sakit dan didiagnosa dokter mengalami gagal ginjal akut dengan gejala
berkurangnya produksi urin (urin output 200 mL/hari), nyeri pada daerah
punggung dan mengalami udem pada daerah mata kaki, dan betis. Kadar serum
kreatinin saat ini adalah 4,2 mg/dL. Hasil pemeriksaan lanjutan menyimpulkan
pasien mulai mengalami penyumbatan pada saluran ginjal (Batu ginjal) sehingga
menghambat keluarnya urin. Pasien langsung mendapatkan terapi hemodialisa.
Setelah berada di ruang rawat inap, pasien mendapatkan pengobatan dengan
Furosemid injeksi 20 mg/2mL sebanyak 60 mg dan dilanjutkan dengan infus intra
vena 40 mg selama 2 jam.
Pertanyaan/Tugas Mahasiswa:
1. Jelaskanlah secara ringkas mengenai penyakit Gagal Ginjal Akut!
2. Apakah tujuan terapi pada kasus tersebut?
3. Apakah tujuan pemberian furosemide kepada pasien tersebut?
4. Apakah hemodialisa pada kasus ini diperlukan? Jelaskan jawaban yang
diberikan!
5. Berapakah nilai GFR pasien?
6. Berapakah jumlah ampul furosemide 20 mg/mL yang dibutuhkan pada
pemberian injeksi i.v untuk pasien tersebut? berapa lamakah pemberian
injeksi furosemide yang anda tetapkan? apakah alat yang digunakan untuk
pemberian injeksi iv. Furosemide tersebut?
7. Apakah larutan yang tepat digunakan untuk menyiapkan pemberian
furosemide melalui infus intravena? Berapakah jumlah furosemide 20 mg/mL
yang akan dicampur dengan larutan tersebut untuk pengobatan pasien?
8. Apoteker akan mencampur furosemide 40 mg dengan larutan yang sesuai
sejumlah 500 mL. obat akan diberikan melalui infus intravena selama 2 jam,
dengan faktor tetes 20 tetes/menit. Berapakah kecepatan infus furosemide
yang tepat ditetapkan untuk pasien tersebut?
9. Siapkanlah sediaan furosemide untuk pasien tersebut dan lakukanlah PIO
kepada perawat yang akan menangani pasien!
PEMBAHASAN
1. Jelaskanlah secara ringkas mengenai penyakit Gagal Ginjal Akut!
A. Definisi
Acute kidney injury (AKI), yang sebelumnya dikenal dengan gagal ginjal
akut (GGA) atau acute renal failure (ARF) adalah penurunan fungsi ginjal secara
tiba-tiba yang dibuktikan dengan perubahan nilai laboratorium, serum kreatinin
(Scr), BUN (Blood nitrogen urea), dan pengeluaran urin/ urine output (Dipiro,
2015). Berdasarkan kriteria RIFLE terdapat 3 kriteria akut berdasarkan
peningkatan kadar serum Cr dan UO (Risiko/Risk, Cedera/ Injury, Gagal/Failure)
dan 2 kategori lain menggambarkan prognosis gangguan ginjal.
Tabel 1. Klasifikasi RIFLE menurut the acute dialysis quality initiative (ADQI)
B. Patofisologi
Gagal ginjal akut dikategorikan sebagai pra-renal ( terjadi akibat perfusi
ginjal), intrinsik (terjadi akibat kerusakan struktural dari ginjal), pasca-renal
(terjadi akibat obstruksi aliran urin dari tubulus ginjal ke uretra), dan
fungsional (terjadi akibat perubahan hemodinamik pada glomerulus tanpa
penurunan perfusi atau kerusakan struktural) (ISO Farmakoterapi 2, 2012).
C. Manifestasi Klinik
Gejala yang timbul tergantung kepada beratnya kegagalan ginjal,
progresivitas penyakit dan penyebabnya. Gejala pada pasien rawat jalan :
perubahan pada kebiasaan urinasi, berat badan, atau nyeri disisi tubuh. Gejala
lain : edema, urin berwarna atau berbusa, penuruna volume urin, dan terjadi
hipotensi orostatik (Dipiro, 2008). Dapat terjadi oliguria, terutama apabila
kegagalan disebabkan oleh iskemia atau obstruksi. Oliguria terjadi karena
penurunan GFR. Nekrosis tubulus toksik dapat berupa non-oliguria dan
terkait dengan dihasilkannya volume urin encer yang adekuat (Subekti,
2009).
Pada kasus ini perlu dilakukan hemodialisa pada pasien setelah dilakukan
pengambilan batu ginjal. Diketahui produksi urin berkurang yaitu (urin output
200 ml/hari) dan dilperoleh hasil GFR sebesar 20,69 mg/menit. Hemodialisa
dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut. Hemodialis
dapat membantu menormalkan kembali keseimbangan cairan, membuang sisa
metabolisme tubuh, menyeimbangkan asam-basa elektrolit dalam tubuh, dan
membantu mengendalikan tekanan darah.
= 20,69 mg/menit
Sehingga pada kasus ini pasien termasuk dalam stadium 4 dengan
gambaran bahwa terjadi penurunan ginjal berat.
Tabel 3. Gambaran Nilai GFR
Contoh alat :
Cara Pemberian
Injeksi Intravena (i.v.) dapat diberikan dengan berbagai cara, untuk
jangka waktu yang pendek atau untuk waktu yang lama.
a. Injeksi bolus
Injeksi bolus volumenya kecil ≤10 ml, biasanya diberikan dalam waktu 3-5
menit kecuali ditentukan lain untuk obat-obatan tertentu.
b. Infus
Infus dapat diberikan secara singkat (intermittent) atau terus-menerus
(continuous).
Infus singkat (intermittent infusion)
Infus singkat diberikan selama 10 menit atau lebih lama. Waktu
pemberiaan infus singkat sesungguhnya jarang lebih dari 6 jam per dosis.
Infus kontinu (continuous infusion) Infus kontinu diberikan selama 24
jam. Volume infus dapat beragam mulai dari volume infus kecil diberikan
secara subkutan dengan pompa suntik ( syringe pump), misalnya 1 ml per
jam, hingga 3 liter atau lebih selama 24 jam, misalnya nutrisi parenteral
(Depkes RI, 2009).
Diskusi
1. Kenapa tepat menggunakan furosemide, tidak menggunakan golongan
thiazid atau diuretik jenis lain ?
Furosemid merupakan firstline untuk mencegah udem atau penumpukan
cairan secara sistemik. Furosemide merupakan golongan loop diuretik
yang memiliki mula kerja yang lebih cepat dan efek diuretiknya lebih kuat
dibandingkan golongan thiazid. Furosemid mencegah perburukan fungsi
ginjal dengan menghambat Na+, K+, 2Cl-.
DAFTAR PUSTAKA
Aberg, J.A., Lacy,C.F, Amstrong, L.L, Goldman, M.P, and Lance, L.L., 2009,
Drug Information Handbook, 17th edition, Lexi-Comp for the American
Pharmacists Association.
Adnyana, I. K., Andrajati, R., Setiadi, A. P., Sigit, J. I., Sukandar, E. Y. 2012. ISO
Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan: Jakarta.
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015,
Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education
Companies, Inggris.
Nadeau, F and Bouchard, J., 2013, Fluid Management and Use of Diuretics in
Acute Kidney Injury, Advances in Chronic Kidney Disease, Vol 20, No 1,
National Kidney Foundation.