Anda di halaman 1dari 27

Case Report Session

SKIZOFRENIA PARANOID

Oleh :

Andri Saputra

Yolla Adelina Utami

Yoana Febry Yeni

Pembimbing :
Dr. Dian Budianti, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN PSIKIATRI RSJ PROF HB


SAANIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
BAITURRAHMAH

PADANG

2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur penulis ucapkan kepada


Allah dan shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad, berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas case report session dengan judul
“Skizofrenia Paranoid” yang merupakan salah satu tugas dalam kepaniteraan
klinik bagian Psikiatri RSJ Prof HB Saanin Fakultas Kedokteran Universitas
Baiturrahmah
Dalam usaha penyelesaian tugas ini, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dr. Dian Budianti, Sp.KJ selaku pembimbing
dalam penyusunan tugas ini.
Kami menyadari bahwa didalam penulisan ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima semua saran dan
kritik yang membangun guna penyempurnaan tugasini. Akhir kata, semoga case
report ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Padang, 18 September 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan ............................................................................................. 3
1.3 Metode Penulisan .................................................................................................. 3
1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................................. 3
BAB II................................................................................................................................. 4
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................... 4
2.1 Pengertian Skizofrenia .......................................................................................... 4
2.2 Etiologi Skizofrenia ........................................................................................ 4
2.3 Gejala-Gejala Skizofrenia ..................................................................................... 6
2.4 Diagnosis Skizofrenia ........................................................................................... 7
2.5 Subtipe Skizofrenia ............................................................................................... 9
2.6 Skizofrenia Paranoid ............................................................................................. 9
2.7 Terapi Skizofrenia Paranoid................................................................................ 10
2.8 Prognosis ............................................................................................................. 13
BAB III ............................................................................................................................. 14
LAPORAN KASUS.......................................................................................................... 14
BAB IV ............................................................................................................................... 1
KESIMPULAN ................................................................................................................... 1

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Skizofrenia merupakan sekumpulan gejala gangguan jiwa yang berat dan
kronik yang mempengaruhi kognisi, emosi, persepsi, isi pikir, dan kebiasaan.
Hampir 1% penduduk dunia atau 7 sampai 8 orang dari 1000 orang merasakan
skizofrenia dalam hidup mereka. Meskipun jumlah ini tidak sebanyak gangguan
mental lainnya, namun penyakit skizofrenia sangat mengganggu kehidupan dan
menimbulkan disabilitas yang berat. Hingga kini tidak ada bagian dari budaya
atau kelompok manusia di bumi ini yang bebas dari skizofrenia dan terdapat bukti
bahwa penyakit ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius.1

Gejala skizofrenia biasanya muncul pada remaja akhir atau dewasa muda.
Awitan pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan antara 25-
35 tahun. Prognosis biasanya lebih buruk pada penderita yang lebih muda dan
laki-laki. Hasil dari data Riset Kesehatan Dasar atau (Riskesdas) pada tahun 2013
dan dikombinasikan dengan data rutin dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin),
penduduk Indonesia secara Nasional mengalami gangguan mental berat
(Skizofrenia) sebanyak 0,17% atau secara absolut penduduk Indonesia yang
menderita gangguan jiwa sebanyak 400 ribu jiwa.2,3

Kumpulan gejala pada skizofrenia terjadi secara kronik dalam tiga fase,
yaitu fase prodormal, fase aktif dan fase residual. Pada fase aktif, gejala yang
sering muncul adalah halusinasi, delusi, dan disorganized thinking. Sedangkan
pada fase prodormal dan fase residual memiliki gejala yang lebih lemah seperti
pemikiran magis, kepercayaan yang aneh dan defisit pada hubungan interpersonal
dan perawatan diri.4

Pedoman dalam menegakkan diagnosis skizofrenia terdapat pada DSM V


dan PPDGJ-III yang memuat kriteria objektif dan spesifik untuk mendefenisikan
skizofrenia. Diagnosis skizofrenia ditegakkan berdasarkan gejala atau deskripsi
klinis dan merupakan suatu sindrom yang ditemukan pada pasien.1
Beberapa tipe skizofrenia yang diidentifikasi berdasarkan variabel klinik
menurut ICD-10 antara lain skizofrenia paranoid, skizofrenia hebefrenik,
skizofrenia katatonik, skizofrenia tak terinci, depresi pasca skizofrenia,
skizofrenia residual, skizofrenia simpleks, skizofrenia lainnya, skizofrenia
simpleks, dan skizofrenia yang tak tergolongkan.1

Skizofrenia paranoid merupakan tipe yang paling labil dan sering


ditemukan. Skizofrenia paranoid ditandai dengan preokupasi terhadap satu atau
lebih waham atau halusinasi auditorik. Pasien skizofrenia paranoid biasanya
tegang, mudah curiga, berjaga-jaga, berhati-hati, dan terkadang bersikap
bermusuhan Halusinasi auditori dominan ditemukan pada pasien ini. Pasien bisa
mendengar suara-suara yang membuat ia gelisah, curiga hingga instruksi untuk
melakukan perbuatan yang meresahkan masyarakat. 1,3

Prognosis skizofrenia dipengaruhi oleh faktor risiko yang dimiliki oleh


individu pasien itu sendiri. Penatalaksanaan secara komprehensif terhadap pasien
sampai ke lingkungan tempat tinggal pasien sangat mempengaruhi proses
perbaikan fungsi pasien, sehingga dibutuhkan dukungan dari keluarga ataupun
masyarakat kepada pasien dengan skizofrenia Oleh karena itu penting bagi
klinisi untuk memahami skizofrenia. Pada laporan kasus dalam makalah ini akan
dibahas mengenai skizofrenia khususnya skizofrenia paranoid.

Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan variasi penyebab


(banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis
atau "deteriorating") yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya. Perjalanan penyakit ini secara bertahap
akan menuju kronisitas, tetapi sekali-kali bisa menimbulkan serangan. Skizofrenia
merupakan gangguan psikologis yang paling berhubungan dengan pandangan
populer tentang gila atau sakit mental. Hal ini sering menimbulkan rasa takut,
kesalahpahaman, dan penghukuman, bukannya simpati dan perhatian.1
Survei yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO), peringkat
skizofrenia berada di antara sepuluh penyakit yang berkontribusi terhadap beban
penyakit global.Pada tahun 2013 terdapat sekitar 450 juta orang menderita
gangguan neuropsikiatri, termasuk skizofrenia.Skizofrenia adalah bentuk parah

2
dari penyakit mental yang terdapat pada sekitar 7 per 1000 dari populasi orang
dewasa, terutama pada kelompok usia 15 - 35 tahun. Prevalensi skizofrenia sekitar
1,9% pada populasi di Amerika Serikat, terdapat sekitar 5 per 1000 penduduk.2
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 dan data rutin dari
Pusat Data dan Informasi (Pusdatin), penduduk Indonesia secara Nasional
mengalami gangguan mental berat (skizofrenia) sebanyak 0,17% atau sekitar 400
ribu jiwa. Prevalensi skizofrenia pada pria hampir sama dengan wanita, meskipun
onset pada pria biasanya lebih awal dibanding wanita. Pada pria cendrung muncul
pada usia ≤ 20 tahun, sedangkan pada wanita pada usia ≥ 30 tahun.3
Skizofrenia paranoid merupakan tipe yang tersering dan paling banyak
ditemukan. Skizofrenia paranoid ditandai dengan preokupasi terhadap satu atau
lebih waham atau halusinasi auditorik. Pasien skizofrenia paranoid biasanya
tegang, mudah curiga, berjaga-jaga, berhati-hati, dan terkadang bersikap
bermusuhan.4

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk mempelajari,
memahami, dan menelaah kasus yang berhubungan dengan definisi, epidemiologi,
etiologi, gambaran klinis, diagnosis, tatalaksana, dan prognosis skizofrenia
paranoid.

1.3 Metode Penulisan


Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan kepustakaan merujuk
kepada berbagai literatur seperti textbook dan jurnal.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan case report session ini adalah menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai skizofrenia paranoid

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Skizofrenia


Skizofrenia adalah sebagai suatu gangguan dengan etiologi tidak diketahui
yang ditandai oleh gejala psikotik yang secara berarti mengganggu fungsi dan
menyangkut gangguan dalam perasaan, berpikir dan berperilaku. Gangguan ini
kronik dan umumnya memiliki fase prodromal, fase aktif dengan delusi,
halusinasi atau keduanya dan suatu fase residual dimana gangguan itu mungkin
dalam keadaan remisi.5

2.2 Etiologi Skizofrenia

2.2.1 Faktor Genetik


Terdapat kontribusi genetik bagi sebagian atau mungkin semua orang pada
skizofrenia dan proporsi yang tinggi dari varians cenderung untuk menjadi
skizofrenia karena adanya pengaruh genetik tambahan. Misalnya, skizofrenia
dan gangguan skizofrenia terkait (seperti: skizotipal, skizoid, dan gangguan
kepribadian paranoid) terjadi pada laju yang meningkat di antara kerabat
biologis, pasien dengan skizofrenia.5

2.2.2 Faktor Biologik


Faktor biologis akan terkait dengan adanya neuropatologi dan ketidak
seimbangan dari neurotransmiter misalnya dopamin, serotonin, norepineprin,
dan lainnya. Hal tersebut menyebabkan terjadinya perubahan dari fungsi otak
sebagai pusat pengatur prilaku manusia. Dampak yang dapat dinilai sebagai
manifestasi adanya gangguan pada prilaku maladaptif pasien.6
a. Hipotesis Dopamin
Formulasi sederhana dari hipotesis dopamin menyatakan bahwa
skizofrenia dihasilkan dari terlalu banyaknya aktifitas dopaminergik. Teori
ini berasal dari dua pengamatan. Pertama efikasi dan potensi dari
kebanyakkan obat antipsikotik berhubungan dengan kemampuan bertindak
sebagai antagonis reseptor dopamin D2. Kedua, obat-obatan yang
meningkatkan aktifitas dopaminergik seperti ampetamin yang merupakan

4
suatu psikotomimetik. Teori dasar tidak memperinci apakah hiperaktif
dopaminergik adalah karena terlalu banyaknya pelepasan dopamin, terlalu
banyaknya reseptor dopamin, atau kombinasi mekanisme tersebut.5
b. Hipotesis Norepineprin
Meningkatnya level norepinefrin pada penderita skizofrenia
menunjukkan meningkatnya kepekaan untuk masukan sensorik.5
c. Hipotesis Gamma aminobutyric acid (GABA)
Neurotransmiter asam amino inhibitory gamma-aminobutiryc acid
(GABA) dikaitkan dengan patofisiologi skizofrenia didasarkan pada
penemuan bahwa beberapa pasien skizofrenia mempunyai kehilangan
neuron-neuron GABA-ergic di hipokampus. GABA memiliki efek
regulatory pada aktivitas dopamin dan kehilangan neuron inhibitory
GABA-ergic dapat menyebabkan hiperaktivitas neuron-neuron
dopaminergic.5
d. Hipotesis Serotonin
Hipotesis ini menyatakan serotonin yang berlebihan sebagai
penyebab gejala positif dan negatif pada skizofrenia.5
e. Hipotesis Glutamat
Glutamat dianggap terlibat karena penggunaan fensiklidin, suatu
antagonis glutamat menghasilkan suatu sindroma akut yang serupa dengan
skizofrenia.5
f. Teori Neurodevelopmental
Dibuktikan dengan adanya migrasi neunoral yang abnormal pada
trimester kedua pada masa perkembangan janin. Hal ini mungkin
mengarah ke simtom-simtom skizofrenia yang akan muncul pada masa
remaja.5
l. Neuropatologi
Pada akhir abad ke 20, para peneliti telah membuat kemajuan yang
signifikan yang memperhatikan suatu dasar neuropatologis potensial untuk
skizofrenia, terutama pada sistem limbik dan ganglia basalis, termasuk
neuropatologi atau abnormalitas neurokimia pada korteks serebri, talamus, dan
batang otak.5

5
2.2.3 Faktor Psikososial
a. Teori psikoanalitik
Sigmund freud mendalilkan bahwa skizofrenia disebabkan oleh
fiksasi (ketidakmampuan mengendalikan rasa takut) dalam perkembangan
yang terjadi lebih awal dari yang menyebabkan neurosis
(ketidakseimbangan mental yang menyebabkan stres) dan juga bahwa
adanya efek ego berperan dalam gejala skizofrenia.5
b. Teori belajar
Pada teori ini, skizofrenia berkembang oleh karena hubungan
interpersonal yang buruk karena mengikuti contoh atau model yang buruk
selama masa kanak-kanak.5
c. Dinamika keluarga
Penelitian di Inggris pada anak berusia 4 tahun yang memiliki
hubungan yang buruk dengan ibunya, ternyata berpeluang 6 kali lipat
berkembang menjadi skizofrenia. Akan tetapi tidak ada bukti yang kuat
bahwa pola dalam keluarga berperan penting sebagai penyebab terjadinya
skizofrenia.5

2.3 Gejala-Gejala Skizofrenia


Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu:5
1. Gejala positif
a. Delusi atau waham
Suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal). Meskipun telah
dibuktikan secara objektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun
penderita tetap meyakini kebenarannya.
b. Halusinasi
Pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus). Misalnya
penderita mendengar suara-suara/ bisikan-bisikan di telinganya padahal
tidak ada sumber dari suara/ bisikan itu.
c. Kekacauan alam pikiran
Dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau, sehingga
tidak dapat diikuti alur pikirannya.

6
d. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan
semangat dan gembira berlebihan.
e. Merasa dirinya ”Orang Besar”, merasa serba mampu dan sejenisnya.
f. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman
terhadap dirinya.
g. Menyimpan rasa permusuhan.
2. Gejala negatif
a. Alam perasaan (affect) ”tumpul” dan ”mendatar”
b. Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak
menunjukkan ekspresi.
c. Menarik diri atau mengasingkan diri, tidak mau bergaul atau kontak
dengan orang lain dan suka melamun.
d. Kontak emosional amat sedikit, sukar diajak bicara dan pendiam.
e. Pasif dan apatis serta menarik diri dari pergaulan sosial.
f. Sulit dalam berpikir nyata.
g. Pola pikir steorotip.
h. Tidak ada/ kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif.

2.4 Diagnosis Skizofrenia


Berdasarkan pedoman diagnostik menurut Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III), persyaratan yang normal
untuk skizofrenia harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang
jelas):7
1. “Thought echo”, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama
namun kualitasnya berbeda. “Thought insertion or withdrawl”, yaitu isi
pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi
pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya. “Thought
broadcasting”, yaitu isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya.
2. “Delusion of control”, yaitu waham tentang dirinya dikendalikan oleh sesuatu
kekuatan tertentu dari luar. “Delusion of influence, yaitu waham tentang

7
dirinya dipengaruhi oleh suatu kekutan tertentu dari luar. “ Delusion of
passivity”, yaitu waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap
suatu kekuatan dari luar (tentang “dirinya” secara jelas merujuk ke pergerakan
tubuh/anggota gerak atau pikiran, tindakan atau pengindraan khusus).
“Delusional perception”, yaitu pengalaman indrawi yang tak wajar yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
3. Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara halusinasi lain yang berasal
dari salah satu bagian tubuh.
4. Waham-waham menetap jenis lainnya menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau
politik tertentu atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari
dunia lain).
5. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas ataupun disertai oleh ide yang berlebihan (over-value ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu atau
berbulan-bulan terus menerus.
6. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme.
7. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing) atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
8. Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan mennurunnya kinerja
sosial, tetapi harus jelas bahwa hal tersebut tidak disebabkan depresi atau
neuroleptika.
9. Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behaviour),

8
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan tidak berbuat
sesuatu, sikap larut dan dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.

2.5 Subtipe Skizofrenia


Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorders Fourth Edition
Text Revised (DSM-IV-TR) membagi skizofrenia atas subtipe secara klinik,
berdasarkan kumpulan simtom yang paling menonjol. Pembagian subtipe
skizofrenia:8
1. Tipe katatonik, yang menonjol simtom katatonik.
2. Tipe disorganized, adanya kekacauan dalam bicara dan perilaku, dan afek
yang tidak sesuai atau datar.
3. Tipe paranoid, simtom yang menonjol merupakan adanya preokupasi dengan
waham atau halusinasi yang sering.
4. Tipe tak terinci (undifferentiated), adanya gambaran simtom fase aktif, tetapi
tidak sesuai dengan kriteria untuk skizofrenia katatonik, disorganized, atau
paranoid. Atau semua kriteria untuk skizofrenia katatonik, disorganized, dan
paranoid terpenuhi.
5. Tipe residual, merupakan kelanjutan dari skizofrenia, akan tetapi simtom fase
aktif tidak lagi dijumpai.

2.6 Skizofrenia Paranoid


Ini adalah jenis skizofrenia yang paling sering dijumpai di negara
manapun. Gambaran klinis didominasi oleh waham yang secara stabil, sering kali
bersifat paranoid, biasanya disertai oleh halusinasi, terutama halusinasi
pendengaran dan gangguan persepsi. Gangguan afektif, dorongan kehendak
(vilition), dan pembicaraan serta gejala katatonik tidak menonjol. Beberapa contoh
dari gejala paranoid yang paling umum:7
1. Waham kejaran, rujukan (reference), “exalted birth” (merasa dirinya tinggi,
istimewa), misi khusus, perubahan tubuh atau kecemburuan.
2. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi peluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing).

9
3. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-
lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.

2.7 Terapi Skizofrenia Paranoid


1. Antipsikotik
Farmakoterapi dengan antipsikotik merupakan dasar pengobatan
skizofrenia. Secara umum antipsikotik dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu
antipsikotik tipikal (antagonis reseptor dopamin)/ FGA dan antipsikotik atipikal
(antagonis serotonin-dopamin)/SGA. Pemilihan antipsikotik umumnya
berdasarkan efikasi dan keamanannya.5 Obat antipsikotik yang biasa digunakan
terdapat pada Tabel 2.1 dibawah ini.6

Tabel 2.1 Antipsikotik yang banyak digunakan dalam pengobatan6


Obat Antipsikotik Rentang dosis Ekuivalen Dosis Maksimum
yang dianjurkan Chlorpromazin (mg/hari)

(mg/hari) (mg/hari)

FGA/ Tipikal

Klorpromazin 100 - 800 100 2000

Fluphenazin 2 - 20 2 40

Perphenazin 10 - 64 10 64

Thioridazin 100 - 800 100 800

Trifluoperazin 5 - 40 5 80

Haloperidol 2 - 20 2 100

Loxapin 10 - 80 10 250

Molindon 10 - 100 10 225

Thiothixen 4 – 40 4 60

SGA/Atipikal

Aripiprazol 15 - 30 30

Klozapin 50 - 500 900

10
Olanzapin 10 - 20 20

Paliperidon 3 -9 12

Quetiapin 250 - 500 800

Risperidon 2-8 16

Ziprasidon 40 – 160 200

Penggunaan first-line dari kedua generasi pertama (FGA) dan generasi


kedua (SGA) obat antipsikotik di bawah dari kisaran dosis standar pengobatan
untuk orang yang mengalami episode pertama skizofrenia. Tujuan pengobatan
pada episode pertama:7
a. Meminimalkan stres pada pasien dan memberikan dukungan untuk
meminimalkan kemungkinan kambuh.
b. Meningkatkan adaptasi pasien terhadap kehidupan di masyarakat.
c. Mengurangi gejala, peningkatan remisi, dan membantu proses pemulihan.
Adapun algoritma penggunaan obat antipsikotik pada skizofrenia dapat dilihat
pada gambar 2.1.

11
Gambar 2.1 Algoritma penggunaan obat antipsikotik pada skizofrenia6

2. ECT (Electro Convulsive Therapy)


3. Psikoterapi

12
2.8 Prognosis
Gambaran yang menunjukkan prognosis baik dan buruk dalam skizofrenia di
bawah ini.5
a. Skizofrenia prognosis baik
Berkaitan dengan onset lambat, faktor pencetus yang jelas, onset akut,
riwayat sosial, seksual dan pekerjaan pramorbid yang baik, gejala gangguan
mood (terutama gangguan depresif), menikah, riwayat keluarga gangguan
mood, sistem pendukung yang baik dan gejala positif.
b. Skizofrenia prognosis buruk
Berkaitan dengan onset muda, tidak ada faktor pencetus, onset tidak jelas,
riwayat sosial, seksual dan pekerjaan pramorbid yang buruk, perilaku menarik
diri, austistik, tidak menikah, bercerai, atau janda/duda, riwayat keluarga
skizofrenia, sistem pendukung yang buruk, gejala negatif, tanda dan gejala
neurologist, riwayat trauma prenatal, tidak ada remisi dalam tiga tahun, sering
relaps dan riwayat penyerangan.

13
BAB III

LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. V
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 19 tahun
Agama : Islam
Suku Bangsa : Minangkabau
Pendidikan terakhir : SMA
Status Pernikahan : Belum Menikah
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Kampung Melayu, Pauh, Padang

Keterangan/ anamnesis di bawah ini diperoleh dari (lingkari angka di bawah ini)
1. Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 2 September 2019 di Bangsal
Jiwa Nuri RSJ. Prof. HB Saanin Padang
Keluhan Utama
Pasien gelisah sejak 15 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang
Pasien dibawa ke IGD RSJ Prof. HB Saanin Padang oleh keluarga
pada tanggal 27 Agustus 2019 karena gelisah sejak 15 hari sebelum
masuk rumah sakit. Pasien sering marah-marah dan merusak peralatan di
rumah. Keluarga pasien mengatakan bahwa perubahan perilaku ini
semenjak pasien gagal mengikuti tes TNI, pasien tidak menerima hal
tersebut dan merasa kecewa.
Sehari sebelum masuk ke rumah sakit, pasien pergi ke
kampungnya di Pesisir Selatan. Pasien mengatakan bahwa orang-orang
sekitar menuduh pasien membongkar kuburan kakaknya. Sementara pasien
mengatakan bahwa dia hanya membersihkan kuburan tersebut karena
melihat banyak paku diatasnya.

14
Setelah itu pasien dibawa oleh keluarganya ke Padang. Dalam
perjalanan, pasien memukul kakaknya karena dia merasa kakaknya
membicarakan dirinya.
Pasien mengatakan bahwa orang tuanya sering berkelahi dirumah dan
membuat pasien menjadi stress
Melihat bayangan hitam yang tidak dilihat oleh orang lain
Pasien mendengar bisikan-bisikan yang membuat pasien susah tidur sejak
dua bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Sebelumnya


a. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien sakit sejak 3 tahun yang lalu. Pasien dirawat untuk yang ke-
4 kalinya. Pasien dirawat tiga kali selama tahun 2016. Rawatan pertama
karena pasien marah-marah tanpa sebab sampai memukul orang lain.
Rawatan kedua karena emosi tidak terkontrol, marah tanpa sebab dan
pasien tidak mau minum obat. Rawatan ketiga karena pasien tidak mau
minum obat lagi.
b. Riwayat Gangguan Medis
Pasien tidak ada menderita hipertensi, DM, trauma, tumor, kejang,
gangguan kesadaran, HIV dan penyakit fisik lainnya.
c. Riwayat Merokok, Penggunaan Alkohol dan Zat Adiktif lain
Pasien pernah mengkonsumsi nge-lem selama 3,5 bulan pada tahun 2014.
Riwayat Kehidupan Pribadi
 Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir normal, cukup bulan dan dibantu oleh bidan.
 Riwayat Masa Kanak Awal (0-3 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan anak seusianya.
 Riwayat Masa Kanak Pertengahan(4-11 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan anak seusianya.
 Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja
Pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan anak seusianya
 Masa Dewasa

15
 Riwayat pendidikan : SMA
 Riwayat pekerjaaan : tidak ada
 Riwayat perkawinan : belum kawin
 Agama : Islam
 Aktivitas sosial : baik
 Riwayat hukum : tidak ada
 Riwayat psikoseksual : tidak ada
 Situasi kehidupan sekarang
Pasien tinggal dengan keluarganya dan kebutuhan sehari-hari
dipenuhi keluarga.
2. Riwayat Keluarga
Skema Pedegree

Keterangan

Saudara laki-laki pasien normal

Saudara perempuan pasien normal

Saudara laki-laki pasien dengan gangguan jiwa

Saudara perempuan pasien dengan gangguan jiwa

Pasien

 Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya


Pasien merasa dirinya sakit dan mau berobat
 Persepsi keluarga terhadap diri pasien

16
Menurut keluarga pasien sejak sakit masih bisa melakukan aktivitas
sehari-hari.
 Impian, fantasi dan nilai-nilai
Pasien ingin cepat keluar dari RSJ Prof HB Saanin dan hidup seperti
orang biasa.

STATUS MENTAL

 Penampilan : cukup rapi dan bersih sesuai usia


 Perilaku dan aktivitas motorik : tenang
 Sikap : kooperatif
 Mood : disforik
 Afek : appropriate
 Keserasian : serasi
 Pembicaraan : serasi
 Gangguan persepsi : halusinasi tidak ada
 Isi pikir : waham kejar
 Proses pikir : koheren
 Orientasi : baik
Daya Ingat
 Daya ingat jangka panjang
Baik, pasien masih bisa mengingat nama teman SD nya
 Daya ingat jangka sedang
Baik, pasien ingat sejak kapan ia dirawat
 Daya ingat jangka pendek
Baik, pasien bisa mengingat apa yang dia makan
 Daya ingat segera
Baik, pasien bisa mengingat benda yang ditunjukkan.
 Konsentrasi dan perhatian : baik
 Kemampuan membaca dan menulis : baik
 Kemampuan visuospasial : baik, pasien dapat menggambar rumah
 Pikiran abstrak : baik, pasien memahami arti panjang tangan

17
Intelegensia dan Kemampuan Informasi
Baik, sesuai tingkat pendidikan.
Daya Nilai dan Tilikan
 Daya nilai sosial dan uji daya nilai : baik
 Penilaian realita : terganggu
 Tilikan : derajat IV
 Taraf dapat dipercaya : dapat dipercaya

STATUS INTERNUS
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : Teraba kuat, teratur, frekuensi 88x / menit
Nafas : Pernafasan teratur, frekuensi 19x permenit,
jenis pernafasan abdominotoakal
Suhu : 36,50C
Tinggi Badan : tidak diukur
Berat badan : 55 kg
Status gizi : normal
Sistem Respiratorik : Pernafasan teratur
Sistem Kardiovaskular : Bunyi jantung normal, bising tidak ada
Sistem Gastrointestinal : Hepar dan Lien tidak teraba, bising usus
(+) normal
Kelainan khusus : Tidak ditemukan kelainan khusus
STATUS NEUROLOGIKUS
GCS : E4M6V5 (GCS 15)
Tanda rangsangan Meningeal : tidak ada
Tanda-tanda efek samping piramidal :
● Tremor tangan : tidak ada
● Akatisia : tidak ada
● Bradikinesia : tidak ada
● Cara berjalan : tidak ada
● Keseimbangan : tidak ada

18
● Rigiditas : tidak ada
● Kekuatan motorik : baik
● Sensorik : baik
● Refleks : bisep (+/+), trisep(+/+), achiles(+/+),
patella (+/+)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan darah rutin

FORMULASI DIAGNOSIS
Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat perjalanan
penyakit, dan pemeriksaan pada pasien, ditemukan adanya perubahan pola
perilaku dan perasaan yang secara klinis bermakna dan hendaya (disability) dalam
fungsi sosial. Dengan demikian, berdasarkan PPDGJ III dapat disimpulkan bahwa
pasien ini mengalami suatu gangguan jiwa.

Berdasarkan anamnesa, riwayat penyakit medis, pasien tidak pernah mengalami


trauma kepala yang menimbulkan disfungsi otak sebelum menunjukkan gangguan
jiwa. Pasien juga tidak ada riwayat kejang. Oleh karena itu, gangguan mental
organik (F00-F09) dapat disingkirkan. Pasien pernah nge-lem sebelum adanya
gangguan jiwa. Pasien mengonsumsi lem tahun 2014 dan sekarang tidak lagi.
Sehingga gangguan mental akibat penggunaan zat psikoaktif dapat disingkirkan.

Berdasarkan anamnesa ditemukan adanya gejala psikotik berupa waham kejar


yang berlangsung selama lebih dari satu bulan dan halusinasi auditorik. Sehingga
pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis skizofrenia paranoid.

Pada pasien tidak ditemukan adanya gangguan kepribadian dan retardasi


mental sehingga pada aksis II tidak ada diagnosa.

Tidak ada kondisi medic yang bermakna pada pasien sehingga pada aksis III
tidak ada diagnosa.

Pada anamnesa, ditemukan adanya masalah keluarga pada pasien. Sehingga


pada aksis IV ada masalah keluarga.

19
GAF : 20-11 yaitu adanya bahaya mencederai diri atau orang lain, disabilitas
berat dalam komunikasi dan mengurus diri.

DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Axis I : F20.0 Skizofrenia paranoid
Axis II : Z03.2 Tidak ada diagnosis axis II
Axis III : Tidak ada diagnosis
Axis IV : Masalah berkaitan dengan keluarga
Axis V : GAF 20-11

DAFTAR MASALAH
a. Organobiologik : tidak ada
b. Psikilogis:
Terdapat halusinasi auditorik, dan waham kejar
c. Lingkungan dan Psikososial
Dukungan keluarga yang kurang

PENATALAKSANAAN
 Terapi yang sudah diberikan
Farmakologi:
₋ Risperidon 2 mg 2x1
₋ Lorazepam 1 mg 1x1
Non farmakologi
- Istirahat yang cukup
- Makan yang seimbang dan teratur
- Olahraga teratur
 Terapi yang dianjurkan
A. Psikoterapi
- Kepada pasien
Psikoterapi suportif
Memberikan dukungan, kehangatan, empati dan optimistik kepada
pasien, membantu pasien mengidentifikasi faktor pencetus dan
membantu memecahkan permasalahan secara terarah

20
Psikoedukasi
Memberikan pengetahuan kepada pasien tentang gangguan yang
dialaminya, diharapkan pasien dapat secara efektif mengenali
gejala dan penyebab serta terapi yang dibutuhkanya untuk
menghindari kekambuhan atau terjadinya hal-hal yang tidak
diinginkan
- Kepada keluarga
Psikoedukasi
Diberikan pengetahuan kepada keluarga mengenai penyakit yang
diderita pasien, terapi perilaku keluarga, dukungan, sosial, dan
perhatian dari keluarga kepada pasien dan terapi serta kepatuhan
minum obat pasien

PROGNOSIS
Prognosis Baik

Kriteria Penilaian

Awitan lambat (>30 tahun), terutama perempuan -

Ada faktor presipitasi yang jelas +

Awitan akut -
-
Riwayat sosial, seksual, dan pelerjaan premorbid baik

Gejala gangguan mood (terutama gangguan depresif) +

Menikah -

Riwayat keluarga dengan gangguan mood -

Sistem pendukung baik +

Gejala positif +

21
Prognosis Buruk
Kriteria Penilaian

 Awitan muda +
 Tidak ada faktor presipitasi -
 Awitan insidious -

 Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan premorbid buruk -

 Perilaku autistic, menarik diri -

 Lajang, cerai -
-
 Riwayat keluarga dengan skizofrenia
-
 Sistem pendukung buruk
+
 Gejala negatif
-
 Tanda dan gejala neurologis
-
 Riwayat trauma perinatal
-
 Tanpa remisi dalam 3 tahun
+
 Berulang kali relaps
-
 Riwayat melakukan tindakan penyerangan

Quo ad vitam : bonam


Quo ad fungsionam : bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

22
BAB IV

KESIMPULAN

Skizofrenia paranoid merupakan tipe yang tersering dan paling banyak


ditemukan. Skizofrenia paranoid ditandai dengan preokupasi terhadap satu atau
lebih waham atau halusinasi auditorik. Diagnosis skizofrenia paranoid dapat
ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan status mental dan
pemeriksaan laboratorium bila diperlukan. Prognosis skizofrenia paranoid
ditentukan oleh berbagai kondisi pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Nolen, Hoeksema,S. Abnormal Psychology. NewYork, NY: McGraw-Hill.


2004
2. Amir N. Skizofrenia dalam Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Jakarta :
Penerbit FKUI. 2014
3. Riset Kesehatan Dasar, 2013. Riset Kesehatan Dasar.
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%20201 3.pdf.
4. Kaplan HI, Sadock BJ, dan Grebb JA. Sinopsis Psikiatri, Jilid II.
Binarupa Aksara. Tangerang: 2010. 33-46
5. Sadock, B.J, Sadock, V.A. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry:
Behavioral sciences/Clinical Psychiatry. Edisi Kesepuluh. Lippincott
Williams & Wilkins. Philadelphia. 2007.
6. Townsend, M.C. Essentials of Psychiatric Mental Health Nursing. Edisi
Ketiga. Davis Company. Philadelphia. 2005.
7. Departemen Kesehatan, R.I. (1993). Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III). Jakarta:
Departemen Kesehatan.
8. First, M.B, Tasman, A. Schizophrenia. Dalam: DSM-IV-TR Mental
Disorders Diagnosis, Etiology, and Treatment. Wiley. London. 2004
9. Tamminga C. A. Schizophrenia and other psychotic Disorder. Dalam
Comperhensive Textbook of Psychiatry. Edisi Kesembilan. Volume I.
Editor Sadock Benjamin James, Sadock Virginia Alcott. Lippincott
William & Wilkins. Philadelphia. 2009.

Anda mungkin juga menyukai