Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
kemarahan (anger ) adalah suatu emosi yang terentang mulai dari iritabilitas
sampai agretivitas yang dialami oleh semua orang. Biasanya, kemarahan adalah
reaksi terhadap stimulus yang tidak menyenangkan atau mengancam (widya
Kusuma, 199;2423).
kemarahan menurut stuart dan sunden (1987:363) adalah perasaan jengkel
yang timbul sebagai respon terhadap respon kecemasan yang dirasakan sebagai
ancaman (Budi ana Keliat, 1996;5).
Stress cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus
dihadapi oleh setiap individu . stress dapat menyebabkan kecemasan yang
menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat
menimbulkan kemarahan.
Perawat yang bekerja di tempat – tempat seperti ruang emergensi, area
perawatan kritis, dan pusat trauma, sering merawat klien – klien yang mengamuk
dan berprilaku yang membahayakan dirinya sendiri, orang lain, dan petugas
kesehatan. Oleh karena itu, sangat penting bagi perawat memiliki keterampilan
untuk menanganinya.
Klien yang diterima di unit psikiatri, biasanya dalam keadaan kritis karena
koping mereka sudah tidak efektif. Selama masa – masa stress klien, sering terjadi
perilaku agresif atau melukai. Sebagai perawat jiwa, tentunya waktunya lebih
banyak dihabiskan bersama klien – klien seperti ini dibandingkan dengan profesi
lain. Hal ini lebih memungkinkan perawat – perawat jiwa dilibatkan dalam
pencegahan dan penanganan perilaku agresif.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Mengetahui konsep marah?
2. Mengetahui Peran Perawat Dalam Perilaku Kekerasan ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Agar mengetahui mengenai konsep marah.
2. Agar mengetahui Peran Perawat pada klien dengan gangguan psikososial ;
marah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MARAH
Suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci
atau marah. Hal ini didasari keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang
sebagai bagian penting dari keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke
lingkungan, ke dalam diri atau secara destruktif.
kemarahan (anger ) adalah suatu emosi yang terentang mulai dari iritabilitas
sampai agretivitas yang dialami oleh semua orang. Biasanya, kemarahan adalah
reaksi terhadap stimulus yang tidak menyenangkan atau mengancam (widya
Kusuma, 199;2423).
kemarahan menurut stuart dan sunden (1987:363) adalah perasaan jengkel
yang timbul sebagai respon terhadap respon kecemasan yang dirasakan sebagai
ancaman (Budi ana Keliat, 1996;5).
kemarahan adalah perasaan jengkelyang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan yang dianggap sebagai ancaman (Stuart dan sundeen,1987;563)
pengungkapan kemarahan yang langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan
melegakan individu dan membantu orang lain untuk dapat mengerti pearasaan yang
sebenarnya . namun demikian , faktor budaya perlu di dipertimbangkan sehingga
keuntungan kedua belah pihak dapat tercapai.
Kemarahan yang ditekan atau puira-pura tidak marah akan mempersulit klien
sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Banyak situasi kehidupan yang
menimbulkan kemarahan, misalnya fungsi tubuh yang terganggu sehinga harus
masuk kerumah sakit, kontrol diri yang diambil alih oleh orang laen, menderita
sakit, peran yang tidak dapat dilakukan karena dirawat dirumah sakit, pelayanan
perawat yang terdapat dan banyak hal laen yang dapat meningkatkan emosi klien.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang
yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan

3
pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan
diri dalam bentuk penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang lain adalah
tindakan agresif yang ditujukan untuk melukai atau membunuh orang lain.
Perilaku kekerasan pada lingkungan dapoat berupa perilaku merusak lingkungan,
melempar kaca, genting, dan semua yang ada di lingkungan. Pasien yang dibawa
ke rumah sakit jiwa sebagian besar akibat melakukan pengkajian untuk menggali
penyebab perilaku kekerasan di rumah. Perawat harus jeli dalam melakukan
pengkajian untuk menggali penyebab perilaku kekerasan yang dilakukan selama di
rumah.
Perilaku kekerasan merupakan bagian dari rentang respons marah yang paling
maladaptive, yaitu amuk. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai
respons terhadap kecemasan (kebutuhan yang tidak terpenuhi)yang dirasakan
sebagi ancaman. (Stuart dan Sundeen, 1991). Amuk merupakan respons kemarahan
yang paling maladaptive yang ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan
yang kuat disertai hilangnya kontrol, yang individu dapat merusak diri sendiri,
orang lain, atau lingkungan (Keliat, 1991).

B. RENTANG RESPON MARAH

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Pernyataan Frustasi Pasif Agresif Ngamuk

Keterangan :
Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.
Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan , tidak realitas/teerhambat.
Pasif : Respon lanjutan yang pasien tidak mampu mengungkapkan perasaan.
Agresif : Perilaku destruktif tapi masih terkontrol.
Amuk : Perilaku destruktif yang tidak terkontrol.

4
Tabel rentang respon marah
Asertif Frustasi Pasif Agresif Ngamuk
Klien mampu Klien gagal Klien merasa Klien Perasaan
mengumngkap- mencapai tidak bisa Mengeks- marah dan
kan marah tanpa tujuan/ mengungkap-kan presikan bermusuhan
menyalahkanora kepuasan Perasaannya, secara yang kuat
ng lain saat marah tidak berdaya fisik, tapi yang hilang
dan tidak dan menyerah masih kontrol,
dapat terkontrol, disertai
menemukan mendorong amuk,dan
alternafif orang lain merusak
dengan lingkungan
ancaman

C. GEJALA ATAU TANDA MARAH (PERILAKU)


1. Emosi
a. Tidak Adekuat
b. Tidak Aman
c. Rasa Terganggu
d. Marah ( Dendam).
e. Jengkel.
2. Intelektual
a. Mendominasi
b. Bawel.
c. Sarkasme.
d. Berdebat.
e. Meremehkan.

5
3. Fisik
a. Muka Merah
b. Pandangan Tajam.
c. Nafas Pendek.
d. Keringat
e. Sakit Fisik.
f. Penyalahgunaan Zat.
g. Tekanan Darah Meningkat.
4. Spiritual
a. Kemahakuasaan
b. Kebijakan / Kebenaran Diri.
c. Keraguan.
d. Tidak Bermoral.
e. Kebejatan.
f. Kreativitas Terlambat.
5. Sosial
a. Menarik Diri
b. Pengasingan
c. Penolakan
d. Kekerasan
e. Ejekan.
f. Humor.

6
D. PROSES TERJADINYA MARAH
Ancaman atau kebutuhan

Stress

Cemas

Marah

Merasa Kuat Mengungkapkan Secara Merasa tidak


Vertikal Adekuat

Menantang Menjaga Keutuhan Menantang


Orang lain

Masalah Tidak Lega Mengingkari


Selesai Kemarahan

Marah Berkepanjangan Ketegangan menurun Marah Tidak


Terungkap

7
Rasa Marah Teratasi

Muncul Rasa Bermusuhan

Rasa bermusuhan Menahun

Marah Pada diri sendiri Marah pada orang lain

Depresi Agresif /
Psikosomatik Mengamuk

E. PROSES TERJADINYA AMUK


Amuk merupakan respon kemarahan yang paling mal adaptif yang ditandai
dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilanganya control,
yang individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan ( Keliat,
1991). Amuk adalah respon marah terhadap adanya stress, rasa cemas, harga diri
rendah, rasa bersalah, putus asa, dan ketidakberdayaan.
Respons marah dapat diekspresikan secara internal atau eksternal. Secara
internal dapat berupa perilaku yang tidak asertif dan merusak diri, sedangkan secara
eksternal dapat berupa perilaku destruktif agresif. Respons marah dapat
diungkapkan melalui tiga cara yaitu mengungkapkan secara verbal, menekan,
menantang.
Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan
menggunakan kata – kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti

8
orang lain akan memberikan kelegaan pada individu. Apabila perasaan marah
diekspresikan dengan perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan karena
ia merasa kuat. Cara ini menimbulkan masalah yang berkepanjangan dan dapat
menimbulkan tingkah laku yang destruktif dan amuk.

F. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Faktor Predisposisi
a. Psikoanalisis
Teori ini menyatakan bahwa peril;aku agresif adalah merupakan hasil dari
dorongan instring (instinctual drives).
b. Psikologis
Berdasarkan teori frustasi – agresif, agresivitas timbul sebagai hasil dari
peningkatan frustasi. Tujuan yang tidak tercapai dapat menyebabkan
frustasi berkepanjangan.
c. Biologis
Bagian – bagian otak yang berhubungan dengan terjadinya agresivitas
sebagai berikut :
1) Sistem limbic
Merupakan organ yang mengatur dorongan dasar dan ekspresi emosi
serta perilaku seperti makan, agresif, dan respons seksual. Selain itu,
mengatur sistem informasi dan memori.
2) Lobus temporal
Organ yang berfungsi sebagai penyimpan memori dan melakukan
interpretasi pendengaran.
3) Lobus frontal
Organ yang berfungsi sebagai bagian pemikiran yang logis, serta
pengelolaan emosi dan alasan berfikir.
4) Neurotransmitter

9
Beberapa neurotransmitter yang berdampak pada agresivitas adalah
serotonin (5-HT), dopamine, Norepineprin, acetylcholine, dan GABA.
d. Peilaku (behavioral)
1) Kerusakan organ otak, retardasi mental, dan gangguan belajar
mengakibatkan kegagalan kemampuan dalam berespons positif
terhadap frutasi.
2) Penekanan emosi berlebihan (over rejection) pada anak – anak atau
godaan (seduction) orang tua memengaruhi kepercayaan (trust) dan
percaya diri (self esteem) individu.
3) Perilaku kekerasan di usia muda, baik korban kekerasan pada anak
(child abuse) atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga
memengaruhi penggunaan kekerasan sebagai koping.

Teori belajar social mengatakan behwa perilaku kekerasan adalah


hasil belajar dari proses sosialisasi dari internal dan eksternal, yakni
sebagai berikut.

1) Internal : penguatan yang diterima ketika melakukan kekerasan.


2) Eksternal : observasi panutan (role model), seperti orang tua,
kelompok, saudara, figure olahragawan atau artis, serta media
elektronik ( berita kekerasan, perang, olah raga keras).
e. Social kultural
1) Norma.
Norma merupakan control masyarakat pada kekerasan. Hal ini
mendefinisikan ekspresi perilaku kekerasan yang ditrerima atau tidak
diterima akan menimbulkan sanksi. Kadang control social yang sangat
ketat (strict) dapat menghambat ekspresi marah yang sehat dan
menyebabkan individu memilih cara yang maladaptive lainnya.

10
2) Budaya asertif di masyarakat membantu individu untuk berespons
terhadap marah yang sehat.

Factor social yang dapat menyebabkan timbulnya agresivitas atau


perilaku kekerasan yang maladaptive antara lain sebagai berikut.

1) Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup.


2) Status dalam perkawinan.
3) Hasil dari orang tua tunggal ( single parent).
4) Pengangguran
5) Ketidakmampuan mempertahankan hubungan interpersonal dan
struktur keluarga dalam social kultural.

2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari :
a) Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab
perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi .
b) lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan,
kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor
penyebab yang lain.
c) Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku
kekerasan.

11
3. Diagnosis
Pohon Masalah
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain,
dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan konsep diri : harga diri rendah

Diagnosis Keperawatan

a) Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan


dengan perilaku kekerasan.
b) Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
4. Intervensi dan Implementasi Keperawatan
a) Kesadaran Diri Perawat
Perawat sering menganggap bahwa klien merupakan sumber masalah
baginya bila klien marah. Bagi perawat yang yang empunyai pengetahuan
tentang kemarahan akan dapat membantu klien untuk mngatasi kemarahan.
Bagi staf harus menyadari bahwa klien dapat mengungkapkan marah
dengan tidak bermusuhan dan memberi dukungan atas uangkapan tersebut.
Perawat perlu memahami perasaan sendiri dan reaksinya terhadap
kemarahan klien.

12
b) Batasan ungkapan marah
Loomis (1970), dikutipkan dari Stuart dan Sundeen (1987:579)
menetapkan 3 batasan ungkapan marah;
1. Menyatakan harapan pada klien dengan cara yang positif
2. Membantu klien menggali alasan dan maksud tingkah laku klien
3. Bersama klien menetapkan alternative cara mengungkapkan marah
c) Control terhadap kekerasan
Perawat perlu mengembangkan kemampuannya mengatasi tingkah laku
klien yang tidak terkontrol. Dengan empati dan pengamatan yang cermat
dan tingkah laku klien, perawat dapat mengantisipasi ledakan kemarahan
klien.
d) Aspek Biologi
Memberikan cara menyalurkan energi kemarahan dengan cara yang
konstruktif melalui aktivitas fisik, seperti; lari pagi, angkat berat, dan
aktivitas yang lain yang membantu relaksasi otot seperti olah raga.
Dirumah sakit dapat dimodifikasi dengan mobilitas baik pasif maupun
aktif misalnya dengan jalan-jalan ditaman, latihan pergerakan tungkai,
mendorong kursi roda.
e) Aspek Emosional
Perawat dapat membantu klien yang belum mengenal kemarahannya
dengan menyatakan seperti “Bapak tidak tenang atau ibu marah”. Ini
membantu klien mengenal kemarahannya.
f) Aspek Intelektual
Ketika seseorag tiba-tiba marah, ia perlu diarahkan pada batas orientasi
“kini dan disini”, pada situasi seperti ini perawat dapat;
1. Menghadapi intensitas kemarahan klien
2. Mendorong ungkapan rasa marah klien
3. Membuat kontak fisik dengan klien
4. Menyertakan klen dalam kelompok

13
5. Memeriksa keadaan fisik klien
6. Kalau perlu menjaga jarak untuk melindungi diri
7. Memberikan laporan pada perawat yang dinas berikutnya
g) Aspek Sosial
Bermain peran memungkinkan klien mengeksplorasi perasaan marah
dengan melakukan;
1. Mengkaji pengalaman marah masa lalu
2. Bermain peran dalam mengungkapkan marah
3. Mengembangkan cara pengungkapkan marah yang konstruktif
4. Mempelajari cara mengintegrasikan pengalaman
5. Membagi perasaan dengan anggota kelompok bermain’
h) Aspek Spiritual
Bila klien marah kepada Tuhan atau kekuatan supranatural karena yakin
bahwa penyakitnya adalah hukuman dari Tuhan, maka perawat menberi
dorongan agar klien mengungkapkan perasaannya atau memanggil
pemimpin agama bila perawat merasa tidak adekuat. Perawat dapat
mendengarkan dengan penuh perhatian sehingga memungkinkan terjadi
diskusi tentang nilai-nilai spiritual yang meliputi beberapa jauh klien telah
mencapai tujuan hidupnya tentang kehilangan orang terdekat dan
kematian seseorang.
i) Strategi Penahanan

Strategi Preventif Strategi Antisipasi Srategi Penahan

- Kesadara - Komunikasi - Manajemen


n diri - Perubahan krisis
lingkungan - Pengasingan
- Perilaku

14
- Pendidik - psikofarmakolo - Pengendalian
an gi /
pasien pengekanga
- Latihan n.
asertif

Strategi penahanan
1. Manajemen Krisis
a) Identifikasi pemimpin tim krisis
b) Susun atau kumpulkan tim krisis
c) Beritahu petugas keamanan yang diperlukan.
d) Pindahkan semua pasien dari area tersebut.
e) Siapkan atau dapatkan alat pengekang (restrains).
f) Susun strategi dan beritahu anggota lain.
g) Tugas penanganan pasien secara fisik.
h) Jelaskan semua tindakan pada pasien, “ kami harus mengontrol tono , karena
perilaku tono berbahaya pada tono dan orang lain. Jika tono sudah dapat
mengontrol perilakunya, kami akan lepaskan.
i) Ikat / kekang pasien sesuai instruksi pemimpin (posisi yang nyaman).
j) Berikan obat psikofarmaka sesuai instruksi.
k) Jaga tetap kalem dan konsisten.
l) Evaluasi tindakan dengan tim.
m) Jelaskan kejadian pada pasien lain dan staf seperlunya.
n) Secara bertahap integrasikan pasien pada lingkungan.
2. Pengasingan
Pengasingan dilakukan untuk memisahkan pasien dari orang lain di
tempat yang aman dan cocok untuk tindakan keperawatan. Tujuannya adalah
melindungi pasien, orang lain, dan staf dari bahaya. Hal ini legal jika dilakukan

15
secara teraupetik dan etis. Prinsip pengasingan anatara lain sebagai berikut (Stuart
dan Sundeen, 1995 : 738).
a) Pembatasan gerak
- Aman dari mencederai diri
- Lingkungan aman dari perilaku pasien.
b) Isolasi
- Pasien butuh untuk jauh dari orang lain, contohnya paranoid.
- Area terbatas untuk adaptasi, ditingkatkan secara bertahap.
c) Pembatasan input sensoris
Ruangan yang sepi akan mengurangi stimulus.
3. Pengekangan
Tujuan dari pengekangan adalah mengurangi gerakan fisik pasien, serta
melindungi pasien dan orang lain dari cedera. Indikasi antara lain sebagai
berikut.
a) Ketidakmampuan mengontrol perilaku
b) Perilaku tidak dapat dikontrol oleh obat atau teknik psikososial.
c) Hiperaktif dan agitasi.
Prosedur pelaksanaan pengekangan adalah sebagai berfikut.
a) Jelaskan pada pasien alasan pengekangan.
b) Lakukan dengan hati – hati dan tidak melukai.
c) Ada perawat yang ditugaskan untuk mengontrol tanda vital, sirkulasi, dan
membuka ikatan untuk latihan gerak.
d) Penuhi kebutuhan fisik, yaitu makan, minum, eliminasi, dan perawatan
diri.

4. Evaluasi
Evaluasi pada klien marah harus berdasarkan observasi perubahan tingkat
laku dan respon subjektif klien. Maynard dan Vhitty, 1979 (dikutip dari

16
Stuart dan Sundeen, 1987;582) mengajukan beberapa pertanyaan pada
evaluasi:
- Bagaimana perasaan tentang pengalamannya?
- Bagaimana respon orang lain terhadapnya?
- Apakah ada kesempatan konfrontasi dengannya?

1) Fungsi Positif Marah


- Fungsi Energi : Marah dapat meningkatkan energy
- Fungsi ekspresi : Ekspresi marah yang aseratif – Sehat
- Self Promotional Fungtion : Marah untuk menunjukkan harga diri
memproyeksikan konsep diri positif
- Fungsi defensive : Kemarahan merupakan pertahanan ego dalam
menanggapi kecemasan yang meningkat karena konflik eksternal –
setelah marah – lega
- Patentianting fungtion : Kemarahan dapat meninkatkan potensi
- Fungsi diskriminasi : Membedakan ekspresi seseorang: marah,
sedih atau gembira
2) Respon Perawat Terhadap Kemarahan Klien
Perawat juga dapat memberi respon sama terhadap keluarga seperti
terhadap klien:
Dalam kajian kesehatan mental; pasien dengan kepribadian antisocial
dan perilaku menyimpang menunjukkan celaan, intoleransi, dan
gangguan moral secara umum yang lebih besar dari pasien-pasien
lainnya. Sebagai seseorang yang membutuhkan pertolongan klien-klien
tersebut terlihat seakan memiliki moral yang lemah. Namun disisi lain
sebenarnya mereka sanggup untuk mengatasi permasalahannya jika ia
mau berusaha. Sebagaimana layaknya manusia yang ingin dihargai dan
sukses dalam usahanya.

17
Respon perawat terhadap kasus seperti ini umumnya dipengaruhi latar
belakang social budaya. Perawat dengan pengalaman yang memiliki
kasus serupa dengan keluarganyadapat menimbulkan dendam akibat
trauma yang dialaminya atau malah tidak memperhatikan kebutuhan
klien. Oleh karena itu diperlukan kemuliaan dan evaluasi diri yang kritis.
Hal yang paling efektif dalam membantu klien adalah dengan sering
memperbaiki diri klien sendiri melalui kesadaran diri dan pemahaman
sikap manusia.
3) Respon perawat terhadap keluarga
Perawat dapat juga memberi respon sama terhadapkeluarga seperti
terhadap klien, beberapa hal perlu dikaji:
- Warisan keluarga dari generasi kegenarasi
- Pola hubungan keuarga yang memudahkan klien berprilaku
menyimpang.
- Kurannya perhatian dan pendidikan keluarga
- Terlalu overprotektif

18
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kemarahan diawali dengan adanya stressor yang berasal dari internal
ataupun eksternal. Hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan
pada system individu (Distrupsion & Loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana
seorang individu memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan
tersebut (personal meaning).

B. SARAN
Adapun saran dan kritik membangun dari para pembimbing tetap kami
harapkan, sebagai sarana motivasi yang dapat membuat kami lebih baik dari pada
sebelumnya. Dengan harapan makalah ini dapat memberi manfaat yang lebih bagi
pembaca maupun penulis. Amien.

19
DAFTAR PUSTAKA

Yosep Iyus, S. Kp., M. Si., 2010, Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi), Reflika Aditama,
Bandung.

http://wir-nursing.blogspot.com/2012/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html (diakses pada


tanggal 14 Maret 2019, pukul 18.20).

AH, Yusuf, 2015, Buku Ajar Keperawatan kesehatan Jiwa, Salemba Medika, Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai