Anda di halaman 1dari 33

BAHAN PERKERASAN

Category: Bangunan
Last Updated on Wednesday, 24 September 2014 Published DateWritten by dalono

KAJIAN
BAHAN PERKERASAN DAN PERMASALAHANNYA

Dalono

Departeman Bangunan, PPPPTK BOE/VEDC Malang

dalono_arwana@yahoo.com.au
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sarana transportasi darat yang paling penting adalah jalan raya.. Sejalan dengan
perkembangan teknologi, maka kebutuhan akan jalan yang memenuhi persyaratan guna
meningkatkan kekuatan konstruksi sangat penting. Kekuatan konstruksi jalan sangat
dipengaruhi oleh jenis perkerasan jalan tersebut.

Di Indonesia kontruksi perkerasan yang paling banyak digunakan adalah perkerasan


lentur, ada berbagai jenis/tipe dalam perkerasan lentur. Kualitas dari konstruksi perkerasan
sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya sangat tergantung pada bahan
perkerasan yang akan digunakan.

Untuk mengetahui pengaruh yang terjadi oleh kerena penggunaan bahan perkerasan
tersebut, maka akan dikaji. ” Bahan Perkerasan dan Permasalahannya” terhadap
kontruksi perkerasan jalan.

1.2Tujuan

Dalam pembahasan ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui karakteristik bahan perkerasan

2. Untuk mengetahui permasalahan bahan perkerasan yang terjadi apabila digunakan


untuk kontruksi perkerasan jalan.

1.3Batasan Masalah

Pembahasan Bahan perkerasan meliputi:

1.Bahan perkerasan untuk kontruksi perkerasan lentur terdiri dari Agregat dan Aspal .

2.Karakteristik dan permasalahan yang terjadi apabila digunakan untuk bahan


kontruksi perkerasan.

2. BAHAN PERKERASAN
2.1. SEJARAH PERKERASAN JALAN

Sejarah perkerasan jalan dimulai bersamaan dengan sejarah umat manusia itu
sendiri yang selalu berhasrat untuk mencari kebutuhan hidup dan berkomunikasi
dengan sesama. Dengan demikian perkembangan jalan saling berkaitan dengan
perkembangan umat manusia. Perkembangan teknik jalan seiring dengan
berkembanganya teknologi yang ditemukan umat manusia.

Pada awalnya jalan hanyalah berupa jejak manusia yang mencari kebutuhan hidup
ataupun sumber air. Setelah manusia mulai hidup berkelompok jejak-jejak itu berubah
menjadi jalan setapak. Dengan mulai dipergunakannya hewan-hewan sebagai alat
transportasi, jalan mulai dibuat rata. Jalan yang diperkeras pertama kali ditemukan di
Mesopothamia berkaitan dengan ditemukannya roda sekitar 3500 tahun sebelum
Masehi.

Konstruksi perkerasan jalan berkembang pesat pada zaman keemasan Romawi.


Pada saat itu telah mulai dibangun jalan-jalan yang trediri dari beberapa lapis
perkerasan. Perkembangan kontruksi perkerasan jalan seakan terhenti dengan
mundurnya kekuasaan Romawi sampai awal abad ke 18. Pada saat itu beberapa ahli
dari Perancis, Skotlandia menemukan sistem-sistem konstruksi perkerasan jalan yang
sebagian sampai saat ini masih umum digunakan di Indonesia maupun dinegara-
negara lain di dunia.

John Louden Mac Adam (1756-1836), orang Skotlandia memperkenalkan


konstruksi perkerasan yang terdiri dari batu pecah atau batu kali, pori-pori diatasnya
ditutup dengan batu yang lebih kecil/halus. Jenis perkerasan ini terkenal dengan nama
Perkerasan Makadam. Untuk memberikan lapisan yang kedap air, maka diatas lapisan
makadam diberi lapisan aus yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat dan
ditaburi pasir kasar.

Gambar Perkerasan Macadam


Pierre Marie Jerome Tresaguet (1716-1796) dari Perancis mengembangkan
sistem lapisan batu pecah yang dilengkapi dengan drainase, kemiringan melintang
serta mulai menggunakan pondasi dari batu.

Thomas Telford (1757-1834) dari Skotlandia membangun jalan mirip dengan apa yang
dilakukan Tresaguet. Konstruksi perkerasannya terdiri dari batu pecah berukuran
15/20 sampai 25/30 yang disusun tegak. Batu-batu kecil diletakkan diatasnya untuk
menutup pori-pori yang ada dan memberikan permukaan yang rata. Sistim ini terkenal
dengan sistem Telford. Jalan-jalan di Indonesia yang dibuat pada jaman dahulu
sebagian besar merupakan sistem jalan Telford, walaupun diatasnya telah diberikan
lapisan aus dengan pengikat aspal.

Gambar Perkerasan Telford

Perkerasan jalan dengan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat telah


ditemukan pertama kali di Babylon pada 625 tahun sebelum Masehi, tertapi
perkerasan jenis ini tidak berkembang sampai ditemukannya kedaraan bermotor
bensin oleh Gottlieb Daimler dan Karl Benz pada tahun 1880. Mulai tahun 1920 sampai
sekarang teknologi konstruksi perkerasan dengan menggunakan aspal sebagai bahan
pengikat maju pesat. Konstruksi perkerasan menggunakan semen sebagai bahan
pengikat telah ditemukan pada tahun 1828 di London, tetapi sama halnya dengan
perkerasan menggunakan aspal, perkerasan ini mulai berkembang pesat sejak awal
tahun 1900 an.
Catatan tentang jalan di Indonesia tak banyak dapat ditemukan. Pembangunan
jalan yang tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia adalah pembangunan jalan yang
pos pada jaman pemerintahan Daendels, yang dibangun dari Anyer di Banten sampai
di Banten Jawa Timur, membentang sepanjang pulau Jawa. Pembangunan tersebut
dilakukan dengan kerja paksa pada akhir abad ke 18. Tujuan pembangunan pada saat
itu terutama untuk kepentingan strategi. Dimana “tanaman paksa” untuk memudahkan
pengangkutan hasil tanaman, dibangun juga jalan-jalan yang merupakan cabang dari
jalan pos terdahulu.

Diluar Pulau Jawa pembangunan jalan hampir tidak berarti, kecuali disekitar
daerah tanaman paksa di Sumatera Tengah dan Utara.

Awal tahun 1970 Indonesia mulai membangun jalan-jalan dengan klasifikasi yang
lebih baik, hal ini ditandai dengan diresmikannya jaln tol pertama pada tanggal 9 Maret
1978 sepanjang 53 km, yang menghubungkan kota Jakarta – Bogor - Ciawi dan
terkenal dengan nama Jalan Tol Jagorawi.

2.2. JENIS KONSTRUKSI PERKERASAN

Silvia ( 1990 ) membagi konstrukdi perkerasan Berdasarkan bahan pengikatnya


konstruksi perkerasan jalan dibedakan atas :

a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang


menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya
bersifat memikul dan memyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.

b. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan


semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa
tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah.
Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.

c. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan kaku


yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur
diatas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur.

Bahan perkerasan pembentuk lapisan perkerasan dibedakan berdasarkan jenis –


jenis konstruksi perkerasan tersebut diatas. Secara prinsip bahan perkerasan terdiri dari
Bahan pengikat dapat berupa Aspal atau Cemen ( PC ) kemudian Bahan pengisi berupa
Agregat dan bahan tambah yang berfungsi sebagai kemudahan untuk dikerjakan.
Bahan perkerasan yang akan dibahas dalam bahasan ini terutama Agregat dan
Aspal, karena kedua bahan ini merupakan bahan kunci dalam konstruksi perkerasan.

2.3. AGREGAT

Agregat adalah matrial perkerasan berbutir yang digunakan untuk perkerasan


jalan, ASTM mendefinisikan agregat sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat,
berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen. Sedangkan menurut
Departemen Pekerjaan Umum didefinisikan agregat merupakan sekumpulan butir – butir
batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lainnya, baik berupa hasil alam maupun hasil buatan.

Menurut Silvia ( 2003 ) Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan
jalan, yaitu 90-95% berat atau 75-85% dari volume campuran. Sehingga kualitas
perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan
material lain (aspal).

2.3.1. Jenis Agregat

Silvia ( 2003 ) membedakan agregat berdasarkan kelompok terjadinya, pengolahan,


dan ukuran butirnya. Berdasarkan proses terjadinya agregat dapat dibedakan atas agregat
beku, agregat sendimen dan agregat metamorfik ini diperkuat oleh Athur ( 2003 ) Batuan
alam diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu batuan beku, batuan sendimen dan batuan
metamorf.

Agregat beku, adalah agregat yang berasal dari magma yang mendingin dan
membeku tedapat dua macam agregat beku yaitu agregat beku luar dan dalam. Agregat
beku luar umumnya berbutir halus seperti batu apung, andesit, basalt, dll. Sedangkan
agregat beku dalam umumnya bertektur kasar seperti gabbro, diorit, syenit.

Agregat sendimen, adalah agregat yang berasal dari campuran mineral, sisa – sisa
hewan dan tanaman yang mengalami pengendapan dan pembekuan. Berdasar proses
pembentukanya dapat dibedakan atas agregat sendimen yang dibentuk dengan proses
mekanik, prosese organis dan proses kimiawi.

Agregat metamorfik, adalah agregat yang mengalimi perubahan bentuk akibat


adanya perubahan tekanan dan temperatur kulit bumi.

Berdasarkan pengolahannya dibedakan atas agregat siap pakai (agregat alam) dan
agregat perlu diolah.

Agregat siap pakai, adalah agregat yang terbentuk melalui proses erosi dan degradasi
sehingga sangat menentukan bentuk partikelnya,agregat yang terbentuk karena proses erosi
umumnya bulat dantekstur permukaanya licin. Sedangkan agregat yang terbentuk akibat
degradasi umumnya membentuk sudut tajam dan kasar. Agregat ini sering digunakan untuk
matrial perkerasan jalan.

Agregat yang diolah, adalah agregat yang diperoleh dari sungai – sungai atau gunung
– gunung yang berbentuk masif dan besar – besar sehingga perlu diolah terlebih dahulu,
umumnya mempunyai bidang pecahan, bertekstur kasar dan ukuran agregat sesuai yang
diinginkan. Agreagat ini umumnya baik untuk matrial perkerasan jalan.

Berdasarkan ukuran butirnya agregat dapat dibedakan atas agregat kasar, agregat
halus, dan bahan pengisi ( filler ). The Asphalt Instirut membedakan agregat berdasarkan
ukuran butir menjadi :

Agregat kasar, adalah agregat dengan ukuran butiran lebih besar dari saringan No. 8 ( =
2,36 mm ), agregat halus dengan ukuran butiran lebih halus dari saringan No. 8 ( = 2,36
mm ) dan bahan pengisi ( filler ) adalah bagian dari agregat halus yang lolos saringan No.30
( = 0,60 mm ). Sedangkan Bina Marga membedakan agregat menjadi : Agregat kasar,
adalah agregat dengan ukuran butiran lebih besar dari saringan No. 4 ( = 4,75 mm
), agregat halus dengan ukuran butiran lebih halus dari saringan No. 4 ( = 4,75 mm )
dan bahan pengisi ( filler ) adalah bagian dari agregat halus yang lolos minimum 75 %
saringan No.200 ( = 0,075 mm )

2.3.2 Sifat Agregat

Agregat yang digunakan untuk bahan perkerasan harus memiliki sifat dan kualitas
yang baik untuk lapisan permukaan yang langsung memikul beban beban lalu lintas dan
menyebarkan ke lapisan di bawahnya. Sifat agregat ini dikelompokan menjadi tiga :

 Kekuatan dan keawetan dipengaruhi oleh, gradasi, ukuran butir maksimum, kadar
lempung, kekerasan dan ketahanan, bentuk butiran dan tekstur permukaan.

 Kemampuan dilapisi aspal dipengaruhi oleh, porositas, kemungkinan basah dan jenis
agregat.

 Kemudahan pelaksanaan dan lapisan yang nyaman dan aman dipengaruhi oleh,
tahanan geser dan komposisi campuran.

2.3.2.1. Gradasi Agregat

Adalah susunan butir agregat sesuai ukuran dan


komposisi butiran merupakan hal yang sangat penting
dalam menentukan stabilitas perkerasan, menurut Silvia
( 1990 ) gradasi butiran dibedakan menjadi gradasi
seragram, gadasi rapat dan gradasi jelek/senjang.
Gradasi Seragam


Terdiri dari butir – butir yang sama atau hampir sama
besar.
 Kontak antar butir baik
 Kepadatan bervariasi tergantungdarisegregasi yang
terjadi
 Stabilitas dalam keadaan terbatasi tinggi
 Stabilitas dalam keadaan lepas rendah
 Sukar untuk dipadatkan
 Mudah diresapi air
 Tidak dipengaruhi kadar air

Gradasi Baik
 Merupakan campuran
agregat kasar dan halus dengan komposisi yang
seibang
 Kontak antar butiran baik
 Seragam dan kepadatan tinggi
 Stabilitas Tinggi
 Kuat menahan deformasi
 Sukar sampai sedang upayauntuk pemadatan
 Tingkat permeabilitas cukup
 Pengaruh kadar air cukup

Gradasi Jelek

 Sumber Silvia ( 1990


) Adalah campuran agregat yang tidak
memenuhi dua katagori diatas
 Kontak antar butir jelek
 Seragam tetapi kepadatan jelek
 Stabilitas sedang
 Mudah dipadatkan
 Tingkat Permeabilitas rendah
 Kurang dipengaruhi oleh bervariasinya kadar air

2.3.2.2. Ukuran Maksimum Agregat

a. Ukuran maksimum agregat, ukuran saringan terbesar dimana agregat lolos saringan
100%.
b. Ukuran nominal maksimum agregat, ukuran saringan terkecil dimana agregat yang
tertahan saringan tersebut ≤ 10%.
Ukuran maks agregat = satu saringan > ukuran nominal maks. .
2.3.2.3. Kebersihan Agregat (cleanliness)
Ditentukan dari banyaknya butiran halus (lolos saringan no.200) seperti lempung,
lanau atau adanya tumbuhan pada campuran agregat. Hal tersebut dapat menghasilkan
campuran beton aspal mutu rendah, karena material halus membungkus patikel agregat
kasar sehingga ikatan agregat dan aspal berkurang dan mudah lepas ikatan tersebut.
2.3.2.4. Daya Tahan Agregat
Merupakan ketahanan agregat terhadap penurunan mutu akibat proses mekanis-dan
kimiawi.
Agregat dapat mengalami degradasi, yaitu perubahan gradasi akibat pecahnya butiran
agregat. Hal tersebut dapat disebabkan oleh proses mekanis, misalnya gaya-gaya yang
terjadi selama pelaksanaan (penimbuan, penghamparan, pemadatan), pelayanan terhadap
beban lalu lintas dan proses kimiawi (pengaruh kelembaban, kepanasan dan perubahan
suhu).
2.3.2.5. Bentuk dan Tekstur Agregat
Silvia ( 20031990 ) mengelompokkan bentuk partikel butir agregat menjadi :

Bulat (rounded) Lonjong ( elorigated )


Pipih ( flaky ) Kubus ( cubical )

Tak beraturan ( irregular )

Sedangkan tekstur agregat dibedakan menjadi : licin, kasar atau berpori.


 Agregat bentuk bulat umumnya licin sering ada di sungai, menghasilkan daya
pengunci & kestabilan rendah.

 Agregut kasar mempunyai gaya gesek yang


baik, ikatan antar butir kuat, sehingga mampu menahan deformasi akibat beban.
 Agregat bentuk kubus biasanya punya tekstur kasar sehingga menghasilkan stabilitas
yang baik.
 Agregat berpori (porous), dibedakan menjadi berpori sedikit, untuk menyerap aspal
sehingga terjadi ikatan yang baik antara aspal dan agregat.dan berpori banyak,
mempunyai tingkat kekerasan rendah sehingga mudah pecah dan degradasi.
2.3.2.6. Daya Lekat Aspal Terhadap Agregat (affinity for asphalt)
Daya lekat aspal dan agregat dipengaruhi oleh dua sifat yaitu sifat mekanis, yang
tergantung pada pori – pori, absorpsi, bentuk dan tekstur permukaan dan ukuran butir serta
sifat yang kedua adalah sifat kimiawi .
Agregat berpori sangat baik untuk menyerap aspal sehingga ikatan antar agregat menjadi kuat,
tetapi kalau pori – pori agragat sangat banyak maka akan berpengaruh pada lapisan aspal
menjadi tipis karena terserap oleh por – pori agregat. Disamping itu semakin banyaknya pori –
pori pada agregat akan menyerap air yang banyak pula, hal ini sangat berpengaruh negative
pada ikatan antara aspal dan agregat oleh karena sifat aspal yang anti air.
2.3.2.7. Berat Jenis Agregnt (BJ)

Berat jenis agregat dalah perbandingan antara berat


volule agregat dan berat volume air. Berat jenis agregat
ini sangat penting dalam perkerasan jalan oleh karena
dalam merencanakan komposisi campuran berdasakan
perbandingan berat.
Agregat yang mempunyai berat jenis rendah mempunyai
volume yang besar dan pori – pori yang banyak,
sehingga dengan berat yang sama memerlukan aspal
yang lebih banyak. Berdasarkan AASHTO T 85-81
membagi berat jenis menjadi tiga :
 Bulk Spesific Gravity ( Berat Jenis Bulk ), dimana volume yang diperhitungkan adalah
volume seluruh pori yang ada ( volume pori yang dapat diresapiair dan volume yang
tak dapat diresapi air ) ini digunakan apabila asumsi aspal hanya menyelimuti bagian
luar dari agregat.
 Apparent specific gravity, dimana volume yang diperhitungkan adalah volume partikel
dan bagian yang dapat menyerap air. Ini digunakan apabila asumsi aspal dapat
meresapi seluruh bagian agregat yang dapat diresapi air.
 Effective specific gravity, dimana volume partikel hanya sebagian dari pori yang dapat
diresapi air.

2.4. ASPAL
Aspal merupakan material utama pada konstruksi lapis perkerasan lentur (flexible
pavement) jalan raya, yang berfungsi sebagai campuran bahan pengikat agregat,
karena mempunyai daya lekat yang kuat, mempunyai sifat adhesif, kedap air dan
mudah dikerjakan. Silvia ( 1990 ) membedakan Aspal untuk material jalan atas :
2.4.1. Aspal Alam
Aspal jenis ini banyak terdapat di alam, contohnya :
 Lake asphalt, terdapat di Trinidad, Bermuda. Aspal ini jika diurai akan
didapatkan bahan-bahan dengan komposisi 40% bitumen, 30 % bahan
eteris, 25 % bahan mineral dan 5 % bahan organik.
 Batu Aspal (rock asphalt) dipulau Buton Sulawesi Tenggara, aspal ini dikenal
juga dengan Butas (Buton Asphalt) atau Asbuton (Aspal Batu Beton),
terdapat didalam batu karang, sehingga asplanya bercampur dengan batu
kapur (CaCO3).
Dilihat dari segi fisiknya aspal alam dibagi menjadi aspal padat / batuan, aspal
plastis dan aspal cair
Sifat-sifat aspal buton antara lain : kadar asphaltenenya jauh lebih tinggi dan
kadar maltenenya lebih rendah dibandingkan dengan aspal buatan. Oleh karena
itu asbuton mempunyai pelekatan yang lebih baik dan kepekaan terhadap
perubahan suhu yang lebih kecil.
Penggunaan aspal alam sudah banyak digunakan untuk pelapisan konstruksi
perkerasan, dimana yang sudah banyak digunakan adalah :
a. Lasbutag (Lapis Asbuton Agregat), merupakan lapisan konstruksi jalan yang
terdiri dari campuran antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk,
dihamparkan dan dipadatkan secara dingin.
b. Latasbum (Lapis Asbuton Murni)
Lapis tipis asbuton murni (latasbum) merupakan lapisan penutup yang terdiri
dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu
yang dicampur secara dingin dan menghasilkan tebal maksimum 1 cm.
2.4.2. Aspal buatan (Bitumen)
Aspal buatan merupakan bitumen yang merupakan jenis aspal hasil
penyulingan minyak bumi yang mempunyai kadar parafin yang rendah dan disebut
dengan paraffin base crude oil.
Aspal buatan dilihat dari segi bentuk dibagi menjadi 3 bentuk yang antara lain:
2.4.2.1. Aspal Padat
Aspal buatan atau bitumen ini merupakan hasil penyulingan minyak bumi yang
kemudian disuling sekali lagi pada suhu yang sama tetapi dengan tekanan rendah
(hampa udara), sehingga dihasilkan bitumen yang disebut dengan ‘straight bitumen’.
Pada umumnya bitumen jenis ini mempunyai penetrasi yang tinggi. Untuk
mendapatkan bitumen dengan penetrasi yang lebih rendah, maka residu hasil
penyulingan hampa udara tadi diberikan lagi proses tambahan berupa pencampuran
dengan udara pada suhu 400o C dan disebut dengan proses “blowing”. Dengan proses
blowing ini, maka beberapa sifat bitumen diperbaiki, antara lain : peningkatan kadar
asphaltene, sifat lekat dan sifat kepekaan terhadap udara. Kekurangan dari proses
“blowing” ini adalah kemungkinan terjadinya retak (cracking) akibat adanya proses
kimia berupa pemecahan molekul-molekul besar menjadi molekul-molekul kecil dan
terjadinya arang (carbon). Adanya pemecahan molekul ini bisa mengakibatkan
berkurangnya bitumen dan tidak homogen. Proses ini memakan biaya yang cukup
tinggi dan harus dilaksanakan dengan hati-hati, dan hasil yang diperoleh disebut
dengan ‘semiblown asphalt’.
Jenis – jenis aspal padat antara lain :
 Straight Run (Bitumen Hasil Langsung)
Jenis aspal ini dibuat dari minyak bumi, biasanya minyak bumi yang banyak
mengandung aspal dan sedikit parafin, karena parafin akan banyak
mempengaruhi pelekatan aspal pada batuan. Minyak bumi terbut kemudian
disuling untuk memisahkan bagian-bagian yang mudah menguap. Residu atau
sisa destilasi kemudian disuling kembali pada suhu yang sama dengan tekanan
rendah (hampa udara) dan menghasilkan fraksi seperti minyak pelumas dan
sisanyaakan menjadi “straight run bitumen”. Bitumen jenis ini mempunyai
penetrasi yang tinggi.
 Blown Bitumen (Bitumen Hasil Pencampuran Udara)
“Blowing” adalah proses tembahan, dimana residu dari penyulingan vakum
dicampur dengan udara pada suhu 4000 C. Proses ini dilakukan jika bitumen yang
dibutuhkan adalah bitumen dengan penetrasi yang lebih rendah daripada “straight
run”. Dengan proses ini akan diperoleh dua keuntungan, yaitu penetrasi akan
berkurang dan kadar asphaltene bertambah.
Kerugian hasil blowing adalah akan terjadi pemecahan (cracking) yaitu suatu
proses kimia dimana molekul yang besar dipecah menjadi molekul yang lebih kecil
dan akan terjadi arang, sehingga hasil bitumen akan berkurang dan menjadi tidak
homogen.
Akibat terjadinya arang maka pelekatan terhadap batuan akan berkurang karena
arang tidak dapat larut secara baik dalam malten. Proses blowing sendiri
memerlukan biaya yang tinggi dan menimbulkan polusi udara, sehingga untuk
kebutuhan material jalan akan dilaksanakan dengan hati-hati untuk menghasilkan
“semi blown asphalt”.
Sifat aspal padat
Sifat bitumen yang dibutuhkan dan beberapa sifat penting untuk digunakan
sebagai bahan jalan :
 Untuk mencapai daya ikat yang baik, maka diperlukan daya lekat yang baik.
Sifat lekat bitumen terhadap batuan tidak disebabkan daya tarik muatan listrik
tetapi karena tekanan tersebut tergantung dari struktur bitumen. Bitumen yang
mengandung gugusan aromatik melekat lebih baik pada batuan daripada
bitumen yang mengandung banyak gugusan parafin. Tekanan permukaan
adalah energi yang dibutuhkan oleh bahan tersebut untuk memperluas
permukaan sehingga tekanan akan menjadi lebih rendah pada suhu tinggi.
 Dapat menjadi cair
 Dapat menjadi cukup keras kembali sehingga membentuk campuran batu
aspal yang merekat dengan baik dan dapat dipadatkan untuk membentuk
konstruksi lapisan perkerasan yang stabil.
 Dapat menjadi cukup lunak sehingga campuran batu aspal tersebut tidak
menjadi rapuh pada suhu lunak yang dapat mengakibatkan kerusakan.
 Bitumen yang digunakan tidak boleh terlalu peka terhadap suhu karena waktu
penetrasi sangan tergantung pada suhu.
 Titik lembek aspal perlu mendapat perhatian, karena pada suhu tersebut
bahan mulai bergerak dengan kecepatan tertentu pada beban tertentu.
 Jika aspal makin keras, maka kadar asphaltene akan naik tetapi daktilitas
akan turun. Jika kadar parafin tinggi, maka sifat kepekaan aspal terhadap suhu
akan meningkat dan daya lekat akan kurang, selain itu daktilitas juga akan
berkurang.
Penggunaan aspal padat
Aspal padat dapat digunakan untuk hampir seluruh pekerjaan pelaksanaan lapis
perkerasan aspal, mulai dari pelapisan permukaan sampai dengan pekerjaan
konstruksi perkerasan jalan yang bermutu tinggi seperti lapisan aspal beton.
2.4.2.2. Aspal Cair
Aspal cair adalah aspal keras yang dicampur dengan pelarut. Jenis aspal cair
tergantung dari jenis pengencer yang digunakan untuk mencampur aspal
keras tersebut.
Jenis aspal cair
 Aspal RC (Rapid Curing), aspal cair cepat mengeras yang merupakan
jenis aspal yang akan dengan cepat mengendap, merupakan aspal keras
yang dicampur dengan kerosin (bensin).
 Aspal MC (Medium Curing), merupakan jenis aspal yang akan
mengendap dalam waktu sedang, merupakan aspal keras yang dicampur
dengan minyak disel.
 Aspal SC (Slow Curing), merupakan jenis aspal yang akan dengan
lambat mengendap, merupakan aspal keras yang dicampur dengan residu
dari pengilangan pertama.
Sifat Aspal Cair
Aspal cair yang digunakan untuk mempermudah pelaksanaan pekerjaan dan
mempersingkat waktu pelaksanaan karena dengan kecairannya, aspal akan
lebih mudah mengalir diantara batuan dan menyelimutinya untuk menghasilkan
ikatan antara batu aspal.
Penggunaan Aspal Cair
Aspal cair dapat digunakan seperti halnya aspal padat.
2.4.2.3. Aspal Emulsi
Aspal emulsi merupakan aspal cair yang lebih cair dari aspal cair pada
umumnya dan mempunyai sifat dapat menembus pori-pori halus dalam batuan
yang tidak dapat dilalui oleh aspal cair biasa. Aspal emulsi terdiri dari butir-
butir aspal halus dalam air yang diberikan muatan listrik sehingga butir-butir
aspal tersebut tidak bersatu dan tetap berada pada jarak yang sama.
Karena adanya perbedaan muatan listrik yang diberikan, maka aspal emulsi
dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu aspal emulsi katonik, aspal
emulsi anionik, dan noninik.
Jenis Aspal Emulsi
 Aspal emulsi anionik adalah aspal emulsi yang diberikan muatan listrik
negatif dan umumnya dapat digunakan untuk melapisi batuan yang basa
dan netral dengan baik. Sifat lekat dari aspal emulsi anionik berdasarkan
penguapan air, yaitu berdasarkan sifat tekanan permukaan dari batuan
setelah air menguap. Aspal emulsi anionik terdiri dai MC (labil), MS (agak
labil), dan MC (stabil).
 Aspal emulsi kationik adalah aspal emulsi yang bermuatan listrik positif
sehingga baik untuk digunakan melapisi batuan netral dan alam seperti
batuan andesit dan basal. Aspal emulasi kationik terdiri dari : MCK
(bekerja cepat), MSK (bekerja kurang cepat) dan MLK (bekerja lamban).
 Aspal emulsi nonionik adalah aspal emulsi yang tidak bermuatan listrik,
karena tidak mengalami proses ionisasi.
Sifat Aspal Emulsi
Seperti telah dikemukakan, aspal emulsi mempunyai beberapa klasifikasi
dengan sifatnya masing-masing, sedangkan faktor yang dapat mempengaruhi
aspal emulsi antara lain sebagai berikut :
 Sifat kimia aspal padat
 Kekerasan dan jumlah aspal semen yang digunakan
 Ukuran partikel aspal dalam emulsi
 Jenis dan konsentrsi zat emulsi yang digunakan
 Keadaan pencampuran seperti suhu dan tekanan
 Muatan ion pada partikel emulsi
 Tingkat penambahan bahan
 Jenis peralatan yang digunakan dalam membuat emulsi
 Sifat zat emulsi
 Penambahan zat kimia
Penggunaan Aspal Emulsi
Aspal emulsi dapat digunakan pada hampir semua kegiatan dari aspal padat,
bahkan lebih luas dan dapat digunakan dimana tidak dapat diunakan aspal
padat.
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih aspal emulsi
adalah sebagai berikut :
 Keadaan cuaca yang diperkirakan selama pelaksanaan : pemilihan
tingkat emulsi, perencanaan campuran dan peralatan pelaksanaan
 Jenis dan ketersediaan agregat
 Ketersediaan peralatan pelaksanaan
 Lokasi geografis : jarak angkutan dan ketersediaan air
 Pengawasan lalu lintas, apakah arus lalu lintas dapat dialihkan
 Pertimbangan lingkungan.
2.4.3. Ter
Ter adalah istilah umum untuk cairan yang diperoleh dari mineral organis seperti
kayu atau batu bara melalui proses pemijaran atau destilasi pada suhu tinggi tanpa
zat asam. Untuk konstruksi jalan digunakan ter yang berasal dari batu bara, karena
ter kayu sangat sedikit jumlahnya. Ter mempunyai bau khusus karena adanya
gugusan aromat dengan gugusan – OH seperti plenol dan cresol. Umumnya dalam
ter tidak terdapat susunan parafin.
2.2.4. Karakteristik Aspal
Leksiminingsih ( 2000 ) membagi karakteristik aspal menjadi :
1. Kekauan Aspal (Stiffness / Modulus of Bitumen)
Dengan analogi hukum Hooke, kekakuan aspal dapat dinyatakan sebagai berikut
:

Karena aspal dapat berada pada kondisi elastis maupun


viskus, strain aspal juga dapat karena berada di daerah elastis maupun daerah
viskus. Kondisi aspal ini sangat tergantung pada lama pembebanan dan suhu.
Akibatnya kekakuan aspal juga dipengaruhi oleh lama pembebanan dan suhu.
Lama Pembebanan Suhu Sifat

Singkat Rendah Elastik

Sedang Sedang Visko-elastik

Panjang Tinggi Viskus

2. Kuat Tarik (Tensile Strength)


Kuat tarik aspal juga dipengaruhi oleh temperature dan lama pembebanan. Kuat
tarik aspal ini akan lebih nampak nyata pada suhu rendah. Untuk mengetahui kuat
tarik aspal dapat dilakukan percobaan titik pecah Fraass (Fraass breaking test).
3. Adesi (Adhesion)
Adanya daya adesi ini dapat dijelaskan dengan mengacu pada aspal emulsi
kationik, yaitu aspal yang diberi tambahan amine.
Tambahan bahan (amine) yang semakin bertambah banyak akan berakibat :
 Perkembangan daya adesi dari adesi biasa, adesi pasif dan adesi aktif
 Perkembangan daya luar yang timbul dari tidak ada, kecil, sedang dan besar.
4. Pengaruh Cuaca
Karena aspal merupakan senyawa hidrogen dan karbon yang mungkin dalam
kondisi unsaturated, perubahan sifat yang sangat perlu diperhatikan yaitu
reaktivitas terhadap O2. Hal ini mengingat, bahwa aspal untuk perkerasan akan
selalu berhubungan dengan udara / oksigen.
5. Warna
Warna aspal aslinya adalah hitam atau coklat tua kehitam-hitaman. Untuk tujuan
penggunaan tertentu, aspal dapat diberi warna, seperti : merah, hijau, biru, putih.
6. Berat Jenis (Specific Grafity)
Berat jenis aspal bervariasi antara 0.95 – 1.05
7. Durabilitas
Sifata tahan lama ini sangat diperlukan dalam hubungannya dengan air serta adanya
aging of bitumen akibat kemungkinan terjadinya oksidasi.

3. PERMASALAHAN
Permasalahan yang dapat diakibatkan oleh karena sifat dan karakteristik matrial
perkerasan akan menyebabkan kerusakan – kerusakan pada konstruksi
perkerasan.Walupun pada kenyataan faktor penyebab pada bahan perkerasan hanyalah
salah satu penyebab timbunya kerusakan pada konstruksi perkerasan faktor lain banyak
ikut berperan.
Permasalahan tersebut antara lain disebabkan oleh karena :
3.1. Agregat
3.1.1 Gradasi Agregat

 Komposisi butiran seragam, kencenderungan butiran


agregat sama atau hampir sama ukurannya, maka
apabila diginakan untuk bahan perkerasan akan
menyebabkan :
 Banyak diperlukan aspal karena rongga yang
ditimbulkan antara butiran besar
 Kekuatan jadi berkurang
 Banyak aspal yang berada dibagian dalam dari
campuran , bila terjadi perubahan suhu akan terjadi
bleeding
 Lapisan aspal dibagian bawah dari agregat menjadi
tipis, agregat akan lepas,
 Komposisi butiran
baik, kencenderungan butiran agregat terdiri dari butiran
dari sangat kecil sapai yang besar ada secara
proposional, maka apabila diginakan untuk bahan
perkerasan akan menyebabkan :
 Kekuatan kontruksi menjadi tinggi karena rapat
 Penggunaan aspal paling efisien
 Dalam kenyataan dilapangan tidak dapat ditemukan
agregat yang idil ini, harus mencampur
 Untuk mendapatkan komposisi ini diperluka kontrol
ekstra ketat.

 Komposisi butiran senjang, kencenderungan

butiran agregat kebanyakan butiran halus, maka


apabila diginakan untuk bahan perkerasan akan
menyebabkan :

 Banyak diperlukan aspal karena rongga yang


ditimbulkan antara butiran besar
 Kekuatan jadi berkurang
 Banyak aspal yang berada dibagian dalam dari
campuran , bila terjadi perubahan suhu akan terjadi
bleeding
 Lapisan aspal dibagian bawah dari agregat menjadi
tipis, agregat akan lepas,.

3.1. 2. Bentuk Butiran

 B
entuk butiran bulat, merupakan bentuk
butiran yang mempunyai luas permukaan yang
paling ekonomis dibandingkan dengan bentuk
– bentuk lain, maka apabila digunakan untuk
bahan perkerasan akan menyebabkan :
 Penggunan aspal sangat ekonomis
 Kekuatan konstruksi rendah,terutama terhadap
gaya geser . Pada umumnyabentuk
bulat permukaannya cenderung licin.

 Bentuk butiran persegi, merupakan bentuk


butiran kompak dan kokoh , maka apabila
digunakan untuk bahan perkerasan akan
menyebabkan :
 Dya ikat sanagat baik
 Kekuatan konstruksi tinggi

3.1. 3. Keadaan Permukaan


 Keadaan Permukaan licin,
terutama terdapat pada agregat bulat
yang didapat di alam , maka apabila
digunakan untuk bahan perkerasan akan
menyebabkan :
 Dya ikat kurang baik
 Kekuatan geser rendah
 Agregat dapat lepas

 Keadaan Permukaan porius/kasar, terutama


terdapat pada agregat batu pecah atau olahan
, maka apabila digunakan untuk bahan
perkerasan akan menyebabkan :
 Dya ikat sangat baik
 Kekuatan geser tinggi
 Konstuksi sangat stabil
 Keadaan
Permukaan
mengandung
kotoran, kotoran
ini bisa beru debu,
lempung atau
minyak bahkan air , maka apabila digunakan
untuk bahan perkerasan akan menyebabkan :
 Dya ikat kurang baik
 Kekuatan geser rendah
 Kekuatan rendah
 Agregat dapat lepas

3.4. Aspal
3.4.1 Kekakuan dan Kuat Ttarik
Kekakuan aspal dalam kontruksi perkerasan sangat dipengaruhi oleh lama
pembebanan dan suhu yang terjadi pada konstruksi tersebut;
 Aapabila pembebanan lama dan suhu diatas normal maka aspal akan menjadi cair,
kuat tarik lemah, lama kelamaan terjadi bleeding, jalan jadi licin, agregat akan lepas.
 Apabila suhu dibawah normal maka aspal akan menjadi kaku dan getas, daya ikat
berkurang agregat akan mudah lepas.
3.4.2 Adesi
Daya lekat dari aspal sangat penting untuk diperhatikan karena aspal merupakan
bahan pengikat dari campuran antara agregat dan filler untuk menjadi satu kesatuan
yang untuh. Hal ini sabgat dipengaruhi oleh jenis aspal dan keadan lingkungan dimana
konstruksi perkerasan intu berada. Daya ikat yang kuarang adari aspal akan
menyebabkan bahan lain akan cepat lepas bila terjadi pembebanan yang berlebih,
disamping itu juga karena pengaruh cuaca.
3.4.3 Pengaruh Cuaca
Di Indonesia dikenal dua musim yaitu musim hujan dan musim panas, sementara
aspal bina terjadi suhi diatas normal aspal akan mencair dan apabila kena air maka daya
ikat aspal menjadi berkurang

mak
a apabila digunakan untuk bahan perkerasan
akan menyebabkan :
 Daya ikat kurang baik
 Ada kencenderungan aspal berada pada
bagian bawah
 Bila terjadi perubahan temperatur diatas
normal maka aspal akan naik ke
permukaan
 Permukaan jalan menjadi licin
 Terjadi pengelupasan
 Agregat lepas, kontruks rusak
 Bila terkena air karena hujan maka daya
lekat berkurang,agregat akan terlepas.

3.4.4 Warna
Warna aspal tidak begitu perpengaruh terhadap campuran konstruksi perkerasan
malah sangat berguna karena untuk tujuan tertentu aspal dapat diberi warna sesuai
kebutuhan campuran perkerasan tersebut.
3.4.5 Berat Jenis
Berat jenis aspal sangat berpengaruh pada saat perencangan caampuran
perkerasan, karena untuk menentukan banyaknya matrial berdasarkan ukuran berat.
Semakin rendah berat jenis maka untuk volume yang sama maka harga campuran akan
berbeda dengan aspal yang mempunyai berat jenis yang tinggi
3.4.6 Durabilitas
Daya tahan aspal pegang peranan penting dalam campuran kontruksi perkerasan,
daya tahan ini sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan umur dari pada kontruksi
perkerasan tersebut. Faktor lingkungan dominan pada perubahan temperatur dan air yang
menggenahi atau meresap pada konstruksi perkerasan tersebut. Sebagai akibat yang
terjadi pada konstruksi perkerasan adalah ;

 Daya ikat kurang baik


 Ada kencenderungan aspal berada pada
bagian bawah
 Bila terjadi perubahan temperatur maka
aspal akan naik ke permukaan
 Permukaan jalan menjadi licin
 Terjadi pengelupasan
 Agregat lepas, kontruks rusak

4. PENUTUP

4.1. Kesimpulan
 Karakteristik Bahan perkerasan adalah :
 Untuk Agregat meliputi gradasi, ukuran maksimal butir, kebersihan, daya
tahan, bentuk dan tektur, daya lekat aspal dan berat jenis
 Untuk Aspal meliputi kekuatan , kuat tarik dan kekakuan , adhesi, pengaruh
cuaca, warna, durabilitas dan berat jenis
 Permasalahan bahan perkerasan terhadap kontruksi perkerasan
disebabkan oleh; untuk agregat meliputi gradasi agregat, bentuk butiran,
keadaan permukaan , dan pengaruh aspal. Sedangkan untuk aspal meliputi
kuat tarik dan kekakuan, adhesi, pengaruh cuaca, warna, durabilitas dan
berat jenis
4.2. Saran
 Dalam perencanaan dan pelaksanaan kontruksi perkerasan jalan harus
memperhatikan karakteristik bahan perkerasan agar sesuai dengan
peruntukanya .
 Disamping hal tersebut diatas perlu diperhatikan pula permasalahan yang ditimbulkan
oleh bahan perkerasan sehingga dapat diantisipasi supaya umur kontruksi perkerasan
jalan menjadi panjang

Daftar Pustaka

Sukirman, Silvia. 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya, Nova.


Sukirman, Silvia. 2003. Beton Aspal Campuran Panas, Granit, Alik Ansyori. Alamsyah.
2006. Rekayasa Jalan Raya, UMM Pres.
Departmen Pekerjaan Umum, 1987. Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal
Beton Laston ) Untuk Jalan Raya, Jakarta.
Leksiminingsih. 2000. Pendekatan Sifat Aspal Terhadap Kinerja. Konferensi Regional
Teknik Jalan Ke-6. Jakarta. Paper 2.06.
Wignall, Arthur. Dkk. 2003. Proyek Jalan Teori dan Praktek . Edisi IV, Erlangga.
http://www.vedcmalang.com/pppptkboemlg/index.php/menuutama/departemen-
bangunan-30/1198-bahan-perkerasan
Rabu, 23 Februari 2011

Perancangan Perkerasan Jalan

Perancanaan Perkerasan Jalan

A. Pendahuluan

Jalan adalah suatu kepentingan vital yang harus terpenuhi pada zaman sekarang.
Seiring dengan perkembangan zaman, maka kebutuhan akan jalan juga berkembang. Maka
mulailah manusia berusaha memenuhi kebutuhan tersebut.

Dari berbagai sumber diperoleh suatu kesimpulan bahwa air laut dan penambahan
kadar garam pada air laut ternyata mempunyai pengaruh terhadap perkerasan aspal pori,
sehingga menyebabkan turunnya nilai stabilitas.
Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan pengikat yang
digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai adalah batu pecah atau batu
belah atau batu kali ataupun bahan lainnya. Bahan ikat yang dipakai
adalah aspal, semen ataupun tanah liat.

Bangunan jalan atau lebih dikenal dengan konstruksi perkerasan jalan lentur biasanya
terbuat dari material dasar aggregat dan aspal. Aspal adalah material yang berwarna hitam
dengan aroma khas, yang akan berbentuk cair pada suhu yang tinggi dan berbentuk padat
pada suhu rendah. Aspal yang sering digunakan untuk membuat perkerasan jalan dikenal
dengan nama hot mix atau aspal panas. Sedangkan aggregat adalah batuan yang terdiri dari
batu besar hingga kecil. Dapat digunakan sesuai kebutuhan konstruksi.

Perkerasan jalan raya dibuat berlapis-lapis bertujuan untuk menerima beban kendaraan
yang melaluinya dan meneruskan kelapisan dibawahnya. Biasanya material yang digunakan
pada lapisan-lapisan perkerasan jalan semakin kebawah akan semakin berkurang kualitasnya.
Karena lapisan yang berada dibawah lebih sedikit menahan beban, atau menahan beban lebih
ringan.

B. Jenis Perkerasan Jalan

Terdapat beberapa jenis / tipe perkerasan terdiri :


a. Flexible pavement (perkerasan lentur).
b. Rigid pavement (perkerasan kaku).
c. Composite pavement (gabungan rigid dan flexible pavement).

a. Flexible pavement (Perkerasan Lentur)


Perkerasan lentur adalah perkerasan yang menggunakan bahan ikat aspal, yang sifatnya
lentur terutama pada saat panas. Aspal dan agregat ditebar dijalan pada suhu tinggi (sekitar
100 0C).

Pada umumnya, perkerasan jalan lentur terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan
yang tersusun dari bawah ke atas,sebagai berikut :

Lapisan tanah dasar (sub grade)

Lapisan pondasi bawah (subbase course)

Lapisan pondasi atas (base course)

Lapisan permukaan / penutup (surface course)

1. Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)

Lapisan tanah dasar adalah bagian terbawah dari perkerasan jalan raya. Apabila kondisi
tanah pada lokasi pembangunan jalan mempunyai spesifikasi yang direncanakan makan tanah
tersebut akan langsung dipadatkan dan digunakan. Tebalnya berkisar antara 50 – 100 cm.
Fungsi utamanya adalah sebagai tempat perletakan jalan raya.

Lapisan tanah dasar adalah lapisan tanah yang berfungsi sebagai tempat perletakan lapis
perkerasan dan mendukung konstruksi perkerasan jalan diatasnya. Menurut Spesifikasi,
tanah dasar adalah lapisan paling atas dari timbunan badan jalan setebal 30 cm, yang
mempunyai persyaratan tertentu sesuai fungsinya, yaitu yang berkenaan dengan kepadatan
dan daya dukungnya (CBR).

Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, atau
tanah urugan yang didatangkan dari tempat lain atau tanah yang distabilisasi dan lain - lain.

Ditinjau dari muka tanah asli, maka lapisan tanah dasar dibedakan atas :

· Lapisan tanah dasar, tanah galian.

· Lapisan tanah dasar, tanah urugan.

· Lapisan tanah dasar, tanah asli.

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-sifat
dan daya dukung tanah dasar.

Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut :

· Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) akibat beban lalu lintas.

· Sifat mengembang dan menyusutnya tanah akibat perubahan kadar air.

· Daya dukung tanah yang tidak merata akibat adanya perbedaan sifat-sifat tanah pada lokasi
yang berdekatan atau akibat kesalahan pelaksanaan misalnya kepadatan yang kurang baik.

 Lapisan Tanah dasar (Subgrade)


2. Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course)

Lapisan ini berada dibawah lapisan pondasi atas dan diatas lapisan tanah dasar. Lapisan
ini berfungsi untuk menyebarkan beban dari lapisan pondasi bawah ke lapisan tanah dasar,
untuk menghemat penggunaan material yang digunakan pada lapisan pondasi atas, karena
biasanya menggunakan material yang lebih murah. Selain itu lapisan pondasi bawah juga
berfungsi untuk mencegah partikel halus masuk kedalam material perkerasan jalan dan
melindungi air agar tidak masuk kelapisan dibawahnya.
Lapis pondasi bawah ini berfungsi sebagai :

· Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar.

· Lapis peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.

· Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis pondasi atas.

· Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari beban roda-roda alat berat (akibat lemahnya daya
dukung tanah dasar) pada awal-awal pelaksanaan pekerjaan.

· Lapis pelindung lapisan tanah dasar dari pengaruh cuaca terutama hujan.

Jenis lapis pondasi bawah yang umum dipergunakan di Indonesia antara lain:

1. Agregat bergradasi baik dapat dibagi:

- Sirtu / pitrun kelas A

- Sirtu / pitrun kelas B

- Sirtu / pitrun kelas C

2. Stabilitas

- Stabilitas agregat dengan semen

- Stabilitas agregat dengan kapur

- Stabilitas tanah dengan semen

- Stabilitas tanah dengan kapur.

3. Lapisan pondasi atas (base course)

Lapisan ini terletak dilapisan dibawah lapisan permukaan. Lapisan ini terutama
berfungsi untuk menahan gaya lintang akibat beban roda dan menerus beban ke lapisan
dibawahnya, sebagai bantalan untuk lapisan permukaan dan lapisan peresapan untuk lapisan
pondasi bawah. Material yang digunakan untuk lapisan ini diharus material dengan kualitas
yang tinggi sehingga kuat menahan beban yang direncanakan.
Lapisan pondasi atas ini berfungsi sebagai :

· Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke
lapisan di bawahnya.

· Bantalan terhadap lapisan permukaan.

Bahan-bahan untuk lapis pondasi atas ini harus cukup kuat dan awet sehingga dapat
menahan beban-beban roda.

Dalam penentuan bahan lapis pondasi ini perlu dipertimbangkan beberapa hal antara
lain, kecukupan bahan setempat, harga, volume pekerjaan dan jarak angkut bahan ke
lapangan.

Jenis lapis pondasi atas yang umum dipergunakan di Indonesia antara lain:

3. Agregat bergradasi baik dapat dibagi:

- Batu pecah kelas A

- Batu pecah kelas B

- Batu pecah kelas C

4. Pondasi Macadam

5. Pondasi Telford

6. Penetrasi Macadam (Lapen)

7. Aspal buton pondasi (Asphalt Concrete Base / Asphalt Treated Base)

8. Stabilitas terdiri atas :

- Stabilitas agregat dengan semen

- Stabilitas agregat dengan kapur

- Stabilitas agregat dengan aspal

4. Lapisan Permukaan (Surface Course)

Lapisan permukaan terletak paling atas pada suatu jalan raya. Lapisan yang biasanya kita
pijak, atau lapisan yang bersentuhan langsung dengan ban kendaraan. Lapisan ini berfungsi
sebagai penahan beban roda. Lapisan ini memiliki stabilitas yang tinggi, kedap air untuk
melindungi lapisan dibawahnya sehingga air mengalir ke saluran di samping jalan, tahan
terhadap keausan akibat gesekan rem kendaraan, dan diperuntukkan untuk meneruskan
beban kendaraan ke lapisan dibawahnya.
Lapisan permukaan ini berfungsi sebagai :

· Lapisan yang langsung menahan akibat beban roda kendaraan.

· Lapisan yang langsung menahan gesekan akibat rem kendaraan (lapisaus).


· Lapisan yang mencegah air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke lapisan bawahnya
dan melemahkan lapisan tersebut.

· Lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul oleh lapisan di
bawahnya.

Apabila diperlukan, dapat juga dipasang suatu lapis penutup / lapis aus (wearing course)
di atas lapis permukaan tersebut.

Fungsi lapis aus ini adalah sebagai lapisan pelindung bagi lapis permukaan untuk
mencegah masuknya air dan untuk memberikankekesatan (skid resistance) permukaan jalan.
Apis aus tidak diperhitungkan ikut memikul beban lalu lintas.

Jenis lapis yang digunakan di Indonesia antara lain :

· Lapisan bersifat nonstructural, yang berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air antara lain:

b. Burtu (laburan aspal satu lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang
ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam, dengan tebal maksimum 2 cm

c. Burda (laburan aspal dua lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri lapisan aspal ditaburi
agregat yang dilakukan dua kali berturut – turutdengan tebal maksimum3,5 cm

d. Latsir (Lapis Tipis Aspal Pasir), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapis aspal dan
pasir alam bergradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu pada suhu
tertentudengan tebal padat 1- 2 cm

e. Buras (Laburan Aspal), merupakan lapisan penutup terdiri dari lapisan aspal taburan pasir
dengan ukuran butir maksimum 3/8 inch

f. Latasbum (Lapis tipis asbuton murni), merupakan lapisan penutup yang terdiri dari
campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur secara
dingin dengan tebal padat maksimum 1 cm

g. Lataston (lapis tipis aspal beton), dikenal dengan nama hot roll sheet (HRS).

· Lapis bersifat struktur, berfungsi sebagai lapisan yang menahan & menyebarkan beban roda

a. Penetrasi Macadam ( lapen)

b. Lasbutag

c. Laston

d.

b. b. Rigid pavement (Perkerasan Kaku)

Perkerasan kakau/rigit adalah perkerasan yang menggunakan bahan ikat aspal, yang
sifatnya kaku. Perkerasan kaku berupa plat beton dengan atau tanpa tulangan diatas tanah
dasar dengan atau tanpa pondasi bawah. Beban lalu lintas diteruskan keatas plat beton.
Perkerasan kaku bisa dikelompokkan atas:

1. Perkerasan kaku semen yang terbuat dari beton semen baik yang bertulang ataupun tanpa
tulangan

2. Perkerasan kaku komposit yang terbuat dari komposit sehingga lebih kuat dari perkerasan
semen, sehingga baik untuk digunakan pada landasan pesawat udara di Bandara.

Perkerasan jalan beton semen atau secara umum disebut perkerasan kaku, terdiri atas
plat (slab) beton semen sebagai lapis pondasi dan lapis pondasi bawah (bisa juga tidak ada)
di atas tanah dasar. Dalam konstruksi perkerasan kaku, plat beton sering disebut sebagai lapis
pondasi karena dimungkinkan masih adanya lapisan aspal beton di atasnya yang berfungsi
sebagai lapis permukaan.

Perkerasan beton yang kaku dan memiliki modulus elastisitas yang tinggi, akan
mendistribusikan beban ke bidang tanah dasar yang cukup luas sehingga bagian terbesar dari
kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari plat beton sendiri. Hal ini berbeda dengan
perkerasan lentur dimana kekuatan perkerasan diperoleh dari tebal lapis pondasi bawah,
lapis pondasi dan lapis permukaan.

Karena yang paling penting adalah mengetahui kapasitas struktur yang menanggung
beban, maka faktor yang paling diperhatikan dalam perencanaan tebal perkerasan beton
semen adalah kekuatan beton itu sendiri. Adanya beragam kekuatan dari tanah dasar dan atau
pondasi hanya berpengaruh kecil terhadap kapasitas struktural perkerasannya.

Lapis pondasi bawah jika digunakan di bawah plat beton karena beberapa pertimbangan,
yaitu antara lain untuk menghindari terjadinya pumping, kendali terhadap sistem drainasi,
kendali terhadap kembang-susut yang terjadi pada tanah dasar dan untuk menyediakan lantai
kerja (working platform) untuk pekerjaan konstruksi.

Secara lebih spesifik, fungsi dari lapis pondasi bawah adalah :

· Menyediakan lapisan yang seragam, stabil dan permanen.

· Menaikkan harga modulus reaksi tanah dasar (modulus of sub-grade reaction = k), menjadi
modulus reaksi gabungan (modulus of composite reaction).

· Mengurangi kemungkinan terjadinya retak-retak pada plat beton.

· Menyediakan lantai kerja bagi alat-alat berat selama masa konstruksi.

· Menghindari terjadinya pumping, yaitu keluarnya butir-butiran halus tanah bersama air
pada daerah sambungan, retakan atau pada bagian pinggir perkerasan, akibat lendutan atau
gerakan vertikal plat beton karena beban lalu lintas, setelah adanya air bebas terakumulasi di
bawah pelat.

Pemilihan penggunaan jenis perkerasan kaku dibandingkan dengan perkerasan lentur


yang sudah lama dikenal dan lebih sering digunakan, dilakukan berdasarkan keuntungan dan
kerugian masing-masing jenis perkerasan tersebut.
· Perkembangan perkerasan kaku
Pada awal mula rekayasa jalan raya, plat perkerasan kaku dibangun langsung di atas
tanah dasar tanpa memperhatikan sama sekali jenis tanah dasar dan kondisi drainasenya.
Pada umumnya dibangun plat beton setebal 6 – 7 inch. Dengan bertambahnya beban lalu-
lintas, khususnya setelah Perang Dunia ke II, mulai disadari bahwa jenis tanah dasar berperan
penting terhadap unjuk kerja perkerasan, terutama sangat pengaruh terhadap terjadinya
pumping pada perkerasan. Oleh karena itu, untuk selanjutnya usaha-usaha untuk mengatasi
pumping sangat penting untuk diperhitungkan dalam perencanaan.

Pada periode sebelumnya, tidak biasa membuat pelat beton dengan penebalan di bagian
ujung / pinggir untuk mengatasi kondisi tegangan struktural yang sangat tinggi akibat beban
truk yang sering lewat di bagian pinggir perkerasan.
Kemudian setelah efek pumping sering terjadi pada kebanyakan jalan raya dan jalan bebas
hambatan, banyak dibangun konstruksi pekerasan kaku yang lebih tebal yaitu antara 9 – 10
inch.

Guna mempelajari hubungan antara beban lalu-lintas dan perkerasan kaku, pada tahun
1949 di Maryland USA telah dibangun Test Roads atau Jalan Uji dengan arahan dari Highway
Research Board, yaitu untuk mempelajari dan mencari hubungan antara beragam beban
sumbu kendaraan terhadap unjuk kerja perkerasan kaku.

Perkerasan beton pada jalan uji dibangun setebal potongan melintang 9 – 7 – 9 inch, jarak
antara siar susut 40 kaki, sedangkan jarak antara siar muai 120 kaki. Untuk sambungan
memanjang digunakan dowel berdiameter 3/4 inch dan berjarak 15 inch di bagian tengah.
Perkerasan beton uji ini diperkuat dengan wire mesh.

Tujuan dari program jalan uji ini adalah untuk mengetahui efek pembebanan relatif dan
konfigurasi tegangan pada perkerasan kaku. Beban yang digunakan adalah 18.000 lbs dan
22.400 pounds untuk sumbu tunggal dan 32.000 serta 44.000 pounds pada sumbu ganda.
Hasil yang paling penting dari program uji ini adalah bahwa perkembangan retak pada pelat
beton adalah karena terjadinya gejala pumping. Tegangan dan lendutan yang diukur pada
jalan uji adalah akibat adanya pumping.

Selain itu dikenal juga AASHO Road Test yang dibangun di Ottawa, Illinois pada tahun
1950. Salah satu hasil yang paling penting dari penelitian pada jalan uji AASHO ini adalah
mengenai indeks pelayanan. Penemuan yang paling signifikan adalah adanya hubungan antara
perubahan repetisi beban terhadap perubahan tingkat pelayanan jalan. Pada jalan uji AASHO,
tingkat pelayanan akhir diasumsikan dengan angka 1,5 (tergantung juga kinerja perkerasan
yang diharapkan), sedangkan tingkat pelayanan awal selalu kurang dan 5,0.

· Jenis-jenis perkerasan jalan beton semen

Berdasarkan adanya sambungan dan tulangan plat beton perkerasan kaku,


perkerasan beton semen dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis sebagai berikut :

· Perkerasan beton semen biasa dengan sambungan tanpa tulangan untuk kendali retak.
· Perkerasan beton semen biasa dengan sambungan dengan tulangan plat untuk kendali retak.
Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen
terhadap adanya tulangan dowel.

· Perkerasan beton bertulang menerus (tanpa sambungan). Tulangan beton terdiri dari baja
tulangan dengan prosentasi besi yang relatif cukup banyak (0,02 % dari luas penampang
beton).

Pada saat ini, jenis perkerasan beton semen yang populer dan banyak digunakan di
negara-negara maju adalah jenis perkerasan beton bertulang menerus.

c. Composite pavement (gabungan rigid dan flexible pavement).

Perkerasan komposit merupakan gabungan konstruksi perkerasan kaku (rigid


pavement) dan lapisan perkerasan lentur (flexible pavement) di atasnya, dimana kedua jenis
perkerasan ini bekerja sama dalam memilkul beban lalu lintas. Untuk ini maka perlua ada
persyaratan ketebalan perkerasan aspal agar mempunyai kekakuan yang cukup serta dapat
mencegah retak refleksi dari perkerasan beton di bawahnya.

Konstruksi ini umumnya mempunyai tingkat kenyamanan yang lebih baik bagi
pengendara dibandingkan dengan konstruksi perkerasan beton semen sebagai lapis
permukaan tanpa aspal.

http://sudarman28.blogspot.com/2011/02/perancangan-perkerasan-jalan_23.html

Anda mungkin juga menyukai