Anda di halaman 1dari 16

LITERATUR REVIEW :

Pengaruh Kepatuhan Pengisian Surgical Safety Cheklist Terhadap Keselamatan Pasien


operasi

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Penulisan Ilmiah dan Literatur Review
Dosen : Johan. Budiana, M. Stat

Oleh :
Dinda F Septiani
C1AB18012

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SUKABUMI
2019
1. TOPIK
Pengaruh Kepatuhan Pengisian Surgical Safety Cheklist Terhadap Keselamatan
Pasien operasi

2. KATA KUNCI
Kata kunci yang digunakan adalah Surgical Safety Cheklist, Keselamatan pasien.

3. SUMBER YANG DIGUNAKAN


Penelaahan artikel dilakukan melalui media elektronik yaitu Google Scholar. Artikel
yang dipilih berupa hasil penelitian pada rentang tahun 2014 – 2019. Diperoleh artikel
sebanyak 17.100 dari masing-masing database namun hanya 7 artikel yang sesuai
dengan kriteria.

4. ALASAN PEMILIHAN SUMBER


a. Sumbernya jelas.
b. Isi jurnal relevan dengan topik.
c. Merupakan sumber primer.
d. Sumber yang dipakai jelas kredibilitasnya.
e. Sesuai dengan yang dibutuhkan untuk penulisan literature review.
5. SUMMARY JURNAL

Populasi &
No Topik Peneliti Tahun Metode Hasil Kesimpulan
Sampel
1. Penerapan Klase, dkk 2015 Kuisioner Populasi dari 100% menyadari keberadaan Meskipun terdapat
surgical Safety 21 personel Surgical Safety Checklist penerimaan yang
Cheklist WHO di kamar bedah WHO dan mengetahui besar terhadap
kamar operasi RSUD Jaraga tujuannya. Kebanyakan pelaksanaan
Sasameh personel berpikir bahwa penerapan checklist
Kabupaten menggunakan checklist ini diantara personel
Barito Selatan keselamatan Bedah WHO kamar bedah, tetapi
bermanfaat dan terdapat sedikit
pelaksanaannya di kamar perbedaan dalam
bedah merupakan keputusan pengetahuan tentang
yang tepat. Ada 90,5% tata cara pengisian
personel yang menyatakan ataupun penggunaan
bahwa penggunaan Surgical checklist.
Safety Checklist WHO
cukup mudah untuk
dilaksanakan
2 Pengisian sign in Andri 2015 Action 6 Personel Hasil observasi pada siklus Pengisian Sign In di
dalam Firman Research perawat pertama hingga ketiga Instalasi Bedah
meningkatkan Saputra, anestesi menunjukkan bahwa seluruh Sentral RS PKU
kepatuhan Elsye Maria perawat anestesi tidak patuh Muhammadiyah
surgical safety Rosa (100%) dalam mengisi Yogyakarta Unit II
cheklist Surgical Safety Checklist: tidak patuh, karena
Sign In. Hasil dari respon masih didapatkannya
setiap siklus dan wawancara gelang identitas yang
terstruktur dengan dokter belum dipasang pada
anestesi menunjukkan bahwa pasien yang akan
perawat masih bingung cara dioperasi dan
menggunakan checklist, pemberian tanda
checklist belum menjadi lokasi operasi yang
kebutuhan, budaya patient jarang dilakukan.
safety masih minim, kualitas Saran kepada rumah
SDM kurang, belum adanya sakit untuk membuat
mekanisme pengawasan dan Standar Operasional
kurangnya sosialisasi Prosedur (SPO),
Surgical Safety mensosialisasikan
Checklist ini yang SPO secara berkala,
mempengaruhi membuat in-house
ketidakpatuhan perawat training,
untuk mengisi meningkatkan
Sign In. komitmen dokter dan
perawat, membuat
sistem pengawasan,
membuat sistem
reward dan
punishment. Agar
tercapainya
keselamana pasien
perioperatif
3 Hubungan Amirudin, 2018 Analitik Cross 137 pasien Kepatuhan tim bedah Kepatuhan tim bedah
kepatuhan tim dkk Sectional dengan kriteria dalam penerapan SSC dalam penerapan
bedah dalam memenuhi hanya 64% dan ada 36% SSC masih belum
penerapan inklusi dan (49 pasien) tidak dilakukan optimal, sehingga
surgical safety ekslusi sepenuhnya (tidak patuh). masih diperlukan
checklist dengan Tidak terdapat hubungan adanya sosialisasi
infeksi luka bermakna antara kepatuhan yang lebih
operasi dan lama tim bedah dengan tidak intensif untuk
rawat inap pada terjadinya infeksi luka meningkatkan
pasien SC operasi pada pasien seksio kepatuhan tim agar
sesarea ( p= 0,078), tetapi penerapan SSC dapat
ada hubungan yang berjalan dengan baik
signifikan antara kepatuhan dan benar sebagai
tim bedah bagian dari upaya
dengan lamanya hari rawat dalam
inap (p=0,006) mengurangi
komplikasi pasca
operasi dan memper
singkat hari rawat
inap
4 Kepatuhan Anne E, 2015 Safety Tim kamar Hasil penelitian Lingkungan bedah
penggunaan Pugel Attitudes bedah ( membuktikan bahwa, modern adalah
surgical safety Questeonnaire Surgeon, Surgical Safety Cheklist kompleks, dan
cheklit untuk SAQ Anesthesiologi, yang di adopsi dari kesalahan komunikasi
meningkatkan Nurse ) WHO,Ada perbedaan yang sering terjadi.
komunikasi dan signifikan untuk angka Penggunaan surgical
mengurangi kematian ( 0,71% vs 0,65% safety checklist telah
komplikasi p=0,13) atau komplikasi meyeluruh di dunia.
pembedahan ( 3,86% vs Surgical safety
3,83% p=0,29 ) checklist mengurangi
angka kematian
dalam pembedahan.
5 Tinjauan J. Bergs 2014 Metode 723 studi Dari 723 studi yg Bukti sangat
sistematis dan perpustakaan diidentifikasi memenuhi menunjukan
meta analisis dari Cochrane, kriteria inklusi, ada pengurangan dan
pengaruh surgical MEDlINE, heterogenitas metodologis angka kematian pasca
safety checklist Embase dan yang ditandai antara studi. operasi setelah
pada komplikasi CINAHL Sebuah meta – analisa pengimplementasian
pasca operasi dicari dilakukan untuk tiga hasil surgical safety
menggunakan utama diantaranya checklist. Tetapi tidak
kriteria komplikasi, kematian dan dapat dianggap
inklusi yang surgical site infection. Rasio definisi jika tidak
telah risiko untuk setiap dilakukan penelitian
ditentukan komplikasi, kematian dan kualitas tinggi.
SSI adalah 0-59 9 (interval
kepercayaan 95% 0:47
hingga 0-74), 0-77 (0-60
hingga 0-98) dan 0-57 ( 0-41
hingga 0-79) masing-
masing. Ada korelasi antara
penurunan yang signifikan
dalam komplikasi pasca
operasi dan kepatuhan dalam
pengisian surgical safety
checklist.
6 Tinjauan Jonathan R 2014 Metode 33 studi Dari 33 studi yang Surgical safety
sistematis Treadwell, perpustakaan diindetifikasi memenuhi checklist merupakan
pengaruh dan Scot Lucas, Cochrane, kriteria inklusi, kami strategi yang
kepatuhan Amy Y Tsou MEDlINE, melaporkan berbagai hasil menjanjikan untuk
surgical safety Embase dan termasuk penghindaran efek meningkatkan
checklist CINAHL samping, fasilitator dan keselamatan pasien
terhadap pasien dicari hambatan penerapan surgical yang di operasi
sapety menggunakan safety checklist merupakan diseluruh dunia. Studi
kriteria strategi yang menjanjikan lebih lanjut
inklusi yang untuk meningkatkan safety diperlukan untuk
telah pasien perioperative. mengevaluasi sampai
ditentukan Surgical safety checklist sejauh mana surgical
dikaitkan dengan safety checklist dapat
peningkatan deteksi potensi menigkatkan pasien
resiko keselamatan pasien, safety.
Penurunan komplikasi
tindakan, dan peningkatan
komunikasi diantara tim
operasi
7 Tren kematian Alex 2017 Analisis 14 RS 14 RS menggunakan surgical Meskipun rating yang
pasca operasi Haynes, dkk perbedaan safety checklist pada sama sudah pernah
berdasarkan skor desember 2013. sebelum ada sebelumnya pada
surgical safety menggunakan SSC, tidak ada angka kematian pasca
cheklist perbedaan dalam tren operasi, RS di
kematian di antara RS (P Carolina
0,33). Risiko kematian menyelesaikan
setelah 30 hari diantara yang program peningkatan
melengkapi adalah 3,38% kualitas bedah
pada 2010 dan 2.84% pada berdasarkan SSC, dan
2013 (p 0,00001), angka kematian pasca
sedangkan kematian diantara operasi nya menurun.
RS lain (n=44) meningkat Selama 3 tahun
dari 3,50% pada tahun 2010 melakukan penelitian
menjadi 3,71% di tahun diantara RS yang ada
2013.terdapat perbedaan dibagian Carolina
angka kematian 22% antar menunjukan bahwa
yang menggunakan SSC penerapan SSC
dengan yang tidak sangant efektif untuk
menggunakan menigkatkan
keselamatan pasien
pasca operasi.
6. LITERATUR REVIEW

A. Surgical Safety Cheklist

Pada tahun 2007 WHO membuat surgical safety checklist (SSC) yang merupakan
sebagai alat komunikasi atau sistem informasi yang merupakan program WHO yang
diharapkan dapat mencegah kesalahan prosedur operasi, kesalahan pasien operasi ataupun
kesalahan area yang dilakukan di ruang operasi (Haynes, 2009).
Surgical Safety Cheklist sendiri merupakan proses pengisian data pasien hasil dari
pengkajian yang dilakukan oleh tim bedah sebelum pasien masuk ke kamar operasi, sebelum
insisi dan setelah operasi pada form surgical safety checklist (Sumadi, 2013).
Surgical safety checklist adalah sebuah daftar periksa untuk memberikan pembedahan
yang aman dan berkualitas pada pasien. Surgical safety checklist merupakan alat komunikasi
untuk keselamatan pasien yang digunakan oleh tim profesional di ruang operasi. Selain itu
Tujuan dari program ini adalah untuk memanfaatkan komitmen dan kemauan klinis untuk
mengatasi isu-isu keselamatan yang penting, termasuk praktek-praktek keselamatan anestesi
yang tidak memadai, mencegah infeksi bedah dan komunikasi yang buruk di antara anggota
tim. Untuk membantu tim bedah dalam mengurangi jumlah kejadian ini, dan sebagai media
informasi yang dapat membina komunikasi yang lebih baik dan kerja sama antara disiplin
klinis ( KARS, 2011).
Implementasi Surgical Safety Checklist memerlukan seorang koordinator untuk
bertanggung jawab untuk memeriksa checklist. Koordinator biasanya seorang perawat atau
dokter atau profesional kesehatan lainnya yang terlibat dalam operasi (Apriatmoko, 2016).
Koordinator memastikan setiap tahapan tidak ada yang terlewati, bila ada yang terlewati,
maka akan meminta operasi berhenti sejenak dan melaksanakan tahapan yang terlewati
(Priyanto, 2016).
Surgical Safety Checklist di kamar operasi digunakan melalui 3 tahap, masing-
masing sesuai dengan alur waktu yaitu sebelum induksi anestesi (Sign In), sebelum insisi
kulit (Time Out) dan sebelum mengeluarkan pasien dari ruang operasi (Sign Out).
Fase sign in yaitu sebelum induksi anestesi dimulai dokter anestesi atau perawat
anestesi secara verbal memeriksa atau mengkonfirmasi identitas pasien, lokasi operasi, surat
persetujuan operasi / anestesi. Kemudian dokter anestesi atau perawat anestesi memeriksa
mesin anestesi, obat dan alkes yang akan digunakan. Selanjutnya yang diperiksa yaitu riwayat
penyakit pasien seperti adanya alergi dan riwayat asthma, jika ada kapan terakhir kambuhnya.
Periksa juga risiko kesulitan jalan nafas dan risiko perdarahan intra operasi. Yang terakhir
yang diperiksa yaitu diperlukan atau tidak foto radiologi.
Fase time out yaitu setiap anggota tim operasi memperkenalkan diri dan peran masing-
masing. Tim operasi tepat nya sirkular memastikan bahwa semua orang di ruang operasi
saling kenal. Sebelum melakukan sayatan pertama pada kulit sirkular mengkonfirmasi
dengan suara yang keras identitas pasien, diagnosa medis pasien, rencana tindakan yang akan
dilakukan dan memastikan surat ijin operasi surah diisi dan ditanda tangani dengan benar
oleh semua pihak. Selanjutnya sirkular juga mengkonfirmasi bahwa antibiotik profilaksis
telah diberikan dalam 60 menit sebelumnya. Yang terakhir di fase time out sirkular
konfirmasi untuk operator adakah kemungkinan pasien mengalami kondisi kritis, adakah
persiapan darah, untuk dokter anestesi adakah hal yang perlu perhatian khusus, untuk asiten
dan instrument atau srub nurse apakah alat sudah dipastikan steril dan apakan alat / instrumen
yang diperlukan untuk tindakan sudah siap semua.
Sign out Tim yaitu sirkular akan memverifikasi nama tindakan yang sudah dilakukan,
hal ini dilakukan guna untuk mengetahui apakah ada atau tidaknya perubahan tindakan
operasi yang sudah dilakukan dengan yang direncanakan sebelumnya. Sirkular melakukan
pengecekan jumlah instrument, kasa, jarum dan bisturi sudah sesuaikah dengan jumlah
sebelum digunakan, Konfirmasi nama jaringan dan penanganan jaringan memerlukan
pemeriksaan patologi anatomy atau tidaknya, Berikan label pada specimen. Langkah akhir
yang dilakukan tim bedah adalah Perencanaan manajemen post operasi serta pemulihan
sebelum memindahkan pasien dari kamar operasi apakah diperlukan ruangan khusus seperti
ICU atau HCU. Pada fase ini, sirkular harus mengkonfirmasi bahwa tim telah menyelesaikan
tugasnya sebelum melakukan kegiatan lebih lanjut.

B. Keselamatan Pasien ( Pasien Safety )


Patient safety di rumah sakit merupakan suatu kebutuhan. Patient safety dewasa ini
telah menjadi isu yang hangat diperbincangkan di berbagai negara. Isu ini berkembang
karena masih banyaknya kejadian tidak diharapkan (KTD) dan kejadian nyaris cidera (KNC)
masih sering terjadi di rumah sakit. KTD dan KNC merupakan kejadian yang masih cukup
tinggi terjadi di rumah sakit. Pada tahun 1999 Institute of Medicine (IOM) melaporkan
sebanyak 44.000 sampai 98.000 orang meninggal setiap tahunnya di rumah sakit karena
kesalahan medis ( Andri Firman, dkk. 2015 ).
Melihat permasalahan diatas, WHO pada pertemuan ke55 pada bulan Mei 2002
mengeluarkan sebuah resolusi World Health Assembly 55 (WHA55), resolusi ini mendorong
setiap negara anggotanya untuk memberikan perhatian kepada keselamatan pasien. Resolusi
ini mendapat dukungan yang kuat, terbukti pada tahun 2004 lebih dari setengah anggotanya
telah menyatakan komitmennya terhadap program patient safety. Patient safety harus
melibatkan sistem operasional dan proses pelayanan yang meminimalkan kemungkinan
terjadinya adverse event / error dan memaksimalkan langkah - langkah penanganan bila error
telah terjadi.
Isu patient safety merupakan salah satu isu utama dalam pelayanan kesehatan. Patient
safety merupakan sesuatu yang jauh lebih penting daripada sekedar efisiensi pelayanan.
Berbagai resiko akibat tindakan medik dapat terjadi sebagai bagian utama dari pelaksanaan
konsep patient safety. Di Indonesia, program keselamatan pasien dicanangkan pada tahun
2005, dan terus berkembang menjadi isu utama pelayanan medis di Indonesia.
Berdasarkan studi implementasi, WHO Surgical Safety Checklist pasca ujicoba yang
dilakukan di delapan rumah sakit yang sama didapatkan penurunan komplikasi pada operasi
darurat sebesar 63,6%, penurunan angka kematian di rumah sakit akibat operasi dari 3,7%
menjadi 1,4% angka Infeksi Luka Operasi (ILO) turun dari 11,2% menjadi 6,6% dan
kehilangan darah lebih dari 500 ml turun dari 20,2% menjadi 13,2%.5 WHO menjelaskan
bahwa surgical safety checklist di kamar bedah digunakan melalui 3 tahap, masing-masing
sesuai dengan alur waktunya yaitu saat sebelum induksi anestesi (Sign In), sebelum
dilakukan insisi kulit (Time Out) dan sebelum mengeluarkan pasien dari kamar operasi (Sign
Out). Surgical Safety Checklist tersebut sudah baku dari WHO yang merupakan alat
komunikasi praktis dan sederhana dalam memastikan keselamatan pasien dalam tahap
preoperatif, intraoperatif dan paskaoperatif. Belum ada data yang lengkap tentang angka
kematian dan komplikasi pembedahan di Indonesia.
Masalah komunikasi seperti kegagalan komunikasi verbal dan non verbal,
miskomunikasi antar staf, antar shift, komunikasi yang tidak terdokumentasi dengan baik,
merupakan hal yang dapat menimbulkan kesalahan. Buruknya komunikasi antara dokter dan
perawat merupakan salah satu penyebab insiden atau kejadian yang tidak diharapkan yang
dialami oleh pasien yang dapat berdampak pada kematian pasien, terutama di ruangan
intensif yang menangani kondisi kritis pada pasien (Andri Firman, dkk.2015).
Penelitian Andri firman, dkk ( 2015 ) terhadap 6 personel yang terdiri dari 4 dokter
anestesi dan 2 perawat anestesi dengan metode AS ( Action Research ) pada 15 pasien yang
dilakukan tindakan operasi, penelitian ini mengukur kepatuhan pengisian surgical safety
checklist berdasarkan usia dan lama kerja yang akan berefek ke keselamatan pasien yang
dilakukan tindakan operasi. Didapatkan hasil angka ketidakpatuhan yang masih sangat tinggi
pada usian muda dan masa kerja yang baru sebentar dengan ditandai oleh masih ditemukan
pasein yang tidak menggunkan gelang identitas yang berisiko salah pasien, masih ditemukan
pasien tidah dilakukan marking site yang berisiko kejadian salah sisi operasi. Untuk itu
diperlukan adanya SPO yang mengatur guna meningkatkan komitmen dan meningkatkan
keselamatan pada pasien operasi.
Penelitian Amirudin, dkk ( 2018 ) terhadap kepatuhan tim bedah dalam penerapan
surgical safety checklist dengan infeksi luka operasi dan lama rawat inap pada pasien Sectio
Caesarea menunjukan penerapan SSC masih belum optimal, sehingga masih diperlukan
adanya sosialisasi yang lebih intensif untuk meningkatkan kepatuhan tim agar penerapan
SSC dapat berjalan dengan baik dan benar sebagai bagian dari upaya dalam mengurangi
komplikasi pasca operasi dan memper singkat hari rawat inap.
Selain itu penelitian J. Bergs ( 2014 ) menunjukan pengurangan dan angka kematian pasca
operasi setelah pengimplementasian surgical safety checklist. Jonathan R ( 2014 ) Penelitiannya pun
menunjukan surgical safety checklist merupakan strategi yang menjanjikan untuk
meningkatkan keselamatan pasien yang di operasi diseluruh dunia.
Kepatuhan terhadap pengisian surgical safety checklist oleh tim bedah sangat
berpengaruh terhadap keselamatan pasien yang dilakukan tindakan operasi. Selain dapat
mengurangi angka kematian pasca operasi juga dapat meminimalkan risiko terjadinya
infeksi luka operasi (ILO), resiko kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (Blood Loss),
dan juga meminimalkan risiko tertinggalnya benda asing di dalam tubuh pasien seperti
instrument, kassa dan jarum. Maka dari itu setiap personel kamar bedah baik itu dokter
ataupun perawat harus memahami dan mengimplemetasikannya.
DAFTAR PUSTAKA

Klase, Dkk. (2015). Penerapan surgical Safety Cheklist WHO di kamar operasi.
Firman, Andri. Dkk. (2015). Pengisian sign in dalam meningkatkan kepatuhan surgical safety
checklist.
Amiruddin, Dkk. (2018). Hubungan kepatuhan tim bedah dalam penerapan surgical safety
checklist dengan infeksi luka operasi dan lama rawat inap pada pasien SC.

Bergs, J. Dkk. (2014). Systematic review and meta‐analysis of the effect of the World Health
Organization surgical safety checklist on postoperative complications.

Haynes, Alex. Dkk. (2017). Mortality Trends After a Voluntary Checklist-based Surgical
Safety Collaborative.
Treadwell, R, Jonathan. Dkk. (2014). Surgical checklists: a systematic review of impacts and
implementation.

Anda mungkin juga menyukai