Anda di halaman 1dari 18

CONGESTIVE HEART FAILURE ( CHF )

LATAR BELAKANG

CHF merupakan penyebab tersering lansia dirawat di rumah sakit (Miller,1997).


Sekitar 3000 penduduk Amerika Serikat diketahui menderita CHF. Pada umumnya, CHF
diderita lansia yang berusia 50 tahun. Angka kejadiannya akan terus bertambah setiap tahun
pada lansia berusia di atas 50 tahun (Aronow et al,1998 ). Menurut penelitian sebagian
besar lansia yang didiagnosis CHF tidak dapat hidup lebih dari 5 tahun ( Ebbersole, Hess,
1998 ).
Saat ini, congestive heart failure (CHF) atau yang biasa disebut gagal jantung
kongestif merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang insiden dan angka
kejadiannya (prevalensinya) terus meningkat. Risiko kematian akibat gagal jantung berkisar
antara 5-10% pertahun pada kasus gagal jantung ringan, yang akan meningkat menjadi 30-
40% pada gagal jantung berat. Selain itu, gagal jantung merupakan penyakit yang paling
sering memerlukan perawatan ulang dirumah sakit (readmission), meskipun pengobatan
rawat jalan telah diberikan secara optimal.
Risiko CHF akan meningkat pada orang lanjut usia (lansia) karena penurunan
fungsi ventrikel akibat proses penuaan. CHF ini dapat menjadi kronis apabila disertai
dengan penyakit – penyakit seperti hipertensi, penyakit katup jantung, kardiomiopati
(kelainan fungsi otot jantung), dan lain-lain. CHF juga dapat berubah menjadi akut dan
berkembang secara tiba-tiba pada kasus miokard infark (penyakit serangan jantung akibat
aliran darah ke otot jantung) ( Ebbersole, Hess, 1998 ).
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN

CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh


(Ebbersole, Hess, 1998).
Gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan
sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan pengisian darah pada vena
normal. Namun, definisi-definisi lain menyatakan bahwa gagal jantung bukanlah suatu
penyakit yang terbatas pada satu organ, melainkan suatu sindrom klinis akibat kelainan
jantung yang ditandai dengan respons hemodinamik, renal, neural, dan hormonal
(Mutaqqin,2009).
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung memompa darah dalam
jumlah yang cukup (adekuat) untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan
nutrisi (Brunner dan Sudart, 2002).
Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume
diastolik secara abnormal. ( Mansjoer, 2000 ).

B. PATOFISIOLOGI

Bila kekuatan jantung untuk merespons stress tidak mencukupi dalam memenuhi
kebutuhan metabolism tubuh, jantung akan gagal untuk melakukan tugasnya sebagai organ
pemompa, sehingga terjadilah yang namanya gagal jantung. Pada tingkat awal, disfungsi
komponen pompa dapat mengakibatkan kegagalan jika cadangan jantung normal
mengalami payah dan kegagalan respons fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung
adalah penting. Semua respons ini menunjukan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi
organ vital normal.
Sebagai respons terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme respons primer, yaitu
meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivitas
neuro hormon dan hipertrovi ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk
mempertahankan curah jantung.
Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah
jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini pada keadaan
normal.

C. PATHWAYS
Hipertensi dan Penyakit Jantung Iskemia
Katup mitral/defek katup aorta

1. KIRI VENTRIKEL KIRI GAGAL MEMOMPA

Mekanisme kompensasi mengalami kegagalan

Peningkatan volume darah sisa

Penurunan kapasitas isi ventrikel

Hipertrofi atrium kiri dan terjadi bendungan darah (tekanan atrium kiri tinggi)

Bendungan dan peningkatan tekanan pada vena pulmonalis

Kongesif paru : edema paru dan PWP meningkat

Bendungan dan peningkatan tekanan pada arteri pulmonalis

Peningkatan beban sistolik pada ventrikel kanan

2. KANAN VENTRIKEL KANAN GAGAL MEMOMPA

CO atrium turun dan tekanan akhir diastolic meningkat
(bendungan dan peningkatan tekanan atrium kanan)

Bendungan vena sistemik dan peningkatan tekanan vena cava

Hambatan arus balik vena dan menimbulkan bendungan sistemik

3. KIRI dan KANAN ventrikel kanan dan kiri GAGAL MEMOMPA



CONGESTIVE HEART FAILURE

D. ETIOLOGI
Gagal Jantung Kongestif dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, yang berdampak
pada menurunnya kontraktilitas jantung.Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi atterial, dan penyakit otot
degenerative atau inflamasi.
2. Aterosklerosis Koroner
Kelainan ini mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung.Terjadinya hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).Infark
miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit
miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi Sistemik atau Hipertensi Pulmonal
Gangguan ini menyebabkan meningkatnya beban kerja jantung dan pada giliriannya juga
turut mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut dapat dianggap sebagai
mekanisme kompensasi, karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung.
4. Peradangan dan Penyakit Miokardium Degeneratif
Gangguan kesehatan ini berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung dapat merusak serabut jantung dan menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit Jantung yang Lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara
langsung mempengaruhi organ jantung. Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah yang masuk jantung ( stenosis katup semiluner) serta
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (misalnya temponade pericardium,
perikarditas, konstriktif, atau stenosis katup siensi katup AV).
6) Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal
jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam), hipoksia dan anemia
diperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik.
Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas
jantung.

E. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien, beratnya gagal
jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat, apakah kedua
ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan penampilan jantung.

Manifestasi klinis gagal jantung secara keseluruhan sangat tergantung pada etiologinya
dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Meningkatnya volume intravaskuler.
2. Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat.
3. Edema paru akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis, sehingga cairan mengalir dari
kapiler paru ke alveoli, yang dimanifestasikan dengan batuk dan napas pendek.
4. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat tekanan sistemik.
5. Turunnya curah jantung akibat darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ.
6. Tekanan perfusi ginjal menurun sehingga mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal,
yang pada gilirannya akan menyebabkan sekresi aldostoron, retensi natrium, dan cairan,
serta peningkatan volume intravaskuler.
7. Tempat kongestif tergantung dari ventrikel yang terlibat, misalnya disfungsi ventrikel kiri
atau gagal jantung kiri.

Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan :


1) Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea.
2) Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah, asites,
hepatomegali, dan edema perifer
3) Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk sampai delirium.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi akibat gagal jantung adalah:
1. Shock Kardiogenik
Shock Kardiogenik ditandai dengan adanya gangguan fungsi ventrikel kiri. Dampaknya
adalah terjadi gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke
jaringan.Gejala ini merupakan gejala yang khas terjadi pada kasus Shock Kardiogenik yang
disebabkan oleh infark miokardium akut.Gangguan ini disebabkan oleh hilangnya 40% atau
lebih jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel, karena
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan persediaan oksigen miokardium.
2. Edema paru – paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema yang muncul dibagian tubuh
mana saja, termasuk factor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru-paru
meningkat dari batas negatif menjadi batas positif. Penyebab kelainan paru-paru yang
paling umum adalah:
a. Gagal jantung sisi kiri (penyakit katub mitral) yang mengakibatkan peningkatan tekanan
kapiler paru-paru,sehimgga membanjiri ruang intersisisal dan alveoli.
b. Kerusakan pada membrane kapiler paru-paru yang disebabkan oleh infeksi seperti
pneumonia atau terhirupnya bahan-bahan berbahaya (misalnya gas klorin atau gas sulfur
dioksida).masing–masing infeksi tersebut menyebabkan kebocoran protein plasma,sehingga
dengan cepat cairan keluar dari kapiler.1]

G. PENATALAKSANAAN

Dasar penatalaksanaan pasien gagal jantung adalah:


1) Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
2) Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-bahan
farmakologis.
3) Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik diet dan
istirahat.
4) Pemberian oksigen
Pemberian oksigen sangat dibutuhkan ,terutama pada pasien gagal jantung yang disertai
edema paru.pemenuhan oksigen akan mengurangi kebutuhan miokardium dan
membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.

Terapi Farmakologi
1) Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)
Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala volume
berlebihan seperti ortopnea dan dispnea noktural peroksimal, menurunkan volume
plasma selanjutnya menurunkan preload untuk mengurangi beban kerja jantung dan
kebutuhan oksigen dan juga menurunkan afterload agar tekanan darah menurun.

2) Antagonis aldosteron
Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat.
3) Obat inotropik
Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.
4) Glikosida digitalis
Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan volume
distribusi.
5) Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat)
Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah vena
menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan kapasitas vena.
6) Inhibitor ACE
Mengurangi kadar angiostensin II dalam sirkulasi dan mengurangi sekresi aldosteron
sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air. Inhibitor ini juga
menurunkan retensi vaskuler vena dan tekanan darah yg menyebabkan peningkatan
curah jantung.

Terapi non farmakologi


Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan seperti: diet rendah
garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurangi stress psikis, menghindari
rokok, olahraga teratur.

H. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan
 Dada terasa berat (seperti memakai keteter )
 Palpitasi atau berdebar-debar.
 Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau ortopnea, sesak nafas pada saat
beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus memakia bantal lebih dari dua buah.
 Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
 Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelemahan)
 Insomnia
 Kaki bengkak, dan barat badan bertambah
 Jumlah urine menurun
 Serangan timbul mendadak atau sering kambuh.
2) Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina.infark miokard kronis, diabetes mellitus, bedah
jantung dan disritmia.
3) Riwayat diet: intake gula,garam, lemak, kafein, cairan, alcohol.
4) Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat -obatan penekan fungsi jantung, steroid, jumlah
cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.
5) Pola eleminasi urine : oliguria, nokturia.
6) Merokok: perokok, cara/jumlah batang perhari, jangka waktu.
7) Postur, kegelisahan, kecemasan.
8) Factor predisposisi dan presipitasi : obesitas, asma, atau COPD yang merupakan factor
pencetus peningkatan kerja jantung dan mempercepat perkembangan CHF.

b. Studi diagnostik
1) Hitung sel darah lengkap : anemia berat / anemia gravis atau polisitemia vera.
2) Hitung sel darah putih : lekositosis (endocarditis dan miokarditis) atau keadaan infeksi
lain.
3) Analisa gas darah (AGD) : Menilai derajat gangguan keseimbangan asam basa baik
metabolic maupun respiratorik.
4) Fraksi lemak : peningkatan kadar kolesterol ,trigeliserida, low desity lipoprotein
merupakan resiko CAD dan penuruna perfusi jaringan.
5) Serum ketakolamin : pemeriksaan umtuk mengesampingkan penyakit sereberal.
6) Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
7) Tes fungsi ginjal dan hati : menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap fungsi hati
atau ginjal.
8) Tiroid : menilai peningkatan aktivitas tiroid
9) Echocardiogram : menilai stenosis / inkompetensi, pembesaran ruang jantung, hipertrofi
ventrikel.
10) Scan jantung : menilai underperfunsion otot jantung, yang menunjang penurunan
kemampuan kontraksi.
11) Rontgen toraks : untuk menilai pembesaran jantung (Cardio Thoraxic Ratio/CTR) dan
edeme paru.
12) EKG: menilai hipertrofi atrium/ventrikel,iskemia.infark,dan disritmia.

c. Pemeriksaan fisik
1) Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan toleransi aktivitas bunyi
jantung
2) Respirasi: hitung pernafasan, adanya suara tambahan ( ronkhi, crakles, wheezing )
3) Tampak pulsasi vena jugularis, JVP>3 cm H2O.
4) Evaluasi factor stress, menilai insomnia, gugup, rasa cemas/takut yang kronis.
5) Palpasi abdomen : hematomegali, asites
6) Konjungtiva pucat,sclera ikterik
7) Capillary Refill Time (CTR) >2 detik, suhu akral dingin, diaphoresis, warna kulit pucat,
dan pitting edema.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa menurut Nanda 2015-2017 antara lain :
00092 Intoleransi aktifitas b.d kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen, immobilitas, bed rest
00094 Risiko intoleransi aktifitas b.d masalah sirkulasi, kondisi fisik dan kondisi
pernapasan
00032 Pola napas tidak effektif b.d fatique
00029 Penurunan Cardiac Out put b.d sturuktur jantung abnormal
00026 Kelebihan volume cairan b/d akumulasi cairan (edema)
J. DIAGNOSA DAN INTERVENSI
1. Penurunan cardiac output b/d struktur jantung abnormal
NOC :

1. Cardiac Pump Effectiveness

2. Circulatory status

3. Tissue perfusion : peripheral

4. Vital Sign Status

Kriteria Hasil :

5. Menunjukkan keadekuatan output jantung ditunjukkan dengan tekanan darah dan nadi
normal, nadi perifer kuat, kemampuan untuk mentoleransi aktivitas tanpa dispneu,
sinkope dan nyeri dada

6. Bebas dari efek samping pengobatan yang digunakan untuk mencapai keadekuatan
output jantung

Menjelaskan tindakan dan peringatan penyakit jantung

NIC :

Cardiac Care
 Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi)
 Catat adanya disritmia jantung
 Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput
 Monitor status kardiovaskuler
 Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
 Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi
 Monitor balance cairan
 Monitor adanya perubahan tekanan darah
 Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia
 Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan
 Monitor toleransi aktivitas pasien
 Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu
 Anjurkan untuk menurunkan stress

Fluid Management

 Pertahankan catatan intake dan output yang akurat


 Pasang urin kateter jika diperlukan
 Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik ), jika diperlukan
 Monitor hasil Lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Ht , osmolalitas urin )
 Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP
 Monitor vital sign sesuai indikasi penyakit
 Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena
leher, asites)
 Kaji lokasi dan luas edema
 Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi cairan sesuai program
 Kolaborasikanpemberian cairan IV
 Kolaborasi pemberian diuretik sesuai program
 Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130
mEq/l
 Monitor respon pasien terhadap terapi elektrolit

Fluid Monitoring
 Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminaSi
 Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan (Hipertermia,
terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )
 Monitor berat badan
 Monitor serum dan elektrolit urine
 Monitor serum dan osmilalitas urine
 Monitor BP<HR, dan RR
 Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung
 Monitor parameter hemodinamik infasif
 Catat secara akutar intake dan output
 Monitor membran mukosa dan turgor kulit, serta rasa haus
 Catat monitor warna, jumlah dan
 Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan penambahan BB
 Monitor tanda dan gejala dari odema
 Beri cairan sesuai keperluan
 Kolaborasi pemberian obat yang dapat meningkatkan output urin
 Lakukan hemodialisis bila perlu dan catat respons pasien

Vital Sign Monitoring

 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR


 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor adanya pulsus paradoksus
 Monitor adanya pulsus alterans
 Monitor jumlah dan irama jantung
 Monitor bunyi jantung
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

2. Kelebihan volume cairan b/d akumulasi cairan (edema)


NOC :

 Electrolit and acid base balance


 Fluid balance
 Hydration
Kriteria Hasil:

 Terbebas dari edema, efusi, anaskara


 Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspneu/ortopneu
 Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+)
 Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan vital
sign dalam batas normal
 Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan
 Menjelaskanindikator kelebihan cairan

NIC :
Fluid management
 Timbang popok/pembalut jika diperlukan
 Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
 Pasang urin kateter jika diperlukan
 Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin
)
 Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, dan PCWP
 Monitor vital sign
 Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena
leher, asites)
 Kaji lokasi dan luas edema
 Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
 Monitor status nutrisi
 Berikan diuretik sesuai interuksi
 Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130
mEq/l
 Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk

Fluid Monitoring
 Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminaSi
 Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan (Hipertermia,
terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )
 Monitor berat badan
 Monitor serum dan elektrolit urine
 Monitor serum dan osmilalitas urine
 Monitor BP, HR, dan RR
 Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung
 Monitor parameter hemodinamik infasif
 Catat secara akutar intake dan output
 Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan penambahan BB
 Monitor tanda dan gejala dari odema

3. Intoleransi aktivitas b/d imbalance suplai oksigen dengan kebutuhan

NOC :

 Energy conservation
 Self Care : ADLs
Kriteria Hasil :

Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri

NIC :
Energy Management
Activity Therapy
 Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran
terapi yang tepat.
 Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
 Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi dan social
 Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
 Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
 Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
CHF atau yang sering disebut dengan gagal jantung adalah ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh (Ebbersole, Hess, 1998). Risiko CHF akan
meningkat pada orang lanjut usia (lansia) karena penurunan fungsi ventrikel akibat proses
penuaan. CHF ini dapat menjadi kronis apabila disertai dengan penyakit – penyakit seperti
hipertensi, penyakit katup jantung, kardiomiopati (kelainan fungsi otot jantung), dan lain-
lain.CHF juga dapat berubah menjadi akut dan berkembang secara tiba-tiba pada
kasus miokard infark (penyakit serangan jantung akibat aliran darah ke otot jantung).
Gagal jantung juga sering disebut suatu keadaan ketika jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan pengisian
darah pada vena normal. Namun, definisi-definisi lain menyatakan bahwa gagal jantung
bukanlah suatu penyakit yang terbatas pada satu organ, melainkan suatu sindrom klinis
akibat kelainan jantung yang ditandai dengan respons hemodinamik, renal, neural, dan
hormonal (Mutaqqin,2009).
DAFTAR PUSTAKA

Muhamad ardiansyah. ( 2012 ). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Diva press:Jogyakarta.

J Corwin, Elizabeth.Buku saku patofisiologi.EGC.

Juni, Wajan. Keperawatan Kardiovaskuler. Salemba Medika.

Brasher.Aplikasi Klinis patofisiologis pemeriksaan dan manajemen, edisi 2. EGC

Herdman, T.H & Kamitsuru, S ( Eds ) . ( 2014 ). NANDA International Nursing Diagnoses
: Definitions & Classification, 2015 – 2017. Oxford : Wiley Blackwell

Anda mungkin juga menyukai