3 dekade terakhir dan tumbuh paling cepat di

negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (Anonim, 2016).

Pemeriksaan laboratorium bagi penderita DM diperlukan untuk menegakkan

diagnosis serta memonitor terapi dan timbulnya komplikasi. Dengan demikian,

perkembangan penyakit bisa dimonitor dan dapat mencegah komplikasi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja penyakit yang menyebabkan penurunan glukosa darah

2. Apa saja obat-obatan yang dapat menaikkan glukosa darah

3. Apa saja obat-obatan yang dapat menurunkan glukosa darah

4. Bagaimana metabolisme glukosa pada pasien diabetes yang mengalami

komplikasi akut dan kronis.

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui penyakit yang menyebabkan penurunan glukosa darah

2. Untuk mengetahui obat-obatan yang dapat menaikkan glukosa darah

3. Untuk mengetahui obat-obatan yang dapat menurunkan glukosa darah

4. Untuk mengetahui bagaimana metabolisme glukosa pada pasien diabetes

yang mengalami komplikasi akut dan komplikasi kronis.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Glukosa darah
Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang tebentuk dari
karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka
(Joyce, 2007). Glukosa merupakan sumber energi utama bagi sel manusia. Glukosa
dibentuk dari karbohidrat yang dikonsumsi melalui makanan dan disimpan sebagai
glikogen dihati dan otot (Lestari, 2013). Gula darah terdiri dari glukosa, fruktosa dan
galaktosa. Glukosa merupakan monosakarida yang paling dominan, sedangkan fruktosa
akan meningkat pada diet buah yang banyak, dan galaktosa darah akan meningkat pada
saat hamil dan laktasi. Sebagian besar karbohidrat yang dapat dicerna di dalam makanan
akan membentuk glukosa, yang kemudian akan dialirkan kedalam darah, dan gula lain
akan dirubah menjadi glukosa di hati (Kasengke, 2015).
2.2 Hiperglikemik
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak atau
berlebihan, yang akhirnya akan menjadi penyakit yang disebut Diabetes Melitus
(DM) yaitu suatu kelainan yang terjadi akibat tubuh kekurangan hormone
insulin, akibatnya glukosa tetap beredar di dalam aliran darah dan sukar
menembus dinding sel. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh stress, infeksi, dan
konsumsi obat-obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria,
polidipsi, dan poliphagia, serta kelelahan yang parah dan pandangan yang kabur.
Hiperglikemia merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar glukosa darah
dalam tubuh seseorang yang melebihi kadar normal. Penyebab belum pasti tetapi
sering dihubungkan dengan kurangnya insulin dan faktor predisposisi yaitu
genetic, umur, dan obesitas. Hiperglikemia yang tidak dikontrol secara terus
menerus akan berkembang menjadi penyakit diabetes melitus dan merupakan
faktor risiko untuk penyakit metabolik lainnya. Sebagian besar dewasa muda
usia 20-30 tahun dengan IMT ≥23 kg/m2 mempunyai kadar glukosa darah sesaat
normal (Kasengke, 2015).
2.3 Hipoglikemik
Hipoglikemia atau penurunan kadar gula darah merupakan keadaan
dimana kadar glukosa darah berada di bawah normal, yang dapat terjadi karena
ketidak seimbangan antara makanan yang dimakan, aktivitas fisik dan obat-
obatan yang digunakan. Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis
antara lain penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan menjadi kabur
dan gelap, berkeringat dingin, detak jantung meningkat dan terkadang sampai
hilang kesadaran (syok hipoglikemia) (Nabyl, 2009).
2.4 Penyakit-Penyakit yang Mempengaruhi Kenaikan Gula Darah
1. Sindrom cushing
Sindrom Cushing disebabkan oleh kadar hormon kortisol yang terlalu
tinggi dalam tubuh yang dapat meningkatkan gula darah. Tingginya kadar
hormon kortisol tersebut bisa disebabkan oleh faktor dari luar (sindrom Cushing
eksogen), atau faktor dari dalam (sindrom Cushing endogen). Sindrom Cushing
eksogen disebabkan oleh penggunaan obat jenis kortikosteroid,
seperti prednisone, dalam dosis tinggi dan jangka panjang. Golongan obat ini
digunakan untuk menangani berbagai kondisi seperti artritis, asma, atau lupus,
serta digunakan pada pasien pasca transplantasi organ untuk mencegah
penolakan tubuh pasien terhadap organ yang diterima. Sedangkan sindrom
Cushing endogen disebabkan oleh tingginya hormon adrenokortikotropik
(ACTH) dalam tubuh. ACTH merupakan hormon yang mengatur pembentukan
hormon kortisol dan dihasilkan oleh kelenjar hipofisis. Tingginya ACTH
mengakibatkan kelenjar adrenal menghasilkan hormon kortisol secara
berlebihan. Hormon kortisol berfungsi mengontrol suasana hati dan rasa takut.
Selain itu, hormon ini juga berperan penting dalam sejumlah fungsi tubuh, di
antaranya mengatur tekanan darah, meningkatkan kadar gula darah, dan
mengurangi peradangan
2. Pankreatitis
Kondisi ini terjadi karena pankreas tidak bisa lagi memproduksi insulin
yang dibutuhkan tubuh untuk mengonversi glukosa menjadi tenaga sehingga
glukosa didalam darah meningkat. Diabetes ditandai dengan gejala penurunan
berat badan, rasa lelah berlebihan, sering buang air kecil terutama di malam hari,
dan sering merasa haus.
3. Akromegali
Penyebab akromegali adalah tingginya produksi hormon pertumbuhan
(GH) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis. Sembilan puluh lima persen kasus
akromegali memperlihatkan adanya tumor pada kelenjar hipofisis, yang
merupakan penyebab meningkatnya produksi GH. Dalam kasus yang jarang
terjadi, keturunan bisa menjadi faktor pemicu.
Kelenjar hipofisis terletak di bagian bawah otak dan berfungsi memproduksi
berbagai hormon penting bagi tubuh, salah satunya adalah hormon pertumbuhan
(GH). GH memicu organ hati dalam memproduksi insulin-like growth factor I
(IGF-I) sebagai stimulan pertumbuhan tulang dan jaringan tubuh. Kadar GH
berlebih akan mempengaruhi produksi IGF-I, memicu pertumbuhan abnormal
pada jaringan tubuh, otot, dan tulang. Bagi penderita tumor hipofisis, akromegali
dapat disertai dengan gejala lain, yaitu bila tumor menekan saraf dan jaringan di
sekitar hipofisis, atau jika tumor juga menyebabkan produksi hormon tiroid
berlebih.
4. Hipertiroid
Hipertiroid adalah suatu kelainan di mana fungsi kelenjar tiroid menjadi
berlebihan. Kelainan ini sebagian besar disebabkan oleh proses autoimun, di
mana kekebalan tubuh sendiri memacu kelenjar tiroid untuk meningkatkan
fungsinya. Kelenjar tiroid yang meningkat fungsinya tersebut akan memproduksi
banyak hormon tiroksin. Efek hormon tiroksin pada tubuh adalah mengatur
kecepatan metabolisme, memacu produksi gula darah, mengatur pematangan sel
saraf, mengatur kerja jantung. Apabila hormon tiroksin diproduksi berlebihan,
maka fungsi-fungsi tersebut juga menyebabkan efek yang berlebihan. Keluhan
penderita antara lain berdebar-debar, mudah kepanasan, keringat berlebihan,
cemas, panik, badan bertambah kurus, diare; bila diperiksa kadar gula darah
akan naik.
5. Menstruasi
perubahan hormon selama siklus menstruasi dapat mempengaruhi kadar
gula darah. Perubahan kadar hormon estrogen dan progesteron dalam darah,
terutama pada akhir siklus berpotensi menimbulkan suatu resistensi insulin
semntara yang menyebabkan terjadinya peningkatan gula darah.
6. Penyakit Jantung Koroner
Mekanisme terjadinya PJK pada DM tipe 2 sangat kompleks dan dikaitkan
dengan adanya aterosklerosis yang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain
hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia, merokok, riwayat keluarga dengan PJK,
dan obesitas. Yanti, dkk di RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2008 dalam
penelitiannya melaporkan bahwa faktor risiko yang terbukti berpengaruh
terhadap kejadian PJK pada penderita DM tipe 2 yaitu hipertensi, kadar
trigliserida 150 mg/dl, kadar kolesterol HDL <45 mg/dl, dan kadar glukosa
darah puasa 126 mg/dl.
2.5 Penyakit-Penyakit yang Menyebabkan Penurunan Glukosa Darah
1. Anorexia Nevrosa
gangguan makan yg dapat menyebabkan glukoneogenesis, yaitu penipisan
zat yang dibutuhkan tubuh untuk menghasilakan glukosa. Akibatnya, terjadilah
gula darah rendah.
2. Tumor Pankreas (Insulinoma)
pada penderita insulinoma, insulin terus diproduksi oleh pankreas tanpa
dipengaruhi oleh kadar glukosa di dalam darah. Kondisi ini dapat
mengakibatkan hipoglikemia (kadar glukosa di bawah batas normal), dengan
gejala berupa pusing, penglihatan kabur, hingga menurunnya kesadaran.
3. Hepatitis
Hepatitis meruapkan kondisi inflamasi yang mengenai hati. Hepatitis dapat
membuat hati tak mampu bekerja dengan baik. Padahal salah satu fungsi hati
adalah memproduksi atau melepas glukosa yang cukup bagi tubuh. Masalah ini
dapat menyebabkan masalah pada kadar gula darah dan berujung pada
hipoglikemia.
4. Kelainan kelenjar adrenal atau kelenjat pituitary
Kelenjar adrenal atau kelenjar pituitari merupakan bagian di dalam tubuh
yang mempengaruhi hormon-hormon yang mengontrol produksi glukosa.
Masalah pada kelenjar adrenal atau kelenjar pituitari dapat menyebabkan
terjadinya hipoglikemia.
5. Masalah ginjal
Ginjal memiliki peran untuk membantu tubuh memproses obat dan sisa
pembuangan. Masalah ginjal dapat membuat obat-obatan menumpuk di aliran
darah. Penumpukan seperti ini dapat mengubah kadar gula darah dan
menyebabkan terjadinya
2.5 Obat-Obat yang Meningkatkan Glukosa Darah
1. Dexametashon

Kortikosteroid dapat meningkatkan kadar glukosa darah dengan melawan


aksi dan menekan sekresi insulin, yang menghasilkan inhibitor ambilan glukosa
perifer dan peningkatan glukoneogenesis. Terapi dengan kortikosteroid harus
diberikan secara hati-hati pada pasien dengan diabetes mellitus, intoleransi
glukosa, atau kecenderungan hiperglikemia.
2. Thiazid

Diuretik tiazid dapat menyebabkan hiperglikemia dan glikosuria pada


pasien dengan diabetes. Thiazid juga dapat memicu diabetes pada pasien
prediabetic. Efek ini biasanya reversibel setelah penghentian obat. Terapi
dengan diuretik thiazide harus diberikan secara hati-hati pada pasien dengan
diabetes mellitus, intoleransi glukosa, atau kecenderungan hiperglikemia.
3. Fenitoin

Fenitoin, terutama dalam dosis tinggi, dapat menyebabkan hiperglikemia


dengan menghambat pelepasan insulin. Obat ini juga dapat meningkatkan kadar
glukosa serum pada pasien diabetes. Terapi dengan fenitoin harus diberikan
secara hati-hati pada pasien dengan diabetes mellitus, intoleransi glukosa, atau
kecenderungan hiperglikemia.
4. Adrenalin

Agen simpatomimetik dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa


darah. Efek ini biasanya bersifat sementara dan ringan tetapi mungkin
signifikan dengan dosis yang lebih tinggi dari yang biasanya direkomendasikan
2.6 Obat-Obat yang Menurunkan Glukosa Darah
1. Propranolol

Agen penghambat reseptor beta-adrenergik (beta blocker) dapat menutupi


gejala hipoglikemia seperti tremor, takikardia, dan perubahan tekanan darah.
Selain itu, beta-blocker non-selektif (mis., Propranolol, pindolol, timolol) dapat
menghambat glikogenolisis yang dimediasi katekolamin, sehingga
mempotensiasi hipoglikemia yang diinduksi oleh insulin dan menunda
pemulihan kadar glukosa darah normal. Karena kardio selektivitas tidak absolut,
dosis yang lebih besar dari agen selektif beta-1 dapat menunjukkan efek ini juga.
2. Tranylcypromine

Inhibitor monoamineoksidase dapat meningkatkan sensitivitas terhadap


insulin, dan telah berkontribusi pada episode hipoglikemik pada pasien diabetes.
3. Golongan sulfonilurea
Dikenal 2 generasi sulfonilurea, generasi 1 terdiri dari tolbutamid,
tolazamid, asetoheksimid dan klorpropamid. Generasi II yang potensi
hipoglikemik lebih besar al. gliburid (=glibenklamid), glipizid, gliklazid dan
glimepirid. Golongan obat ini sering disebut sebagai insulin secretagogues,
kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel ~ Langerhans pankreas.
Rangsangannya melalui interaksinya dengan ATP-sensitive K channel pada
membran sel-sel ~ yang menimbulkan depolarisasi membran dan keadaan ini
akan membuka kanal Ca. Dengan terbukanya kanal Ca maka ion Ca++ akan
masuk sel-~. merangsang granula yang berisi :nsulin dan akan terjadi sekresi
insulin dengan ;umlah yang ekuivalen dengan peptida-C. Kecuali itu
sulfonilurea dapat mengurangi klirens insulin di hepar. Pada penggunaan Jangka
Panjang Atau Dosis . Yang Besar Dapat Menyebabkan Hipoglikemia.
4. Meglitinid
Repaglinid dan nateglinld merupakan golongan meglitinid, mekanisme
kerjanya sama dengan sulfonilurea tetapi struktur kimianya sangat berbeda.
Golongan ADO ini merangsang insulin dengan menutup kanal K yang ATP-
independent di sel f3 pankreas. Pada pemberian oral absorpsinya cepat dan kadar
puncaknya dicapai dalam waktu 1 jam. Masa paruhnya 1 jam, karenanya harus
diberikan beberapa kali sehari, sebelum makan. Metabolisme pertamanya di
hepar dan metabolitnya tidak aktif. Sekitar 10% metabolisme di ginjal. Pada
pasien dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal harus diberikan secara berhati-
hati. Efek samping utamanya hipoglikemia dan gangguan saluran cema. Reaksi
alergi juga pernah dilaporkan.
5. Biguanid
Sebenarnya dikenal 3 jenis ADO dari golongan biguanid: fenformin,
buformin, dan metformin, tetapi yang pertama telah ditarik dari peredaran
karena sering menyebabkan asidosis laktat. Sekar~ yang banyak digunakan
adalah metformin. Biguanid sebenamya bukan obat hipoglikemik tetapi suatu
antihiperglikemik, tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin dimana
tujuannya tidak menyebabkan hipoglikemia. Metfornin menurunkan produksi
glukosa dihepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose
terhadap insulin. Efek ini terjadi karena aktivasi kinase di sel (AMP-activated
protein kinase). Meski masih kontroversial, adanya penurunan produksi glukosa
hepar, banyak data yang menunjukkan bahwa efeknya terjadi akibat penurunan
glukoneogenesis. Preparat ini tidak mempunyai efek yang berarti pada sekresi
glukagon, kortisol, hormone pertumbahan, dan: somatostatin.
6. Golongan Tiazolidindion
Tiazolidinedion merupakan agonist potent dan selektif PPARy,
mengaktivkan PPARy membentuk kompleks PPARy-RXR dan terbentuklah
GLUT baru. Di jaringan adiposa PPARy mengurangi keluarnya asam lemak
menuju ke otot, dan karenanya dapat mengurangi resistensi insulin. Pendapat
lain, aktivasi hormon adiposit dan adipokin, yang nampaknya adalah
adiponektin. Senyawa ini dapat meningkatkan sensitivitas insulin melalui
peningkatan AMP kinase yang merangsang transport. glukosa ke sel dan
meningkatkan oksidasi asam lemak. Jadi agar obat dapat bekerja harus tersedia
insulin. Selain itu glitazon juga menurunkan produksi glukosa hepar,
menurunkan asam lemak bebas di plasma dan remodeling jaringan adipose.
Pioglitazon dan rosiglitazon dapat menurunkan HbA1c (1,0-1 ,5%) dan
berkecenderungan meningkatkan HDL, sedang efeknya pada trigliserid dan LDL
bervariasi. Pada pemberian oral absorpsi tidak dipengaruhi makanan,
berlangsung ± 2 jam. Metabolismenya di hepar, oleh sitokrom P-450
rosiglitazon dimetabolisme oleh isozim 2C8, sedangkan pioglitazon oleh 2C8 &
3A4. Meski demikian, penggunaan rosiglitazon 4 mg 2 x sehari bersama
nifedipin atau kontrasepsi oral (etinil estradiol + noretindron) yang juga
dimetabolisme isozim 3A4 tidak menunjukkan efek klinik negatif yang berarti.
Ekskresinya melalui ginjal, keduanya dapat diberikan pada insufisiensi renal,
tetapi dikontraindikasikan pada gangguan fungsi hepar (ALT >2,5 x nilai
normal).
7. Penghambat enzim α-glikosidase
Obat golongan penghambat enzim a-glikosidase ini dapat memperlambat
absorpsi polisakarida (starch), dekstrin, dan disakarida di intestin. Dengan
menghambat kerja enzim a-glikosidase di brush border intestin, dapat mencegah
peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien DM. Karena
kerjanya tidak mempengaruhi sekres insulin, maka tidak akan menyebabkan
efek sarr ping hipoglikemia. Akarbose dapat digunakan sebagai monoterapi pada
DM usia lanjut atau DIV yang glukosa postprandialnya sangat tinggi. Obat
golongan ini diberikan pada waktu mula; makan; dan absorpsi buruk. Akarbose,
merupakan oligosakarida yang bet asal dari mikroba, dan miglitol suatu derivat
desok nojirimisin, secara kompetitif juga menghamba glukoamilase dan sukrase,
tetapi efeknya pada a amilase pankreas lemah. Kedua preparat dap< menurunkan
glukosa plasma postprandial pada or tipe 1 dan 2, dan pada DM tipe 2 dengan
hipe. glisemia yang hebat dapat menurunkan HbA1c se cara bermakna. Pada
pasien DM dengan hipergl semia ringan sampai sedang, hanya dapat menr atasi
hiperglisemia sekitar 30%-50% dibandingkan antidiabetik oral lainnya (dinilai
dengan pemeriksaan HbA1c). Efek samping yang bersifat dose-dependent, al.
·malabsorpsi; flatulen, diare, dan abdominal bloating. Untuk mengurangi efek
samping ini sebaiknya dosis dititrasi, mulai dosis awal 25 mg pada saat mulai .
makan untuk selama 4-8 minggu, kemudian secara bertahap ditingkatkan setiap
4-8 minggu sampai dosis maksimal 75 mg setiap tepat sebelum makan. Dosis
yang lebih kecil dapat diberikan dengan makanan kecil (snack). Akarbose paling
efektif bila diberikan bersama makanan yang berserat, mengandung
polisakarida, dengan sedikit kandungan glukosa dan sukrosa. Bila akarbose
diberikan bersama insulin, atau dengan golongan sulfonilurea, dan menimbulkan
hipoglikemia, pemberian glukosa akan lebih baik daripada pemberian sukrose,
polisakarida atau maltosa.
2.7 Metabolisme Glukosa pada kondisi komplikasi akut dan komlikasi
kronis
2.7.1 Komplikasi Akut
1. Diabetik Ketoasidosis
a. Definisi
Ketoasidosis diabetik adalah suatu keadaan gangguan metabolik yang disebabkan
karena kekurangan insulin dan ditandai dengan terjadinya hiperglikemia, asidosis, dan
meningkatnya benda keton. Kejadian ketoasidosis diabetik sering ditemukan pada
penderita diabetes mellitus tipe 1 dan jarang ditemukan pada pendeita diabetes
mellitus tipe 2. Terdapat berbagai faktor yang menjadi pencetus terjadinya komplikasi
ketoasidosis diabetik, yaitu penderita berhenti menggunakan terapi insulin secara
rutin, infark miokard, diabetes mellitus tipe 1 yang tidak terdekteksi dan infeksi yang
merupakan faktor pencetus paling umum (Porth, C.M., 2000).

8. Patofisiologi
Insulin memiliki berbagai fungsi yaitu membantu transpor glukosa masuk ke
dalam sel, menghambat adanya lipolisis dalam jaringan lemak sehingga mencegah
pembentukan asam lemak bebas, dan menghambat glukoneogenenesis di hati.
Apabila terjadi defisiensi insulin maka seluruh proses yang melibatkan insulin akan
terganggu. Ketika terjadi defisiensi insulin, maka kadar glukosa dalam darah akan
tinggi (hiperglikemia) karena tidak adanya insulin yang membantu transpor glukosa
ke dalam sel serta tubuh tetap memproduksi glukosa melalui proses glukoneogenesis
di hati. Kondisi hiperglikemia ini menyebabkan kelebihan glukosa dibuang melalui
urin (glukosuria). Adanya kelebihan glukosa ini menyebabkan peningkatan
osmolaritas, sehingga tubuh kehilangan cairan dan elektrolit serta terjadi dehidrasi.
Penderita ketoasidosis diabetik menjadi cepat haus sehingga banyak minum
(polidipsia).
Terjadinya defisiensi insulin menyebabkan liposisis tidak dapat dihambat,
sehingga lipolisis yang secara terus menerus menyebabkan meningkatnya
pembentukkan asam lemak bebas. Berasal dari asam lemak bebas tersebut, hati
membentuk benda keton (asam asetoasetat, asam β- hidroxibutirat, dan aseton)
melalui proses yang dinamakan ketosis. Benda keton yang terbentuk akibat ketosis
akan dikeluarkan melalui urin (ketonuria) dan melalui nafas, sehingga nafas penderita
diabetes yang menderita ketoasidosis diabetik berbau seperti buah. Pada kondisi
ketosis terjadi akumulasi benda keton yang akan mengakibatkan pH turun dibawah
7,3 dan terjadi asidosis metabolik yang menstimulasi penderita bernapas dalam dan
cepat (Kushmaul breething) karena individu berusaha mengurangi asidosis dengan
mengeluarkan kaerbon dioksida (asam volatil) (Corwin, 2008; Crowley, 2004).
9. Gejala dan Tanda Klinis
Tanda klinis yang muncul yaitu hiperglikemia (kadar glukosa >250 mg/dl),
ketonuria, menurunnya pH plasma (<7,3). Gejala-gejala yang dialami penderita
ketoasidosis metabolik yaitu berupa timbulnya rasa haus sehingga penderita sering
minum (polidipsia), poliuria (banyak buang air kecil), dehidrasi terkadang hingga
terjadi syok hipovolemia, lidah dan bibir kering, nyeri pada perut, muntah, takipnea
karena asidosis sehingga menyebabkan pernapasan cepat dan dalam (pernapasan
Kushmaull), dan penurunan kesadaran (Porth, C.M., 2000)

2.7.2 Hiperosmolar Hiperglikemik


a. Definisi
Hiperglikemik hiperosmolar nonketonik merupakan suatu keadaan gangguan
metabolik yang disebabkan karena meningkatnya resistensi insulin dan kelebihan asupan
glukosa, ditandai dengan adanya hiperglikemia, hiperosmolaritas, dan dehidrasi tanpa
ketoasidosis. Kejadian ketoasidosis diabetik dapat ditemukan pada penderita diabetes
mellitus tipe 1 dan tipe 2. Namun, prevalensi kejadian lebih sering terjadi pada penderita
diabetes mellitus tipe 2 dibandingkan dengan tipe 1.
b. Patofisiologi
Meningkatnya kadar glukosa dalam darah yang ekstrim dapat menyebabkan
hiperglikemia berat. Kadar glukosa darah penderita yang menderita hiperglikemik
hiperosmolar nonketonik dapat mencapai lebih dari 600 mg/dL. Kondisi hiperglikemia ini
menyebabkan meningkatnya osmolaritas plasma yang dalam keadaan normal 275-295
mOsm/L, meningkat melebihi melebihi 310 mOsm/L, sehingga mengakibatkan cairan
dari dalam sel tertarik dan meningkatnya volume urin (poliuria). Meningkatnya volume
urin mengakibatkan dehidrasi berat dan juga hilangnya kalium. Dehidrasi yang terjadi
pada penderita hiperglikemik hiperosmolar nonketonik lebih berat dibandingkan pada
penderira ketoasidosis diabetik.
c. Gejala dan Tanda Klinis
Tanda klinis yang muncul yaitu hiperglikemia (kadar glukosa >600 mg/dL) dan
hiperosmolaritas plasma (>300 mOsmol/L). Gejala yang dialami penderita hiperglikemik
hiperosmolar nonketonik yaitu berupa dehidrasi berat, kulit kering, poliuria, gangguan
neurologi, hingga koma (Corwin, 2008).
2.7.3 Hipoglikemia
a. Definisi
Hipoglikemia adalah suatu keadaan di mana kadar glukosa dalam darah berada di
bawah kadar normal (3,0 mmol/L atau 60 mg/dL). Kondisi hipoglikemia sering terjadi
pada penderita diabetes yang mendapat terapi insulin dan kadang juga terjadi pada
penderita diabetes yang mendapat terapi obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea
(glibenklamid, glimepirid, gliklazid) dan glinid (repaglinid, nateglinid) yang bekerja
dengan cara meningkatkan sintesis insulin (Watkins, P.J., 2003).
b. Faktor Pencetus
Terdapat beberapa faktor pencetus yang dapat menyebabkan hipoglikemia, antara
lain:
1) Kesalahan dalam penggunaan insulin
2) Mengurangi jumlah asupan makanan
3) Aktivitas yang berlebihan
4) Penggunaan alkohol
Kondisi yang menyebabkan hipoglikemia pada penderita diabetes adalah
penderita mengurangi jumlah asupan makanan atau tidak makan dalam jangka waktu
yang lama setelah penyuntikan insulin atau konsumsi obat hipoglikemik oral, sehingga
kadar glukosa dalam darah turun karena asupan karbohidrat tidak sebanding dengan
jumlah insulin yang tinggi setelah penyuntikan. Kondisi lain yang dapat menyebabkan
hipoglikemia adalah aktivitas berlebihan, yang akan menurunkan glukosa darah karena
glukosa banyak diubah menjadi energi untuk beraktivitas, sedangkan kadar insulin dalam
tubuh tinggi. Kadar insulin yang tinggi dapat mengakibatkan penurunan glukosa yang
cepat dan menstimulasi tubuh untuk meningkatkan glukosa dalam darah dengan cara
mengubah glikogen menjadi glukosa. Selain itu, memicu rangsang lapar oleh otak dan
aktivasi sistem saraf simpatik yang berupa peningkatan denyut jantung, tekanan darah,
stimulasi kelenjar keringat untuk mengeluarkan keringat dingin, stimulasi sistem saraf
untuk meningkatkan kecemasan dan bergetar. Hipoglikemia dapat menyebabkan asupan
glukosa sebagai energi di otak berkurang, sehingga mengakibatkan penderita pingsan dan
kejang. Kejadian hipoglikemia ini biasanya terjadi di antara waktu makan dan pada waktu
tengah malam.
c. Gejala
Gejala hipoglikemia terdiri dari berbagai tingkatan. Pasien biasanya mengalami
gejala awal peringatan munculnya hipoglikemia, namun bila tidak segera diatasi dapat
sampai pada tahap yang lebih serius yaitu neuroglikopenia. Neuroglikopenia adalah suatu
keadaan di mana otak kekurangan energi utama (glukosa) sehingga mengganggu fungsi
otak. Gejala awal hipoglikemia yaitu gemetar, berkeringat, pusing, lapar, palpitasi, wajah
pucat, dan mudah lelah. Tingkatan gejala hipoglikemia yang mengarah pada
neuroglikopenia antara lain:
1) Gejala ringan, yaitu penglihatan kabur dan susah berkonsentrasi
2) Gejala sedang, yaitu pusing dan terjadi penurunan kesadaran
3) Gejala berat, yaitu pingsan dan kejang
Gejala tersebut merupakan gejala yang umum terjadi, namun gejala dapat
bervariasi pada masing-masing orang, sehingga pasien diabetes diharapkan untuk
mengenali gejala hipoglikemia yang muncul pada dirinya.

2.8 Komplikasi Kronis

2.8.1 Neuropati Diabetik


a. Definisi
Neuropati Diabetik merupakan kerusakan saraf karena diabetes, dimana terjadi
penurunan fungsi dari bagian distal sel saraf manusia. Neuropati merupakan komplikasi
yang paling sering terjadi pada penderita diabetes mellitus yaitu mencapai 50%.
Neuropati diabetik meningkat risikonya dengan bertambahnya usia dan lama pasien
menderita diabetes mellitus.
b. Patofisiologi
1) Jalur Poliol

Metabolisme glukosa melalui jalur poliol terjadi melalui reduksi glukosa


menjadi sorbitol oleh enzim aldose reduktase, selain itu terjadi oksidasi sorbitol
menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase. Sifat osmotik untuk
menarik air yang dimiliki sorbitol dan fruktosa akan menyebabkan edema pada
sel schwann dan akan merusak akson. Hal tersebut menyebabkan terganggunya
penghantaran impuls saraf. Pasien DM yang mengalami hiperglikemia akan
terjadi peningkatan glukosa intraseluler, meskipun hanya sebagian kecil glukosa
yang akan dimetabolisme di jalur ini. Peningkatan glukosa yang sedikit ini akan
menyebabkan Poliol Pathway meningkat.
2) Penurunan kadar Mioinositol

Pasien diabetes memiliki myoinositol level rendah di saraf perifer.


Mioinositol adalah komponen membran sel yang normalnya ditemukan
berlimpah di jaringan saraf, dimana mioinositol ini sangat berperan dalam
transmisi impuls. Hiperglikemia pada pasien DM akan mempengaruhi penurunan
level myoinositol dimana glukosa akan berkompetisi dengan myoinositol,
sehingga menghambat transport aktif mioinositol oleh saraf, selain itu terjadi
peningkatan Poliol Pathway yang akan menyebabkan hilangnya mioinositol saraf.
Ketidaknormalan ini dapat normal kembali dengan kontrol glukosa darah.
c. Gejala

Gejala yang sering muncul antara lain sakit, kesemutan, kebas pada tangan dan
kaki, mual muntah, diare atau konstipasi, pusing atau pingsan karena penurunan
tekanan darah setelah berdiri atau duduk, masalah dengan urinasi, dan disfungsi
ereksi pada pria atau kekeringan vagina pada wanita.
d. Faktor Penyebab
Kerusakan saraf pada penderita Diabetes Mellitus dapat terjadi antara lain karena:
a) Faktor metabolik yaitu kadar glukosa tinggi, diabetes dalam waktu lama, jumlah
lemak dalam darah yang abnormal dan insulin rendah;
b) Faktor neurovaskular yang menyebabkan rusaknya pembuluh darah;
c) Faktor autoimun yang menyebabkan inflamasi pada saraf,
d) Carpal tunnel syndrome
e) Faktor turunan
f) Gaya hidup seperti merokok dan alcohol
e. Klasifikasi
a) Neuropati Periferal

Neuropati periferal atau Distal symmetric neuropathy, yaitu rusaknya saraf di


tangan dan kaki yang menyebabkan hilangnya rasa pada jari kaki, tangan, kaki, dan
lengan. Karakteristik dari Neuropati Periferal, antara lain:
• Kesemutan
• Sensitif terhadap sentuhan
• Kehilangan keseimbangan dan kekuatan otot
• Nyeri (tajam, terbakar, sakit) pada kaki dan kemudian naik ke tangan
• Kebas
b) Neuropati Otonom

Neuropati otonom ini menyebabkan perubahan pada fungsi pencernaan, kandung


kemih, dan respon seksual serta saraf tekanan darah, mempengaruhi saraf yang
mengontrol jantung, tekanan darah dan kontrol kadar gula dalam darah. Neuropati
otonom juga menyebabkan penderita tidak bisa merasakan gejala dari hipoglikemia
(berkeringat, bergetar, jantung berdebar). Karakteristik dari Neuropati Otonom,
antara lain:
1) Kardiovaskular
• Hipotensi postular, infark miokardial
2) Gastrointestinal
• Penurunan berat badan
• Penurunan motilitas esofagus
• Gastroparesis dan pengosongan lambung yang tertunda
• Konstipasi diabetes atau diare
3) Saluran kemih dan organ seks
• Mencegah kandung kemih dikosongkan, tidak dapat merasakan bahwa
kandung kemih sudah penuh
• Menurunnya respon seksual
• Disfungsi ereksi pada pria
4) Kelenjar keringat
• Tubuh tidak dapat meregulasi suhu, keringat berlebihan pada malam hari
atau saat makan
5) Mata
• Tidak responsif terhadap cahaya
c) Neuropati Proximal
Nyeri pada paha paha, pinggul atau bokong dan menyebabkan kelemahan di
kaki, biasanya pada satu bagian tubuh, sebagai conoh sulitnya berubah posisi
dari duduk menjadi berdiri. Neuropati Proximal biasanya terjadi pada
penderita DM tipe 2
d) Neuropati Focal
Keadaan dimana secara tiba-tiba terjadi kelemahan satu saraf atau
sekelompok saraf yang menyebabkan kelemahan otot atau rasa sakit.
Penderita mengalamin kesulitan memfokuskan mata, pengelihatan
berbayang, sakit pada belakang mata, paralisis pada salah satu bagian wajah,
nyeri pada paha depan, dada, perut. Neuropati Focal dapat membaik dengan
sendirinya dan tidak menyebabkan kerusakan jangka panjang
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
1. Penyakit yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu:
 Sindrom cushing
 Pankreatitis
 Akromegali
 Menstruasi
 Hipertiroid
 Penyakit jantung koroner
2. Penyakit yang dapat menurunkan glukosa darah yaitu:
 Anorexia nvrosa
 Tumor pankreas
 Kelain kelenjar adrenal dan kelenjar ptuitary
 Masalah ginjal
 Hepatitis
3. Obat-obat yang dapat meningkatkan glukosa darah’
 Dexametason
 Fenitoin
 Adrenalin
 Tihiazid
4. Obat-obat yang dapat menurunkan glukosa darah
 Propanolol
 Tranylcyprom
 Golongan sulfonilurea
 Golongan tiazolidindion
 Golongan biguanid
 Golongan meglitinid
 Golongan penghambatenzim α-glukosidase
3.2 saran
Demikianlah hasil pembahasan dalam makalah mengenai glukosa darah.
Penulis berharap kepada pembaca yang menjadikan makalah ini sebagai panduan
dalam membuat makalah selanjutnya, maka diharapkan dapat melengkapi dan
menambah referensi yang berkaitan dengan pembahasan glukosa darah.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. International Diabetes Federation (IDF). Global Guideline for


Type 2 Diabetes. Jurnal online. http://www.idf.org.

Anonim. 2016. Global Report On Diabetes . World Health Organization: WHO


Press.

Bilous, R & Richard, D. 2014. Buku Peganggan Diabetes: Edisi IV. Jakarta:
Bumi medika.

Corwin, Elizabeths J. 2008. Handbook of Pathophysiology,3 rd.

Crowley, L.V. 2004. An Introduction to Human Disease : Pathology and


Pathophysiology Correlations Sixth Edition.

Kasengke, J., Assa, Y. A., & Panuntu, M. E, 2015. Gambaran Kadar Glukosa
Darah Sesaat Pada Dewasa Muda. Jurnal e-Biomedik (eBM), Vol 3,
NO. 3.

Kee, Joyce LeFever. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboraturium & Diagnostik.


Edisi 6. Jakarta : EGC

Lestari, D.D. et al. 2013. Gambaran Kadar Glukosa Darah Puasa Pada
Mahasiswa Angkatan 2011 Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi Dengan Indeks Masa Tubuh 18,5-22,9 kg/m2 . Jurnal e-
Biomedik (eBM). Vol. 1. No. 2. Hal: 991-996

Nabyl, 2009. Cara Mudah Mencegah Dan Mengobati Diabetes Mellitus.


Yogyakarta: Aula Publisher.

Porth, C.M. 2000. Pathophysiology Fifth Edition.Lippincott, Philadelphia

Anda mungkin juga menyukai