Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang fisika radiasi untuk
membantu dalam proses pengukuran sebuah dosis, pengukuran untuk diagnosis
dan sebagainya. Begitu banyak bentuk aplikasi dari bidang ini termasuk dalam
bidang kesehatan yaitu kedokteran dan juga dalam bidang kedokteran nuklir. Hal
tersebut tentunya terus berkembang dengan disesuaikannya teknologi yang
berkembang dengan pesat. Tentunya hal tersebut sangatlah berkaitan.
Radiasi merupakan sebuah proses dimana energi yang bergerak melalui
media atau melalui ruang dan akhirnya diserap oleh benda lain. Sebagian orang
awam sering menghubungkan kata radiasi ionisasi, tapi juga dapat merujuk
kepada radiasi elektromagnetik, radiasi akustik dan proses lainnya.
Dalam bidang kedokteran hal ini sangatlah memberikan kemudahan dalam
proses pemeriksaan penyakit seorang pasien. Berbagai macam alat yang
menggunakan radiasi dalam kedokteran diantaranya yaitu X-ray, CT Scan, dan
lain sebagianya.
Dengan uraian diatas, selanjutnya dalam makalah ini akan dicari apa saja
aplikasi radiasi dalam medis, bagaimana sistem kerjanya, berbagai manfaat untuk
masyarakat luas.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui berbagai aplikasi radiasi dalam bidang medis
2. Untuk mengetahui sistem kerja X-ray
3. Untuk mengetahui berbagai manfaat atau keuntungan penggunaan X-ray
4. Untuk mengetahui kerugian dari penggunaan X-ray

1
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Radiasi
Radiasi adalah gelombang elektromagnetik dan partikel bermuatan yang
karena energi yang demikiannya mampu mengionisasi media yang dilaluinya
(BAPETEN, 2010).
Radiasi dapat didefinisikan sebagai proses dimana energi dilepaskan oleh
atom-atom. Radiasi ini biasanya diklasifikasikan menjadi dua kelompok yakni
Radiasi korpuskuler (corpuscular radiation), adalah suatu pancaran atau aliran dari
atom-atom dan atau partikel-partikel sub-atom, yang mempunyai kemampuan
untuk memindahkan energi geraknya atau energi kinetiknya (kinetic energy) ke
bahan-bahan yang mereka tumbuk/bentuk. Radiasi Elektromagnetis adalah suatu
pancaran gelombang (gangguan medan elektris dan magnetis) yang bisa
menyebabkan perubahan struktur dalam atom dari bahan-bahan yang dilaluinya
(medium) (Amsyari, 1989).
Radiasi adalah energi yang dihantarkan, dipancarkan dan diserap dalam
bentuk partikel atau gelombang.
Berdasarkan sumbernya radiasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi :
1. Radiasi alam
Radiasi alam berasal dari sinar kosmos, sinar gamma dari kulit bumi,
peluruhan radom dan thorium di udara, serta radionuklida yang ada
dalam bahan makanan.
2. Radiasi buatan
Radiasi buatan adalah radiasi yang timbul karena atau berhunbungan
dengan aktivitas manusia, seperti penyinaran dengan sinar-X di
bidang medis (radiodiagnostik dan radioterapi), radiasi diperoleh di
pembangkit tenaga nuklir, radiasi yang diperoleh di bidang industri
dll.
Bentuk radiasi dapat dibedakan menjadi :
2.1.1 Radiasi Ionisasi
Beberapa jenis radiasi memiliki energi yang cukup untuk mengionisasi
partikel. Secara umum, hal ini melibatkan sebuah elektron yang 'terlempar' dari

2
cangkang atom elektron, yang akan memberikan muatan (positif). Hal ini sering
mengganggu dalam sistem biologi, dan dapat menyebabkan mutasi dan kanker.
Jenis radiasi umumnya terjadi di limbah radioaktif peluruhan radioaktif dan
sampah. Tiga jenis utama radiasi ditemukan oleh Ernest Rutherford, Alfa, Beta,
dan sinar gamma. Radiasi tersebut ditemukan melalui percobaan sederhana,
Rutherford menggunakan sumber radioaktif dan menemukan bahwa sinar
menghasilkan memukul tiga daerah yang berbeda. Salah satu dari mereka menjadi
positif, salah satu dari mereka bersikap netral, dan salah satu dari mereka yang
negatif. Dengan data ini, Rutherford menyimpulkan radiasi yang terdiri dari tiga
sinar. Beliau memberi nama yang diambil dari tiga huruf pertama dari abjad
Yunani yaitu alfa, beta, dan gamma.
Radiasi pengion dapat dibagi menjadi dua bagian menurut jenisnya :
1. Radiasi Eksterna
Adalah sumber radiasi yang terletak diluar tubuh pasien atau pasien
mendapat pajanan radiasi dari luar tubuhnya yang dapat mengenai
seluruh tubuh (penyinaran total) ataupun mengenai sebagian tubuh
saja (penyinaran parsial). Radiasi eksterna ada yang dimanfaatkan
untuk keperluan diagnosa biasanya digunakan sumber radiasi sinar-X
yang dibangkitkan pada tegangan 40 kV-150 kV, sedangkan untuk
keperluan terapi selain digunakan sinar gamma dari radioisotope
Cobalt dan Cessium.
2. Radiasi Interna
Adalah sumber radiasi yang dimasukkan ke dalam tubuh pasien.
Sumber radiasi yang diperlukan adalah radioisotope non toksik yang
mempunyai waktu paruh pendek dan aktivitas rendah, misalnya Tc 99
atau I-131. Radiasi interna kebanyakan untuk keperluan diagnosa.
2.1.2 Radiasi Non-Ionisasi
Radiasi non-ionisasi, sebaliknya, mengacu pada jenis radiasi yang tidak
membawa energi yang cukup per foton untuk mengionisasi atom atau molekul. Ini
terutama mengacu pada bentuk energi yang lebih rendah dari radiasi
elektromagnetik (yaitu, gelombang radio, gelombang mikro, radiasi terahertz,

3
cahaya inframerah, dan cahaya yang tampak). Dampak dari bentuk radiasi pada
jaringan hidup hanya baru-baru ini telah dipelajari. Alih-alih membentuk ion
berenergi ketika melewati materi, radiasi elektromagnetik memiliki energi yang
cukup hanya untuk mengubah rotasi, getaran atau elektronik konfigurasi valensi
molekul dan atom. Namun demikian, efek biologis yang berbeda diamati untuk
berbagai jenis radiasi non-ionisasi
 Radiasi Neutron
Radiasi Neutron adalah jenis radiasi non-ion yang terdiri dari neutron bebas.
Neutron ini bisa mengeluarkan selama baik spontan atau induksi fisi nuklir, proses
fusi nuklir, atau dari reaksi nuklir lainnya. Ia tidak mengionisasi atom dengan cara
yang sama bahwa partikel bermuatan seperti proton dan elektron tidak (menarik
elektron), karena neutron tidak memiliki muatan. Namun, neutron mudah bereaksi
dengan inti atom dari berbagai elemen, membuat isotop yang tidak stabil dan
karena itu mendorong radioaktivitas dalam materi yang sebelumnya non-
radioaktif. Proses ini dikenal sebagai aktivasi neutron.
 Radiasi elektromagnetik
Radiasi elektromagnetik mengambil bentuk gelombang yang menyebar dalam
udara kosong atau dalam materi. Radiasi EM memiliki komponen medan
listrik dan magnetik yang berosilasi pada fase saling tegak lurus dan ke arah
propagasi energi.
Radiasi elektromagnetik diklasifikasikan ke dalam jenis menurut frekuensi
gelombang, jenis ini termasuk (dalam rangka peningkatan frekuensi): gelombang
radio, gelombang mikro, radiasi terahertz, radiasi inframerah, cahaya yang
terlihat, radiasi ultraviolet, sinar-X dan sinar gamma. Dari jumlah tersebut,
gelombang radio memiliki panjang gelombang terpanjang dan sinar gamma
memiliki gelombang terpendek. Sebuah jendela kecil frekuensi, yang disebut
spektrum yang dapat dilihat atau cahaya, yang dilihat dengan mata berbagai
organisme, dengan variasi batas spektrum sempit ini. EM radiasi membawa energi
dan momentum, yang dapat disampaikan ketika berinteraksi dengan materi.

4
 Cahaya
Cahaya adalah radiasi elektromagnetik dari panjang gelombang yang terlihat
oleh mata manusia (sekitar 400-700 nm), atau sampai 380-750 nm. Lebih luas
lagi, fisikawan menganggap cahaya sebagai radiasi elektromagnetik dari semua
panjang gelombang, baik yang terlihat maupun tidak.
 Radiasi termal
Radiasi termal adalah proses dimana permukaan benda memancarkan energi
panas dalam bentuk gelombang elektromagnetik. radiasi infra merah dari radiator
rumah tangga biasa atau pemanas listrik adalah contoh radiasi termal, seperti
panas dan cahaya yang dikeluarkan oleh sebuah bola lampu pijar bercahaya.
Radiasi termal dihasilkan ketika panas dari pergerakan partikel bermuatan
dalam atom diubah menjadi radiasi elektromagnetik. Gelombang frekuensi yang
dipancarkan dariradiasi termal adalah distribusi probabilitas tergantung hanya
pada suhu, dan untuk benda hitam asli yang diberikan oleh hukum radiasi
Planck. hukum Wien memberikan frekuensi paling mungkin dari radiasi yang
dipancarkan, dan hukum Stefan-Boltzmannmemberikan intensitas panas.

2.2 Kedokteran Nuklir


Ilmu Kedokteran Nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang menggunakan
sumber radiasi terbuka berasal dari disintegrasi inti radionuklida buatan, untuk
mempelajari perubahan fisiologi, anatomi dan biokimia, sehingga dapat
digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi dan penelitian kedokteran. Pada
kedokteran Nuklir, radioisotop dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien (studi
invivo) maupun hanya direaksikan saja dengan bahan biologis antara lain darah,
cairan lambung, urine da sebagainya, yang diambil dari tubuh pasien yang lebih
dikenal sebagai studi in-vitro (dalam gelas percobaan).
Pada studi in-vivo, setelah radioisotop dapat dimasukkan ke dalam tubuh
pasien melalui mulut atau suntikan atau dihirup lewat hidung dan sebagainya
maka informasi yang dapat diperoleh dari pasien dapat berupa:

5
1. Citra atau gambar dari organ atau bagian tubuh pasien yang dapat
diperoleh dengan bantuan peralatan yang disebut kamera gamma ataupun
kamera positron (teknik imaging)
2. Kurva-kurva kinetika radioisotop dalam organ atau bagian tubuh tertentu
dan angka-angka yang menggambarkan akumulasi radioisotop dalam
organ atau bagian tubuh tertentu disamping citra atau gambar yang
diperoleh dengan kamera gamma atau kamera positron.
3. Radioaktivitas yang terdapat dalam contoh bahan biologis (darah, urine
dsb) yang diambil dari tubuh pasien, dicacah dengan instrumen yang
dirangkaikan pada detektor radiasi (teknik non-imaging).
Data yang diperoleh baik dengan teknik imaging maupun non-imaging
memberikan informasi mengenai fungsi organ yang diperiksa. Pencitraan
(imaging) pada kedokteran nuklir dalam beberapa hal berbeda dengan pencitraan
dalam radiologi.
Pada studi in-vitro, dari tubuh pasien diambil sejumlah tertentu bahan
biologis misalnya 1 ml darah. Cuplikan bahan biologis tersebut kemudian
direaksikan dengan suatu zat yang telah ditandai dengan radioisotop.
Pemeriksaannya dilakukan dengan bantuan detektor radiasi gamma yang
dirangkai dengan suatu sistem instrumentasi. Studi semacam ini biasanya
dilakukan untuk mengetahui kandungan hormon-hormon tertentu dalam darah
pasien seperti insulin, tiroksin dll.
Pemeriksaan kedokteran nuklir banyak membantu dalam menunjang
diagnosis berbagai penyakitseperti penyakit jantung koroner, penyakit kelenjar
gondok, gangguan fungsi ginjal, menentukan tahapan penyakit kanker dengan
mendeteksi penyebarannya pada tulang, mendeteksi pendarahan pada saluran
pencernaan makanan dan menentukan lokasinya, serta masih banyak lagi yang
dapat diperoleh dari diagnosis dengan penerapan teknologi nuklir yang pada saat
ini berkembang pesat.
Disamping membantu penetapan diagnosis, kedokteran nuklir juga
berperanan dalam terapi-terapi penyakit tertentu, misalnya kanker kelenjar
gondok, hiperfungsi kelenjar gondok yang membandel terhadap pemberian obat-

6
obatan non radiasi, keganasan sel darah merah, inflamasi (peradangan)sendi yang
sulit dikendalikan dengan menggunakan terapi obat-obatan biasa. Bila untuk
keperluan diagnosis, radioisotop diberikan dalam dosis yang sangat kecil, maka
dalam terapi radioisotop sengaja diberikan dalam dosis yang besar terutama dalam
pengobatan terhadap jaringan kanker dengan tujuan untuk melenyapkan sel-sel
yang menyusun jaringan kanker itu.
Di Indonesia, kedokteran nuklir diperkenalkan pada akhir tahun 1960an, yaitu
setelah reaktor atom Indonesia yang pertama mulai dioperasikan di Bandung.
Beberapa tenaga ahli Indonesia dibantu oleh tenaga ahli dari luar negeri merintis
pendirian suatu unit kedokteran nuklir di Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknik Nuklir di Bandung. Unit ini merupakan cikal bakal Unit Kedokteran
Nuklir RSU Hasan Sadikin, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.
Menyusul kemudian unit-unit berikutnya di Jakarta (RSCM, RSPP, RS Gatot
Subroto) dan di Surabaya (RS Sutomo). Pada tahun 1980-an didirikan unit-unit
kedokteran nuklir berikutnya di RS sardjito (Yogyakarta) RS Kariadi (Semarang),
RS Jantung harapan Kita (Jakarta) dan RS Fatmawati (Jakarta). Dewasa ini di
Indonesia terdapat 15 rumah sakit yang melakukan pelayanan kedokteran nuklir
dengan menggunakan kamera gamma, di samping masih terdapat 2 buah rumah
sakit lagi yang hanya mengoperasikan alat penatah ginjal yang lebih dikenal
dengan nama Renograf.

2.3 Petugas Radiologi


2.3.1 Bidang Radioterapi
Kepala Radiografer melakukan teknik dan prosedur terapi radiasi
sebagaimana mestinya sesuai dengan rekam medic rencana penyinaran yang telah
ditetapkan melalui proses treatment planning oleh fisikawan medik dan telah
ditetapkan oleh dokter spesialis radiologi, baik jenis dan tenaga radiasi, posisi
penyinaran lamanya selang waktu penyinaran, dosis radiasi, sentrasi, separasi
serta luas lapangan penyinaran.

7
Pemasangan wedge serta lain sebagainya. Dengan demikian radiogrfer harus
mampu secara professional membaca dan menerjemahkan/menginterpretasi
status/ rekam medik terapi radiasi sehingga tidak terjadi kesalahan teknis.
Begitu pula mampu memanipulasi peralatan pesawat/sumber radiasi yang
semakin canggih, serta pemakaian alat bantu terapi radiasi dan yang terpenting
adalah merasa empati kepada pasien yang dilakukan penyinaran, sehingga dapat
memberikan informasi mengenai penyinaran yang dilakukan dan selalu
bertanggung jawab terhadap setiap besarnya dosis radiasi yang diberikan kepada
pasien.
Dengan demikian tingkat keakurasian pemberian radiasi tidak saja tergantung
kepada keakurasian treatmen planning serta keahlian klinis tetapi juga tergantung
kepada teknik dan prosedur terapi radiasi.
2.3.2 Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja dengan Radiasi
Kepala Radiografer melakukan prosedur kerja dengan zat radioaktif atau
sumber radiasi lainnya, karena sebagian besar radiografer adalah petugas proteksi
radiasi ( PPR ) maka bertugas untuk melakukan upaya–upaya tindakan proteksi
radiasi dalam rangka meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja bagi pekerja
radiasi, pasien dan lingkungan.
Evaluasi tindakan proteksi radiasi yang telah dilakukan merupakan salah satu
kemampuan dari petugas Proteksi Radiasi termasuk pengujian terhadap efektifitas
dan efisiensi tindakan proteksi sehingga radiografer mampu membuat suatu
sistem tindakan proteksi radiasi yang lebih baik.

8
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pemanfaatan Sumber Radiasi dalam Medis


Pemanfaatan sumber radiasi pengion di bidang kesehatan dari waktu ke
waktu mengalami peningkatan, baik dari segi jumlah maupun jenis
penggunaannya. Hal tersebut menunjukkan adanya pengakuan yang baik dan
indikasi kebutuhan terhadap manfaat dari sumber radiasi pengion bagi kesehatan
seseorang. Selain sisi manfaat dari penggunaan sumber radiasi pengion juga
memberikan potensi risiko radiasi bagi pekerja atau personil, pasien dan anggota
masyarakat. Semakin besar pemanfaatan maka semakin besar pula potensi risiko
yang akan diterimanya. Apalagi ditunjang dengan meningkatnya ketergantungan
seseorang akan teknologi kedokteran dan vonis dokter dalam hal menentukan
kondisi kesehatan.
Secara garis besar, pemanfaatan sumber radiasi pengion di bidang kesehatan
dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: radiologi diagnostik, radiologi
intervensional, radioterapi, dan kedokteran nuklir. Paparan radiasi pada individu
(pasien) yang menjalani pemeriksaan dengan sumber radiasi pengion selain
memiliki manfaat dari radiasi yang diterimanya juga berpotensi terhadap risiko
radiasi yang memicu munculnya efek deterministik maupun efek stokastik dan
dapat menaikkan komplikasi penyakit yang diderita oleh pasien. Selain paparan
radiasi pada pasien, pelaksana kegiatan seperti staf atau personil yang terlibat,
pendamping pasien, keluarga dekat (pada tindakan kedokteran nuklir), petugas
magang, dan sukarelawan dalam penelitian biomedik juga memiliki potensi
terpapar radiasi karena hamburan dari pasien.
2.2.1 Pemanfaatan Radiasi dalam Bidang Radioterapi
Radiasi yang digunakan dalam pemeriksaan kesehatan (radiodiagnosis) dan
pengobatan (radioterapi) pertama kali ditemukan oleh Prof. WC. Roentgen pada
bulan Nopember 1895. Radiasi ini berasal dari sinar X, yang karena sifat-sifatnya
mampu menembus jaringan tubuh manusia untuk mendeteksi kelainan dan
menimbulkan efek biologi menghentikan pertumbuhan sel hingga mematikan sel.
Oleh karena itu dapat dimanfaatkan untuk mematikan sel-sel kanker, dan sudah

9
barang tentu dalam dosis yang sesuai dengan keperluan. Dengan perkembangan
ilmu dan teknologi bidang fisika radiasi memungkinkan pengukuran jumlah
(dosis) radiasi yang diserap tubuh dan arah radiasi dengan tepat sasaran, bidang
biologi radiasi (radiobiologi) yang memungkinkan tatacara pemberian dan jumlah
dosis yang efektif, bidang onkologi (ilmu tentang kanker) yang memungkinkan
penentuan jenis dan stadium kanker serta pemilihan jenis pengobatan yang sesuai
(operasi, radioterapi, khemoterapi/obat-obatan, atau kombinasinya). Penentuan
radioterapi didasarkan pada hispatologi dan asal tumor, stadium/tingkat
penyebarannya, kondisi kesehatan pasien, ketersediaan sarana dan prasarana.
Di bidang kedokteran, radioisotop banyak digunakan sebagai alat diagnosis
dan alat terapi berbagai macam penyakit.
 Diagnosa
Radioisotop merupakan bagian yang sangat penting pada proses diagnosis
suatu penyakit. Dengan bantuan peralatan pembentuk citra (imaging devices),
dapat dilakukan penelitian proses biologis yang terjadi dalam tubuh manusia.
Dalam penggunaannya untuk diagnosis, suatu dosis kecil radioisotop yang
dicampurkan dalam larutan yang larut dalam cairan tubuh dimasukkan ke dalam
tubuh, kemudian aktivitasnya dalam tubuh dapat dipelajari menggunakan gambar
2 dimensi atau 3 dimensi yang disebut tomografi. Salah satu radioisotop yang
sering digunakan adalah technisium-99m, yang dapat digunakan untuk
mempelajari metabolisme jantung, hati, paru-paru, ginjal, sirkulasi darah dan
struktur tulang. Tujuan lain dari penggunaan di bidang diagnosis adalah untuk
analisis biokimia yang disebut radio-immunoassay. Teknik ini dapat digunakan
untuk mengukur konsentrasi hormon, enzim, obat-obatan dan substansi lain dalam
darah.
 Terapi
Penggunaan radioisotop di bidang pengobatan yang paling banyak adalah
untuk pengobatan kanker, karena sel kanker sangat sensitif terhadap radiasi.
Sumber radiasi yang digunakan dapat berupa sumber eksternal, berupa sumber
gamma seperti Co-60, atau sumber internal, yaitu berupa sumber gamma

10
atau beta yang kecil seperti Iodine-131 yang biasa digunakan untuk penyembuhan
kanker kelenjar tiroid.
 Sterilisasi Peralatan Kedokteran
Dewasa ini banyak peralatan kedokteran yang disterilkan menggunakan
radiasi gamma dari Co-60. Metode sterilisasi ini lebih ekonomis dan lebih efektif
dibandingkan sterilisasi menggunakan uap panas, karena proses yang digunakan
merupakan proses dingin, sehingga dapat digunakan untuk benda-benda yang
sensitif terhadap panas seperti bubuk, obat salep, dan larutan kimia.
Keuntungan lain dari sterilisasi dengan menggunakan radiasi adalah proses
sterilisasi dapat dilakukan setelah benda tersebut dikemas dan masa penyimpanan
benda tersebut tidak terbatas sepanjang kemasannya tidak rusak.

3.2 Penggunaan Sinar-X


1. Menggunakan generator sinar-X
2. Menggunakan sumber terttutup (sealed source)
3. Lebih bersifat untuk mengetahui kelainan secara anatomis.
Sinar-X dihasilkan dari tabung sinar-X yang hampa udara, dimana
didalamnya terdapat dua elemen yaitu anoda dan katoda. Sinar-X merupakan
gelombang elektromagnetik yang mempunyai energi tinggi, sehingga dapat
menembus zat padat yang dilaluinya. Sinar-X di bangkitkan dengan jalan
menembaki target logam dengan elektron cepat dalam suatu tabung vacum.
Elektron di hasilkan dari pemanasan filamen yang juga berfungsi sebagai katoda.
ada saat arus listrik dari sumber dihidupkan, filamen akan mengalami pemanasan
sehingga kelihatan menyala. Dalam kondisi tersebut filamen akan mengeluarkan
elektron. Selanjutnya antara katoda dan anoda diberi beda potensial yang tinggi
dengan orde kilo Volt, sehingga mempunyai kecepatan dan energi kinetik yang
tinggi bergerak dengan capat menuju ke anoda. Terjadilah tumbukan tak kenyal
sempurna antara elektron dan anoda. Pada peristiwa tumbukan tersebut terjadilah
pancaran sinar-X dari permukaan anoda. Pemeriksaan dengan Pesawat Sinar-X
Pesawat sinar-X (pesawat Rontgen) dapat digunakan sebagai alat diagnose.
Sebagai alat untuk pemeriksa pasien pesawat sinar-X perlu dapat diatur dalam

11
menghasilkan sinar-X. Untuk itu ada tiga parameter yang harus diatur yaitu
tegangan tinggi (kV), Arus (mA) dan waktu expose (S). Pada saat melakukan
pencitraan pada pasien tiga parameter tersebut harus diatur, karena dalam
pencitraan tiap-tiap orang berbeda. Pencitraan anak-anak beda dengan orang
dewasa. Pencitraan orang kurus beda dengan orang gemuk. Pengaturan pencitraan
ini bertujuan supaya hasil gambar yang dihasilkan pada film baik dan memenuhi
kriteria kedokteran. Untuk meningkatkan kualitas gambar dalam radiodiagnostik
digunakan media kontras dengan cara memasukkan subtansi yang bisa menyerap
sinar-X lebih banyak kedalam tubuh yang sedang di diagnosis. Bahan yang biasa
digunakan media kontras adalah Barium (Ba) dan Iodium (I). Faktor-faktor yang
mempengaruhi gambar pada pencitraan antara lain :
1. Pengaruh Arus (mA)
Peningkatan mA akan menambah intensitas sinar-X, sehingga semua
intensitas sinar-X atau derajat terang (brightness) akan bertambah sesuai
dengan peningkatan intensitas radiasi sinar-X. Oleh sebab itu derajat
terang dapat di atur dengan mengubah mA.
2. Pengaruh jarak
Jarak tabung sinar-X dengan obyek juga akan berpengaruh pada intensitas
sinar-X.
3. Pengaruh waktu (S)
Waktu juga akan berpengaruh pada kualitas gambar, karena jika waktunya
panjang maka radiasi yang di terima obyek semakin banyak dan
sebaliknya.
4. Pengaruh kiloVolt (kV)
Perubahan kV menyebabkan beberapa pengaruh. Perubahan kV
menghasilkan perubahan pada daya tembus sinar-X dan juga total
intensitas berkas sinar-X akan berubah.
Sejalan dengan perkembangan teknologi terutama setelah ditemukanya image
prosesing (proses bayangan pencitraan) dengan komputer, maka memungkinkan
proses pembentukan gambar pada film di ubah dengan cara merekontruksi gambar
dengan komputer. Dengan teknik ini gambar dapat diperoleh dengan segera.

12
Teknik image prossing mampu membedakan antara jaringan yang satu dengan
lainnya, misal jaringan yang sangat mirip dalam otak manusia, yaitu antara
substansia grisea dengan substansia alba. Perangkat yang mampu mengolah
gambar ini disebut Computed tomography scanner (CT-Scan). Perangkat
radiologi yang melengkapi dalam kedokteran nuklir adalah :
a. Pesawat sinar-X
b. Pesawat Cobalt
c. Akselerator linier (Linac)
d. CT- Scan

3.3 Manfaat dan Kerugian


3.3.1 Pemanfaatan Radiasi
Sinar-X telah dimanfaatkan dalam bidang kesehatan sebagao salah satu
sarana penunjang diagmostik dan terapi, diantaranya digunakan pada bagian
radiologi, radioterapi dan kedokteran nuklir (BAPETEN, 2002).
Proses pembentukan sinar-X dihasilkan oleh suatu pesawat melalui proses
fisika. Secara sederhana dapat diterangkan bahwa sinar-X dihasilkan oleh tabung
sinar-X yaitu tabung gelas hampa udara yang dilengkapi dengan dua buah
elektroda, anoda atau target dan katoda. Sebagai akibat interaksi antara elektron
cepat yang dipancarkan dari katoda ke target dipancarkan sinar-X dari permukaan
target, hasil dari sinar-X tersebut digunakan untuk menghasilkan suatu gambaran
untuk mendiagnosa dan mengevaluasi bagian dari suatu penyakit atau kelainan.
Radiasi dan zat radioaktif digunakan untuk diagnosis, pengobatan,
dan penelitian. sinar X, misalnya, melalui otot dan jaringan lunak lainnya tapi
dihentikan oleh bahan padat. Properti sinar X ini memungkinkan dokter untuk
menemukan tulang rusak dan untuk menemukan kanker yang mungkin tumbuh
dalam tubuh. Dokter juga menemukan penyakit tertentu dengan menyuntikkan zat
radioaktif dan pemantauan radiasi yang dilepaskan sebagai bergerak melalui
substansi tubuh.
Pemanfaatan radiasi dibidang medis untuk salah satu keperluan diagnosa
terdapat dua teknik pemanfaatan yaitu teknik radiografi dan teknik fluoroskopi.

13
1. Teknik Radiografi adalah teknik dimana sumber sinar-X ditembuskan
ke bagian tubuh pasien yang akan diperiksa dengan kondisi
penyinaran tertentu. Radiasi sinar-X yang akan tembus akan
mempunyai besaran yang berbeda sesuai dengan daya serap organ-
organ-organ tubuh yang akan ditembusnya. Perbedaan akan besaran
tersebut akan ditangkap oleh film x-ray dan akan membentuk
bayangan laten, gambar laten tersebut setelah melalui berbagai proses
pencucian akan menghasilkan gambaran foto dari organ yang
diperiksa. Untuk radiografer (pekerja radiasi) pada saat pemotretan
harus berada dibelakang tabir atau diruangan lain yanterproteksi dari
radiasi sinar-X.
2. Teknik fluoroskopi adalah teknik yang memanfaatkan salah satu dari
sifat sinar-X yaitu bila mengenai bahan akan berpendar (fluorosensi).
Biasanya radiografer, dokter, dan perawat tidak dapat menghindar
untuk berada diruang pemeriksa selama pemeriksaan berlangsung,
untuk itu diwajibkan menggunakan alat pelindung radiasi, seperti
body apron, thyroid apron, goggle dan glove. Kondisi penyinaran
fluoroskopi untuk pemakaian arus tabung dan waktu penyinaran
berbeda dengan teknik radiografi. Waktu pemeriksaan dengan
menggunakan fluoroskopi lebih lama dibandingkan dengan
pemeriksaan dengan menggunakan fluoroskopi lebih lama
dibandingkan dengan pemeriksaan radiografi, karena radiasi yang
dikeluarkan oleh fluoroskopi secara kontinu sesuai dengan kebutuhan
diagnosa.
3.3.2 Kekurangan dari Penggunaan Radiasi
Setelah Roentgen memperlihatkan hasil pemotretan dengan sinar-X terhadap
tangan istrinya yang memakai cincin, dimana pada gambar tersebut terlihat
dengan jelas ruas-ruas tulang jari tangannya, maka manusia mulai menyadari akan
manfaat besar yang dapat diperoleh dari penemuan radiasi pengion tadi.
Pemanfaatan radiasi pengion dalam bidang kedokteran, terutama sinar-X,
berkembang pesat beberapa saat setelah penemuan radiasi tersebut. Penguasaan

14
pengetahuan mengenai radiasi pengion oleh umat manusia yang terus meningkat
dari waktu ke waktu juga memungkinkan dimanfaatkannya radiasi tersebut dalam
berbagai bidang kegiatan di luar kedokteran, di samping pemanfaatan-nya di
dalam bidang kedokteran sendiri juga terus mengalami peningkatan.
Beberapa efek merugikan yang muncul pada tubuh manusia karena terpapari
sinar-X dan gamma : segera teramati beberapa saat setelah penemuan kedua jenis
radiasi tersebut. Efek merugikan tersebut berupa kerontokan rambut dan
kerusakan kulit. Pada tahun 1897 di Amerika Serikat dilaporkan adanya 69 kasus
kerusakan kulit yang disebabkan oleh sinar-X, sedang pada tahun 1902 angka
yang dilaporkan meningkat menjadi 170 kasus. Pada tahun 1911 di Jerman juga
dilaporkan adanya 94 kasus tumor yang disebabkan oleh sinar-X. Meskipun
beberapa efek merugikan dari sinar-X dan gamma telah teramati, namun upaya
perlindungan terhadap bahaya penyinaran sinar-X dan gamma belum terfikirkan.
Marie Curie, penemu bahan radioaktif Po dan Ra meninggal pada tahun 1934
akibat terserang oleh leukemia. Penyakit tersebut besar kemungkinan akibat
paparan radiasi karena seringnya beliau berhubungan dengan bahan-bahan
radioaktif.

3.3 Proteksi Radiasi


Proteksi radiasi diterapkan pada pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan
hidup tanpa memasukkan pasien sebagai obyek yang harus diproteksi. Alasannya,
karena pasien memperoleh manfaat dari radiasi yang diberikan padanya. Namun,
saat ini justru pasien memperoleh prioritas proteksi radiasi yang lebih
dibandingkan dengan pekerja dan anggota masyarakat. Jika pasien hanya
memperoleh radiasi serendah mungkin yang dapat dicapai tanpa mengabaikan
informasi diagnostik yang harus dicapai dengan sistem proteksi radiasi yang baik
maka staf dan personil yang ada didekatnya pun akan berpotensi menerima radiasi
yang rendah.
Artinya, proteksi radiasi pada pekerja tidak dapat dipisahkan dari proteksi
radiasi pada pasien. Jika sistem proteksi radiasi diterapkan maka pekerja memiliki
risiko yang lebih rendah dari pada pasien. Radiasi yang diterima oleh pekerja

15
sebagian besar adalah hamburan dari pasien. Oleh karena itu jika pasien menerima
radiasi yang rendah maka pekerja radiasi juga akan menerima paparan radiasi
hambur yang rendah pula. Namun hubungan risiko radiasi antara pekerja dan
pasien tidak sesederhana itu, banyak faktor yang dapat menyebabkan dosis pada
pekerja. Salah satu faktor utama adalah peralatan proteksi yang memadai dan
penggunaannya yang tepat dalam ruang tindakan dan pengetahuan pekerja
mengenai proteksi radiasi.
Sebagaimana diketahui bahwa terdapat prinsip dasar proteksi dan
keselamatan radiasi yang harus diprogram dan dilaksanakan yaitu justifikasi
pemanfaatan, optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi, dan limitasi dosis. Pada
konteks paparan radiasi yang telah disampaikan di atas, dapat dikelompokkan
menjadi 3 (tiga) paparan yaitu paparan medik, paparan pekerja, dan paparan
publik. Paparan medik tersebut terkait paparan terhadap pasien, pendamping
pasien, dan sukarelawan. Sedangkan paparan pekerja itu terkait paparan yang
diterima oleh pekerja atau personil, dan paparan publik adalah terkait dengan
paparan pada anggota masyarakat ataupun individu yang tidak terindikasi klinis
(mediko-legal). Pada paparan medik, diperlukan penerapan prinsip justifikasi dan
optimisasi, sedangkan pada paparan pekerja dan paparan publik diperlukan
penerapan ketiga prinsip proteksi radiasi tersebut.
Pemanfaatan sumber radiasi pengion harus selalu dikontrol atau dikendalikan
oleh badan pengawas. Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) sebagai
badan pengawas yang memiliki tugas dan kewajiban dalam pengawasan
pemanfaatan tenaga nuklir yang di dalamnya termasuk penggunaan sumber
radiasi pengion di bidang kesehatan.
Pengawasan yang dilakukan oleh BAPETEN tidak dapat dilaksanakan jika
tidak ada koordinasi dan kerjasama yang baik diantara para pemangku
kepentingan. Misalnya dalam hal pengawasan sumber radiasi pengion di bidang
kesehatan. Penggunaan radiasi secara garis besar dilakukan oleh rumah sakit,
klinik ataupun puskesmas. Institusi pengguna radiasi juga ada yang dari pihak
swasta dan pemerintah yang pemiliknya disebut dengan pengusaha instalasi atau

16
pemegang izin atau pemohon izin. Instansi milik pemerintah ataupun swasta
dalam hal pelayanan kesehatan dibina oleh Kementerian Kesehatan.
Selain itu juga ada institusi pelaksana sebagaimana amanat UU No. 10 Tahun
1997 sebagai badan pelaksana, BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional), juga
memiliki tugas dan fungsi penelitian dan pengembangan penggunaan radiasi
dibidang kesehatan.
Ada institusi pendidikan seperti Politeknik Kesehatan, Universitas, dan
lembaga profesi, seperti dokter spesialis, perawat, radiographer, fisikawan medik,
dll. Kesemua institusi tersebut adalah yang berkaitan dengan penggunaan sumber
radiasi pengion di Indonesia.
Dalam rangka memenuhi kerangka hukum pengawasan, maka sampai saat ini
pemerintah melalui BAPETEN telah memiliki perangkat peraturan yang telah
disesuaikan dengan standar internasional IAEA seperti BSS 115 dan standar lain
sebagai turunannya.
Selain itu juga secara internasional telah keluar rekomendasi dan standar baru
seperti ICRP No. 103 Tahun 2007 dan IAEA General Safety Requirement (GSR)
Part 3 Tahun 2011. Perkembangan standar dan rekomendasi internasional
merupakan wujud dari perkembangan pengawasan yang terjadi di internasional,
diantaranya rekomendasi baru mengenai nilai batas dosis ekivalen untuk lensa
mata, yaitu 20 mSv per tahun rata-rata selama 5 (lima) tahun berturut-turut dan
tidak boleh dalam setahun melebihi 50 mSv. Rekomendasi tersebut akan
memberikan implikasi yang sangat besar untuk para pekerja radiologi
intervensional, karena sebelumnya nilai batas dosis untuk lensa mata sebesar 150
mSv/tahun.
Selain itu perubahan terminologi pekerja radiasi menjadi lebih luas dan perlu
identifikasi kembali. Menurut IAEA GSR Part 3, definisi pekerja radiasi adalah
setiap otang yang bekerja, penuh waktu, paruh waktu atau temporer, untuk
majikan yang mengakui hak dan kewajibannya dalam hal proteksi radiasi bagi
pekerja. Definisi tersebut sungguh luas ruang lingkupnya, termasuk orang yang
berwiraswasta juga termasuk sebagai pekerja radiasi. Karena orang yang
berwiraswasta dapat bertindak sebagai majikan maupun karyawan, sehingga perlu

17
diberikan informasi yang cukup, instruksi dan pelatihan proteksi radiasi.
Seseorang dapat disebut sebagai pekerja radiasi jika berpotensi menerima paparan
radiasi dari tingkat yang paling rendah sampai yang paling besar.
Teknologi modalitas yang menggunakan sumber radiasi pengion sampai saat
ini menunjukkan berkembangan yang sangat pesat, seperti: perubahan dari
teknologi pencitraan manual ke digital, penggunaan pencitraan radiasi untuk
panduan terapi secara realtime, perubahan teknik radioterapi yang bergeser ke
arah volumetrik atau 3D, penggunaan radiasi untuk pemeriksaan manusia yang
terkait dengan medico-legal, perkembangan teknologi dari terpasang tetap
menjadi mobile, dll. Sebagai Badan Pengawas, BAPETEN harus peka dan mampu
menghadapi perkembangan dan pemanfaatan teknologi baru tersebut.
Dari yang diuraikan tersebut di atas dapat diperoleh beberapa poin mengenai
tantangan nasional pengawasan pemanfaatan sumber radiasi pengion di bidang
kesehatan, yaitu:
 Adanya pergeseran dan perkembangan perhatian pengawasan
keselamatan radiasi selain ke pekerja radiasi, yaitu untuk pasien dan
lingkungan.
 Adanya perkembangan teknologi peralatan yang menggunakan
sumber radiasi pengion untuk diagnostik maupun terapi.
 Adanya rekomendasi ICRP No. 103 tahun 2007 dan GSR Part 3 IAEA
 Review penerapan peraturan keselamatan radiasi yang berlaku di
Indonesia.
 Pemenuhan terhadap kelengkapan peraturan keselamatan radiasi
terutama tingkat pedoman dan panduan teknis.
Dibutuhkan action plan untuk membangun pengawasan sumber radiasi
pengion yang terintegrasi dan menyeluruh sehingga terbangun sistem proteksi dan
keselamatan radiasi. Action Plantersebut berupa penjalinan dan pemeliharaan
kerjasama secara konstruktif dengan instansi yang terkait dengan pengawasan
sumber radiasi pengion, seperti KEMENKES, BATAN, KEPMENAKERTRANS,
dan institusi pendidikan untuk mewujudkan kesepahaman bersama dalam
meningkatkan kualitas pengawasan.

18
Secara internasional, tantangan proteksi radiasi di bidang kesehatan dan
medik sampai Tahun 2025 adalah :
 Radon
 Perubahan teknologi yang mengakibatkan kenaikan atau penurunan
paparan medik.
 Adanya paparan radiasi ke pasien yang tidak perlu atau kejadian over
ekspos dalam tindakan diagnostik dan terapi.
 Upaya pencapaian kesepakatan pada referensi dosis untuk menuju
"praktek yang baik" pada berbagai prosedur medis
 Sertifikasi profesi dan pelatihan untuk mereduksi penggunaan radiasi
di bidang medik yang tidak tepat.
 Kebutuhan peralatan standar terkalibrasi & pedoman
 Kebutuhan profil paparan medik.
 Pendekatan pencegahan dan modalitas baru untuk diagnostik dan
upaya untuk mereduksi penggunaan radiasi pengion.

3.4 Sistem Manajemen Keselamatan Radiasi


Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir No.8 tahun 2011
tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi
Diagnostik dan Intervensial, keselamatan radiasi sinar-X memiliki beberapa
elemen penting yang diaplikasikan sebagai dasar terbentuknya Sistem Manajemen
Keselamatan Radiasi (SMKR) diantaranya :
1. Personil atau pekerja radiasi yang bekerja si Instalasi Radiologi
Diagnostik dan Intervensional, yang sesuai dengan pesawat sinar-X
yang digunakan dan tujuan penggunaan antara lain :
 Dokter Spesialis Radiologi adalah dokter dengan spesialisasi
dibidang radiologi yang menggunakan radiasi pengion dan non
pengion untuk membuat diagnosis dan melakukan terapi
intervensi
 Fisikawan Medis merupkan tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi dalam bidang fisika medik dan klinik dasar

19
 Petugas Proteksi Radiasi yang ditunjuk oleh Pemegang Izin dan
oleh BAPETEN dinyatakan mampu melaksanakan pekerjaan
yang berhubungan dengan proteksi radiasi.
 Radiografer, tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi
dengan diberikan tugas, wewenang, dan tanggung jawab secara
penih melakukan kegiatan Radiologi Diagnostik dan
Intervensional.
2. Pelatihan Proteksi Radiasi, yang diselenggarakan oleh pihak
pemegang izin, yang paling kurang mencakup materi :
− Peraturan perundang-undangan ketenaganukliran
− Sumber radiasi dalam pemanfaatan tenaga nuklir
− Efek biologi radiasi
− Satuan dan besaran radiasi
− Prinsip proteksi dan keselamatan radiasi
− Alat ukur radiasi
− Tindakan dalam keadaan darurat
Pelatihan proteksi radiasi bagi pekerja radiasi berguna agar :
− Mengetahui, memahami dan melaksanakan semua ketentuan
keselamatan radiasi
− Melaksanakan petunjuk pelaksanaan kerja yang telah disusun
oleh petugas proteksi radiasi dengan benar
− Melaporkan setiap gangguan kesehatan yang disarankan dan
diduga akibat penyinaran lebih atau masuknya radioaktif ke
dalam tubuh
− Memanfaatkan sebaik-baiknya peralatan keselamatan kerja
yang tersedia serta bertindak hati-hati, aman dan disiplin untuk
melindungi baik dirinya sendiri maupun pekerjaan lain.
− Melaporkan kejdian kecelakaan bagaimanapun kecilnya
kepada petugas proteksi radiasi.
3. Pemantulan kesehatan, dilakukan untuk pekerja radiasi yang dimulai
dari sebelum bekerja, selama bekerja, dan akan memutuskan

20
hubungan kerja. Sedikitnya pemeriksaan kesehatan dilakukan secara
berkala sekali dalam satu tahun. Pemantulan kesehatan bagi pekerja
pelaksanaannya dapat melalui pemeriksaan kesehatan konselin dan
atau penata laksanaan kesehatan pekerja yang mendapat paparan
radiasi berlebih.
4. Peralatan proteksi radiasi, terdiri dari 6 macam peralatan, yaitu ;
 Apron/celemek : yang setara dengan 0,2 mm (nol koma dua
milimeter) Pb, atau 0,25 mm Pb untuk Penggunaan pesawat
sinar-X Radiologi Diagnostik, dan 0,35 mm Pb, atau 0,5 mm
Pb untuk pesawat sinar-X Radiologi Intervensional. Dengan
menggunakannya maka sebagian besar dari tubuh dapat
terlindungi dari bahaya radiasi.

Gambar 3.1 Apron


 Tabir radiasi/shielding portable : Tabir yang harus dilapisi
dengan bahan yang setara dengan 1 mm Pb. Ukuran tabir
adalah sebagai berikut : tinggi 2 m, dan lebar 1 m, yang
dilengkapi dengan kaca intip Pb yang setara dengan 1 mm Pb,
digunakan pada saaat pekerja melakukan mobile X-ray
diruangan intensive care.

Gambar 3.2 Tabir radiasi

21
 Kacamata Pb ini terbuat dari timbal dengan daya serat setara
dengan 1 mm Pb, yang digunakan untuk melindungi lensa
mata.

Gambar 3.3 Kaca mata


 Sarung tangan Pb yang digunakan untuk fluoroskopi harus
memberikan kesetaraan atenuasi paling kurang 0,25 mm Pb
pada 150 kVp (seratus lima puluh kilovoltage peak). Proteksi
ini harus dapat melindungi secara keseluruhan, mencakup jari
dan pergelangan tangan.

Gambar 3.4 Sarung Tangan


 Pelindung tiroid : yang terbuat dari karet timbal, terbuat dari
bahan yang setara dengan 1mm Pb, digunakan untuk
melindungi daerah tyroid yang tidak tertutup body
apron/celemek. Dan menurut penelitian memperlihatkan
bahwa bila pekerja melakukan fluoroskopi maka daerah tyroid
merupakan daerah kedua tertinggi setelah gonad yang sensitif
menerima dosis radiasi.

Gambar 3.5 Pelindung Tiroid

22
 Gonad apron : setara dengan 0,2 mm Pb atau 0,25 mm Pb
untuk penggunaan pesawat sinar-X Radiologi Diagnostik, dan
0,35 mm Pb, atau 0,5 mm Pb untuk pesawat sinar-X Radiologi
Intervensional. Proteksi ini harus dengan ukuran dan bentuk
yang sesuai untuk mencegah gonad secara keseluruhan dari
paparan berkas utama. Menurut penelitian daerah ini
merupakan daerah yang paling sensitif terkena paparan radiasi.

Gambar 3.6 Gonad Apron


5. Pemantulan, dosis radiasi yang selanjutnya disebut dosis adalah
jumlah radiasi yang terdapat dalam medan radiasi atau jumlah energi
radiasi yang diserap atau diterima oleh materi yang dilaluinya. Untuk
pekerja radiasi adalah dosis efektif sebesar 20 mSv/th rata-rata selama
5 tahun atau dosis efektif sebesar 50 mSv/th dalam satu tahun tertentu.
pemantauan dosis radiasi bagi pekerja dapat menggunakan TLD
(Termo Luminescence Dosimeter) atau yang lebih sering digunakan
yaitu film badge. Pemantulan dosis radiasi dilakukan setiap bulan
sekali dengan mengirim ke Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan,
hasil laporan dari dosis tersebut nantinya jadi bahan evaluasi dan
didokumentasikan kurang lebih 30 tahun lamanya terhitung sejak
pekerja telah memutuskan hubungan kerja. Untuk pemantulan dosis
paparan radiasi menggunakan survey meter, alat ini dalam
penggunaan pesawat sinar-X radiologi diagnostik tidak
dipersyaratkan.

23
Gambar 3.7 Film Badge
6. Rekaman/Dokumentasi, merupakan dokumen yang menyatakan hasil
yang dicapai atau memberi bukti pelaksanaan kegiatan dalam
pemanfaatan tenaga nuklir. Penyimpanan dokumen dilakukan dalam
jangka waktu minimal tiga puluh tahun, terhitung sejak tanggal
pemberhentian pekerja yang bersangkutan.

24
BAB IV
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Aplikasi radiasi dalam bidang medis yaitu X-ray, CT Scan, USG, MRI,
SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) dll.
2. Sinar-X dihasilkan oleh tabung sinar-X yaitu tabung gelas hampa udara
yang dilengkapi dengan dua buah elektroda, anoda atau target dan katoda.
Sebagai akibat interaksi antara elektron cepat yang dipancarkan dari
katoda ke target dipancarkan sinar-X dari permukaan target, hasil dari
sinar-X tersebut digunakan untuk menghasilkan suatu gambaran untuk
mendiagnosa dan mengevaluasi bagian dari suatu penyakit atau kelainan.
3. Beberapa manfaat dari aplikasi ini yaitu :
 Radiasi memungkinkan pengukuran jumlah (dosis) radiasi yang
diserap tubuh dan arah radiasi dengan tepat sasaran sehingga
membantu dalam mendiagnosis suatu penyakit dan pemberian
suatu obat dengan dosis yang sesuai.
 Radiasi memungkinkan untuk penyembuhan penyakit kanker
kelenjar tiroid.
 Radiasi dalam peralatan kedokteran digunakan untuk mensterilkan
suatu alat menggunakan radiasi gamma.
4. Beberapa kerugian dari aplikasi ini yaitu :
 Dapat mengalami kerontonkan rambut
 Kerusakan kulit
 Kemungkinan terbesar lainnya yaitu terkena kanker

5.2 Saran
Sebaiknya, selanjutnya dalam penjelasan diberikan spesifikasi sehingga
terlihat lebih detail untuk setiap bagian-bagian aplikasinya. Tidak hanya dibidang
kesehatan tapi juga dibidang lainnya seperti pertanian, pertambangan dan industri
lainnya.

25
DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Radiasi ; Radiasi

Blog It’s All About Physics ; Penerapan Radiasi dalam bidang Kesehatan,
Pertanian dan Peternakan

www.batan.go.id, www.infonuklir.com
Pusat Diseminasi Iptek Nuklir

Jurnal Ferry Suyatno; YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010


APLIKASI RADIASI DAN RADIOISOTOP DALAM BIDANG
KEDOKTERAN

Jurnal Silvia Sari ; DEPOK, 2012 Universitas Indonesia


PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI
SINAR-X DI UNIT KERJA RADIOLOGI

Blog Bidang Pelayanan Medik ; Radiologi

Blog Pelita Penerang Hati ; Tantangan Pengawasan Penggunaan Sumber


Radiasi Pengion di Bidang Kesehatan

26

Anda mungkin juga menyukai