Anda di halaman 1dari 76

l

ia
Tr
7
e! .com
at nce
re nua
C ww.
F w
PD
JTM Vol. XVI No. 1/2009

PENGARUH UKURAN CONTOH


TERHADAP KEKUATAN BATUAN
Singgih Saptono1, Suseno Kramadibrata2, Budi Sulistianto2, Ridho K. Wattimena2

Sari
Massa batuan dilihat dari sisi makro dan mikro merupakan material heterogen dan media diskontinu. Hasil
pengujian insitu dan laboratorium menunjukkan bahwa kuat tekan uniaksial dan kohesi batuan dipengaruhi oleh
dimensi contoh batuan, yang dikenal dengan istilah pengaruh skala.

Kata Kunci: kekuatan batuan, diskontinyu, pengaruh skala.

Abstract
Rock mass in terms of macro and micro is a heterogeneous material and discontinuous media. Insitu and
laboratory testing results indicate that the uniaxial compressive strength and cohesion of rock influenced by the
dimensions of rock samples, which is known as the scale effect.

Keyword: rock strength, discontinue, scale effect.


1)
Mahasiswa Program Doktor, Program Studi Rekayasa Pertambangan, Fakultas Teknik Pertambangan dan
Perminyakan. Email: singgihsaptono@yahoo.com
2)
Prodi Rekayasa Pertambangan, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan
Institut Teknologi Bandung

I. PENDAHULUAN sebanding dengan bertambahnya ukuran contoh.


Di alam, batuan merupakan massa batuan yang Seperti ditunjukkan pada inset gambar 1, bahwa
bersifat heterogen dan memiliki bidang ada hubungan pengaruh skala dengan kekuatan
diskontinu seperti kekar, retakan, dan bidang batuan. Pengaruh skala maksudnya ukuran atau
perlapisan. Sifat heterogen batuan memberikan volume diatas ukuran memiliki kekuatan batuan
perbedaan kekuatan di setiap titik material tidak berubah. Volume ukuran contoh ini
penyusun batuan. Sehingga kekuatan batuan dikenal dengan Representative Elementary
menjadi sukar untuk dianalisis. Oleh karena itu Volume (REV) dan REV sangat dipengaruhi
untuk mengetahui kekuatan batuan memerlukan oleh jenis batuan. Adapun yang dimaksudkan
pengujian terhadap contoh batuan yang REV adalah contoh batuan utuh dengan satu
mewakilinya. Pada umumnya, contoh batuan kekar (Cunha, P. A., 1990).
yang diuji di laboratorium berukuran kecil dan
tidak mengandung retakan. Sementara contoh Kondisi keheterogenan pada batuan disebut
batuan berukuran besar mengandung retakan. pengaruh skala. Adapun sifat keheterogenan
Sehingga pada pekerjaan rekayasa batuan sifat batuan sangat dipengaruhi oleh:
utama yang harus diperhatikan adalah sifat 1. Perbedaan kompisisi mineral.
keheterogenan dan perbedaan sifat kesegala 2. Keberagaman komponen mineral.
arah (anisotropi). Lebih jelasnya tulisan ini 3. Perbedaan ukuran butir komponen
akan membahas pengaruh skala terhadap kuat penyusun.
tekan uniaksial dan kekuatan geser batuan. 4. Persentase dari salah satu komponen
meningkat melebihi 100% dari nilai rata-rata
II. DEFINISI PENGARUH SKALA (Charussa-Graca, J., 1985).
Gambar 1. adalah ilustrasi mengenai masalah
pengaruh skala pada batuan. Semakin besar Adanya konsentrasi komponen tertentu dalam
contoh batuan semakin bersifat heterogen dan titik yang berbeda.
menunjukkan adanya pola acak bidang
diskontinyu. III. PENENTUAN BIDANG
DISKONTINUITAS
Walaupun secara teori dalam perhitungan di Salah satu bentuk keheterogenan di batuan
mekanika batuan contoh batuan dianggap adalah bidang diskontinuitas dan caranya
bersifat homogen, isotropi dan kontinyu, pada menentukan bidang diskontinuitas adalah
kenyataannya contoh batuan diambil dari penggunaan indek. Contoh, penggunaan alat
formasi yang sama bisa memiliki kekuatan yang indek yaitu penggunaan kompas geologi untuk
berbeda karena sifat heterogen dan jaringan mengukur orientasi bidang kekar di massa
bidang kekar yang berbeda. Hasil pengujian batuan, indek pengukuran kekasaran
contoh batuan menunjukkan bahwa kekuatan permukaan, dan untuk mengukur kekuatan
batuan sangat bervariasi dan sangat acak dengan palu geologi, pisau lipat dan peralatan
Singgih Saptono, Suseno Kramadibrata, Budi Sulistianto, Ridho K. Wattimena

seperti Point load index, Schmidt hammer dan Keterangan dswAi,i+1 adalah jarak semu antar
Penetrometer. bidang kekar pada set bidang A, adalah jumlah
bidang kekar dalam satu set.
Untuk mengetahui pola kekar di massa batuan Jarak rata-rata antar bidang kekar sepanjang
adalah dengan mengukur orientasi (kemiringan scanline dihitung dengan persamaan (3)
dan arah kemiringan) kekar dengan (Kramadibrata, S., 1996).
menggunakan kompas geologi. Hasil m
pengukuran orientasi kekar selanjutnya ∑ dswm (3)
i =1
dianalisis secara statistik dengan menggunakan dsw =
m
jaring Schmidt (Schimdtnet) sehingga dapat
Keterangan dswm adalah jumlah jarak kekar
memberikan informasi pola kekar (Gambar 2).
sebenarnya sepanjang scanline setiap set. m
Informasi ini dapat memberikan potensi
adalah jumlah set kekar dan dsw adalah rata-
kemungkinan bentuk kelongsoran akibat
rata jarak kekar sepanjang scanline.
struktur kekar dan mengin-formasikan pola
distribusi tegangan yang mengenai massa
Untuk menentukan RQD berdasarkan
batuan.
pengukuran scanline Priest & Hudson
menyatakan bahwa secara umum jarak kekar
Penurunan kekuatan batuan akibat kekar sangat
sebagai suatu fungsi kumulatif antara jarak
berhubungan dengan karakteristik dan
kekar terhadap frekuensi kekar dan mempunyai
geometris kekar, yaitu orientasi kekar, jarak
fungsi log-normal atau negatif eksponensial,
antar kekar, bukaan antar kekar, kemenerusan,
seperti pada gambar 4 dan untuk menentukan
kekasaran, dan material pengisi kekar. Contoh,
kualitas batuan (RQD) dengan scanline dapat
analisis yang sederhana terhadap karakteristik
menggunakan persamaan (4) yaitu (Pratt, H. R.,
geometri kekar ditunjukkan pada Gambar 2.
Black, A. D. and Brace, W,F., 1974).
Salah satu karaketeristik geometris kekar yang
bisa diukur dan sangat menentukan kekuatan RQD = 100 e-λ 0,1 (1 + λ 0,1) (4)
massa batuan adalah jarak kekar. Jarak antar Keterangan: λ adalah frekuensi kekar yang
kekar dapat diukur dari core maupun singkapan menyatakan banyaknya kekar setiap meter.
batuan (scanline). Hasil pengukuran jarak kekar
berupa frekuensi kekar dan kondisi kualitas Untuk menghitung RQD dari core hasil
batuan (Rock Quality Designation, RQD). pemboran inti berdasarkan persamaan (5), yaitu

Ketika penggalian sudah berlangsung, selain Jumlah panjang core > 0,1 m
RQD = x 100% (5)
pengukuran RQD dari core juga dapat Panjang kemajuan pemboran
dilakukan dengan scanline pada singkapan
batuan. Untuk pengukuran dengan scanline IV. PENGARUH SKALA PADA
memerlukan peralatan seperti rol meter dan KEKUATAN BATUAN
kompas geologi, rol meter yang dibentangkan 4.1. Kuat tekan uniaksial
sepanjang dinding singkapan batuan Berdasarkan buku-buku mekanika batuan
(pengamatan) seperti ilustrasi pengukuran bahwa ada perbedaan pendapat mengenai
dengan scanline dapat dilihat pada Gambar 3. kekuatan batuan terhadap pengaruh skala.
Contoh, Hudgson & Cook menyatakan bahwa
Hasil pengamatan orientasi kekar berupa tidak ada hubungan antara kekuatan terhadap
kemiringan dan arah kekar serta jarak semu ukuran contoh., sementara Bernaix menyatakan
antar bidang kekar. Jarak sebenarnya antar bahwa kekuatan batuan dipengaruhi oleh
bidang kekar dihitung dengan persamaan (1) ukuran contoh juga menyatakan bahwa
(Kramadibrata, S., 1996). kekuatan batuan sangat acak, akan tetapi
(θ + θ i +1 ) (1) menunjukkan bahwa kekuatan rata-rata batuan
d i ,1+1 = ji ,i +1 cos i mempunyai kecenderungan membentuk suatu
2
fungsi penurunan kekuatan terhadap ukuran
Keterangan ji,i+1 adalah jarak semu antar bidang
contoh. Untuk menjelaskan fenomena ini,
kekar, θi adalah sudut antara garis normal Bernaix menggunakan metode analisis statistik
dengan scanline, dan di,i+1 adalah jarak
dengan menghubungkan antara kekuatan
sebenarnya antar bidang kekar.
terhadap ukuran contoh yang mengandung
Jarak rata-rata antar bidang kekar set bidang bidang kekar. Sehingga diperoleh
kekar A dihitung dengan persamaan (2)
kecenderungan semakin besar ukuran semakin
(Kramadibrata, S., 1996).
bertambah bidang kekar. Juga didukung bahwa
n
∑ dswAi,i +1 cos(θ i,i +1 ) pada ukuran contoh besar terdapat adanya
(2) pengaruh simpanan energi, yang akan
dswA = i =1
k mempercepat proses propagrasi rekahan. Teori
“weakest link” (Weibull, W. A., 1939) banyak
Pengaruh Ukuran Contoh terhadap Kekuatan Batuan

digunakan untuk menjelaskan pengaruh ukuran fungsi power yaitu persamaan (8) (Herget, G.,
terhadap kekuatan logam dan batuan utuh, serta 1988)
untuk menjelaskan keruntuhan batuan terhadap UCS = 0,498 x (ukuran kumulatif)-0,59 (8)
pengaruh struktur acak dengan anggapan bahwa
contoh terdiri dari satu kesatuan. Hasil kriteria Workshop mengenai pengaruh skala pertama
kekuatan batuan bahwa adai hubungan antara kali dilakukan tahun 1990 dan workshop
volume contoh dengan kekuatan batuan, seperti pengaruh skala kedua pada tahun 1993.
pada persamaan (6) (Weibull, W. A., 1939), Kramadibrata & Jones (Kramadibrata, S., and
yaitu: Jones, I.O., 1993) menyatakan bahwa kuat
σ  V  tekan batuan beku dipengaruhi oleh pengaruh
m log 1  = log 1  (6) skala dengan fungsi power antara diameter dan
σ
 2  V2  kuat tekan uniaksial (Gambar 8).
Keterangan σ adalah kuat tekan uniaksial dan V
adalah volume contoh, dan m konstanta 4.2. Kekuatan Geser Batuan
material. Karakteristik kekuatan geser batuan yang terdiri
dari kohesi dan sudut gesek dalam sangat
Penelitian mengenai pengaruh skala terhadap berperan pada perancangan lereng. Kohesi dan
kuat tekan uniaksial dengan menggunakan sudut gesek dalam dapat ditentukan di
pendekatan teori persamaan Weibull (Weibull, laboratorium dengan uji kuat geser langsung
W. A., 1939) telah dilakukan oleh Lundborg dan uji triaksial. Pada umumnya kekuatan geser
(Lundborg, N. 1967) dan Bieniawski hasil pengujian insitu memberikan nilai lebih
(Bieniawski, Z.T., 1968) dengan contoh granit rendah daripada hasil pengujian laboratorium.
dan batubara berbentuk silinder. Hasil Penurunan kekuatan geser dari pengujian
penelitian Lundborg diperoleh konstanta laboratorium dan pengujian insitu dapat
batuan, m = 12, dan Bieniawski diperoleh mencapai 63-84% (Kimishima, H., 1970).
konstanta batuan, m = 2,5. Penelitian Sementara Rocha (Rocha, M., 1964)
selanjutnya yang dilakukan oleh Mogi (Mogi, mengemukakan bahwa batuan anisotropi,
K., 1962) Abou-Sayed & Brechtel & Hustrulid seperti batuskis mempunyai .perbedaan
(Abou-Sayed, A. S., and Brechtel, C. E., 1976) kekuatan geser batuan antara laboratorium dan
menyimpulkan bahwa hubungan antara kuat insitu cukup besar karena sangat dipengaruhi
tekan batuan terhadap ukuran contoh mengikuti oleh pengaruh skala.
fungsi power, seperti pada persamaan (7)
(Abou-Sayed, A. S., and Brechtel, C. E., 1976). Pengujian mengenai kekuatan geser terhadap
σ = AD − B (7) pengaruh ukuran pada umumnya dilakukan
Keterangan σ adalah kekuatan contoh, D adalah dengan menggunakan uji kuat geser langsung,
diameter contoh, A dan B adalah konstanta seperti yang dilakukan oleh Bandis (Bandis,
batuan. S,C., 1990) dan Cunha (Cunha, P. A., 1990).
Bandis (Bandis, S,C., 1990) dan Cunha (Cunha,
Pratt dkk. (Pratt, H. R., Black, A. D. And Brace, P. A., 1990) menyatakan bahwa kekuatan geser
W, F., 1972) meneliti pengaruh sisi panjang batuan akan semakin berkurang dengan
contoh berbentuk kubus terhadap kuat tekan bertambah panjang bidang permukaan
uniaksial, memperlihatkan bahwa semakin diskontinu. Hasil yang dilakukan Bandis
panjang contoh semakin berkurang kuat tekan (Bandis, S,C., 1990) dan Cunha (Cunha, P. A.,
uniaksial (Gambar 5). 1990) sama dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Fecker & Rengers (Fecker. E.
Lama & Gonano (Lama,R.D. and L.P.Gonano. and N. Rengers., 1971) bahwa kekuatan geser
1976) and Kaczynski (Kaczynski, R. R., 1986) semakin berkurang dengan pengurangan
menyatakan bahwa ada pengaruh kuat tekan kekasaran permukaan. Pendapat Fecker &
batuan terhadap volume contoh yaitu semakin Rengers (Fecker. E. and N. Rengers., 1971)
besar volume contoh semakin berkurang kuat diperkuat lagi dengan pendapat beberapa
tekan uniaksial (Gambar 6). peneliti seperti Barroso (Barosso, A., 1966),
Pratt dkk. (Pratt, H. R., Black, A. D. and Brace,
Berdasarkan penelitian Pratt dkk. (Pratt, H. R., W, F., 1974), Barton (Barton, N., 1976) dan
Black, A. D. And Brace, W, F., 1972) , Singh Yoshinaka dkk. (Yoshinaka, R., Yoshida, J.,
(Singh, M.M., 1981) yang dikutip kembali oleh Arai, H and Arisaka, S., 1993) yang
Herget (Herget, G., 1988) menguji pengaruh berpendapat bahwa ukuran contoh berpengaruh
sisi panjang untuk contoh batubara berbentuk pada kekuatan geser batuan.
kubus dari beberapa tempat menunjukkan
bahwa kuat tekan uniaksial batubara Yoshinaka dkk. (Yoshinaka, R., Yoshida, J.,
dipengaruhi oleh skala (Gambar 7), dan fungsi Arai, H and Arisaka, S., 1993) menyatakan
kuat tekan terhadap sisi panjang contoh adalah bahwa kekuatan geser batuan sangat
3
Singgih Saptono, Suseno Kramadibrata, Budi Sulistianto, Ridho K. Wattimena

dipengaruhi oleh ukuran contoh Pengujian yang V. FAKTOR YANG BERPENGARUH


diterapkan oleh Yoshinaka dkk mempunyai PADA KEKUATAN GESER
untuk ukuran contoh batuan dari 20 cm2 sampai Faktor-faktor yang berpengaruh pada kekuatan
dengan 9600 cm2. Sementara Pratt dkk. (Pratt, geser adalah jenis batuan, keberadaan bidang
H. R., Black, A. D. and Brace, W, F., 1974) kekar, pelapukan, kondisi permukaan kekar, air,
mengkhususkan untuk penelitian terhadap sudut pengaruh skala, metode pengujian dan material
gesek dalam dan menyatakan bahwa tidak ada pengisi.
kecenderungan pengaruh skala untuk sudut
gesek dalam. Hal yang sama dikemukan oleh 5.1. Jenis Batuan
Barton (Barton, N., 1976). Jenis batuan: ukuran butir, tekstur mineral,
sementasi antar butir/mineral.
Il Nitskaya (1969, dikutip kembali oleh
Vutukuri Lama & Saluja (Weibull, W.A., 1939) 5.2. Pelapukan
telah melakukan uji geser skala laboratorium Pelapukan akan mempengaruhi Joint
untuk contoh ukuran besar Gabro dan Marmer Roughness Coeficient (JRC) dan Joint
berdameter dari 1 cm sampai dengan 7 cm, Compressive Strength (JCS). Dan, pelapukan
menyatakan bahwa kohesi Gabro dan Marmer akan menyebabkan berkurangnya kekuatan
sangat dipengaruhi oleh pengaruh skala dan batuan sehingga menghasilkan penurunan
mempunyai fungsi hubungan pengaruh skala kekuatan geser. Ketebalan pelapukan di bidang
dan kohesi adalah sebagai fungsi power. kekar sangat tergantung pada jenis batuan
Sebelumnya, Barroso (Barosso, A., 1966) terutama pada tingkat permeabilitas batuan.
menyatakan bahwa ada pengaruh skala pada Barton[5] menunjukkan pengaruh mekanik
kohesi (Gambar 9). pelapukan, bahwa perubahan sedikit dari batuan
segar dapat menyebabkan penurunan kekuatan
Londe (Londe, P., 1973) membuat kesimpulan mekanik jauh lebih parah daripada proses
dari hasil penelitian batugamping terkekarkan, pelapukan yang bertahap di batuan lapuk.
untuk contoh berukuran diameter contoh 8 cm Sementara, Daerman dkk. (Dearman, W. R.,
sampai dengan 30 cm, bahwa kohesi semakin Baynes, F. J. and Irfan, T. Y., 1978)
berkurang dengan penambahan ukuran contoh, memperlihatkan kuat tekan berkurang secara
dan sudut gesek dalam tidak dipengaruhi oleh linier dengan bertambahnya tingkat pelapukan.
pengaruh skala.
5.3. Kondisi Geometri Permukaan Bidang
Muratha & Cunha (Schenider, H. J.,1976) Kekar
meneliti hubungan antara tegangan geser Kondisi geometri permukaan bidang kekar
terhadap luas geser contoh dari 30 cm2 sampai mempunyai pengaruh pada perilaku geseran,
dengan 160 cm2 (Gambar 10). Kondisi dan terutama sangat berpengaruh pada proses
kekasaran bidang kekar (Joint Roughness dilatasi dan secara umum mempengaruhi sudut
Condition, JRC), pada ukuran 30 cm2 kekasaran. Kondisi ini diperkuat lagi oleh hasil
mempunyai JRC antara 2 dan 4 kekuatan geser penelitian Schneider (Saptono, S.,
untuk menggeser besar, dan pada ukuran 160 Kramadibrata, S, Wattimena, R. K., Sulistianto,
cm2 mempunyai JRC antara 8 dan 10 B., Nugroho, P., Iskanadar, E., Bahri, S., 2008)
memperlihatkan hasil kekuatan geser semakin terhadap contoh granit, batupasir dan
kecil. batugamping dengan kekuatan sama dan JRC
berbeda. Dengan demikian bahwa JRC
Muratha & Cunha (Schenider, H. J.,1976) mempengaruhi kekuatan geser batuan.
membuat hubungan antara luas permukaan
dengan tegangan geser mengikuti fungsi 5.4. Air
eksponensial (Gambar 10), yaitu: Keberadaan air pada bidang kekar
menyebabkan pengaruh mekanik dan kimia,
τ = c + a exp (-bA) (9) yang paling penting adalah mengurangi
kekuatan geser kerena adanya tegangan efektif.
Keterangan a, b, dan c adalah konstanta; c Air akan cenderung mengurangi energi
diambil sebagai nilai minimum tegangan geser, permukaan dan kekuatan antar kristal penyusun
dan A adalah luas permukaan geser. batuan, hasilnya sifat mekanik menjadi turun.
Keberadaan air sangat berperan pada kekuatan
Muratha & Cunha (Schenider, H. J.,1976) batuan, sebagai contoh batuan yang sangat peka
menyimpulkan bahwa kekuatan akan menurun terhadap air adalah batulumpur, batulempung
berdasarkan luas permukaan dan menjadi cepat dan batulanau (Bukovansky, 1962; 1966 dikutip
penurunan dengan meningkatnya tegangan kembali oleh Vutukuri Lama & Saluja, 1974).
normal (Gambar 11). Keadaan ini secara berlanjut mengurangi
kekuatan geser. Barton (Barton, N., 1976)
menerangkan bahwa pengurangan kekuatan
Pengaruh Ukuran Contoh terhadap Kekuatan Batuan

geser karena menurunnya tegangan tarik dan VI. PENUTUP


kuat tekan. Sehingga penurunan sudut gesek Pandangan mengenai pengaruh ukuran contoh
dalam terjadi pada batuan tidak brittle dan terhadap kekuatan berbeda, tetapi sebagian
untuk batuan brittle berlaku sebaliknya, yaitu besar sampai saat ini cenderung dapat
tidak terjadi penurunan sudut gesek dalam. menerima penurunan kekuatan akibat
meningkatkan ukuran contoh. Dimensi linier
5.5. Pengaruh skala sekitar 1,0 m sebagai batas pengaruh ukuran
Pada beberapa hasil penelitian menunjukkan contoh yang mengindikasikan terjadinya
bahwa penurunan kuat tekan batuan akibat pengaruh skala. Namun berdasarkan
pengaruh skala akan berhenti pada contoh batu pengamatan, bahwa kekuatan bervariasi sesuai
uji berukuran kurang lebih 1m. Sedangkan dengan jenis batuan. Potensi adanya pengaruh
pengaruh skala untuk kuat geser hanya berlaku skala selain pada kuat tekan uniaksial juga
hingga ukuran batu uji antara 2 – 3 m (Rocha, terjadi pada kekuatan geser, yaitu pada kohesi.
M., 1964). Sementara, hasil penelitian Kohesi akan berkurang dengan bertambahnya
mengenai perpindahan pada lereng massa ukuran contoh hingga mencapai batas asimtotik
batuan di tambang terbuka batubara sebagai batas tidak dipengaruhi lagi oleh
menunjukkan bahwa perpindahan kumulatif pengaruh skala dan sudut gesek dalam tidak
dapat mencapai 1 m untuk lereng dengan dipengaruhi oleh pengaruh skala. Faktor yang
ketinggian 120 m (Gambar 12), perpindahan berpengaruh pada kekuatan geser selain
yang terjadi tidak menunjukkan terjadi pengaruh skala adalah jenis batuan, keberadaan
kelongsoran tetapi masih masuk dalam tahap bidang kekar, pelapukan, kondisi permukaan
rayapan. Proses rayapan merupakan gabungan kekar, air, metode pengujian dan material
dari proses pengurangan kekuatan massa pengisi.
batuan, pengaruh air dan pengaruh skala pada
massa batuan. DAFTAR PUSTAKA
1. Abou-Sayed, A.S., and Brechtel, C.E.,
5.6. Metode Pengujian 1976, Experimental investigation of the
Pada umumnya metode pengujian yang effects of size on the UCS of Cedar City
diterapkan pada uji kuat geser ukuran besar quartz diorite. Proc. 17th US Symp. On
adalah pengujian kuat geser langsung. Karena rock mechanics, Snowbirds, Utha. 5D6-1-
dapat mensimulasikan untuk kondisi asli di 5D6-6.
lapangan dan cocok untuk diterapkan terhadap 2. Bandis, S,C., 1990, Scale effects in the
batuan berlapis dan terkekarkan (Chee-Kuen strength and deformability of rocks and
Yip., 1977). Pada pengujian kuat geser rock joints. Proc. The 1st Intl. Workshop
langsung pemberian beban normal merupakan on scale effects in Rock masses, Edited by
hal yang penting. Kramadibarata dkk Cunha, P.A. Luen, Norway 59-76.
Kramadibrata, S., Saptono, S., Wicaksana, Y., 3. Barnaix, J., 1974, General Report on
Prasetyo H. S, 2009) menyarankan bahwa Theme 1. 3rd ISRM Congr., Vol. 1 Denver.
pemberian beban normal perlu diperhatikan. 4. Barroso, A., 1966, Contribution to Theme
Khusus untuk batuan yang ada di Indonesia B. Proc. 1st. Intl. Congr. Of ISRM, Lisbon,
penutupaan crack batuan utuh setelah diberikan Vol. 3. 588-591.
beban 12,5% dari kuat tekan uniaksial. 5. Barton, N., 1973, Review of new strength
criterion for rock joints, Engineering
5.7. Material Pengisi Geology, Vol. 7, No. 4: 287-332.
Pada kasus kelongsoran bidang pada umumnya 6. Barton, N., 1976, The shear strength of
diinisiasi oleh bidang perlapisan yang terdapat rock and rock joints, Intl. J. Rock Mech.
material pengisi. Jika material pengisi lebih Min. & Sci. Vol. 13: 255-279.
tebal dari tinggi kekasaran, maka karakteristik 7. Bieniawski, Z.T., 1968, The effect of
material pengisi yang lebih berpengaruh, tetapi specimen size on the strength of coal.
jika material pengisi tersebut lebih tipis, maka International Journal on Rock Mechanics
kekasaran akan berperan pada kelongsoran. and Mining Sciences & Mecahnics
Goodman (Goodman, R. E.,1974) dan Ladanyi Abstracts, V. 5 n. 4, 325-335.
& Archambault (Ladanyi, R. and Archambault, 8. Charrusa-Graca, J., 1985, Heterogenity and
G. 1970) melakukan penelitian terhadap scale effects (in Portuguese), Recearch
perilaku kekar dengan pengisi dan tidak ada program Lisbon, LNEC.
material pengisi bahwa kekuatan geser akan 9. Chee-Kuen Yip., 1977, Shear strength and
berkurang secara bertahap sesuai hingga deformability. Ph.D. Thesis. MIT.
mencapai 50% dari hasil kekuatan geser 10. Cunha, P.A., 1990, Scale effects in Rock
laboratorium ketika ketebalan lapisan pengisi Masses. Proc. The 1st Intl. Workshop on
melebihi tinggi maksimum kekasaran. scale effects in Rock masses, Edited by
Cunha, P.A. Luen, Norway 3-30.
5
Singgih Saptono, Suseno Kramadibrata, Budi Sulistianto, Ridho K. Wattimena

11. Dearman, W.R., 1978, Baynes, F.J. and strength of rocks. Bull earthq. Res. Inst.,
Irfan, T.Y., Engineering Grading of 40: 175-185.
wathered granite. Engineering Geology, 26. Muralha, J. and Cunha, P.A., 1990, About
12: 345-374. LNEC experience on scale effects in the
12. Fecker. E. and N. Rengers., 1971, mechanical behaviour of joints. Proc. The
Measurement of large scale roughness of 1st Intl. Workshop on scale effects in Rock
rock planes by means of profilograph and masses, Edited by Cunha, P.A. Luen,
geological compass. Proc. Int. Symp. On Norway 131-148.
Rock Failure, Nancy (ISRM) Paper 1-18. 27. Pratt, H.R., Black, A.D. and Brace, W,F.,
13. Goodman, R.E., 1974, The mechanical 1972, Friction and deformation of jointed
properties of joints. Proc. 3rd ISRM congr. quartz diorite. Proc. 3rd Cong. Of Int. Soc.
Vol. 1. Denver. Rock Mech., Denver Colorado, Vol. II. A:
14. Herget, G., 1988, Stresses in rock. A.A. 306-310.
Balkema Publ: 179p. 28. Pratt, H.R., Black, A.D. and Brace, W,F.,
15. Hudgson, K. and Cook, N.G., 1970, The 1974, The effect of specimen size on the
effects of size and stress gradient on the mechanical properties of unjointed diorite.
strength of rock. Proc. 2nd ISRM Congr. Int. J. Rock Mech. Min. Sci. & Geom.
Belgrade. Abst., Vol. 9. No. 4 : 513-529.
16. Kaczynski, R.R., 1986, Scale effect during 29. Priest, S.D., and Hudson, J.A., 1976,
compressive strength tests of rocks. Proc. Discontinuity spacing in rock, International
5th Int. Congress of IAEG, Buenos Aires: Journal of Rock Mechanics and Mining
371-373. Sciences and Geomechanics Abstracts, 13,
17. Kimishima, H., 1970, A study of failure 135 – 148.
characteristics of foundation roch through a 30. Rocha, M., 1964, Mechanical behaviour of
series of test insitu. Rock Mech, in Japan, rock foundations in concrete dam. Trana
Vol 1. 91-93. 8th Cong. Large Dam Edinburgh. Paper-44,
18. Kramadibrata, S., 1996, The Influence of Q.28. 785-832.
Rock Mass and Intact Rock Properties on 31. Saptono, S., Kramadibrata, S, Wattimena,
The Design of Surface Mines with R.K., Sulistianto, B., Nugroho, P.,
Particular Reference to The Excavatability Iskandar, E., Bahri, S., 2008, Low wall
of Rock, Ph. D. Thesis, Curtin University of slope monitoring by robotic theodolite
Technology. system likely to contribute to increase
19. Kramadibrata, S., and Jones, I.O., 1993, production of coal in PT. Adaro Indonesia,
Size effect on strength and deformability of SHRIMS 2008 – editor Potvin, Y. Carter, J.
brittle intact rock. The 2nd Intl. Workshop Dyskin, A., Jeffery, R. Australian Centre
on scale effects in Rock masses, Edited by for Geomechanics, Perth.
Cunha, P.A. Lisbon, Portugal, 227-284. 32. Schenider, H.J., 1976, The friction and
20. Kramadibrata, S., Saptono, S., Wicaksana, deformation behavior of rock joint. Rock
Y., Prasetyo H. S, 2009, Soft Rock Mechanics. Vol. 8, No. 3: 169-184.
Behavior with Particular Reference to Coal 33. Singh, M.M., 1981, Strength of rock.
Bearing Strata, The 2nd International Physical properties of rock and materials.
Symposium of Novel Carbon Resources New York.
Science, Earth Resource Science and 34. Vutukuri, V.S. Lama, R.D. and Saluja,
Technology, Joint Symposium Kyushu S.S., 1974, Handbook on mechanical
University – Institut Teknologi Bandung. properties of rocks. Vol., Trans Tech. Publ.
21. Ladanyi, R. and Archambault, G. 1970, 35. Weibull, W.A., 1939, Statistical theory of
Simulation of shear behavior of ajointed the strength of materials.
rock mass. Proc. 11th U.S. Synposium on Ingeniorsvetenskaps-akademiens,
Rock Mechanics, Barkeley. 105-125. Handlingar, NR151, Generalstabens
22. Lama, R.D. and L.P. Gonano., 1976, Size Litografiska Anstalts Forlag, Stockholm,1-
effects considerations in the assessment of 45.
mechanical properties of rock masses. In: 36. Yoshinaka, R., Yoshida, J., Arai, H. and
proceedings of the Second Symposium on Arisaka, S., 1993, Scale effects on shear
Rock Mechanics, Dhanbad. strength the deformability of rock joint.
23. Londe, P., 1973, The role of rock The 2nd Intl. Workshop on scale effects in
mechanics in the reconnaissance of rock Rock masses, Edited by Cunha, P.A.
foundations, Qly J. Engng Geol., Vol 6/1. Lisbon, Portugal, 143-149.
24. Lundborg, N. 1967, The strength-size
relation of granite. Int. J. Rock Mechanics,
Vol. 4. 269-272.
25. Mogi, K., 1962, The influence of the
dimensions of specimens on the fracture
Pengaruh Ukuran Contoh terhadap Kekuatan Batuan

Gambar 1. Ilustrasi pengertian pengaruh skala (Cunha, P. A., 1990).


Singgih Saptono, Suseno Kramadibrata, Budi Sulistianto, Ridho K. Wattimena

Gambar 2. Massa batuan dengan bidang kekar serta hasil analisis stereonet.

Gambar 3. Pengukuran jarak antar kekar pada scanline (Lama, R. D. and L. P. Gonano. 1976)
Pengaruh Ukuran Contoh terhadap Kekuatan Batuan

Gambar 4. Distribusi frekuensi spasi kekar (Pratt, H. R., Black, A. D. and Brace, W,F., 1974)

Gambar 5. Pengaruh sisi panjang contoh berbentuk kubus terhadap kuat tekan uniaksial (Pratt, H. R., Black, A. D.
And Brace, W, F., 1972)

9
Singgih Saptono, Suseno Kramadibrata, Budi Sulistianto, Ridho K. Wattimena

Gambar 6. Pengaruh volume contoh terhadap kuat tekan uniaksial untuk jenis batuan yang berbeda, dikumpulkan
oleh Lama & Gonano (Lama,R.D. and L.P.Gonano. 1976)
dan Kaczynski (Kaczynski, R. R., 1986)

Gambar 7. Pengaruh panjang terhadap kuat tekan uniaksial contoh berbentuk kubus Singh (Singh, M.M., 1981) ,
yang dikutip oleh Herget (Herget, G., 1988)
Pengaruh Ukuran Contoh terhadap Kekuatan Batuan

Gambar 8. Hubungan kuat tekan uniaksial terhadap diameter contoh batuan Basaltprophyry dan Basaltmafic
(Kramadibrata, S., and Jones, I.O., 1993)

40

30 Gabbro
C
(MPa)

20
Marble

0
0 20 40 60 80 100
Area (cm2)
12 -
Test on rock

10 -
Caia
8 -
C
(MPa)
6 -
Alto lindoso

4 - Vilarinho
das furnase

Alto lindoso
2 -
Roxo

0
1 2 4 6 8 10 20 40 60
2 2
Area (x 10 cm )
Gambar 9. Pengaruh skala pada kohesi Gabbro dan Marmer (Barosso, A., 1966)

11
Singgih Saptono, Suseno Kramadibrata, Budi Sulistianto, Ridho K. Wattimena

Gambar 10. Hasil penggambaran kekuatan geser terhadap luas geser untuk tegangan normal yang berbeda
(Schenider, H. J.,1976)
Pengaruh Ukuran Contoh terhadap Kekuatan Batuan

Gambar 11. Penurunan tegangan geser terhadap luas permukaan geser untuk tegangan normal berbeda (Schenider,
H. J.,1976)

Gambar 12. Hubungan perpindahan terhadap curah hujan pada tambang terbuka batubara (Rocha, M., 1964)

13
JTM Vol. XVI No. 1/2009

NEARSHORE CURRENT STUDY USING A QUASI 3D MODEL;


STUDY CASE : PERAIRAN PANTAI DADAP, INDRAMAYU
Engki A. Kisnarti1, Totok Suprijo2
Sari
Sebuah model sirkulasi dekat pantai kuasi tiga dimensi, yaitu shorecirc, digunakan dalam studi ini untuk
memahami sirkulasi dekat pantai yang dihasilkan oleh gelombang pecah. Model ini sebelumnya dikembangkan
oleh Putrevu dan Svendsen (1993) di Center for Applied Coastal Research (CACR). Dalam upaya untuk
mengetahui sensitivitas parameter gelombang, yaitu sudut datang, tinggi dan periode gelombang terhadap hasil
perhitungan model berupa kecepatan arus sejajar pantai, maka model diterapkan untuk mensimulasikan arus
sejajar pantai yang terjadi pantai yang lurus dan kontur kedalamannya sejajar dengan garis pantai. Dari tes
sensitivitas ini dapat diketahui bahwa nilai magnitudo arus sejajar pantai akibat adanya gelombang pecah sangat
dipengaruhi oleh nilai sudut datang gelombang ke arah pantai. Secara umum hasil tes sensitivitas parameter
menunjukkan bahwa gelombang pecah yang arah datangnya membentuk sudut terhadap pantai akan
menghasilkan arus sejajar pantai yang magnitudonya lebih besar jika dibandingkan dengan gelombang
pecahyang hampir tegak lurus arah datangnya terhadap garis pantai. Selanjutnya, model kuasi tiga dimensi ini
diterapkan di perairan pantai Dadap yang terletak di Indramayu-Indonesia. Hasil simulasi model arus sejajar
pantai di perairan pantai Dadap selanjutnya diverifikasi dengan data pengukuran. Hasil verifikasi menunjukkan
bahwa hasil simulasi model cukup bersesuain dengan data observasi

Abstract
A quasi three-dimensional nearshore circulation model, namely shorecirc, was applied in this study for
understanding nearshore circulation generated by breaking waves. The model was previously developed by
Putrevu and Svendsen (1993) in the Center for Applied Coastal Research (CACR). in order to do a sensitivity test
of wave parameters, i.e. wave breaker angle, height and period, to the magnitude of longshore current velocity, the
model was applied to synthetic, simple and plane beach. From the sensitivity test, it is known that the magnitude
of longshore current is significantly influenced by the wave angle. An Increasing in the breaking wave angle will
produce a bigger magnitude of longshore current than the one that generated breaking wave almost orthogonal to
the shore line. Further, The model was applied to the Dadap coastal waters located in Indramayu- Indonesia.
Model application the Dadap coastal waters is agreed with measurement data.

Keywords: alongshore current, three dimension quasi model.


1)
Study Program of Oceanography, FTIK-University of Hang Tuah Surabaya, Indonesia.
2)
Study Program of Earth Sains and Technology, FITB- Institute of Technology Bandung, Indonesia.
Email : totok@fitb.itb.ac.id
Higgins & Stewart,1964), are characterized by
1. INTRODUCTION use of the depth integrated momentum
It is well known that nearshore processes equations averaged over a short period surface
are strongly influenced by the propagation of wave where components of the momentum
surface waves in the surf zone where intense flux are separated into the wave-induced part
production of momentum transfer due to wave (i.e. radiation stress) and the depth-integrated
breaking takes place. When surface waves turbulent Reynolds stress.On the other hand,
approach the shore obliquely, longshore ‘shortwave-resolving’ models, which are
currents are generated near the breaker zone based on Boussinesq or Reynolds-averaged
which can cause substantial longshore non-linear shallow-water (NSW) equations,
sediment transport. The accurate prediction of resolve the short-wave motion during one
longshore current is therefore of particular wave cycle. Using the radiation stress concept,
importance in understanding nearshore Longuet-Higgins (1970a,b) was one of the first
movement of sedimentary material by bed and people to give a satisfactory theoretical
suspended transport mechanism, and hence explanation of the longshore current
long-term morphological change (Fredsoe & generation. Longuet-Higgins obtained an
Deigaard, 1992). analytical solution for the cross-beach profile
of the depth-uniform (time-mean) longshore
At present, two different approaches have current in terms of the basic incoming short
been used for modelling the generation of surface-wave parameters. Bowen (1969) and
longshore currents by obliquely incident Thornton (1970) developed similar
surface waves progressing towards a shoreline expressions. Since the publication of these
over a sloping beach. On the other hand, the pioneering works, progress was subsequently
so-called short wave averaged models, which made addressing and solving the shortcomings
are based on the concept of radiation stress of these earlier models. For example, an
associated with incoming waves (Longuet- extension of the Longuet-Higgins model to

13
Engki A. Kisnarti, Totok Suprijo

take account of large angles of wave incidence addition to the necessity of a preliminary
was given by Liu and Dalrymple (1978). The separation of the flow field into wave and
effect of lateral mixing on the longshore mean components, models based on the
current was investigated by Kraus and Sasaki radiation stress approach (including those
(1979). Although restricted to the case of a referred to above) usually involve a number of
plane sloping beach and with a substantial important assumptions some of which may not
empirical input, these analytical models can be be universally valid. For example, the
solved easily and must represent a baseline expression for the components of the radiation
against which improved modelling approach stress, which is derived from small amplitude
could be judged. non-breaking wave theory, has been extended
into the surf zone where wave height is further
Since then, short-wave-averaged models of assumed to be linearly related to local water
the longshore current have been further depth. The need for the prescription of the
developed and refined to include the case of a position of the breaker line a priori may be
barred beach, more realistic energy dissipation identified as another possible weakness in
in the surf zone and random wave incidence these models. As mentioned earlier, short-
(Wu et al., 1985; Baum & Basco, 1987; wave-resolving models involve solving
Thornton & Guza, 1986; Wind & Vreugdenhil, Boussinesq or Reynolds-averaged non-linear
1986; Larson & Kraus, 1991; Church & shallow-water (NSW) equations so that the
Thornton, 1993; Smith et al., 1993). Although short wave motion during one wave cycle is
generally giving good predictions for the wave modeled directly. This type of model, which
height and the longshore current when requires large computational time compared
compared with field and laboratory with widely used shortwave-averaged models,
measurements, a feature of these models is relatively new and still under development.
(based on linear wave theory and the The Boussinesq models have been presented
application of turbulence closure schemes of by Madsen et al. (1991), Wei and Kirby (1995)
varying degrees of sophistication) is that they among others, while the NSW models by
are two-dimensional in character since they are Hibberd and Peregrine (1979), Johns (1980),
aimed to model the short-wave averaged Johns and Jefferson (1980), Kobayashi and
circulation. In the context of sediment Karjadi (1996). Hibberd and Peregrine (1979)
transport calculations, these models, in which developed a NSW model to describe the
the short period surface-wave motion is progression of a uniform bore over a beach
assumed known, are unable to represent the towards a shoreline with some success.
potentially important contribution to the However, it is noted that a highly dissipative
suspended sediment transport rate that arises Lax-Wendroff scheme was incorporated in
from unsteadiness in the velocity and sediment their model in discretising the non-linear
concentration fields during one wave cycle. advection terms in order to describe the steep
Similarly, bed load transport calculated by wave fronts numerically.
such models represents only the tendency of
the mean transport because it is the In this paper, the authors present an
instantaneous bottom shear stress that application of the quasi 3D nearshore
determines the threshold condition for circulation model to the Dadap coastal waters.
sediment motion. The accurate prediction of longshore current in
this area is needed because an existing offshore
More recently, so-called quasi three- harbour has affected sediment transport in this
dimensional short-wave-averaged models of area. A salient sedimentary has been formed
the longshore current have been documented surrounding the structures, therefore the
(De Vriend & Stive, 1987; Svendsen & longshore current prediction is one of
Putrevu, 1994). Essentially, this type of particular importance in understanding
models obtains the three-dimensional short- nearshore movement of sedimentary material
wave averaged velocity field without the use of by bed and suspended transport mechanism,
the fully three-dimensional equations. Garcez and hence long-term morphological change in
Faria et al. (1996) presented a method of this area.
combining a depth integrated two-dimensional
model with a one dimensional vertical model II. MODEL EQUATIONS
to obtain the vertical profile of the longshore 2.1 Basic Equation
current locally. A similar approach was given The model is based on the depth-integrated
earlier by Van Dongeren et al. (1994) in their equations which in complete form and in
modelling of time-varying near-shore tensor notation read:
circulation including the longshore current. In

14
Nearshore Current Study Using a Quasy 3D Model; Study Case: Perairan Pantai Dadap, Indramayu

∂ζ ∂Qα Qα represents the total volume flux


+ =0
∂t ∂xα (1) which is defined by

ζ
∂θβ ∂ θ θ  ∂
ζ

ζ Qα = ∫ uα dz
− h0
+  α β + ∫VdαVdβdz+ ∫uwαVdβ +uwβVdα
∂t ∂xα  h  ∂xα ho ∂xα ζt (6)

τβs τβB  ζ 
(
+g ho +ζ ) ∂∂xζ − ρ + ρ +ρ1 ∂∂x S −∫τ dz=0
αβ αβ and
Q
wα is the volume flux due to the
β α  ho  short wave motion defined by

(2) ζ ζ
Qwα = ∫ uwα dz = ∫ uwα dz
− h0 ζt
In this formulation the radiation stress (7)
Sαβ is defined as
Hence we have
ζ
1 Q Q ζ
Sαβ ≡ ∫ ( pδαβ + ρuwαuwβ )dz −δαβ ρgh2 − ρ wα wβ Qα = ∫ Vα dz + Qwα
ho
2 h − h0
(3) (8)

2.2 Numerical Solution Vα is devined into


In the model, the instantaneous total fluid The currents velocity
u ( x, y, z, t ) is split into three a depth uniform part
Vmα and a depth-varying
velocity α
components:
part
Vdα by:

uα = u 'α + uwα + Vα Vα = Vmα + Vdα


(4) (9)

where
u 'α is turbulent velocity where
Vmα is defined by

component,
uwα is the wave component
Qα − Qwα
difined so that u w = 0 below through level,
Vmα =
h0 + ζ (10)
V
and α is the current velocity, which in
general is varying over depth. The overbar This implies that
denotes short wave averaging and the
subscripts x and y denote the directions in a ζ
horizontal Cartesian coordinate system. ∫ − h0
Vdα dz = 0
(11)
Figure 1.1. shows the definitions of the
coordinate system and components of From the current/IG-wave velocity profles
the current-current and current-wave
velocities used in the following. Thus
ζ interactioterms (2) can be rewritten in terms of
h a set of coefficients Mαβ, Dαβ, Bαβ dan Aαβγ
represents the mean surface elevation and 0 is which are the 3D dispersion coefficients. The
the still water depth. The local water depth i 3D-dispersion coefficients are defined by
then determined as

h = h0 + ζ (5)

15
Engki A. Kisnarti, Totok Suprijo

  Q 
ζ 1  ζ ∂Vd(0) ∂ wα   ζ (0) Qwβ 
h ∂ho ∂Vd(0)
Aαβγ = − ∫ ∫
α
− − α
  ∫ Vdβ − dz '  dz
( v ) ∂x ∂x ∂x ∂z h 
ho t
 ho γ γ γ
  ho 
  
(12)
 Q  
∂ wβ 
1  ∂Vdβ  
ζ ζ (0) (0) ζ
∂h ∂V Q
+∫ ∫ − h − o dβ   ∫ Vd(0) wα

 
− dz ' dz
∂xγ ∂z   ho
α
ho ( t )  ho
v ∂xγ ∂xγ h  
 
  

1  1  ∂V (0)  
ζ ζ ζ
Qwβ
Bαβ = −  ∫  ∫ (ho + z ') dα dz '  ∫ Vd(0) β − dz '  dz
h ho (vt )  ho ∂z  h
 o h 


ζ
1 
ζ
∂Vd(0)  ζ Qwα  
+∫  ∫ (ho + z ')
β
dz '   ∫ Vd(0) 
 
− dz ' dz
ho
(vt )  ho ∂z  h α
 o h   (13)

1 1    ζ (0) Qwβ 
ζ ζ
Qwα
∫  ∫   ∫ Vd β − dz '  dz
(0)
Dαβ = ∂V − dz '
h ho (vt )  ho  h 

h  o h  (14)

ζ
M αβ = ∫ Vd(0) (0) (0) (0)
α Vd β dz + Vd β (ζ )Qwα + Vdα (ζ )Qwβ
ho
(15)

Using these coefficients the equations can then be written in terms of surface elevations ζ and the
total volume flux components Qx and Qy as dependent unknowns. The result is
∂ζ ∂Qx ∂Qy
+ + =0
∂t ∂x ∂y (16)
And

∂Qx ∂  Qx2  ∂  QQ
x y 
+  + Mxx  +  + Mxy 
∂t ∂x  h  ∂y  h 
∂  ∂ Q  ∂ Q  ∂  Qy 
− h(2Dxx + Bxx )  x  + 2Dxy  x  + Bxx  
∂x  ∂x  h  ∂y  h  ∂y  h 
∂  ∂ Q  ∂ Q  ∂  Qy  ∂  Qy 
− h( Dxy + Bxy )  x  + Dyy  x  + Dxx   +(Dxy + Bxy )  
∂y  ∂x  h  ∂y  h  ∂x  h  ∂y  h 
∂  Qx Qy  ∂  Qx Qy 
+ Axxx + Axxy  + Axyx + Axyy 
∂x  h h  ∂y  h h

∂ζ 1  ∂Sxx ∂Sxy  1  ∂  τ s −τ B
ζ ζ

 +  ∫ τxxdz + ∫ τxydz  +
x x
=−gh −  +
∂x ρ  ∂x ∂y  ρ ∂x −ho ∂y −ho ρ
  (17)
Nearshore Current Study Using a Quasy 3D Model; Study Case: Perairan Pantai Dadap, Indramayu

∂Qy ∂  QxQy  ∂  Qy2 


+  + Mxy  +  + Myy 

∂t ∂x  h   
 ∂y  h 
∂  ∂ Q  ∂ Q  ∂  Qy  ∂  Qy 
− h(Dxy + Bxy )  x  + Dyy  x  + Dxx   + (Dxy + Bxy )  
∂x  ∂x  h  ∂y  h  ∂x  h  ∂y  h 
∂  ∂ Q  ∂  Qy  ∂  Qy 
− h( Byy )  x  + 2Dxy   + (2Dyy + Byy )  
∂y  ∂x  h  ∂x  h  ∂y  h 
∂  Qx Qy  ∂  Qx Qy 
+ Axyx + Axyy  + Ayyx + Ayyy 
∂x  h h  ∂y  h h

∂ζ 1  ∂Sxy ∂Syy  1  ∂  τ ys −τyB


ζ ζ

=−gh −  +  +  ∫ τxydz + ∫ τ yydz  +
∂y ρ  ∂x ∂y  ρ ∂x −ho ∂y −ho ρ
  (18)

The equations (16), (17), and (18) are the equations solved by the mode.

III. MODEL SENSITIVITY TEST The calculation of alongshore current


In this research, some of simulations had velocity for the wave breaker angle of waving
been done. The model was applied changing quantitatively shown in Tables 1.
synthetically and within simple areas, by using Difference of biggest percentage of maximum
the sensitivity test from wave parameters, i.e. velocity happened at wave breaker angle
wave breaker angle, height and period, to the between 330 and 360, that is equal to 9.17 %.
magnitude of longshore current velocity. Difference of smallest percentage of maximum
velocity happened at wave breaker angle
These are the results of calculation velocity between 450 and 480, that is equal to 1.96 %.
of alongshore current for the changing of wave The percentage mean from all incidence angle
breaker angle in the form of picture shown in waving equal to 4.33 %.
Figure 2. In the figure 2. (a) It can be seen that
the velocity of alongshore current increase by Results calculation of alongshore current
the increasing of wave breaker angle until 510. velocity for the changes of waves height in the
The minimum velocity of alongshore current form of picture shown in Figure 3. (a) It can be
was happened at wave breaker angle equal to seen that in spite of the changing of assess
300, meanwhile the maximum of alongshore alongshore current velocity at height waving
current happened at angle equal to 510. from 0.610 meter until 1.037 meter, and also
can be seen the accretion distance of wave
So that more stand-out its difference, hence break.
in Figure 2. (b) showed by two data with wave
breaker angle 300 and 510. First data with wave In Figure 3. (b) showed two data height
breaker angle 300, wave start to break at waving 0.610 meter and 1.037 meter. First data
distance 18 meter from coastline highly highly waving 0.610 meter, waving starting to
waving equal to 0.682 meter. Second with break at distance 18 meter from coastline
wave breaker angle 510 wave starts to break highly waving equal to 0.682 meter. Second,
happened at distance 17 meter from coastline highly waving 1.037 meter, waving starting to
highly waving equal to 0.64466 meter. If break happened at distance 28 meter from
waving propagation in domain with constant coastline highly waving equal to 1.0886 meter.
deepness and assume there no missing energy
(high of constant wave) obtained by of The comparison indicate that wave break
momentum flux. Momentum flux instruct x quicker happened at is height of wave 1.037
(normal style) is constant, momentum flux meter than height waving equal to 0.610 meter.
instruct y (normal style) is constant, hence its This matter happened because height waving
meaning there no change of momentum. equal to this 1.037 meter of big energy, so that
Gradient from momentum flux instruct x, y, cause the happening of mass transport. This
and by xy (tangential) referred by radiation big energy cause velocity of particle in top
stress. With assumption above is, ever greater waving bigger than speed creep wave so that
of gradient instruct x momentum, hence happened wave and instability break. At height
normal style of momentum flux instruct y waving equal to 0.610 meter, smaller wave
progressively make velocity of alongshore energy than is height of wave 1.037 meter.
current of ever greater coast. Smaller energy need longer time to reach

17
Engki A. Kisnarti, Totok Suprijo

instability and its of wave break. So that apart represented by x = 45(m) and 53(m). This
the happening of wave break happened quicker matter because of energy flux waving in x
highly waving big. direction is constant (dissipation by
disregarded elementary friction), so that its
The calculation of long shore current could activator style zero and no current in coastline
be done quantitatively in the form of tables direction. Height and period waving changing
shown in Tables 2. It can be seen that at the each; every 10 %, area waving breaking (zone
time of is height of wave boosted up surf) represented by x = 40(m) and 52(m). In
successively equal to 10 % that is from 0.610 the wave’s break area, the v velocity
meter till 1.037 meter, velocity maximum also component value bigger than zero, in the
increase. Difference of biggest percentage of meantime the u velocity component values still
velocity maximum happened at height waving around zero. It was seen that the v component
between 0.610 meter by 0.671 meter, that is value has much effects for the alongshore
equal to 6.72 %.Difference of smallest current forming. The velocity of alongshore
percentage of maximum speed happened at current in the surface was almost similar
height waving between 0.793 meter and 0.854 within water bottom. It was happened because
meter, that is equal to 0.20 %. The percentage of the waves start to break, so that the mixing
mean from all height waving equal to 3.10 %. was happened from the surface to the waters
bottom and after it was passing the maximum
The results calculations of alongshore of alongshore current velocity, the velocity of
current velocity for the period of wave current in the surface being a little bit bigger
changing in the form of picture shown in than in waters bottom.
Figure 4. It can be seen that happened of
alongshore current velocity changing at period The shorecirc three dimensional quasi
waving from 4.0 second until 6.8 second, model is also compared with Longuet-Higgins
although its changing was not very much. analytic model . Wave breaker angle which is
used: 100, 200, 300, 400, and 500. Other
The calculation of long shore current could parameter which used is high of wave, H =
be done quantitatively for the period of waving 0.61 meter and period waving, T = 4 second.
changing to be shown in Tables 3. It can be
seen that at the time of period waving boosted Quantitatively, the calculation result of
up successively equal to 10 % that is from 4.0 numerical velocity and analytical of
second till 6.8 second, maximum speed also alongshore current shown in table 4. It was
increase. Difference of biggest percentage of seen that the biggest differences between
maximum velocity happened at period waving numerical velocity and alongshore current
between 4.0 second by 4.4 second, that is equal analytical are at wave breaker angle 40 as
to 1.79 %. Difference of smallest percentage of much 8.42%. The difference of the smallest
maximum velocity happened at period waving percentage between numeric and alongshore
between 6.4 second and 6.8, that is equal to current analytical are at wave breaker angle 20,
0.41 %. The percentage mean from all period equal to 0.90%.the difference average equal
waving equal to 1.33 %. with 5,67%.

The alongshore current velocity could be IV. MODEL APPLICATION


perform in the 3D shape, can be seen in Figure 4.1 The Dadap Coastal Waters
5 – 7. Outside of break wave’s areas going to The Dadap Coastal water is situated by
the open sea, they have a very strong velocity existing of offshore harbor that has been
on the surface more than velocity near with developed in 1999 by Ministry of Public
bottom. Area outside region waving breaking Work. Situation map is shown in Figure 7.
(surf zone) represented by x = 21(m), 29(m),
37(m) for the wave breaker angle changing For to detect the pattern of current and
each; every 10 %. While to be height and moving the water mass, have done floating
period waving changing each; every 10 %, tracking at 16 September 2007. The floater
area outside region waving breaking (surf released at location. The floater released have
zone) represented by x = 4(m), 16(m), and done on boat. When the floater detached to
28(m). It was seen that the approximate of sea, the location recorded with GPS and its
component value u and v are zero, although time. When operation of float tracking have
within vector velocity of alongshore current on finish, the floater take away. The construction
the surface less toward the deepness. For the of floater is shown in figure 8.
wave breaker angle changing each; every 10
%, area waving breaking (zone surf)

18
Nearshore Current Study Using a Quasy 3D Model; Study Case: Perairan Pantai Dadap, Indramayu

4.2. Simulation Design direction.The surf zone representatives by x =


The validity had done to apply the 3D 58, 76, and 94. The alongshore current velocity
shorecirc quasi 3D in Dadap waters Juntinyuat, on the surface similar within water’s bottom. It
Indramayu. Desain model to used in the was happened since waves begin break around
simulation (initial condition) showed in Figure at 400.2 meter, therefore become a mixing
8. In the simulation assumed water territory in from the surface to the water’s bottom.
a state of peace without existence of horizontal
and also vertical movement, causing appliesu From figure 11, was seen in the tracking 1
=v=w=ζ=0 and 3, relation between observation in the field
and simulation model show that observation
Boundary condition therefore need to be result in the field more dominant than
specified along three different types of simulation model. Otherwise, in the tracking 2
boundaries. At the seaward boundary, an open the relation between observation in the field
boundary condition needs to be specified that and simulation model show that simulation
can generate incoming (long) waves and model bigger than observation in the field.
currents and at the same time allow the Therefore, generally the relation between
outgoing waves to leave the calculation observation in the field and simulation model
domain with minimal reflection. This kind of show that observation in the field bigger than
(absorbing-generating) boundary condition is compare with simulation model. It has shown
available in model. with deviation standard as much 0.051 m/sec.
Relation picture between observation in model
At the cross-shore boundaries, in the simulation and field showed in Figure 13.
present version of the model, there are several
ways of specifying the lateral boundary VI. CONCLUSSIONS
conditions which represent the conditions The result of simulation and discussion
along the upstream and downstream cross- which had been done, could be obtained some
shore boundaries (in the sense of the of conclusion. In the sensitivity test,
dominating alongshore current). The following alongshore current velocity more significant in
options are available: a periodic boundary the increasing of wave breaker angle (4.33%)
condition can be used. This means that the compare with the increasing of height waves
instantaneous flow at each point of one of the (3.10%) and waves period (1.33%). The
cross-shore boundaries is mirrored at the increasing of height waves, in spite of to
equivalent point of the other cross-shore increase alongshore current velocity, it was
boundary. also increase the distance of waves breaker
The other option is to place a vertical wall happening. The big of height wave has a big
at a very small depth (a few cm) along the energy more than the small height waves. The
shoreline. Only the cross-shore volume flux is bigger energy was faster to achieve instability,
therefore break first than energy that it has by
set to zero, no constraint is required on the small height waves. The outside of surf
and in general the model computes zone, the velocity on the surface bigger than in
along the shoreline. the bottom. It was happened since the energy
that belongs to the waves was not reach yet to
4.3 Measurement Campaign at Dadap the bottom. When the waves begin break, the v
Coastal Waters component within breakers waves areas more
Figure 9 show movement objek in Dadap dominate than u component.
waters. During measuring, objek (float)
moving go along on shore. This moving The validation result between observation
coused side effect from tide. To disappear side in the field and simulation model show of
effect from tide, have done computation v deviation standard as much as 0.051 m/sec.
direction and velocity alongshore current. This
result showed in Figure 10.
REFERENCES
V. DISCUSSION 1. Fredsoe, J. & Deigaard, R. 1992 Mechanics
The velocity of alongshore current of Coastal Sediment Transport, World
vertically, can be seen in Figure 12. The Scientific, Singapore, 369 pp.
outside surf zone area, representatives by x= 4, 2. Haas, K. A, I. A. Svendsen, M. C. Haller,
22, 40. The alongshore current velocity on the and , Q. Zhao, 2003, ”Quasi-Three-
surface similar with water’s bottom for energy Dimensional Modeling of Rip Current
flux was decreased in x direction, meanwhile Systems”, Journal of Geophysical Research,
the radiation stress worked in y positive Vol. 108.

19
Engki A. Kisnarti, Totok Suprijo

3. Haas, K. A, I. A. Svendsen, R. W. Brander, Waves in the Surf Zone and Longshore


and , P. Nielsen, 2002, ”Modeling of a Rip Current Generation over a Plane Beach”,
Current System on Moreton Island, Estuarine, Coastal and Shelf Science,395-
Australia”, International Conference on 413.
Coastal Engineering. 8. Putrevu, U. and I. A. Svendsen, 1999,
4. Haas, K. A, I. A. Svendsen, and Q. Zhao, “Three-dimensional Dispersion of
2000, “3-D Modeling of Rip Currents”, Momentum in Wave-induced Nearshore
International Conference on Coastal Currents”, Eur.J.Mech. B/Fluids, 83-101.
Engineering. 9. Svendsen, I. A. and U. Putrevu, 1994,
5. Horikawa, K., ”Nearshore Dynamics and “Nearshore Mixing and Dispersion”, Proc.
Coastal Processes”, University of Tokyo Roy. Soc. Lond, A, 445,561-576.
Press, 1988. 10. Zhao, Q., I. A. Svendsen, and K. Haas,
6. Komar, P.D., 1976, “Beach Processes and 2003, “Three-Dimensional Effects in Shear
Sedimentation”, Prentile Hall Inc., New Waves”, J. Geophys. Res.,
Jersey. 108(C8),3270,doi:10.1029/2002JC001306.
7. Li, Z and B. Johns, 1998, “A Three-
Dimensional Numerical Model of Surface

Table 1. The result of maximum calculation of alongshore current of its change percentage and
coast with wave breaker angle changing every 10 %.

Angle (0) Max Velocity (m/sec) Percent (%)


30 0.92846
6.03
33 0.98802
9.17
36 1.0878
4.24
39 1.136
3.55
42 1.1778
2.94
45 1.2135
2.42
48 1.2436
1.96
51 1.2685
Average 4.33

20
Nearshore Current Study Using a Quasy 3D Model; Study Case: Perairan Pantai Dadap, Indramayu

Table 2.The result of maximum velocity of alongshore current of its change percentage and coast highly waving
changing every 10 %.

High of wave (H) Max Velocity (m/sec) Percent (%)


0.61 0.92846
6.72
0.671 0.99539
0.73
0.732 1.0027
5.46
0.793 1.0606
0.20
0.854 1.0627
4.48
0.915 1.1125
1.29
0.976 1.1270
2.84
1.037 1.1600
0.81
1.098 1.1695
3.58
1.159 1.2129
3.28
1.22 1.2540
Average 3.10

Table 3.The result of maximum calculation of alongshore current of its change percentage and coast with period
waving changing every 10 %.

Period Wave (T) Max Velocity(m/sec) Persent (%)


4.0 0.8014
1.79
4.4 0.8161
1.39
4.8 0.8276
0.73
5.2 0.8336
0.73
5.6 0.8398
0.59
6.0 0.8448
0.49
6.4 0.8494
0.41
6.8 0.8524
Average 1.33

21
Engki A. Kisnarti, Totok Suprijo

Figure 1.Definition sketch

(a) (b)

H = 0.610 m, T = 4 sec H = 0.610 m, T = 4 sec


1.4 1.6
alpha 30 current (m/sec), a=30
velocity of longshore current (m/s)

current (m/sec), a=51


alpha 33 1.4 High of break w ater (m), a=30
1.2
alpha 36 high of break w ater (m), a = 51
alpha 39 breaker line, a = 30
1.2
1.0 breaker line, a = 51
alpha 42 Series7
alpha 45 1
0.8 alpha 48
alpha 51 0.8
0.6
0.6
0.4
0.4

0.2
0.2

0.0 0
0 10 20 30 40 50 60 0 10 20 30 40 50 60
distance (m) distance (m)

Picture 2. The velocity of alongshore current increase by increasing wave breaker angle. (a) The velocity of
alongshore current increase by the increasing of wave breaker angle until 510. (b) The velocity of
alongshore current increase by increasing wave breaker angle 300 and 510.

22
Nearshore Current Study Using a Quasy 3D Model; Study Case: Perairan Pantai Dadap, Indramayu

(a) T = 4 detik, a = 30
0 (b) T = 4 detik, a = 30
0
1.4 1.6
H = 0.610 m
velocity of longshore current (m/s)

H = 0.671 m
1.4
1.2 H = 0.732 m
H = 0.793 m
1.2
1 H = 0.854 m
H = 0.915 m
1.0
0.8 H = 0.976 m
H = 1.037 m
0.8
0.6
0.6
current (m/sec), H = 0.610 m
0.4 current (m/sec), H = 1.037 m
0.4 high of breaker w ave (m), H = 0.610 m
high of breaker w ave (m), H = 1.037 m
0.2 breaker line, H = 0.610 m
0.2
breaker line, H = 1.037 m
Series7
0 0.0
0 10 20 30 40 50 60 0 10 20 30 40 50 60
distance (m) distance (m)

Figure 3. The velocity of alongshore current for height change waving. (a) The velocity of alongshore current at
height waving from 0.610 meter until 1.037 meter. (b) two data highly waving 0.610 meter and 1.037
meter

T = 4 sec, a = 30 degre
T=
4.0
velocity of longshore current (m/s)

sec
T= 4.4
sec

T=
4.8
sec

distance (m)

Figure 4. The velocity of alongshore current at period waving from 4.0 second till 6.8 second

23
Engki A. Kisnarti, Totok Suprijo

(a)

(b)

Picture 4. Snapshots of the 3D variation: (a) breaker wave angle 300, (b) 510.

24
Nearshore Current Study Using a Quasy 3D Model; Study Case: Perairan Pantai Dadap, Indramayu

(a)

(b)

Figure 5. Snapshots of the 3D variation: (a) H = 0.61 m, (b) H = 1.037 m.

Figure 5. Snapshots of the 3D variation: (a) H = 0.61 m, (b) H = 1.037 m.

25
Engki A. Kisnarti, Totok Suprijo

(a)

(b)

(b)

Figure 6. Snapshots of the 3D variation: (a) T = 4.0 second, (b) T = 6.8 second

26
Nearshore Current Study Using a Quasy 3D Model; Study Case: Perairan Pantai Dadap, Indramayu

Location of Tracking

Figure 7.Location of tracking and design of model

Figure 7. Location of tracking and design of model

Figure 8. Construction of floater

27
Engki A. Kisnarti, Totok Suprijo

tracking tracking
2 3

Figure 9. Floating Movement

tracking tracking tracking 1

Picture 10. Direction movement

28
Nearshore Current Study Using a Quasy 3D Model; Study Case: Perairan Pantai Dadap, Indramayu

Figure 11. The velocity of alongshore current, observation vs numeric

29
Engki A. Kisnarti, Totok Suprijo

Figure 12. Snapshots of the 3D variation.

0.30
Tracking 1
Tracking 2
Tracking 3
0.25 Linear
Observation (m/sec)

0.20

0.15

0.10

0.05
0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30

Simulation Model (m/sec)

Figure 13. Relation picture between observation in model simulation and field.

30
JTM Vol. XVI No. 1/2009

MODIFIKASI METODE BOBERG-LANTZ UNTUK MEMPREDIKSI


PERFORMA LAJU PRODUKSI MINYAK PADA SUMUR INJEKSI
UAP HUFF & PUFF

Tutuka Ariadji1 , Djabaruddin2


Sari
Metode Boberg-Lantz merupakan salah satu metode yang digunakan untuk memprediksi performa laju produksi sumur
injeksi uap Huff &Puff. Metode Boberg-Lants ini mendeskripsikan proses stimulasi dengan menggunakan model
analitik berbentuk silindris yang menggunakan asusmi untuk temperatur rata-rata uap yang diinjeksikan yang
selanjutnya dikembangkan menjadi model semi-analitik. Dari hasil kajian dengan data lapangan, terbukti bahwa
peramalan dengan Metode Boberg-Lantz ini tidak dapat merepresentasikan kinerja produksi pada periode awal saat
naik hingga ke puncak produksi. Atas dasar hal tersebut penelitian ini dilakukan untuk memperbaiki profil peramalan
kinerja produksi tersebut dan waktu produksi sampai puncak. Metode Boberg-Lantz tidak memodelkan waktu puncak
produksi tersebut. Selanjutnya penelitian ini mengkaji modifikasi Metode Boberg-Lantz untuk menganalisa sensitivitas
waktu injeksi dan massa uap terhadap waktu puncak produksi dan telah dihasilkan satu persamaan baru yang lebih
merepresentasikan kinerja produksi di lapangan.

Kata kunci: Metode Boberg-Lantz, metode modifikasi Boberg-Lantz waktu puncak produksi, laju produksi maksimum,
waktu injeksi, massa uap

Abstract
Boberg-Lantz method is one of a method that is used to predict oil rate performance of huff & puff injection steam wells.
Boberg-Lantz Method describes process of the stimulation using ananalytical model and step functions of average
temperature between front and rear of the steam injection. The forecasting performance shows that it couldn,t represent
early production performance when increase up to peak production. Base on that reason, this research was done to
ignore the fore casting profile of the peak production time, because the method of Bpberg-Lantz doesn’t analyze that
early period of the ptoduct on profile. Furthermore, this research is dedicated towards modification of the Boberg-Lantz
method to analyze sensitives of time injection and steam mass to the time to peak production, and it has been resulted a
new equation which is more representating the maximum of performance production in the fields.

Keywords: Boberg-Lantz method, modified Boberg-Lantz method, time to peak of production, maximum production rate,
time of injection, mass of steam injection.
1)
Teknik Perminyakan – Institut Teknologi Bandung
2)
Teknik Perminyakan – Institut Teknologi Bandung
Email : djavier_tm03@yahoo.co.uk

I. PENDAHULUAN dengan periode Soaking Time (waktu


Beberapa metoda telah dikembangkan untuk penjenuhan).
menghitung hasil perolehan stimulasi injeksi uap.
Salah satu metode yang digunakan adalah metode Metode Boberg-Lantz ini tidak memodelkan
Boberg-Lantz. Metode Boberg-Lantz ini fenomena kenaikan produksi saat setelah
mendeskripsikan proses stimulasi dengan dilakukan stimulasi, tetapi hanya menghitung dan
menggunakan model yang sederhana namun menganalisa pada bagian penurunan produksi
cukup kompleks secara analitiknya. Metode yang telah melewati waktu puncak produksi.
Boberg-Lantz ini telah berhasil digunakan untuk Metode Boberg-Lantz mengasumsikan bahwa
validasi sejarah produksi pada sejumlah sumur minyak yang berada di luar jari-jari pemanasan
yang telah distimulasi dengan menggunakan akan mengisi pori-pori yang ditinggalkan oleh
injeksi uap. minyak yang terproduksi yang berada di dalam
daerah jari-jari pemanasan, sehingga dari metode
Metode di lapangan yang digunakan untuk yang dilakukan akan menghasilkan asumsi
stimulasi injeksi uap adalah Huff dan Puff. minyak yang berada di luar jari-jari pemanasan
Metode ini dilakukan secara bergantian untuk tak terbatas.
injeksi uap dan produksi minyak pada satu sumur
yang sama. Definisi Huff adalah suatu perioda Paper ini bertujuan untuk memperkirakan dan
yang dilakukan proses penginjeksian sejumlah menganalisa proses yang terjadi sebelum waktu
uap air ke dalam sumur. Sedangkan Puff adalah puncak produksi dilampaui, sehingga metode
suatu periode yang dilakukan proses produksi Boberg-Lantz dapat digunakan untuk
fluida formasi dari reservoir menuju permukaan. memprediksi performa laju produksi sumur
Di antara periode Huff dan Puff, diperlukan minyak dengan menggunakan injeksi uap Huff
sejumlah waktu periode tertentu yang disebut dan Puff lebih representatif.

53
Tutuka Ariadji, Djabaruddin

II. TEORI DASAR dimana uap langsung kontak dengan dinding


Pada dasarnya proses siklus stimulasi uap adalah r
proses dengan menurunkan viskositas minyak casing, maka e adalah jari-jari casing bagian
yang berada di sekitar reservoir sekitar lubang dalam. Apabila terdapat tubing yang berinsulasi,
sumur dengan cara menaikkan temperatur di maka kira-kira re adalah jari-jari dalam tubing
sekitar lubang sumur tersebut untuk jarak yang walaupun perhitungan ini diambil secara kasar.
terbatas.
2.2 Kuantitas Uap
Pada Gambar 1 diperlihatkan skema dari Uap air yang digunakan pada injeksi uap pada
perpindahan panas dan aliran fluida di sekitar sumur huff & puff harus berupa uap yang
lubang sumur. Perhitungan untuk metode tersaturasi. Uap air yang tersaturasi adalah uap air
penentuan perpindahan panas dan laju alir akan yang masih bercampur dengan sedikit air dan
dibahas pada pembahasan selanjutnya. Sebagai belum seluruhnya massa air yang dipanaskan
ringkasan, perhitungan selanjutnya tersebut menjadi uap.
mengasumsikan bahwa zona pasir produksi
minyak adalah seragam dan pergerakan Uap air tersebut mempunyai fraksi kualitas uap.
perpindahan panas tersebut menginvasi secara Fraksi kualitas uap ini akan berubah-ubah seiring
radial sesuai dengan arah aliran injeksi uap. terjadi perubahan temperatur dan kehilangan
panas. Fraksi kualitas uap ini akan berbeda pada
Untuk kasus beberapa sumur yang berproduksi saat di permukaan dengan di lubang sumur. Hal
dari beberapa lapisan pasir, maka untuk tiap-tiap ini terjadi karena uap air ini selama perjalanan
lapisan pasir mempunyai aliran radial menuju dasar lubang sumur atau lubang perforasi
perpindahan panas, menginvasi secara seragam melewati suatu pipa yang disebut tubing. Di
dan merata. Dalam perhitungan jari-jari dalam tubing ini terjadi kehilangan panas.
pemanasan, rho, akan diperhitungkan terjadinya
kehilangan energi yang berasal dari lubang sumur Ada dua jenis kehilangan panas yang terjadi
dan konduksi terhadap batuan impermeabel dan selama proses stimulasi injeksi uap, yaitu: secara
terhadap batuan pasir yang berproduksi. konduksi dan konveksi. Kehilangan panas secara
konduksi terjadi antara uap dengan bahan logam
2.1 Energi Panas yang Hilang dari tubing itu sendiri. Sedangkan kehilangan
Untuk menghitung berapa besarnya daerah panas yang terjadi secara konveksi antara uap
pemanasan yang diakibatkan oleh pemanasan uap dengan fluida formasi yang ada di dalam lubang
tersebut diperlukan estimasi kuantitas dari panas sumur. Fraksi kualitas uap air rata-rata dasar
yang sebenarnya setelah dinjeksikan ke dalam
sumur X , yang memasuki periode injeksi uap
lubang sumur. Perhitungan besarnya daerah
didefinisikan sebagai berikut:
pemanasan juga memperhitungkan kehilangan
Qhl D
panas yang terjadi selama di lubang sumur. X = X surf −
M s H wv (2)
Beberapa metode sering dipakai untuk
memperhitungkan kehilangan panas di lubang
sumur seperti metode Huygen-Huitt. 2.3 Jari-jari Pemanasan
Selama penginjeksian uap, temperatur yang
Metode yang sederhana adalah dengan terjadi di sekitar lubang dan zona produksi adalah
mengasumsikan secara konstan temperatur rata- temperatur kondensasi uap air Ts , yakni
rata injeksi uap dengan temperatur rata-rata temperatur saturasi uap pada tekanan injeksi uap
gradien panas bumi. Hal ini untuk mempermudah dasar sumur. Temperatur yang turun drastis dari
perhitungan kumulatif energi yang hilang selama sumur ke formasi selama periode injeksi
injeksi berlansung. Kumulatif energi panas yang diabaikan pada analisis perhitungannya.
hilang, Qhl didefinisikan sebagai:
T
Temperatur s , diasumsikan sama dan merata

2π K h re2  Ts − Tr +
aD 
I sejauh jari-jari pemanasan rh , dan turun
QHi =  2  mendadak (step function) menjadi temperatur
α (1) formasi Tr di luar jari-jari pemanasan.
dimana parameter I dibaca dari Gambar 2. Jari-jari pemanasan dihitung dengan
Sebagai fungsi dari parameter waktu yang tidak menggunakan persamaan Marx-Langenheim.
2
berdimensi yaitu α t i / re . Pada kasus reservoir dengan batuan pasir yang
berlapis-lapis, diasumsikan bahwa semua lapisan
Apabila di dalam lubang sumur tersebut tidak mempunyai tebal lapisan yang sama, terinvasi
terdapat tubing berinsulasi atau terdapat kasus secara seragam dan merata. Jari-jari pemanasan

54
Modifikasi Metode Boberg-Lantz untuk Memprediksi Performa Laju Produksi Minyak pada Sumur Injeksi
Uap Huff & Puff

dapat dihitung dengan menggunakan persamaan terhadap jarak dari lubang sumur hingga jari-jari
berikut ini: pemanasan tersebut dapat terlihat bahwa
temperatur turun secara gradual ditunjukkan
ˆ ( XH + H − H ) ξ
hM dengan garis yang tegas. Hal ini disebabkan
s fv fs fr s
rh2 = terjadi kondensasi uap air menjadi air panas.
4 K hπ (Ts − Tr ) ti N s Kondensasi ini terjadi di depan uap air sehingga
(3)
transfer panas yang seharusnya diterima oleh
minyak dari uap air terhalang oleh air panas.
Fungsi ξ s , didapatkan dengan cara membuat Sebagian besar transfer panas ini akan diserap
kurva fungsi dari waktu yang berdimensi oleh air panas sebelum mencapai minyak, oleh
τ = 4 K h ti / hˆ 2 ( ρ c ) R + F , seperti diperlihatkan pada karena itu temperatur berkurang secara bertahap
Gambar 3. sejalan dengan bertambahnya jarak pemanasan
dari lubang sumur. Sedangkan pada profil
Persamaan ini dapat digunakan untuk reservoir distribusi temperatur dengan menggunakan
yang berlapis-lapis, namun diperlukan beberapa pendekatan metode Marx-Langenheim yang
asumsi-asumsi seperti waktu injeksi yang cukup ditunjukkan oleh garis putus-putus mengabaikan
singkat dan diperlukan ketebalan lapisan shale perhitungan temperatur yang turun secara
yang besar agar tidak terjadi pemanasan pada gradual. Pendekatan metode Marx-Langenheim
pertengahan lapisan shale pada saat waktu injeksi ini akan mempunyai tingkat kesalahan yang kecil
berlangsung. apabila laju alir fluidanya tinggi.

2.4 Profil Temperatur Pada Daerah 2.5 Konduksi Panas


Pemanasan Konduksi panas yang hilang secara radial
Temperatur rata-rata
Tavg
, pada daerah didefinisikan sebagai vr . Koreksi konduksi
pemanasan dihitung dengan menggunakan terhadap energi yang hilang secara radial dapat
persamaan berikut ini: dihitung dengan menggunakan persamaan berikut
ini4:
Tavg = Tr + (Ts − Tr )  vr vz (1 − δ ) − δ 
(4) 2
∞ e−θr y J12 ( y ) dy
Persamaan temperatur rata-rata dihitung untuk
vr = 2∫
0 y (5)
setiap waktu setelah waktu diberhentikannya
proses injeksi uap, persamaan tersebut
dimana θ r = α ( t − ti ) / rh . Persamaan 5 di atas dapat
2
berdasarkan pada perkiraan perpindahan panas
yang terjadi di sekitar daerah pemanasan tersebut.
diperoleh dengan membuat plot antara vr dengan
Daerah pemanasan didefinisikan sebagai daerah
yang terdapat antara jari-jari lubang sumur θ r yang diperlihatkan pada Gambar 5.
dengan jari-jari pemanasan rw < r < rh .
Konduksi panas yang hilang secara vertical
Persamaan tersebut terdapat komponen variabel didefinisikan sebagai v z . Perpindahan panas
vr dan v z yang didefinisikan sebagai variabel vertikal secara konduksi dipengaruhi oleh
kuantitas tak berdimensi yang digunakan untuk perlapisan batuan pasir dan shale secara
memperhitungkan konduksi panas dari zona berurutan. Koreksi konduksi secara vertikal dapat
pemanasan pasir yang berproduksi minyak dihitung dengan menggunakan persamaan
terhadap batuan yang tidak berproduksi di sebagai berikut:
sekitarnya. Sedangkan δ adalah variabel koreksi
yang memperhitungkan perpindahan energi dari hl 4α ( t − ti )   hl 
vz = erf − 1− exp  − 
lapisan pasir terhadap fluida produksi seperti 4α ( t − ti ) π hl   4α ( t − ti )  (6)
minyak, gas, dan air. Apabila perpindahan panas
yang terjadi sangat kecil seperti laju alir yang
h = hj + z
rendah, maka komponen δ dapat diabaikan dan Dimana j Hasil dari Persamaan (6) di
komponen akhir persamaan berkurang dan hanya atas ditunjukkan pada Gambar 5 sebagai fungsi
[vr vz ] . θ z = α ( t − ti ) / z 2

menjadi waktu tidak berdimensi .


Perhitungan dengan menggunakan Persamaan (6)
Profil temperatur yang terjadi di daerah hanya mengasumsikan menghitung berdasarkan
pemanasan berdasarkan persamaan Marx- satu pasang lapisan pasir. Satu pasang lapisan
Langenheim ditunjukkan oleh Gambar 4. Pada batuan yang pasir terdiri dari satu lapisan batuan
profil distribusi temperatur yang sesungguhnya pasir dan satu lapisan batuan shale.

55
Tutuka Ariadji, Djabaruddin

Variabel z menyatakan ketebalan hipotetik yang H w = 5.615 ρ w [ Rw ( H wt − H wr ) + Rwv H wv ]


ditambahkan pada ketebalan satu lapisan batuan (12)
pasir. Hal ini termasuk perhitungan untuk seluruh
 Pwv 
energi panas yang diinjeksikan dan kehilangan Rwv = ( 0.0001356 )   Rg
panas ke lapisan shale selama proses injeksi  Pw − Pwv  (13)
berlangsung. Persamaan untuk menghitung
ketebalan hipotetik z ditunjukkan sebagai berikut: Pada saat Pw > Pwv dan Rwv < Rw , maka Rwv =
Rw, ketika Pw < Pwv dan jika perhitungan Rwv
 XH wv + H ws − H wr  dengan menggunakan persamaan 13 lebih besar
z = M s  − hˆ daripada Rmv maka Rmv = Rw.
π rh ( ρ C ) R + F ( Ts − Tr )  N s 
2
  (7)
2.6 Perhitungan Laju Produksi Minyak
Panas yang hilang bersamaan dengan fluida yang Perhitungan laju produksi minyak. Untuk
terproduksi didefinisikan sebagai δ . Panas yang beberapa kasus lapangan yang mempunyai
hilang dari formasi bersamaan dengan fluida reservoir dengan karakteristik fluida minyak
yang terproduksi dapat dihitung dengan berat, maka dapat menggunakan persamaan aliran
menggunakan persamaan sebagai berikut yang radial steady-state untuk memprediksi laju
merupakan persamaan tak berdimensi: produksi minyak. Reservoir harus mempunyai
cukup tenaga pendorong dan viskositas minyak
H *f dx rendah untuk memproduksikan minyak dalam
1 t
2 ∫ti
δ= Ns
kondisi tidak dipanaskan.
π rh2 ( ρC ) R+F (Ts − Tr ) ∑hi
i =1 (8) Metode ini tidak memperhitungkan pengurangan
saturasi minyak di dalam area pemanasan.
Perhitungan Persamaan (8) membutuhkan Metode ini mengasumsikan bahwa minyak yang
beberapa langkah pengulangan (iterasi). Hal ini berasal dari luar area pemanasan bergerak
H *f menggantikan minyak yang telah terproduksi di
disebabkan laju energi yang hilang adalah dalam area pemanasan tersebut.
Tavg
fungsi dari temperatur rata-rata , sedangkan
Pendekatan persamaan diasumsikan dengan
temperatur rata-rata merupakan fungsi dari δ , steady-state untuk indeks produkstivitas. Untuk
panas yang hilang bersamaan dengan fluida reservoir yang deplesi, persamaan rasio indeks
produksi. δ merupakan fungsi dari laju energi produktivitas minyak yang telah distimulasi
H* Tavg ( J h = qoh / ∆P ) terhadap indeks produktivitas
yang hilang f . Sehingga awalnya
diasumsikan sama dengan temperatur reservoir
minyak sebelum distimulasi JC , adalah:
Tr
.
JH 1
Untuk kasus gas dan uap air terproduksi J= =
JC µ oh
diabaikan maka perhitungan laju energi yang c1 + c2
µoc (14)
H *f
hilang , menggunakan persamaan sebagai c1 dan c2 adalah faktor geometrik, termasuk
berikut:
pola geometrik dan faktor skin sumur.
H = 5.61qoh ( ρ C )o + Rw ( ρC ) w  (Ts − Tr )
*
c c
f
(9) Perhitungan penentuan 1 dan 2 disajikan pada
Tabel 1.
Sedangkan untuk kasus gas dan uap air
terproduksi diperhitungkan maka perhitungan Tabel 1. Penentuan persamaan C1 dan C2
H *f
laju energi yang hilang menggunakan
persamaan sebagai berikut: Sistem C1 C2
Radial,
H *f = 5.61qoh  H og + H w  konsta ln ( rh / rw ) ln ( re / rh )
(10) n Pe ln ( re / rw ) ln ( re / rw )
dimana Radial, ln ( rh / rw ) − rh2 / 2re2 ln ( re / rh ) − 1/ 2 + rh2 / 2re2
Pe ln ( re / rw ) − 1/ 2
H og = 5.61( ρ C )o + Rg cg  (Tavg − Tr ) decline ln ( re / rw ) − 1/ 2
(11)
Modifikasi Metode Boberg-Lantz untuk Memprediksi Performa Laju Produksi Minyak pada Sumur Injeksi
Uap Huff & Puff

2. Modifikasi persamaan analitik metode


Pada persamaan 14 mempunyai asumsi yang Boberg-Lantz untuk memprediksi laju
implisit, yaitu pengaruh pemanasan dan fluida produksi sumur minyak.
injeksi terhadap permeabilitas efektif minyak 3. Validasi model persamaan modifikasi
diabaikan. Apabila injeksi uap dilakukan pada Boberg-Lantz dengan contoh perhitungan
reservoir yang banyak mengandung lempung untuk sumur Q-594 Lapangan Quiriquire.
maka akan terjadi swelling, dan dapat 4. Validasi model persamaan modifikasi
mengurangi harga permeabilitas. Sering kali dengan hasil produksi yang diperoleh di
injeksi uap yang dilakukan akan mengalami lapangan.
permasalahan kepasiran. Masalah ini sering
timbul pada reservoir yang termasuk ke dalam 3.1 Validasi Metode Boberg-Lantz
jenis unconsolidated sand. Validasi dari perhitungan prediksi laju produksi
stimulasi injeksi uap metode Boberg-Lantz
Penentuan laju alir minyak sebagai fungsi waktu, dengan makalah aslinya perlu dilakukan.
dibutuhkan indeks produktivitas sebelum
Proses validasi metode ini dengan menggunakan
stimulasi J C , dan tekanan statik reservoir Pe , data dari sumur Q-594 dari lapangan Quiriquire.
sebagai fungsi dari kumulatif produksi fluida. Data yang diperlukan untuk proses perhitungan
Laju alir setelah stimulasi dapat ditentukan disajikan dalam Tabel 2. Apabila ada data yang
dengan menggunakan persamaan sebagai belum tersedia maka dipergunakan korelasi
berikut4: dengan menggunakan referensi 5&6.

qoh = JJ C ∆P (15) Tabel 2. Data Tes Stimulasi untuk sumur


Quiriquire, Q-594
Kedalaman, ft 4,050
dimana J ditentukan dengan menggunakan
persamaan 14. Ketebalan, ft 470
Ketebalan bersih, ft 183
Metode Boberg-Lantz didesain hanya untuk Temperatur reservoir, F 119
reservoir jenis minyak yang mempunyai
viskositas sedang yang diproduksikan dari Viscosit minyak, cp 133
beberapa lapisan pasir yang mempunyai Oil gravity, API 14.5
ketebalan kecil, ketersediaan harga ekstrapolasi Oil Spesific Heat, Btu/lb-F 0.469
indeks produktivitasnya dan ketersediaan kurva Formation thermal diffusivity,
water cut. Metode ini tidak cocok untuk jenis sqft/d 0.631
minyak yang mempunyai viskositas tinggi yang Formation thermal conductivity,
menyebabkan harga indeks produktivitasny Btu/d-ft-F 24.0
berharga nol dan jarak antar sumurnya sangat
Sand-shale ratio 0.64
berdekatan sehingga area pemanasannya lebih
Average individual sand thickness,
besar daripada area pengurasan minyak yang
ft 11.43
diperoleh.
Formation depth-section thickness
ratio 8.5
III. METODOLOGI
Model analitik yang dikembangkan oleh Boberg- Jari-jari sumur, ft 0.292
Lantz telah dibuat dengan menggunakan bahasa Skin Factor (before and after
pemograman fortran. Pada paper ini diberikan heating) 5.1
data-data sumur-sumur yang telah diaplikasikan Effective drainage radius, ft 570
yang digunakan adalah pencocokan model Normal producing bottom-hole
analitik Boberg-Lantz yang telah dimodifikasi pressure, psia 100
dengan data produksi di lapangan. Berikut ini Static Formation pressure, psia 490
adalah prosedur pengerjaan untuk pengembangan
persamaan modifikasi dari metode Boberg-Lantz. Producing gas-oil ratio, Scf/bbl 980
Langkah-langkah pengerjaan adalah sebagai Prestimulation
berikut: Laju alir minyak, bbl/d 135
1. Validasi model analitik ini dengan contoh WOR, bbl/bbl 0.83
perhitungan yang dilakukan pada paper yang GOR, scf/bbl 985
dikeluarkan oleh Boberg-Lantz untuk sumur First Stimulation Cycle
Q-594 pada lapangan Quiriquire. 18,130,00
Injected steam, lb 0

57
Tutuka Ariadji, Djabaruddin

Wellhead injection pressure, psig 770 periode waktu tersebut diinjeksikan uap untuk
siklus yang kedua.
Waktu injeksi, hari 46
Shut-in time following injection, 3.2 Modifikasi Metode Boberg-Lantz
hari 2 Modifikasi metode Boberg-Lantz ini didasari atas
Ratio of maximum pumping perilaku kecenderungan reservoir untuk
capacity to original lifting memproduksikan fluida dengan adanya kenaikan
requirement 3 hingga puncak puncak produksi kemudian laju
Water-oil ratio behavior following produksi turun seiring bertambahnya waktu
injection 2.83 produksi. Sedangkan pada metode Boberg-Lantz,
Duration of cycle, hari 487 hasil prediksi yang digunakan tidak
Stimulated producing, hari 378 memperhitungkan adanya fenomena puncak
produksi yang dicapai dengan waktu tertentru
Actual oil producing, bbl 80,803
yang selanjutnya disenut waktu puncak produksi.
Calculated oil production, bbl 84,000 Fenomena waktu produksi inilah yang menjadi
Theoretical cold production, bbl 50,841 bahan pertimbangan untuk memodifikasi metode
Boberg-Lantz ini. Untuk memenuhi pembuatan
a includes shut-in time following injection
persamaan modifikasi metode Boberg-Lantz ini
b Total calendar days including injection time digunakan beberapa data produksi sumur-sumur
di lapangan.
Hasil perhitungan metode Boberg-Lantz dengan
makalah Boberg-Lantz diplot ke dalam kurva Dalam penelitian ini digunakan beberapa data
produksi yang ditunjukkan pada Gambar 5. lapangan yang telah dilakukan proyek injeksi uap
terhadap tiga sumur di suatu lapangan. Ketiga
Dapat dilihat hasil plot laju produksi minyak sumur masing-masing diberi nama ADA#22,
terhadap waktu antara perhitungan penulis ADA#32, dan ADA#35.
dengan yang diambil langsung dari makalah
Boberg-Lantz sangat jauh berbeda. Hasil yang Dengan melakukan penyelarasan metode
didapatkan dengan menggunakan perhitungan di Boberg-Lantz agar cocok dengan data produksi
makalah pada awal produksi terjadi peningkatan lapangan, akhirnya didapatkan suatu kesimpulan
produksi seiring berjalannya waktu produksi bahwa hanya dua parameter yang memberikan
hingga mencapai waktu puncak produksi dengan pengaruh utama untuk menentukan waktu puncak
laju produksi maksimum mencapai 371 BOPD produksi (time to peak). Kedua parameter-
dan kemudian terjadi penurunan laju produksi parameter tersebut adalah waktu injeksi dan
seiring bertambahnya waktu setelah melewati banyaknya kapasitas uap yang dinjeksikan
waktu puncak produksi. Sedangkan perhitungan kedalam lubang sumur. Terdapat hubungan antar
dengan menggunakan software, didapatkan hasil kedua parameter ini terhadap perubahan waktu
di awal produksi tinggi hingga mencapai puncak produksi. Hubungan kedua parameter
produksi maksimum dengan laju produksi tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan
maksimum, Qomaks, berkisar lebih kurang 554 persamaan usulan sebagai berikut:
BOPD. Kemudian laju produksi minyak menurun
seiring bertambahnya waktu produksi. 69,931, 245.92
t peak = 93.8013 − 0.59512ti −
MS
Perbedaan yang ditimbulkan oleh proses
 −1533904.9

perhitungan dengan menggunakan software dan − 45.59034 × ln 1.9245474 − e MS 
secara manual adalah pengaruh perubahan harga   (16)
Productivity index (PI) setelah distimulasi dan
Tekanan formasi berubah-ubah yang Dengan r2 (error regresi) sebesar 0.976
kecenderungannya menurun seiring Kemudian hasil perhitungan ini digunakan pada
bertambahnya hasil kumulatif produksi pada persamaan usulan sebagai berikut:
perhitungan manual. Proses perhitungan dengan Untuk DTime ≤ tpeak maka digunakan
menggunakan software tidak memperhitungkan persamaan 17,
perubahan tekanan dasar sumur dan Productivity  DTime 
index (PI). Pada prosedur perhitungan hanya qoh =  × JJ c ( Pr − Pwf )
 t peak 
diasumsikan tidak terjadi perubahan harga PI dan   (17)
tekanan alir dasar sumur atau harganya konstan sedangkan DTime >tpeak digunakan persamaan
untuk setiap bertambahnya kumulatif produksi.
Pada makalah Boberg-Lantz terdapat dua waktu 18 dimana DTime = ( t − ti ) .
puncak, dimungkinkan hal ini pada selang qoh = JJ c ( Pr − Pwf )
(18)

58
Modifikasi Metode Boberg-Lantz untuk Memprediksi Performa Laju Produksi Minyak pada Sumur Injeksi
Uap Huff & Puff

Source Code software untuk persamaan metode Dari plot kedua metode tersebut dapat dilihat
modifikasi Boberg-Lantz disediakan di Lampiran. penurunan laju produksi yang hampir berimpit.
Tetapi setelah melewati waktu 100 hari dari
Persamaan 17 diusulkan untuk menganalisa waktu injeksi dihentikan, laju produksi pada plot
pengaruh transien aliran yang terjadi pada awal- metode paper kembali naik sedangkan metode
awal produksi. Pada Profil plot laju produksi modifikasi tetap turun. Karena pada periode
terhadap waktu, dapat dilihat di awal-awal tersebut terjadi proyek siklus injeksi uap yang
produksi sebelum mencapai waktu puncak kedua. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya laju
produksi cenderung akan meningkat secara produksi. Dengan adanya pengulangan siklus
bertahap seiring bertambahnya waktu hingga injeksi uap, akan meningkatkan perolehan yang
mencapai suatu produksi maksimum pada waktu telah didapatkan. Sehingga menambah kumulatif
puncak produksi. produksi.

Pada awal produksi sebelum waktu puncak Dibandingkan dengan metode Boberg-Lantz yang
produksi tercapai, sesungguhnya respon tekanan dihitung menggunakan software, metode usulan
belum mencapai batas reservoirnya. Periode ini yang digunakan lebih dapat dipercaya hasilnya.
disebut periode transien aliran. Apabila ini telah Hasil yang didapat dengan menggunakan metode
mencapai suatu batas reservoir dan mencapai modifikasi Boberg-Lantz lebih mendekati hasil
waktu puncak produksi maka perilaku aliran yang didapat di paper.
cenderung untuk stabil dan laju produksi akan
semakin menurun, sehingga periode ini disebut 3.4 Validasi Metode Modifikasi Boberg-Lantz
dengan periode pseudo steady-state (pss). Dengan Lapangan
Perhitungan prediksi laju produksi untuk periode Pada studi kasus lapangan “X” yang mempunyai
pseudo steady-state (pss) dapat menggunakan tiga sumur dari beberapa sumur yang telah
persamaan 19. Komponen DTime/Tpeak dilakukan stimulasi injeksi uap dengan metode
merupakan besaran tak berdimensi, karena kedua Huff & Puff. Dari data lapangan yang diambil
parameter tersebut mempunyai satuan yang sama, dibuat data masukan yang dibutuhkan oleh
yaitu satuan waktu. software untuk me-run hasil prediksi laju
produksi sumur setelah dilakukan stimulasi
3.3 Validasi Metode Modifikasi Boberg-Lantz injeksi uap. Pada paper ini disediakan data
Dengan Paper lapangan ketiga sumur tersebut. Ketiga data
Hasil prediksi laju produksi modifikasi metode sumur di lapangan “X” disediakan di Lampiran.
Boberg-Lantz perlu divalidasi dengan
perhitungan secara manual pada papernya Hasil running software yang berupa data laju
tersebut. Validasi ini tetap dengan menggunakan produksi terhadap waktu diplot ke dalam suatu
data sumur yang sama, yaitu sumur Q-594 kurva produksi bersamaan dengan plot laju
lapangan Quiriquire seperti ditunjukkan pada produksi di lapangan “X”. Hasil plot untuk
Tabel 2. lapangan ADA#32 dan metode modifikasi
metode Boberg-Lantz ditunjukkan pada Gambar
Hasil yang diperoleh dari metode Boberg-Lantz 7.
dan Metode modifikasi Boberg-Lantz dan juga Hasil perbandingan antara sumur ADA#32
perhitungan secara manual diplot ke dalam kurva dengan metode modifikasi pada plot Gambar 7
laju produksi terhadap waktu seperti ditunjukkan menunjukkan bahwa hasil prediksi laju produksi
pada Gambar 6. dengan menggunakan persamaan modifikasi
hampir sama besar dengan data produksi di
Pada periode awal produksi laju produksi yang lapangan. Dari hasil perhitungan kumulatif
dihasilkan dari persamaan modifikasi Boberg- produksi didapatkan hasil yang kurang lebih
Lantz meningkat seiring dengan bertambahnya mendekati. Kumulatif produksi dari data sumur
waktu produksi hingga mencapai suatu puncak sebesar 942 bbl, sedangkan kumulatif produksi
produksi pada waktu puncak produksi tertentu. yang dihasilkan dari metode modifikasi Boberg-
Setelah melewati waktu puncak produksi, maka Lantz sebesar 915 bbl.
laju produksi akan semakin menurun seiring
bertambahnya waktu produksi. Laju produksi di Pada kurva data produksi terlihat terdapat laju
periode awal produksi dipengaruhi oleh transien produksi meningkat setelah mencapai waktu
aliran. Ketika mencapai waktu puncak produksi produksi 35 hari. Hal ini disebabkan terjadi
tertentu maka pengaruh dari batas area perubahan choke aliran lebih besar daripada
pemanasan telah dirasakan oleh sumur stimulasi sebelumnya, sehingga berpengaruh terhadap
tersebut. Laju produksi maksimal Qo, yang kurva produksi.
dicapai dengan menggunakan metode modifikasi
Boberg-Lantz adalah 371 BOPD.

59
Tutuka Ariadji, Djabaruddin

Hasil plot produksi sumur ADA#35 dan ADA#22 Dapat dilihat pada Gambar 10 bahwa pengaruh
beserta hasil prediksi laju produksi metode perubahan massa uap adalah sangat besar dengan
modifikasi Boberg-Lantz secara beurutan perubahan yang sangat drastis. Perubahan sangat
ditunjukkan pada Gambar 8 dan Gambar 9. besar terjadi pada mass uap 1 bbtu dengan massa
uap 1.5 bbtu, dimana terjadi penurunan laju
Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa perbandigan produksi maksimum dari sekitar 49 bopd menjadi
kurva produksi metode modifikasi Boberg-Lantz 7 bopd, atau sepertujuh kali perubahannya. Akan
dengan data lapangan. Hal ini dapat dilihat dari tetapi semakin besar harga massa steamnya,
trend kenaikan produksi sebelum waktu puncak pengaruh perubahan terhadap laju produksi
produksi hampir sama dengan trend kenaikan maksimum tidak terlalu besar dan kecenderungan
produksi pada data produksi sumur ADA#35. laju produksi lebih datar.
Akan tetapi pada saat waktu puncak produksi
telah terlampaui terjadi penurunan produksi yang Pengaruh ini memperlihatkan perilaku reservoir.
sangat tajam, hal ini disebabkan banyak energi Perilaku yang terjadi adalah reservoir telah
panas yang hilang bersamaan terproduksinya terjenuhi oleh banyaknya jumlah uap yang
fluida produksi. Dilihat dari hasil kumulatif diinjeksikan di reservoir dan akan meningkatkan
produksi terdapat perbedaan yang cukup besar. harga WOR (water oil ratio). Sehingga reservoir
Kumulatif produksi dengan menggunakan akan semakin banyak mengandung jumlah air
metode modifikasi Boberg-Lantz sebesar 9705 daripada jumlah minyak itu sendiri dan
bbl, sedangkan kumulatif produksi data sumur mengakibatkan saturasi air lebih besar daripada
ADA#35 sebesar 7175 bbl. saturasi minyak. Apabila saturasi air lebih besar
daripada saturasi minyak, akan terjadi produksi
Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa perbandingan minyak yang kecil, dan kecenderungan air
kurva produksi metode modifikasi tidak sesuai menghalangi minyak untuk terproduksi.
dengan hasil yang diperoleh pada data produksi
sumur ADA#22 di lapangan. Waktu puncak Pengaruh yang dilihat pada Gambar 10 adalah
produksi dengan menggunakan metode semakin besar massa steam akan semakin lama
modifikasi Boberg-Lantz dicapai pada saat hari waktu puncak produksi yang dicapai oleh
keenam produksi. Sedangkan pada data sumur di reservoir tersebut. Hal ini disebabkan oleh
lapangan diperoleh waktu puncak produksi pada semakin besar massa uap yang diinjeksikan maka
hari ke-33 produksi. Hal ini disebabkan pada semakin besar juga energi yang dibawa oleh uap
sumur ADA#22 terjadi kebocoran pada saat itu sendiri. Pengaruh energi yang dibawa oleh
injeksi sehingga pada saat proses penjenuhan massa uap akan mempengaruhi besarnya luas
tidak tercapai. Akibat yang ditimbulkan dari daerah pemanasan. Semakin besar massa uap
kebocoran ini adalah terjadi pemanasan lapisan maka semakin besar juga luas daerah pemanasan.
pasir produksi yang tidak teratur, sehingga Semakin besar daerah pemanasan yang terinvasi
asumsi yang digunakan pada metode Boberg- maka akan semakin lama pengaruh batas area
Lantz tidak pernah tercapai. pemanasan tersebut terhadap laju produksi.

IV. SENSITIVITAS METODE Dapat dilihat pada Gambar 11 bahwa produksi


MODIFIKASI BOBERG-LANTZ optimum dicapai pada massa uap yang
Setelah memiliki persamaan baru modifikasi diinjeksikan sebesar 4.5 BBTU, setara dengan
Boberg-Lantz kevalidan yang memadai terbukti menginjeksikan uap sebesar 14,511 BCWE
dari hasil validasi di atas analisa sensitivitas (Barrel Cold Water Equivalent). Kumulatif
ditunjukkan mengetahui sejauh mana perubahan produksi yang dicapai adalah 2726 Bbls. Kajian
kinerja produksi karena pengaruh perubahan optimisasi produksi ini berdasarkan kumulatif
parameter-parameter yang digunakan pada produksi yang diperoleh.
perhitungan metode modifikasi Boberg-Lantz.
Sensitivitas yang dilakukan dengan menggunakan 4.2 Sensitivitas Productivity index (PI)
data sumur ADA#32 di lapangan. Alasan Pengaruh sensitivitas besarnya harga Productivity
penggunaan data sumur ADA#32 adalah proses index (PI) ditunjukkan pada Gambar 12. Semakin
stimulasi injeksi uap telah berhasil dan laju besar harga Productivity index (PI), maka akan
produksi sumur yang yang paling selaras dengan semakin besar harga laju produksi maksimum
laju produksi dengan menggunakan metode yang diperoleh. Peningkatan terlihat lebih besar
modifikasi Boberg-Lantz. Data sumur ADA#32 adalah pada harga PI yang relatif kecil.
disediakan di bagian Lampiran. Peningkatan laju produksi maksimum yang
diperoleh pada kenaikan harga PI sama dengan
4.1 Sensitivitas Massa Uap 0.1 ke 0.2 sebesar 90%, hampir 2 kali lipat. Akan
Sensitivitas pengaruh perubahan Mass Steam tetapi besarnya kenaikan ini semakin menurun
ditunjukkan pada Gambar 10. apabila harga PI semakin besar. Bahkan kenaikan

60
Modifikasi Metode Boberg-Lantz untuk Memprediksi Performa Laju Produksi Minyak pada Sumur Injeksi
Uap Huff & Puff

harga PI sebesar 0.1 dapat menaikkan laju maksimum tertentu, laju produksi drop sangat
produksi sebesar 5-10%. drastis dan kemudian mendatar, hanya
mengalami perubahan yang sangat kecil.
Pengaruh besarnya harga Productivity index akan
mempengaruhi harga kumulatif produksi. 4.4 Sensitivitas Jumlah Lapisan
Semakin besar harga PI (Productivity index) Pengaruh besarnya sensitivitas jumlah lapisan
maka akan semakin besar kumulatif produksi produksi yang terkena stimulasi injeksi uap
yang diperoleh. Pengaruh yang sangat besar ditunjukkan pada Gambar 14. Setiap perubahan
terjadi pada harga PI yang relatif kecil, dapat pada ketebalan rata-rata tiap-tiap lapisan akan
dilihat bahwa kenaikan harga PI dari 0.1 menjadi mempengaruhi productivity index (PI).
0.2 akan mengakibatkan kenaikan kumulatif
produksi yang diperoleh sebesar 78%. Sedangkan Dapat dilihat pada Gambar 14 bahwa semakin
kenaikan harga PI yang relatif besar banyak jumlah lapisan akan semakin kecil harga
mengakibatkan pengaruh kenaikan kumulatif laju maksimum produksi yang dicapai. Kenaikan
produksi berkisar 8-20%. Namun, kenaikan jumlah lapisan sampai sebesar 100% akan
harga PI tidak menyebabkan perubahan pada mengakibatkan penurunan laju produksi
waktu puncak produksi, sehingga berapa pun maksimum yang dicapai berkisar antara 2-11 %.
besar harga PI ,maka tidak akan menyebabkan Sedangkan kumulatif produksi yang diperoleh
perubahan lama waktu puncak produksi. berkisar antara 0.5-2.2%. Angka ini menunjukkan
Perubahan harga PI yang semakin besar akan bahwa kenaikan jumlah lapisan tidak terlalu besar
menyebabkan semakin cepat juga periode waktu mempengaruhi kumulatif produksi minyak, akan
produksi yang dicapai, karena efek pemanasan tetapi cukup memperngaruhi besarnya laju
uap semakin cepat. produksi maksimum.

4.3 Sensitivitas Viskositas Minyak 4.5 Sensitivitas Jari-jari Pengurasan Sumur


Pengaruh besarnya sensitivitas harga viskositas Sensitivitas harga jari-jari pengurasan sumur re
ditunjukkan pada Gambar 13. Pengaruh besarnya ditunjukkan pada Gambar 15. Pengaruh besarnya
viskositas akan mempengaruhi besarnya harga PI harga jari-jari pengurasan sumur akan
(Productivity index). Asumsi pada pembahasan mempengaruhi besarnya harga PI (productivity
sebelumnya bahwa produksi minyak dengan index) ratio. Semakin besar harga jari-jari
menggunakan metode Boberg-Lantz merupakan pengurasan sumur maka akan mengakibatkan
aliran radial steady-state, maka digunakan semakin kecil harga PI ratio. Pengaruh
persamaan Darcy. Persamaan Darcy penurunan harga PI ratio akan mengakibatkan
mendefinisikan PI sebagai fungsi dari viskositas penurunan harga laju produksi.
minyak. Hubungan kedua parameter ini adalah
berbanding terbalik. Semakin besar harga Dapat dilihat pada Gambar 15 pengaruh besarnya
viskositas maka akan menyebabkan harga PI jari-jari pengurasan sumur. Semakin besar jari-
semakin kecil, dan begitu sebaliknya. Apabila jari pengurasan sumur maka akan mengakibatkan
kita mengubah harga viskositas sebesar dua kali penurunan laju produksi maksimum yang tidak
lipatnya maka perubahan harga PI juga menjadi drastis. Perubahan yang terjadi setiap kenaikan
setengah kali lipatnya. Dalam sensitivitas jari-jari pengurasan sumur 100% akan
viskositas terhadap laju produksi harganya hanya mengakibatkan penurunan laju produksi sebesar
3-24 cp. Hal ini disebabkan range harga 1-17%. Pengaruh kenaikan jari-jari pengurasan
viskositas tersebut termasuk ke dalam range sebesar 100% akan mengakibatkan penurunan
harga yang didapatkan di laboratorium. kumulatif produksi sebesar 0.04-6%. Angka ini
Dapat dilihat pada Gambar 13 bahwa pengaruh menunjukkan bahwa kenaikan jari-jari
besarnya harga viskositas semakin besar akan pengurasan tidak cukup signifikan mempengaruhi
menurunkan laju produksi maksimum. Dengan besarnya kumulatif produksi. Dilihat dari segi
kenaikan viskositas setiap 300% maka penurunan pengaruhnya, ada baiknya apabila
laju produksi maksimum hanya sebesar 2-2.5% menginjeksikan uap dengan metode Huff & Puff
dan hanya akan mengurangi kumulatif produksi menggunakan sumur-sumur berpola. Semakin
sebesar 0.35-0.7%. Hal ini menunjukkan bahwa baik pola sumur, semakin kecil harga jari-jari
kenaikan viskositas sangat kecil pengaruhnya pengurasan (re) maka akan mempebesar laju
terhadap kumulatif produksi minyak, dan lebih produksi maksimum yang dicapai.
mempengaruhi besarny laju produksi maksimum.
4.6 Sensitivitas Waktu Injeksi
Kenaikan viskositas tidak mempengaruhi Pengaruh besarnya waktu injeksi ditunjukkan
lamanya waktu puncak produksi dan hanya pada Gambar 15. Besarnya waktu injeksi
berpengaruh terhadap besarnya laju produksi berpengaruh pada besarnya jari-jari pemanasan.
maksimum. Setelah mencapai produksi Hubungan besarnya waktu injeksi dengan jari-jari

61
Tutuka Ariadji, Djabaruddin

pemanasan adalah berbanding terbalik sesuai semakin besar. Pengaruh besarnya laju panas
dengan persamaan 3. yang hilang bersamaan dengan terproduksinya
fluida produksi akan mengakibatkan besarnya
Dapat dilihat pada Gambar 15 bahwa besarnya pengaruh penurunan temperatur rata-rata selama
waktu injeksi uap akan mempengaruhi besarnya waktu produksi.
waktu puncak produksi sangat beragam. Hal ini
disebabkan pengaruh waktu injeksi terhadap Dapat dilihat pada Gambar 18 bahwa pengaruh
jauhnya jari-jari pemanasan yang diinvasi adalah kenaikan harga WOR akan mempengaruhi
beragam. Peningkatan waktu injeksi sebesar besarnya laju produksi maksimum. Semakin
100% akan mempengaruhi laju produksi besar harga WOR maka semakin kecil harga laju
maksimum berkisar antara 0.15-11%. Range produksi maksimum. Peningkatan harga WOR
perbedaan harga sebesar 0.15-11% sangat besar. sebesar 200% akan mengakibatkan penurunan
Kemudian peningkatan waktu injeksi sebesar laju produksi maksimum berkisar 1.4-1.7%.
100% akan mengakibatkan peningkatan Angka sebesar ini menunjukkan bahwa tidak
kumulatif produksi berkisar antara 0.6-1.3%. terjadi pengaruh yang signifikan peningkatan
Angka sebesar ini menunjukkan bahwa tidak WOR terhadap laju produksi maksimum.
terjadi perubahan yang signifikan terhadap
perubahan kumulatif produksi. Dalam pihak peningkatan WOR akan
mempengaruhi besarnya kumulatif produksi
Dapat dilihat pada Gambar 16 yang menunjukkan secara signifikan. Semakin besar harga water-oil
kajian optimisasi produksi berdasarkan laju ratio akan mengakibatkan semakin kecil harga
produksi maksimum bahwa laju produksi kumulatif produksi. Peningkatan water-oil ratio
optimum didapatkan pada saat waktu injeksi sebesar 200% akan megakibatkan penurunan
sebesar 10 hari. Laju produksi maksimum yang kumulatif produksi berkisar antara 3-13%.
diperoleh sebesar 43 BOPD. Sedangkan Semakin besar harga water-oil ratio maka
kumulatif produksi yang diperoleh sebesar 2090 semakin tajam gradien penurunan laju produksi.
bbls..
4.9 Sensitivitas Temperatur Reservoir
4.7 Sensitivitas Faktor Skin Sensitivitas temperatur reservoir ditunjukkan
Sensitivitas faktor skin (kerusakan sumur) pada Gambar 19. Pengaruh besarnya temperatur
ditunjukkan pada Gambar 17. reservoir akan mempengaruhi besarnya viskositas
minyak. Hubungan kedua parameter ini adalah
Faktor skin akan memperngaruhi besarnya nilai berbanding terbalik. Semakin besar temperatur
productivity index (PI) sebelum stimulasi injeksi reservoir maka semakin kecil harga
uap. Sehingga mempengaruhi harga laju produksi viskositasnya. Hal ini disebabkan semakin tinggi
minyak. temperatur akan semakin memudahkan fluida
untuk mengalir. Viskositas menunjukkan derajat
Dapat dilihat pada Gambar 17 bahwa pengaruh kekentalan suatu fluida.
kenaikan harga faktor skin akan mempengaruhi
besarnya laju produksi maksimum. Kenaikan Besar viskositas fluida reservoir akan
harga faktor skin sebesar 100% akan mempengaruhi harga productivity index (PI).
meningkatkan laju produksi berkisar antara 0.07- Hubungan antara PI dengan viskositas adalah
13%. Terlihat jelas perbedaan yang sangat besar berbanding terbalik. Semakin besar harga
terjadi antara harga laju produksi maksimum viskositas maka akan menurunkan harga
sumur yang tidak mengalami kerusakan dengan productivity index (PI). Dari Gambar 19 terlihat
sumur yang mengalami kerusakan. Hal ini bahwa semakin besar temperatur reservoir maka
ditunjukkan dengan harga faktor skin 0 dengan semakin tinggi laju produksi maksimum.
faktor skin 10. Sedangkan perbaikan faktor skin, Peningkatan temperatur sebesar 25% akan
dua kali lipat, tidak signifikan mempengaruhi meningkatkan laju produksi maksimum sebesar
harga laju produksi maksimum. Kenaikan faktor 3-28%. Pada temperatur 100oF dan 125o F
skin hanya mengakibatkan. Faktor skin yang perubahan laju produksi sangat besar yaitu
dipergunakan adalah -4 – 108. Hal ini disebabkan berkisar 27%. Dapat dilihat bahwa bentuk kurva
perhitungan software yang terbatas. semakin besar temperatur reservoir maka
kecenderungan untuk mencapai waktu produksi
4.8 Sensitivitas Water-oil Ratio dengan laju produksi yang landai akan semakin
Pengaruh besarnya sensitivitas Water-Oil Ratio cepat. Pengaruh temperatur mempengaruhi
(WOR) terhadap produksi minyak ditunjukkan besarnya waktu puncak produksi tidak signifikan.
pada Gambar 18. Pengaruh besarnya WOR
mengakibatkan laju panas yang hilang bersamaan Pengaruh besarnya kenaikan temperatur reservoir
dengan terproduksinya fluida produksi akan sebesar 25% akan mengakibatkan peningkatan

62
Modifikasi Metode Boberg-Lantz untuk Memprediksi Performa Laju Produksi Minyak pada Sumur Injeksi
Uap Huff & Puff

kumulatif produksi berkisar antara 11-34%. co, cw = Spesifik panas rata-rata minyak dan
Angka ini menunjukkan bahwa semakin besar air, Btu/lb-oF
harga temperatur reservoir, maka akan sangat D = Kedalaman formasi produksi, ft
berpengaruh terhadap peningkatan harga ĥ = Ketebalan rata-rata setiap lapisan
kumulatif produksi. Hal ini baik untuk dilakukan pasir, ft
pada injeksi uap yang mempunyai lebih banyak Hwt = Enthalpi air liquid pada Tavg diatas
siklus karena akan mempebesar perolehan 32oF, Btu/lb
kumulatif produksi dibandingkan hanya Hf* = Laju energi yang hilang bersamaan
diinjeksikan satu siklus saja. dengan fluida yang terproduksi (di atas Tr), Btu/d
Hwr = Spesifik enthalpi air liquid pada Tr,
V. KESIMPULAN Btu/lb
Berdasarkan penelitaian yang telah dilakukan Hws = Spesifik enthalpi air liquid pada Ts,
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Btu/lb
1. Metode Boberg-Lantz kurang dapat hj = Ketebalan masing-masing lapisan
digunakan untuk memprediksi performa laju pasir
produksi pada sumur minyak yang lain, hj
sehingga perlu adanya modifikasi metode = Kenaikan ketebalan lapisan pasir
Boberg-Lantz. secara artificial, digunakan di pers. 6, ft
2. Metode Modifikasi Boberg-Lantz yang dikaji Hog = Laju energi yang hilang pada
memprediksi performa laju produksi sumur produksi minyak dan gas, Btu/stb oil
minyak pada injeksi uap Huff & Puff dengan Hw = Laju energi yang hilang pada
lebih reaslistis daripada metode aslinya. produksi air, Btu/stb oil
3. Penentuan waktu puncak produksi pada Hwv = Spesifik enthalpi air vapor pada Tavg,
Metode Modifikasi Boberg-Lantz Btu/lb
dipengaruhi oleh 3 parameter utama yaitu J1 (y) = Fungsi Bessel orde pertama, tak
waktu injeksi uap, massa uap, dan temperatur berdimensi
reservoir J = Rasio perbandingan productivity
4. Parameter yang berpengaruh signifikan index sesudah distimulasi dengan sebelum
terhadap performa produksi dari hasil analisa distimulasi, tak berdimensi
sensitivitas dengan menggunakan metode Jh,Jc = Productivity index sesudah
modifikasi Boberg-Lantz adalah massa uap distimulasi dan sebelum distimulasi secara
pada angka rendah (1 BBTU-1,5 BBTU), berurutan, stb/d-psi
productivity index (PI) pada harga relatif Kh = Konduktivitas panas batuan, Btu/ft-
kecil, tebal efektif lapisan pasir pada d-oF
penambahan jumlah kali lipat akan Ms = Total massa uap dan kondensat yang
menurunkan laju produksi sampai 10%, jari- diinjeksikan, lb
jari pengurasan pada harga pendek, waktu ms = Laju injeksi massa uap, lb/hr
injeksi pada peningkatan 100% akan dapat Ns = Banyaknya jumlah lapisan pasir
meningkatkan laju produksi maksimum Pe = Tekanan statis formasi yang sejauh
sampai 11% , faktor skin pada kondisi re dari lubang sumur, psia
kerusakan formasi, water-oil ratio (WOR) Pw = Tekanan produksi lubang sumur, psia
untuk kumulatif produksi (bukan laju Pwv = Tekanan saturasi air vapor pada Tavg,
produksi) dan temperatur reservoir yaitu psia
peningkatan 1 0 dapat meningkatkan laju Qhl = Laju panas yang hilang yang terjadi
produksi kurang lebih sekitar 1% dan kurang di tubing, Btu/hr-ft
lebih begitu pula dengan produksi kumulatif. qoh = Laju produksi minyak setelah
distimulasi, stb/d
VI. SARAN re = Jari-jari pengurasan sumur, ft
Perlu dilakukan studi kasus lebih lanjut dengan Rg = Total produksi gas-oil ratio, scf/bbl
menggunakan data sumur yang lebih banyak agar pada kondisi stock tank
menghasilkan persamaan modifikasi metode rh = Jari-jari pemanasan, ft
modifikasi Boberg-Lantz lebih universal rw = Jari-jari efektif lubang sumur, ft
berlakunya. rw
= Jari-jari lubang sumur yang
sebenarnya, ft
DAFTAR SIMBOL
Rw = Total produksi water-oil ratio,
c1, c2 = Konstanta pada pers. 14, tak
bbl/bbl pada kondisi stock tank
berdimensi, definisi ada di Tabel 1.
Rwv = Produksi air pada kondisi vapor per
cg = Spesifik panas rata-rata gas, Btu/scf-
o stock tank barel minyak yang diproduksi, bbl air
F
vapor (ketika terkondensasi menjadi liquid pada
60oF)/stb

63
Tutuka Ariadji, Djabaruddin

s = Fator skin sumur, tak berdimensi 8. Tortike,W.S and Farouq Ali S.M., 1989,
t = Waktu yang terhitung sejak injeksi “Saturated-Steam Property Functional
dimulai, days Correlations for fully Implicit Thermal
ti = waktu injeksi, days Reservoir Simulation”, SPE Paper 17094,
tpeak = waktu puncak produksi, days SPE, Houston, Texas.
Tavg = Temperatur rata-rata pada waktu t,
o
F
Tr = Temperatur reservoir, oF
Ts = Temperatur kondensasi uap pada
tekanan injeksi di dasar sumur, oF
vr , vz
= Koreksi temperatur terhadap arah
radial dan vertikal secara berurutan, tak
berdimensi
X = kualitas rata-rata uap pada kondisi
lubang sumur selama periode injeksi uap, lb
vapor/lb liquid+vapor
Xsurf = Kualitas uap di kepala sumur, lb
vapor/lb liquid+vapor
z = Ketebalan hipotetik, ft
α = difusivitas panas batuan
δ = Kuantitas, definisi pada pers. 8, tak
berdimensi
ξs =
eτ erfc ( τ ) + (2 )
τ / π −1
, tak berdimensi
( ρC )R+F = Kapasitas panas volumetrik dari
reservoir termasuk fluida didalamnya,Btu/ft3-oF
ρo, ρw = densitas minyak dan air pada kondisi
stock tank, secara berurutan, lb/ft3
τ = τ = 4 K h ti / hˆ 2 ( ρ c ) R + F , dimensionless

DAFTAR PUSTAKA
1. Ashat, Ali dan Nenny Saptadji, 1998,
“Korelasi untuk Penentuan Sifat
Termodinamika air murni pada kondisi
saturasi”, Laboratorium Geothermal, Jurusan
Teknik Perminyakan – ITB, Bandung,
2. Boberg, Thomas C., 1988, “Thermal Methods
of Oil Recovery”, An Exxon Monograph,
John Wiley & Sons Inc., Toronto, Canada.
3. Boberg, Thomas C. dan Lantz R.B.,
1996,“Calculation of the Production Rate of
Thermally Stimulated Well”, Trans. AIME,
237, I-1613.
4. Fudiansyah, M., 2006, “Reporting Pilot
Project Huff & Puff”, JOB Pertamina-Bumi
Siak Pusako, Siak, Riau.
5. Hong, K.C, 1994, “Steamflooding Reservoir
Management: Thermal Enhanced Oil
Recovery”, PennWell Publishing Co., Tulsa,
Oklahoma.
6. Mandala, Wirawan Widya, 2007, “Tesis
Prediksi Kinerja Sumur Injeksi Uap Huff &
Puff Dengan Metode Analitik san Simulasi”,
Program Studi Teknik Perminyakan ITB,
Bandung.
7. Prats, Michael, 1982, “Thermal Recovery”,
2nd Printing, American Institute of Mining,
Metallurgical, and Petroleum Engineers Inc.,
New York, United State of America.

64
Modifikasi Metode Boberg-Lantz untuk Memprediksi Performa Laju Produksi Minyak pada Sumur
Injeksi Uap Huff & Puff
Tabel 3. Data-data Masukan Software Sumur-sumur di lapangan “X”
Input Sumur KSK#22 Input Sumur KSK#32 Input Sumur KSK#35
SPM 1,199,800 SPM 1,160,600 SPM 2,709,350
PIC 0.279 PIC 0.163 PIC 1.108
UOCOLD 25.209 UOCOLD 25.209 UOCOLD 25.209
TI 11 TI 9 TI 26
H 48 H 104 H 92
X 0.8 X 0.8 X 0.8
PINJ 434.69 PINJ 434.69 PINJ 434.69
RHOO 54.004 RHOO 54.004 RHOO 54.004
RHOW 62.4 RHOW 62.4 RHOW 62.4
SGO 0.8654434 SGO 0.8654434 SGO 0.8654434
CPO 0.468 CPO 0.468 CPO 0.468
CPG 0.01 CPG 0.01 CPG 0.01
RHOCR 46.19 RHOCR 46.19 RHOCR 46.19
THCOND 38.4 THCOND 38.4 THCOND 38.4
ALFA 1.097 ALFA 1.097 ALFA 1.097
RW 0.33 RW 0.292 RW 0.292
RE 26.55 RE 24 RE 35.27
PW 210 PW 210 PW 200
PE 260 PE 260 PE 260
GOR 200 GOR 200 GOR 200
WOR 7.9 WOR 9.337 WOR 1.693
TR 120 TR 120 TR 120
DT 1 DT 1 DT 1
TTIME 79 TTIME 49 TTIME 80
NUO 11 NUO 11 NUO 11
115 28.972 115 28.972 115 28.972
120 25.209 120 25.209 120 25.209
130 18.598 130 18.598 130 18.598
150 14.527 150 14.527 150 14.527
200 6.8686 200 6.8686 200 6.8686
250 4.162 250 4.162 250 4.162
300 3.33292 300 3.33292 300 3.33292
350 2.67438 350 2.67438 350 2.67438
400 2.2561 400 2.2561 400 2.2561
450 1.96986 450 1.96986 450 1.96986
500 1.76301 500 1.76301 500 1.76301

65
Tutuka Ariadji, Djabaruddin

Tabel 4. Data Sumur & Perhitungan Lapangan "X" Proposed Huff & Puff/ Cyclic steam Injection
Lapangan "X"
Well ADA-32 ADA-22 ADA-33 Total
DATA
Initial Water Saturation, % 30% 30% 30%
Initial Oil Saturation, % 70% 70% 70%
Oil Gravity, API 32 32 32
WHT, F 100 105 105
Reservoir Temp, F 120 120 120
Reservoir Pressure, psi 260 260 260
Oil Production, BOPD 2 12 19 33
Water cut, % 98 98 79
Gross Pay Thickness, ft 104 89 113 306
Net Pay Thickness, ft 104 48 92 244
Porosity, % 26% 26% 26%
Top Sand Depth, ft 497 480 426
Opened interval 498-518 481-501 483-492
567-570 508-522 497-504
524-532 508-514
538-544 518-522
533-540
550-553
571-575
580-582
586-590
Oil Spesific Heat, Btu/lb-F 0.469 0.469 0.469
Volumetric Heat Capacity, Btu/Cuft-F 46.19 46.19 46.19
Estimate Radius, ft 24 26.55 35.27
Estimate Temperatur, F 235 235 235
CALCULATION
Bulk Volume Gross, Cuft 188,099 196,992 441,386
Bulk Volume Nett, Cuft 188,099 106,243 359,359
Heat Required in Oil Zone, Btu 1,028,288,762 580,803,491 1,964,527,051
Heat Required in Shale Zone, Btu - 482,021,564 435,596,202

Total Heat Required, Bbtu 1 1.1 2.4 4.5


Barrel Cold Water Equivalent, BCWE,
bbls 3,316 3,428 7,741 14,485
Injection Capacity, BCWEPD 690 540 710
Estimated Injection Days, Days 5 6 11 22
Estimated Fuel Consumtion, bbls (diesel) 288 381 654 1,323
Lt (diesel) 45,851 60,554 104,009 210,414
bbls (crude oil as fuel) 369 487 837 1,693

66
Modifikasi Metode Boberg-Lantz untuk Memprediksi Performa Laju Produksi Minyak pada Sumur Injeksi Uap
Huff & Puff

Gambar 1. Gambar skema representasi perpindahan panas dan aliran yang dihitung dengan menggunakan model
matematik4

I I

α t i / re2
Gambar 2. Plot I factor untuk penentuan kehilangan panas yang terjadi di lubang sumur4

67
Tutuka Ariadji, Djabaruddin

Gambar 3. Plot untuk menentukan ξ s fungsi dari waktu tidak berdimensi θ

Gambar 4. Profil distribusi temperatur terhadap jarak dari lubang sumur4

68
Modifikasi Metode Boberg-Lantz untuk Memprediksi Performa Laju Produksi Minyak pada Sumur Injeksi Uap
Huff & Puff

Penulis

Gambar 5. Perbandingan Hasil Perhitungan metode Boberg-Lantz dengan menggunakan software dan secara
manual di paper untuk sumur Q-594

Gambar 6. Perbandingan hasil perhitungan dengan menggunakan berbagai metode

69
Tutuka Ariadji, Djabaruddin

Gambar 7. Perbandingan hasil produksi Metode Modifikasi Boberg-Lantz dengan sumur ADA#32

Gambar 8. Perbandingan hasil produksi Metode Modifikasi Boberg-lantz dengan sumur ADA#35

Gambar 9. Perbandingan hasil produksi Metode Modifikasi Boberg-Lantz dengan sumur ADA#22

70
Modifikasi Metode Boberg-Lantz untuk Memprediksi Performa Laju Produksi Minyak pada Sumur Injeksi Uap
Huff & Puff

Gambar 10. Sensitivitas Metode Modifikasi Boberg-Lantz terhadap berbagai harga Mass Steam

Gambar 11. Plot optimisasi produksi dengan sensitivitas besarnya massa uap yang diinjeksikan

Gambar 12. Sensitivitas Metode Modifikasi Boberg-Lantz terhadap berbagai harga


Productivty Index (PI)

71
Tutuka Ariadji, Djabaruddin

Gambar 13. Sensitivitas Metode Modifikasi Boberg-Lantz terhadap berbagai viskositas minyak

Gambar 14. Sensitivitas Metode Modifikasi Boberg-Lantz terhadap berbagai jumlah lapisan pasir

Gambar 15. Sensitivitas Metode Modifikasi Boberg-Lantz terhadap berbagai harga jari-jari pengurasan sumur

72
Modifikasi Metode Boberg-Lantz untuk Memprediksi Performa Laju Produksi Minyak pada Sumur Injeksi Uap
Huff & Puff

Gambar 15. Sensitivitas berbagai harga waktu injeksi uap

Gambar 16. Plot optimisasi produksi dengan sensitivitas besarnya waktu injeksi uap.

Gambar 17. Sensitivitas Metode Modifikasi Boberg-Lantz terhadap berbagai harga faktor skin

73
Tutuka Ariadji, Djabaruddin

Gambar 18. Sensitivitas Metode Modifikasi Boberg-Lantz terhadap berbagai harga water-oil ratio

Gambar 19. Sensitivitas Metode Modifikasi Boberg-Lantz terhadap berbagai harga temperatur reservoir

74
JTM Vol. XVI No. 1/2009

RADIAL DRILLING CUTTING TRANSPORT CALCULATION


USING SOLID CONTENT SENSITIVITY ANALYSIS TO
DETERMINE RATE OF PENETRATION (ROP)
Sudjati Rachmat 1, Leopaska Adiputra Apytulex 2

Sari
Penurunan produksi dan umur suatu lapangan yang sudah tua di berbagai penjuru dunia menjadi alasan utama
berbagai perusahaan minyak dan gas bumi berusaha untuk meningkatkan faktor perolehan (Recovery Factor)
dengan berbagai metode dalam bidang manajemen reservoir, produksi maupun pemboran. Berkaitan dengan
permasalahan tersebut, teknologi pemboran Radial dapat digunakan sebagai salah satu alternatif solusi yang
dapat diterapkan, karena dengan menggunakan teknologi tersebut kita dapat meningkatkan efisiensi pengurasan
(drainage efficiency) dari suatu lapisan reservoir tertentu. Dapat disimpulkan bahwa teknologi ini merupakan
suatu solusi yang sangat menjanjikan untuk dipakai di berbagai lapangan minyak dan gas tua di dunia. Teknologi
ini telah digunakan, dikembangkan dan di uji pada lebih dari 500 sumur di dunia dan telah mencapai lebih dari
27000 kaki (8230 meter) panjang sumur. Pemboran ini telah diterapkan untuk meningkatkan radius pengurasan
sumur bor (wellbore drainage radius) yang akan meningkatkan produksi hidrokarbon dari 200 % hingga 400 %.
Karya Ilmiah ini akan menunjukkan beberapa proses perhitungan transportasi cutting untuk beberapa nilai laju
air pada nozzle. Dalam penelitian ini berdasarkan pada kasus penerapan teknologi pemboran Radial di Golfo San
Jorge Basin (Argentina), dengan data lapangan tersebut kita dapat menghitung nilai ROP optimum menggunakan
analisa sensitivitas kandungan solid dalam cutting dan sebagai hasil akhir karya ilmiah ini akan didapatkan
hubungan antara nilai ROP, kandungan solid dalam cutting dan nilai laju air pada nozzle. Hasil dari karya ilmiah
ini dapat diterapkan pada lapangan minyak dan gas bumi lainnya selama konfigurasi peralatan pemboran yang
digunakan sama dengan konfigurasi peralatan yang digunakan di Golfo San Jorge Basin sebagai dasar
perhitungan dalam karya ilmiah ini. Tetapi proses perhitungan pemindahan cutting dalam karya ilmiah ini dapat
digunakan pada kasus lapangan minyak dan gas bumi manapun.

Kata Kunci : pemboran Radial, pemindahan cutting, kandungan solid dalam cutting, ROP (rate of penetration)
optimum.

Abstract
Oilfield maturity and oil production declining worldwide becomes the main reason that makes many companies
have been trying to improve the recovery factor of the reservoir reserves with many methods in term of drilling,
production and reservoir engineering. Dealing with that condition, radial drilling technology seems as an
alternative, because with applying radial drilling technique we can improve the drainage efficiency from the
known layer. It means that radial drilling technique become as a promising method to be applied in many mature
oilfields worldwide. Radial drilling technique has been tested, developed, and applied in more than 500 wells and
has already reach more than 27000 feet (8230 m) hole length. Radial drilling was applied to increase wellbore
drainage radius which can increase hydrocarbon production from 200% until 400%. This paper shows the cutting
transport calculation process for several value of jet flow. The study of this paper is based on radial drilling case
in Golfo San Jorge Basin (Argentina), with those field data we can calculate the optimum ROP using solid content
sensitivity analysis for each jet flow value and as the result of this paper is the relationship between the value of
ROP, solid content, and jet flow value. The results of this paper study can be applied in other oilfields as long as
the oilfield’s drilling tool configuration is same with the configuration of Golfo San Jorge Basin drilling tools
which used in this paper calculation. But the cutting transport calculation procedure in this paper can be applied
in any oilfields.

Keyword: radial drilling, cutting transport, solid content, optimum ROP (rate of penetration)
1)
Petroleum Engineering Department of ITB
2)
Petroleum Engineering Department of ITB
Email : apituley88@yahoo.com

I. INTRODUCTION has a bending radius as small as 1 ft (30 cm)


Radial drilling also called Water Jet Drilling, and is made in two steps : first, the casing is
Ultra-short Radius Radial Drilling, and perforated with a 0,75 inch mill (19,05 mm),
Horizontal Radial System which is process and then the horizontal extension is made with
consists making small horizontal perforations high-pressure fluid jetting. (Figs. 1 and 2).
by using water jets at high pressure (jetting).
The diameter of these lateral horizontal The main factor that affects radial drilling
perforations is of approximately 2 inches (5,08 successfulness is the cutting transport process
cm) and up to 330 ft (100 m) of extension while radial drilling is made, because when the
each, at the same production level. Each one cutting transport process doesn’t work

41
Sudjati Rachmat, Leopaska Adiputra Apytulex

appropriately, it can cause pore plugging in the To calculate the percentage of solid we can
borehole. derive an equation from equation (1) :
࢓ሶࢉ࢛࢚࢚࢏࢔ࢍ ࢍࢋ࢔ࢋ࢘ࢇ࢚࢏࢕࢔
%ࡿ࢕࢒࢏ࢊ = ࢞ ૚૙૙% (3)
Based on that fact, a cutting transport ࢓ሶ࢚࢕࢚ࢇ࢒
calculation has to be made on this radial
drilling operation to determine the optimum We can also calculate the exit velocity of the
ROP from solid content sensitivity analysis for cutting from hole inside casing using the
each jet flow value. At the end of this paper, equation derived from equation (1) , but firstly
there will be some conclusion due to this radial we have to calculate the mixture density
drilling cutting transport calculation. between cutting and water (injection fluid) :
ቀ൫࣋࢝ ∗ሺ૚૙૙ି%࢙࢕࢒࢏ࢊሻ൯ା൫࣋ࢉ࢛࢚࢚࢏࢔ࢍ ∗%࢙࢕࢒࢏ࢊ൯ቁ
࣋࢓࢏࢚࢛࢞࢘ࢋ = ૚૙૙
(4)
II. BASIC TEORY
ࡽࢋ࢞࢏࢚
࢜ࢋ࢞࢏࢚ =
Radial drilling operation was applied in order
(5)
to increase the drainage radius and increase ࡭ࢇ࢔࢔࢛࢒࢛࢙ ࢖࢏࢖ࢋష࢈࢕࢘ࢋࢎ࢕࢒ࢋ
hydrocarbon production as the result. In many
࢓ሶ࢚࢕࢚ࢇ࢒
references, radial drilling technique can ࢜ࢋ࢞࢏࢚ = ࣋࢓࢏࢞ ∗ ࡭ࢇ࢔࢔࢛࢒࢛࢙ ࢖࢏࢖ࢋష࢈࢕࢘ࢋࢎ࢕࢒ࢋ
(6)
increase hydrocarbon production from 200%
until 400%.
2.1 Description of Radial Drilling
In designing and calculating radial drilling Equipment (Ref.1)
operation parameters, such as lateral radial It basically has a coiled tubing special unit and
length, number of radial, direction of radial, fittings.
pressure loss in bit (nozzle), cutting velocity 1-unit :
and many else, it’s very depend on reservoir Similar equipment to coiled tubing with the
properties itself, such as reservoir thickness, following characteristics :
reservoir pressure, horizontal and vertical 1. ½ inch pipe, up to 13500 ft long and 10000
permeability, gravity drainage, etc. psi working pressure
This application combines the following 2. Monitoring and command cab
important factors (Ref. 1): 3. Source of hydraulic power
1. Low cost, it’s applied to existing wells (new 4. Triplex pump (2-5 gpm) of flow rate and
wells are not required). high pressure (10000 psi)
2. Low geological uncertainty 5. Injection head with hydraulic drive (pull =
3. Low environmental risk. 10000 lbs) optional, only for units
operating at more than 6500 ft
Among various reasons for this technique to
increase production, the following could be 2-fittings :
highlighted (Ref. 3): 2-1 Anchor : lowered with the work string of
1. Improves the conductivity of an important the workover unit and has three functions :
area around the well (improving drain
efficiency). 1. Maintain the tool outlet hole on the side of
2. Possibility to define direction of the casing; the positioning is just with simple
perforations. pressure generated by a band located on the
3. Helps the mobilization of viscous oils. opposite side
4. Connect to areas of better petrophysical 2. Guide the tool to go from vertical to
conditions. horizontal in 1 ft through a forged duct in
5. Allows intervention of oil reservoirs limited
by close by aquifers the interior
Radial drilling cutting transport calculation can 3. Prevent reactive torque of the downhole
be done by optimizing parameters, such as motor while the casing is perforated,
ROP, jet flow, and cutting velocity transport through longitudinal guides where a groove
which could be designed and calculated by is located on the body of the motor
using this following equation :

࢓ሶࢉ࢛࢚࢚࢏࢔ࢍ ࢍࢋ࢔ࢋ࢘ࢇ࢚࢏࢕࢔ + ࢓ሶ࢏࢔࢐ࢋࢉ࢚࢏࢕࢔ ࢌ࢒࢛࢏ࢊ = ࢓ሶ࢚࢕࢚ࢇ࢒


2-2 BHA for the perforation of the casing (Fig.
2), formed by the following elements :
(1) 1. ¾ inch mill (1.905 cm)
Equation (1) can be rearrange to become :
࡭࢒ࢇ࢚ࢋ࢘ࢇ࢒ ࢎ࢕࢒ࢋ ∗ ࡾࡻࡼ ∗ ࣋ࢉ࢛࢚࢚࢏࢔ࢍ + ࡶࢋ࢚ ࡲ࢒࢕࢝ ∗ ࣋ࢌ = ࢓ሶ࢚࢕࢚ࢇ࢒ 2. Elbow or articulated joint
(2) 3. Nipple with lock
4. 1 11/16 inch downhole motor (4.29 cm)
2-3 Drilling BHA (Figs 3 and 4)

42
Radial Drilling Cutting Transport Calculation Using Solid Content Sensitivity Analysis
to Determine Rate of Penetration(ROP)

1. Jet with three bores oriented forward and III. Radial Drilling Cutting Transport
three towards back Calculation Analysis
2. 328 ft Kevlar flexible hose of ½ inch (1.27 Based on literature, after radial drilling project
cm) is done, the oil production will be increase to
200% until 400%. The success of radial
2.2 Description of The Radial Drilling drilling operation is depend on some
Execution Process (Ref. 1) parameters, such as :
First, a workover rig is set up and the well is 1. Cutting transport, refer to hole cleaning. It
conditioned consisting in : is the most important parameter which
1. Take out the production string affect radial drilling technique success,
2. Calibrate to the bottom of the well or at because when small borehole was made
least below the layer where the perforations inside the casing size with high ROP (rate
will be made
of penetration) will cause a large amount of
3. Ensure there are no leaks in the casing
4. Test the layer to determine the flow rate cutting which can’t be transport to the
and type of fluid, in order to evaluate the surface and as the result will block the
improvement reservoir pore and decrease the oil
production. So, we have to design an
Then lower the work string with the baffle optimum cutting transport process that can
anchor to the desired depth, the depth is elevate cutting up to the surface.
verified with wireline records. After that, the
2. Water blocking, due to high injection
radial drilling rig is mounted, the BHA is
assembled for the casing perforation and the pressure and high pumping rate (jet flow)
first run is made for the casing milling. Once will make the injected water block the oil
the milling casing is finished, the cutting tool production.
is pulled out. 3. Borehole position, correct position of the
radial drilling borehole will increase oil
The drilling BHA is assembled and the second
production because the perforation is made
run is made circulating with an intermediate
flow rate. Once the BHA is close to the baffle in the correct layer.
shoe, the flow rate is increased and the tool is 4. Reservoir characteristics refer to well
slipped allowing for the introduction into the scenario such as well with secondary
anchor. Once the hose enter the formation, it recovery project, viscous oils, low
will move horizontally in the formation due to permeability layer, completed well and
the force generated by the distribution of jet
many else.
nozzles.

It is important to control the driving speed, In this paper, the analysis will be all about the
because if it is too slow, the formation could cutting transport calculation using solid
be washed leaving the backwards jets without content sensitivity analysis to determine
enough backup to generate the necessary force optimum ROP for each jet flow value due to
to continue advancing, and once the tool is limited data.
static, starting it again is impossible due to
existing friction forces. When the tool gets to 3.1 Cutting Transport Calculation
the end of the lateral, it is taken out with a high Cutting transport problem occurred when large
pumping rate to clean the new bore. amount of cutting was made due to high ROP
can’t be elevated to the surface and left inside
When the operation is finished, the coiled the borehole and then block the productive
tubing is pulled of and the workover string is layer pore due to high injection pressure. The
turned clockwise to place the baffle anchor in pore blocking by cutting is temporary because
the next position to drill and repeat the process the block will release from the pore slowly due
explained before. to differential pressure between borehole and
reservoir.
At the end, the radial drilling rig is dismounted
and the test tool is lowered to evaluate the Evaluation on this problem can be done with
production of perforated area. Then, the final calculate the percentage of solid content which
installation is lowered and the workover rig is is the percentage of solid content of fluids
dismounted. The estimated time for the inside annulus and the exit velocity when
perforation of the four laterals is 24 hours and fluids exit from the borehole inside casing.
the whole operation lasts for five days. This calculation use data from radial drilling

43
Sudjati Rachmat, Leopaska Adiputra Apytulex

࢒࢈
࣋࢓࢏࢞ = ૟૛. ૝૛૙૞ૢ૛
parameter, such as jet flow, ROP, and tools
configuration, just like as the following table : ࢌ࢚૜
Jet flow 2-5 gpm The exit velocity is calculated using equation
Borehole Diameter 2 inch (6):
OD Pipe 1 inch
࢒࢈
ID Pipe 0.5 inch ૚૟. ૟ૠ૟૟ૡ ቀ ቁ
࢜ࢋ࢞࢏࢚ = ࢓࢏࢔
࣊ ∗ ൫ሺ૛૛ሻ− ሺ૚૛ ሻ൯ ࢒࢈
ቆ ቇ ࢌ࢚૛ ∗ ૟૙ ࢙ ∗ ૟૛. ૝૙૚૙૛ૢ૟ ൬ ൰
ሺ૝ ∗ ૚૝૝ሻ ࢌ࢚૜
In this calculation we assume that for the
܎‫ܜ‬
࢜ࢋ࢞࢏࢚ = ૙. ૛ૠ૛૜૞ૠ ൬ ൰
optimum cutting transport, the percentage of
solid content is no more than 2% that will ‫ܛ‬
result the optimum ROP for each jet flow
value. There is the plot between ROP and solid
percentage for 2 gpm jet flow that show
As a calculation example, there is the sensitivity analysis to get optimum ROP value
calculation at 2 gpm jet flow and 2% which is ROP at 2% solid percentage value..
percentage of solid : Complete plot for 2, 3, 4, and 5 gpm jet flow
will be presented in Appendix B.
Using equation (3) we can calculate :

࢓ሶࢉ࢛࢚࢚࢏࢔ࢍ ࢍࢋ࢔ࢋ࢘ࢇ࢚࢏࢕࢔
૛% = ࢞ ૚૙૙% 2 gpm Jet Flow
࢓ሶ࢚࢕࢚ࢇ࢒
0.6
࢓ሶࢉ࢛࢚࢚࢏࢔ࢍ ࢍࢋ࢔ࢋ࢘ࢇ࢚࢏࢕࢔ = ૙. ૙૙૛ ࢓ሶ࢚࢕࢚ࢇ࢒
ROP (ft/min)
0.4 y = 5.105x - 0.004

After that, we substitute the relationship above 0.2


into equation (2) : 0

࢒࢈
0 0.05 0.1
૙. ૙૙૛ ࢓ሶ࢚࢕࢚ࢇ࢒ + ሺ૛ ∗ ૡ. ૜૜ሻ ൬ ൰ = ࢓ሶ࢚࢕࢚ࢇ࢒
࢓࢏࢔ Solid Fraction

૚૙૙ ࢌ࢚૜
࢓ሶ࢚࢕࢚ࢇ࢒ = ൬ ൰ ࢞ ૚૟. ૟૟ ቆ ቇ
ૢૢ. ૢૢૡ ࢓࢏࢔ There is the chart that shows the differences
relationship between ROP and solid content
࢒࢈
࢓ሶ࢚࢕࢚ࢇ࢒ = ૚૟. ૟ૠ૟૟ૡ ൬ ൰
percentage for 2-5 gpm jet flow. This chart
࢓࢏࢔ will be also presented in Appendix B.

࢓ሶࢉ࢛࢚࢚࢏࢔ࢍ ࢍࢋ࢔ࢋ࢘ࢇ࢚࢏࢕࢔
= ૙. ૙૙૛
࢒࢈
∗ ૚૟. ૟ૠ૟૟ૡ ൬ ൰
࢓࢏࢔
࢒࢈
࢓ሶࢉ࢛࢚࢚࢏࢔ࢍ ࢍࢋ࢔ࢋ࢘ࢇ࢚࢏࢕࢔ = ૙. ૙૚૟૟ૠ૟ૠ ൬ ൰
࢓࢏࢔
Finally we can get ROP for 2 gpm Jet Flow
using equation (2), we assume ρbulk = 2.65
gr/ml:

࢓ሶࢉ࢛࢚࢚࢏࢔ࢍ ࢍࢋ࢔ࢋ࢘ࢇ࢚࢏࢕࢔ From the chart above, we can say that ROP
ࡾࡻࡼ =
࡭࢒ࢇ࢚ࢋ࢘ࢇ࢒ ࢎ࢕࢒ࢋ ∗ ࣋ࢉ࢛࢚࢚࢏࢔ࢍ value is increasing when jet flow value is also
increasing. At the same value of solid content
܎‫ܜ‬ percentage, the value of ROP will increase for
ࡾࡻࡼ = ૙. ૙૙૝૟૛૞૙૙૛ ൬ ൰
‫ܖܑܕ‬
the increasing of jet flow value.

And then we have to calculate the ρmix using We also can see from the chart above that for
equation (4) : the same value of solid content, the differences
of ROP value for each jet flow is also
ቀ൫૟૛. ૝ ∗ ሺ૚૙૙ − ૛ሻ൯ + ሺ૟૛. ૝ ∗ ૛. ૟૞ ∗ ૛ሻቁ increasing caused by the bigger slope for the
࣋࢓࢏࢚࢛࢞࢘ࢋ =
૚૙૙
bigger value of solid content. That statement is

44
Radial Drilling Cutting Transport Calculation Using Solid Content Sensitivity Analysis
to Determine Rate of Penetration(ROP)

very logic because when we injecting water 1. Bruni,M, H.Biassotti, and G.Salomone,
with high jet flow value then more cutting is “Radial Drilling in Argentina”, SPE Paper
occurred in the drilling process. At 2% of solid number 107382.
content which is the upper limit for optimum 2. Utomo,Mohamad Isa Priyo, 2008, “STUDI
ROP value, we can see that the difference of KASUS : EVALUASI OPERASI RADIAL
ROP value for each jet flow value is more or JET DRILLING DI LAPANGAN X”.
less 0.05 ft/min. 3. Dickinson,W, Herman Dykstra, Robert
Nordlund and R.W. Dickinson., "Coiled-
IV. CONCLUSION Tubing Radials Placed by Water-Jet
a. Based on literature, radial drilling technique Drilling: Field Result, Theory, and
becomes a solution for a mature oilfield and Practice", SPE Paper number 26348.
low oil production. With radial drilling 4. Dickinson,W, R.R. Anderson, and R.W.
Dickinson., 1989, "The Ultrashort-Radius
technique we can decrease damage radius
Radial System", SPE Drilling Engineering
and increase drainage radius and as a result Paper number 14804.
we can increase production to 200% until 5. Dickinson,W and R.W. Dickinson,
400% from previous one. Radial drilling "Horizontal Radial Drilling System", SPE
operation is depend on several parameters Paper number 13949.
such as, cutting transport, water blocking, 6. Giancoli, D.C. 1998, “Physics”.Prentice-
borehole position, and reservoir Hall.Inc.
characteristics (well scenario). The most
important parameter is cutting transport
process.
b. The optimum ROP for each jet flow value is
at 2% solid percentage which is the upper
limit of a good cutting transport.
c. Optimum ROP for 2 gpm jet flow :
0,0942934 ft/min
Optimum ROP for 3 gpm jet flow :
0,1414401 ft/min
Optimum ROP for 4 gpm jet flow :
0,188586801 ft/min
Optimum ROP for 5 gpm jet flow :
0,2357335 ft/min.
d. The value of ROP will increase when jet
flow and solid content value are also
increasing or we can say in other words that
the value of ROP is equivalent with the
value of solid content and jet flow.
e. For the same value of solid content, the
differences of ROP value is increase when
the jet flow value is increase for the bigger
value of solid content caused by the slope
for each jet flow is increasing.
f. The difference of optimum ROP at 2% solid
content for each jet flow value is more or
less 0.05 ft/min.

V. NOMENCLATURE
݉ሶ = mass flow (lb/min)
ρcutting = cutting density (gr/ml)
ρfluid = fluid density (lb/cuft)
ROP = Rate of Penetration (ft/min)
REFERENCES

45
Sudjati Rachmat, Leopaska Adiputra Apytulex

Appendix A :

2 gpm Jet Flow


࢓ሶࢉ࢛࢚࢚࢏࢔ࢍ ࢍࢋ࢔ࢋ࢘ࢇ࢚࢏࢕࢔ ࢓ሶ࢏࢔࢐ࢋࢉ࢚࢏࢕࢔ ࢌ࢒࢛࢏ࢊ ࢓ሶ࢚࢕࢚ࢇ࢒ Solid v exit ROP ρ mixture
(lb/min) (lb/min) (lb/min) frac (ft/s) (ft/min) (lb/ft3)
0,0166767 16,66 16,67668 0,001 0,272357 0,004625002 62,4010296

0,0333868 16,66 16,69339 0,002 0,272625 0,009259272 62,4020592

0,0837186 16,66 16,74372 0,005 0,273434 0,023217973 62,405148

0,1682828 16,66 16,82828 0,01 0,274792 0,046670471 62,410296

0,34 16,66 17 0,02 0,27755 0,0942934 62,420592

0,8768421 16,66 17,53684 0,05 0,286173 0,243177717 62,45148

1,4486957 16,66 18,1087 0,08 0,295359 0,40177188 62,482368

1,8511111 16,66 18,51111 0,1 0,301823 0,51337518 62,50296

3 gpm Jet Flow


࢓ሶࢉ࢛࢚࢚࢏࢔ࢍ ࢍࢋ࢔ࢋ࢘ࢇ࢚࢏࢕࢔ ࢓ሶ࢏࢔࢐ࢋࢉ࢚࢏࢕࢔ ࢌ࢒࢛࢏ࢊ ࢓ሶ࢚࢕࢚ࢇ࢒ Solid v exit ROP ρ mixture
(lb/min) (lb/min) (lb/min) frac (ft/s) (ft/min) (lb/ft3)
0,025015015 24,99 25,01501502 0,001 0,408535 0,0069375 0,025015015

0,05008016 24,99 25,04008016 0,002 0,408938 0,0138889 0,05008016

0,125577889 24,99 25,11557789 0,005 0,41015 0,034827 0,125577889

0,252424242 24,99 25,24242424 0,01 0,412188 0,0700057 0,252424242

0,51 24,99 25,5 0,02 0,416325 0,1414401 0,51

1,315263158 24,99 26,30526316 0,05 0,42926 0,3647666 1,315263158

2,173043478 24,99 27,16304348 0,08 0,443038 0,6026578 2,173043478

2,776666667 24,99 27,76666667 0,1 0,452734 0,7700628 2,776666667

46
Radial Drilling Cutting Transport Calculation Using Solid Content Sensitivity Analysis
to Determine Rate of Penetration(ROP)

4 gpm Jet Flow


࢓ሶࢉ࢛࢚࢚࢏࢔ࢍ ࢍࢋ࢔ࢋ࢘ࢇ࢚࢏࢕࢔ ࢓ሶ࢏࢔࢐ࢋࢉ࢚࢏࢕࢔ ࢌ࢒࢛࢏ࢊ ࢓ሶ࢚࢕࢚ࢇ࢒ Solid v exit ROP ρ mixture
(lb/min) (lb/min) (lb/min) frac (ft/s) (ft/min) (lb/ft3)
0,0333534 33,32 33,35335 0,001 0,544713 0,009250003 62,4010296

0,0667735 33,32 33,38677 0,002 0,54525 0,018518544 62,4020592

0,1674372 33,32 33,48744 0,005 0,546867 0,046435946 62,405148

0,3365657 33,32 33,65657 0,01 0,549584 0,093340942 62,410296

0,68 33,32 34 0,02 0,5551 0,188586801 62,420592

1,7536842 33,32 35,07368 0,05 0,572346 0,486355434 62,45148

2,8973913 33,32 36,21739 0,08 0,590718 0,80354376 62,482368

3,7022222 33,32 37,02222 0,1 0,603646 1,02675036 62,50296

5 gpm Jet Flow


࢓ሶࢉ࢛࢚࢚࢏࢔ࢍ ࢍࢋ࢔ࢋ࢘ࢇ࢚࢏࢕࢔ ࢓ሶ࢏࢔࢐ࢋࢉ࢚࢏࢕࢔ ࢌ࢒࢛࢏ࢊ ࢓ሶ࢚࢕࢚ࢇ࢒ Solid v exit ROP ρ mixture
(lb/min) (lb/min) (lb/min) frac (ft/s) (ft/min) (lb/ft3)
0,041691692 41,65 41,69169169 0,001 0,680892 0,0115625 62,4010296

0,083466934 41,65 41,73346693 0,002 0,681563 0,0231482 62,4020592

0,209296482 41,65 41,85929648 0,005 0,683584 0,0580449 62,405148

0,420707071 41,65 42,07070707 0,01 0,68698 0,1166762 62,410296

0,85 41,65 42,5 0,02 0,693875 0,2357335 62,420592

2,192105263 41,65 43,84210526 0,05 0,715433 0,6079443 62,45148

3,62173913 41,65 45,27173913 0,08 0,738397 1,0044297 62,482368

4,627777778 41,65 46,27777778 0,1 0,754557 1,2834379 62,50296

47
Sudjati Rachmat, Leopaska Adiputra Apytulex

Appendix B :

48
Radial Drilling Cutting Transport Calculation Using Solid Content Sensitivity Analysis
to Determine Rate of Penetration(ROP)
Sudjati Rachmat, Leopaska Adiputra Apytulex

Figure 1 : Representative Diagram of Perforated Laterals

50
Radial Drilling Cutting Transport Calculation Using Solid Content Sensitivity Analysis
to Determine Rate of Penetration(ROP)

Figure 2 : Diagram of Tool to Perforate Casing

Figure 3 : Diagram of Tool for the Formation Drilling

Glossary Figure 3:

Manguera de Kevlar : Kevlar Hose

Boquilla : Nozzle

51
Sudjati Rachmat, Leopaska Adiputra Apytulex

Figure 4 : Diagram of the Drilling Nozzle

52
JTM Vol. XVI No.1/2009

APLIKASI METODE DOUBLE DIFFERENCE UNTUK


RELOKASI HIPOSENTER GEMPA VULKANIK
GUNUNG KELUD SECARA AKURAT
David P. Sahara1, Adrianto W. Kusumo2, Sri Widiyantoro3, Rachmat Sule4

Sari
Metode double difference (DD) adalah suatu metode relokasi hiposenter relative yang dikembangkan dari metode
Geiger dengan menggunakan data waktu tempuh residual dari pasangan hiposenter ke setiap stasiun seismograf.
Lokasi hiposenter ditentukan dengan menggunakan data waktu tempuh absolute dan data diferensial waktu
tempuh gelombang P dan S yang akurat. Solusi Least Square digunakan untuk mnyelesaikan perubahan vector
(dt0,dx0,dy0,dz0) di antara pasangan hiposenter. Analisis multiplet clustering diaplikasikan untuk memilih
pasangan hiposenter yang memiliki bentuk gelombang (waveform) yang mirip dan jarak antar sumber yang relatif
dekat dibandingkan dengan jarak antara hiposenter-stasiun dan skala heterogenitas model kecepatan, sehingga
ray path antar hiposenter dalam satu cluster ke suatu stasiun hampir sama. Pada kasus ini perbedaan waktu
tempuh untuk setiap pasangan hiposenter dapat digunakan untuk menentukan jarak persebaran spasial pasangan
hiposenter dengan akurasi tinggi. Dengan semikian efek kesalahan akibat model kecepatan yang tidak diketahui
bisa diminimalkan. Algoritma yang diterapkan di sini hanya menggunakan data gelombang P, akan tetapi mampu
memberikan perbaikan lokasi hiposenter secara signifikan. Algoritma ini berhasil membuat lokasi hiposenter hasil
Single Event Determination dan Joint Hypocenter Determination yang tersebar acak menjadi terfokus sehingga
dapat mendeliniasistruktur internal gunung Kelud dengan rinci.

Kata kunci: relokasi relatif, Gunung Kelud, double difference, multiplet clustering.

Abstract
The double-difference (DD) method is a relative hypocenter relocation method developed by extending Geiger’s
method using residual time data of pairs of events to each seismographic station. In this study, the location
determination method used absolute travel-time measurements and accurate P-and S-wave differential travel-time
measurements. A least-squares solution was employed to solve the iterative adjustment of the vector difference
(dt0,dx0,dy0,dz0) between pairs of events. A multiplet clustering analysis was applied to select the hypocenter
pairs that have similar and small separation compared to the event – station distance and the scale length of the
velocity heterogeneity, so the ray paths from the source region to a common station are similar. In this case the
difference in travel times for two events observed at one station can be used to determine the spatial (relative)
offset between the events with high accuracy. This the effect of the errors related to unknown velocity model can be
minimized. Here, the algorithm used only the P-wave travel-time measurements. However, it can provide a
significant improvement in the hypocenter location. The algorithm collapses the diffused locations obtained from
Single Event Determination and Joint Hypocenter Determination into sharp images of seismicity and defines the
internal structure of Mt. Kelud in detail.

Keywords: relative relocation, Kelud Volcano, double difference, multiplet clustering.


1)
Program Studi Teknik Geofisika, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, ITB
Email : dave_sahara@yahoo.com
2)
Program Studi Teknik Geofisika, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, ITB
3)
Kelompok Keilmuan Geofisika Global, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, ITB
4)
Kelompok Keilmuan Geofisika Terapan, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, ITB

I. PENDAHULUAN sangat pendek, produk letusan kecil (0.1-0.2


Gunung Kelud merupakan gunung api bertipe km3) dan VEI = 3-4 (Kusumadinata, 1979).
strato yang relatif kecil dengan ketinggian Bahaya utama dari letusan Gunung Kelud
1731 m di atas muka laut atau 1650 m di atas adalah terjadinya erupsi lahar. Letusan terbesar
Kota Kediri dan Blitar. Gunung ini terletak terjadi pada tahun 1919 yang menyebabkan
kira-kira 27 km sebelah timur pusat Kota 5160 orang meninggal. Gunung Kelud terakhir
Kediri dan dikelilingi gugusan Gunung Wilis kali meletus tahun 1990 dan menyebabkan
disebelah barat, Gunung Welirang-Arjuna tujuh orang meninggal dan dua kampung
disebelah utara, dan Gunung Kawi-Butak hancur .
disebelah timur (Gambar 1).
Fokus penelitian ini adalah perkembangan
Periode letusan Gunung Kelud berkisar antara metode penentuan hiposenter untuk
9-75 tahun. Selama satu abad terakhir Gunung menghasilkan suatu lokasi hiposenter yang
Kelud tercatat meletus pada tahun 1901, 1919, lebih akurat. Beberapa penelitian sebelumnya
1951, 1966, dan 1990. Semua letusan tersebut menyebutkan bahwa efek kesalahan model
mirip dan memiliki ciri waktu letusan yang kecepatan dapat diminimalisasi secara efektif

31
David P. Sahara, Adrianto W. Kusumo,
Kus Sri Widiyantoro, dan Rachmat Sule

dengan menggunakan metode relokasi relatif Persamaan 1 hanya berlaku bila jarak antara
hiposenter (Poupinet et al., 1984, Got et al., kedua hiposenter dekat, tetapi bila jarak kedua
1994). Pada tahun 2000 Waldhauser hiposenter berjauhan maka slowness model
mengenalkan suatu metode relokasi Double antara kedua hiposenter tidak konstan dan
Difference untuk menentukan an posisi relatif persamaan tersebut menjadi tidak stabil.
hiposenter dengan lebih akurat. Metode
Double Difference diaplikasikan untuk Linearisasi persamaan 1 diberikan oleh :
merelokasi hasil penentuan lokasi hiposenter
Gunung Kelud dengan menggunakan metode
Single Event Determination dan Joint (2)
Persamaan 2 dapat ditulis lengkap menjadi
Hypocenter Determination yang telah
dilakukan
kukan sebelumnya (Sahara, 2009).

II. DATA GEMPA (3)


Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi menggunakan sistem telemetri untuk
mengumpulkan berbagai data dari lokasi yang
jauh dan mengirim informasi ke pusat instalasi Dengan menggabungkan persamaan 3 untuk
dengan memasang seismometer di 4 stasiun semua pasangan hiposenter pada semua stasiun
(KLD, SUM, GJM, dan KWH) untuk pengamat dalam satu cluster maka dapat
merekam aktivitas Gunung Kelud (Gambar 2). dibuat suatu persamaan linear matriks double
Data yang dianalisis adalah data perekaman difference :
mulai tanggal 27 September 2007 hingga 12
November 2007 oleh keempat stasiun tersebut. (4)
Selama periode tersebut tercatat sebanyak 2293
sumber gempa vulkanik tipe A dan B (Sahara, Dengan G merupakan matriks partial
2009). Waktu tiba gelombang S sangat susah derivative residual waktu tempuh terhadap
diidentifikasi dengan jelas, sehingga penentuan parameter hiposenter. Matriks ini berukuran M
lokasi hiposenter hanya menggunakan data x 4N, dengan M adalah jumlah persa persamaan
waktu tiba gelombang P dari gempa vulkanik. yang mungkin dibentuk dari semua pasangan
hiposenter pada semua stasiun dalam satu
III. METODE DOUBLE DIFFERENCE cluster, dan N adalah jumlah hiposenter dalam
Metode double difference secara teoritis satu cluster. m adalah data vektor perubahan
merupakan pengembangan metode Geiger posisi relatif antar pasangan hiposenter
dengan menggunakan data relatif waktu terhadap posisi relatif hiposenter ddugaan
tempuh antar dua hiposenter. Prinsip metode (awal) [dx,dy,dz,dt]T pada satu cluster,
ini adalah jika jarak persebaran hiposenter sedangkan d adalah residual double difference
antara dua gempa sangat kecil dibanding jarak seluruh pasangan hiposenter. W adalah matriks
antara stasiun – sumber, maka ray path kedua diagonal untuk pembobotan tiap persamaan.
gempa dapat dianggap mendekati sama. Matriks W digunakan karena besar signal to
Dengan asumsi ini, maka selisih waktu tempuh noise ratio berbeda untuk tiap event pada tiap
antara kedua gempa yang terekam pada satu stasiun. Matriks W memberikan bobot untuk
stasiun yang sama dapat dianggap hanya tiap persamaaan berdasar kualitas pick tiap
sebagai fungsi jarak antara kedua hiposenter. event.
Sehingga kesalahan model kecepatan
kecepat bisa
diminimalisasi tanpa menggunakan koreksi Pada dasarnya matriks G masih mempunyai
stasiun. (Waldhauser dan Ellsworth , 2000).
2000) banyak kelemahan, salah satu kelemahannya
adalah kolom matriks G hanya memiliki 8
Residual relatif waktu tempuh antara kolom yang tidak bernilaii nol di satu baris. Hal
hiposenter i dan hiposenter j (satu pasang ini menyebabkan solusi dari inversi menjadi
hiposenter) pada stasiun kurang stabil. Salah satu cara untuk
k ( dapat di formulasikan meningkatkan kestabilannya yaitu menyeleksi
dengan : hiposenter yang akan dimasukan ke dalam
matriks G, hiposenter yang dimasukkan
hanyalah hiposenter yang saling ing terhubung
dengan baik atau memiliki nilai (1) koherensi
yang cukup tinggi.
dan adalah waktu tempuh dari hiposenter i
ke stasiun k dan adalah adalah waktu
tempuh dari hiposenter j ke stasiun k.

32
Aplikasi
plikasi Metode Double Difference Untuk Relokasi Hiposenter Gempa Vulkanik
Gunung Kelud Secara Akurat

IV. METODE MULTIPLET CLUSTERING titik sampel, satu pada koordinat (0,0,0) yang
Analisis multiplet clustering dilakukan untuk mewakili titik di dalam area coverage stasiun
menentukan hiposenter yang saling terhubung dan kedua pada koordinat (1200,1200,0) pada
satu dengan yang lain dan kemudian luar coverage stasiun pengamat. Dibuat grid
mengelompokkannya dalam satu cluster. berukuran 21 x 21 titik pada masing
masing-masing
Multiplet mikroseismik merupakan grup titik sampel, dengan jarak antar titik grid
kejadian mikroseismik dengan waveform yang masing-masing
masing adalah 100 m pada arah X, Y,
mirip dan diperkirakan berasal dari shear slip Z. Titik sampel berada pada tengah grid. Root
dari bidang rekah atau struktur yang sama Mean Square error (RMS Error) waktu
(Asanuma et al., 2006). tempuh dihitung pada masing-masing
masing titik grid
terhadap waktu tempuh titik sampel dan
Analisis multiplet clustering dimulai dengan kemudian dibuat kontur RMS.
analisis koherensi antar waveform.
waveform Koherensi
menunjukkan hubungan kemiripan antara dua Hasil kontur RMS pada sampel (0,0,0)
waveform yang ditunjukkan dalam rentang memberikan nilai minimum global error pada
angka 0 hingga
ngga 1. Jika nilai koherensi semakin titik sampel. Secara umum bisa dianalisis
mendekati 1, maka kedua wavefrom makin bahwa persebaran stasiun pengamat pada
mirip dan sebaliknya. lapangan cukup baik dan secara statistik nilai
hasil inversi SED memberikan lokasi pada
Nilai koherensi didapatkan dari persamaan: minimum error yang tepat. Hasil kurang baik
didapat dari kontur RMS pada sampel di luar
coverage stasiun pengamat. Minimum RMS
tidak berada pada satu titik, tetapi pada satu
dan (5) trend garis, sehingga hasil inversi belum tentu
memberikan lokasi hiposenter pada minimum
error yang tepat. Dari hasil ini didapat zona
dengan tingkat kepercayaan tinggi pada radius
adalah cross power spectral density 1000 m dari puncak kawah (0,0), di luar zona
tersebut tingkat kepercayaan hasil inversi
antara dua waveform sedangkan dan
kurang baik. Berdasar analisis tersebut daerah
adalah auto power spectral density.
density penelitian dibatasi hanya pada radius
dius 1000 m
Nilai-nilai
nilai tersebut berada dalam domain dari puncak kawah.
frekuensi dan didapatkan dengan
menggunakan Short Time Fourier Transform VI. DISTRIBUSI HIPOSENTER HASIL
(STFT) pada sejumlah window tertentu yang METODE SINGLE EVENT
telah ditentukan. DETERMINATION (SED) DAN JOINT
HYPOCENTER DETERMINATION
(JHD)
(6) Penentuan hiposenter gempa vulkanik Gunung
Kelud dengan metoda SED dan JHD telah
dilakukan dengan menggunakan model
kecepatan 1-D D (Sahara, 2009). Model
kecepatan untuk analisis didapat dari apriori
dengan dan adalah fungsi waveform informasi geologi dan survey graviti di
Gunung Kelud.
dalam domain frekuensi dan dan
adalah konjugatnya. Perbedaan metode SED dan JHD terletak pada
besaran koreksi stasiun. Metode JHD secara
Analisis koherensi dilakukan terhadap semua simultan akan menginversi waktu tempuh
pasangan hiposenter. Dari hasil analisis dibuat
sekelompok hiposenter untuk mendapatkan
suatu tabel koherensi antar hiposenter.
lokasi hiposenter serta besaran koreksi stasiun
Kemudian ditentukan satu nilai threshold
sebagai koreksi terhadap kesalahan akibat
koherensi sebagai nilai minimum pasangan model kecepatan 1-D D yang digunakan. Pada
hiposenter yang dapat dimasukkan ke dalam
beberapa kasus dengan menggunakan model
satu cluster.
kecepatan yang sama, metode JHD berhasil
mengurangi error akibat kesalahan lateral
V. ANALISIS SPATIAL ERROR model kecepatan dan memberikan posisi
DISTRIBUTION hiposenter yang lebih baik dari pada SED
Analisis error spatial distribution digunakan
(Pujol, 2000). Dengan memperhitungkan
untuk melihat kualitas persebaran stasiun koreksi stasiun, maka residual waktu tempuh
pengamat pada daerah studi. Ditentukan dua
33
David P. Sahara, Adrianto W. Kusumo,
Kus Sri Widiyantoro, dan Rachmat Sule

yang didapatkan pada station ke-ii dapat ditulis


ditu Dari analisis koherensi didapat 199 hiposenter
sebagai berikut: yang saling terhubung pada 34 cluster
hiposenter. Sedangkan hiposenter lainnya
(7) independen terhadap hiposenter yang lain,
karena jarak antar hiposenter yang terlalu jauh
atau koherensi antar waveform yang jelek.
dengan adalah waktu tempuh gelombang
Hiposenter-hiposenter
hiposenter ini tidak dimasukkan
pada stasiun ke-ii hasil observasi dan adalah pada proses relokasi metode double diffe
difference.
waktu tempuh gelombang dugaan hasil Input delay time digunakan gabungan data
perhitungan dari model kecepatan yang absolut pick dan data delay time yang lebih
dimiliki serta adalah koreksi stasiun. akurat dengan analisis correspond the peak
(pers. comm. Asanuma, 2009).
Pada penelitian ini hasil metode SED dan JHD
hampir sama, maksimal perbedaan lokasi Metode DD secara keseluruhan bisa membuat
antara kedua metode tersebut adalah 20m. hiposenter lebih terkonsentrasi pada satu trend
Kemiripan hasil ini karena dari analisis inversi struktur.
truktur. Hasil relokasi DD menarik hiposenter
JHD didapat nilai koreksi stasiun yang sangat
san ke dalam centroid of gravity tiap cluster-nya.
kecil. Rata-rata
rata nilai koreksi stasiun kurang Sehingga hiposenter - hiposenter tersebut
dari 3 ms. Nilai ini sangat kecil dibanding berdekatan dan berkumpul pada satu trend
dengan nilai data waktu tempuh (rata-rata
(rata bidang rekah.
bernilai 1000 ms), sehingga nilai koreksi tidak
begitu memberikan perubahan lokasi VIII. ANALISIS
hiposenter yang signifikan. Rata-rata
Rata posisi Secara sifat fisika (physical preperties)
preperties),
hiposenter hanya bergeser sekitar 8 m dari relokasi hasil metode DD mempunyai tingkat
posisi SED dengan trend antar hiposenter yang kepercayaan yang lebih besar. Hal itu karena
sama. dari analisis koherensi semua hiposenter dalam
satu cluster mempunyai koherensi yang sangat
Hasil metode SED dan JHD menunjukkan mirip (mendekati satu), sehingga dapat
bahwa episenter gempa vulkanik diinterpretasikan bahwa hiposenter-hiposenter
hiposenter
terkonsentrasi disekitar Kawah Gunung Kelud tersebut berasal dari satu mekanisme gempa
(Gambar 8). Persebaran hiposenter secar secara yang sama dan terletak saling berdekatan pada
keseluruhan menunjukkan suatu pola yang satu trend bidang rekah atau struktur.
teratur, dari bawah mulai dari bulan
September, terus bergerak ke atas hingga bulan Secara stasitik hasil ini juga memiliki tingkat
November. Hal ini berkorelasi baik dengan kepercayaan yang lebih tinggi, karena
pergerakan magma menuju permukaan selama memiliki nilai RMS waktu tempuh uh yang lebih
aktivitas Gunung Kelud. Selisih antara waktu kecil dari pada metode SED dan JHD. Selain
tempuh hasil pengamatan (tobs) dengan waktu itu analisis DD menggunakan data delay time
tempuh hasil perhitungan (tcal) berkisar antara - yang lebih akurat dengan menggunakan
0,35 detik sampai dengan 0,35 detik (gambar analisis correspond the peak, sehingga
8). memiliki tingkat kepercayaan yang lebih baik.

VII. RELOKASI HIPOSENTER DENGAN Berdasar analisis koherensi, didapat tiga pola
MENGGUNAKAN METODE mekanisme gempa sepanjang perekaman
DOUBLE DIFFERENCE gempa. Kelompok
ompok pertama adalah kelompok
Analisis DD diawali dengan analisis multiplet gempa yang memiliki koherensi tinggi dengan
clustering untuk penentuan cluster hiposenter. hiposenter acuan SEP270429 270429 (sebelum
Dua hiposenter dipilih sebagai acuan analisis aktivitas utama) dan terjadi mulai dari 27
koherensi dengan hiposenter yang lain. September hingga 15 Oktober 2007.
Hiposenter acuan yang dipilih adalah Kelompok gempa ini merupakan gempa dalam
hiposenter dengan ID SEP270429 270429 dan (5138 m hingga 642 m)) di bawah permukaan
OKT241937. Hiposenter SEP270429 air laut dengan nilai magnitudo rata rata-rata
merupakan representasi si gempa dalam (2459 bernilai > 0. Gempa pada cluster ini
m) dan terjadi sebelum aktivitas utama diinterpretasikan sebagai gempa akibat tekanan
Gunung Kelud. Sedangkan hiposenter (pressure)) yang disebabkan oleh desakan
OKT241937 merupakan representasi gempa pergerakan magma menuju permukaan. Bila
dangkal (131 m) dan terjadi setelah aktivitas diplot berdasar waktu kejadiann hiposenter
utama Gunung Kelud. Batas bawah koherensi dalam cluster ini terjadinya berurutan dari
pasangan hiposenter untuk dapat dimasukkan
di bawah ke atas sesuai dengan pergerakan
ke dalam satu cluster adalah 80%. magma.

34
Aplikasi Metode Double Difference untuk Relokasi Hiposenter Gempa Vulkanik
Gunung Kelud secara Akurat

Kelompok kedua, memiliki nilai koherensi UCAPAN TERIMA KASIH


tinggi dengan hiposenter acuan OKT241937 DPS dan AWK menyampaikan terima kasih kepada
(setelah aktivitas utama), berkumpul pada ITB yang telah mendanai kami untuk menyelesaikan
kedalaman 230 m hingga -269 m dari pemrograman algoritma metode double difference
permukaan laut (kedalaman minus berarti di di Tohoku University, Japan, selama 1 bulan
(2009). Riset ini didanai oleh Hibah DIKTI 2009
atas permukaan laut) dengan nilai magnitudo dan sebagian oleh Riset Insentif, RISTEK, 2009 a.n.
rata-rata bernilai antara -0,7 hingga 0. SW.
Berdasarkan apriori informasi, pada
kedalaman ini kemungkinan terdapat kantong DAFTAR PUSTAKA
magma (magma chamber) Gunung Kelud. 1. Asanuma, H., Hotta, A., Manthei, G.,
Berdasar lokasi dan waktu kejadian dari Niitsuma, H., 2006, Relocation of AE
kelompok kedua, kami menginterpretasikan events from a compression test of a Rock
pola ini sebagai gempa sebagai akibat Salt Specimen by Coherence Collapsing
pelepasan energi (penurunan tekanan) pada Method, EAGE 68th conference and
kantong magma setelah terjadi aktivitas utama. exhibition, 115-133.
2. Got, J. L., Fre´chet, J., Klein, F. W., 1994,
Kelompok ketiga, tidak memiliki koherensi Deep fault plane geometry inferred from
yang baik dengan kedua hiposenter acuan dan multiplet relative relocation beneath the
memiliki magnitudo sangat kecil (< -0,7). south flank of Kilauea, J. Geophys. Res.
Gempa-gempa ini terjadi sebelum dan sesudah 99, 15,375–15,386.
aktivitas utama dengan lokasi hiposenter yang 3. Kusumadinata, K., 1979, Data dasar
tersebar secara acak. Gempa ini kemungkinan Gunung api Indonesia. (Catalogue of
disebabkan oleh deformasi pada gunung api references on Indonesian volcanoes with
saat aktivitas magma meningkat. Kelompok eruptions in historical times),
gempa ini memiliki mekanisme pergerakan Volcanological Survey of Indonesia,
yang independen satu sama lain dan 820pp.
kemungkinan tidak memiliki korelasi dengan 4. Poupinet, G., Ellsworth, W. L., and
pola pergerakan magma menuju permukaan. Fre´chet, J., 1984, Monitoring velocity
variations in the crust using earthquake
IX. KESIMPULAN doublets: an application to the Calaveras
Dari studi ini dapat ditarik beberapa fault, California, J. Geophys. Res. 89,
kesimpulan sebagai berikut : 5719–5731.
1. Distribusi hiposenter terletak di bawah 5. Pujol, J., 2000, Joint Event Location- The
kawah Gunung Kelud mulai dari JHD Technique and Application to Data
kedalaman 5138 m di bawah permukaan From Local Seismic Networks, Advances
hingga ke permukaan. in Seismic Location, 163–204.
2. Histogram kesalahan penentuan 6. Sahara, D., P., 2009, Pengembangan dan
hiposenter (tobs-tcal) menunjukkan bahwa Aplikasi Metode Double Difference untuk
penentuan hiposenter menggunakan Penentuan Relokasi Hiposenter Secara
metode DD lebih baik dibandingkan Akurat; Studi Kasus : Gunung Kelud dan
menggunakan metode SED. Model Sintetis Reservoar Geotermal,
3. Hasil relokasi hiposenter dengan metode Tugas Akhir Program Studi Teknik
DD menunjukkan bahwa hiposenter bisa Geofisika, ITB.
lebih terkonsentrasi pada satu trend 7. van Bergen, M. J., Bernard, Sumarti, S.,
struktur seismisitas dengan jelas. Sriwana, T., Sitorus, K., 2000, Crater
4. Dari hasil analisis koherensi diperoleh tiga lakes of Java: Dieng, Kelud and Ijen,
pola mekanisme utama gempa sepanjang IAVCEI General Assembly : Excursion
aktivitas gunung Kelud antara bulan Guidebook.
September sampai dengan November 8. Waldhauser, F., and Ellsworth, W.L.,
2007. Yang pertama diinterpretasikan 2000, A double-difference earthquake
sebagai gempa akibat tekanan oleh location algorithm: Method and
desakan pergerakan magma menuju application to the Northern Hayward
permukaan, yang kedua sebagai akibat fault, California, Bull. Seismol. Soc. Am.
setelah terjadi aktivitas utama, dan yang 90, 1353–1368.
ketiga oleh deformasi pada gunung api 9. Zaenuddin, A. 1992, Peta Gunungapi
saat aktivitas magma meningkat dengan Kelud, Jawa Timur, Direktorat
lokasi sumber gempa tersebar secara acak. Vulkanologi, Bandung.

35
David P. Sahara, Adrianto W. Kusumo, Sri Widiyantoro, dan Rachmat Sule

Gambar 1. Lokasi Gunung Kelud diantara gugusan gunung api. Gunung Kelud terletak pada bagian barat dari
pola N-S gugusan gunung api Welirang-Arjuna dan Kawi-Butak (van Bergen et al., 2000).

Gambar 2. Distribusi stasiun pencatat gempa di Gunung Kelud.

36
Aplikasi Metode Double Difference untuk Relokasi Hiposenter Gempa Vulkanik
Gunung Kelud secara Akurat

Gambar 3. Ilustrasi dari algoritma metode double difference. Event i dan event j direlokasi bersama terhadap
stasiun k dan stasiun l (Waldhauser dan Ellsworth, 2000).

Gambar 4. Alur analisis koherensi dari dua data.

Gambar 5. Spatial error distribution dengan titik sampel di tengah coverage stasiun.

37
David P. Sahara, Adrianto W. Kusumo, Sri Widiyantoro, dan Rachmat Sule

Gambar 6. Spatial error distribution dengan titik sampel di luar coverage stasiun.

Gambar 7. Model geologi (kiri) dan model kecepatan (kanan) gelombang-P Gunung Kelud (Zaennudin et al.,
1992).

38
Aplikasi Metode Double Difference untuk Relokasi Hiposenter Gempa Vulkanik
Gunung Kelud secara Akurat

Gambar 8. Perbandingan lokasi hiposenter hasil lokasi metode SED (kiri), metode JHD (tengah),
dan metode DD (kanan).

39
David P. Sahara, Adrianto W. Kusumo,, Sri Widiyantoro, dan Rachmat Sule

(a)

(b)

Gambar 9. (a) Lima sampel data waveform pada satu cluster, dan (b) contoh analisis delay time dengan
menggunakan metode correspond the peak (pers. comm. Asanuma, 2009).

40

Anda mungkin juga menyukai