Anda di halaman 1dari 13

MANAJEMAN BENCANA

TANDA ALAM DAN EARLY WARNING SYSTEM


BENCANA

DISUSUN OLEH :

DINDA TRI AGUSTIN


P27820717003

DIV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


POLITEKNIK KESEHATAN NEGERI SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2018-2019
TANDA ALAM BENCANA
Gejala Gempa Bumi (Tektonik)

 Hewan Berprilaku aneh seperti gelisah, menghilang dan berlarian


 Awan yang berbentuk seperti angin tornado atau pohon/batang berdiri

 Lampu akan nyala meredup walau tidak terdapat arus.

 Siaran televisi akan terganggu

 Gempa kecil yang merupakan tanda akan adanya gempa yang lebih besar

Gejala Letusan Gunung Api

 Hewan yang berada di hutan dekat gunung akan keluar dari hutan dan menuju
daerah yang lebih rendah
 Hewan seperti, tikus, kecoa dan ular akan keluar sangat banyak dari dalam got

 Suhu udara terasa sangat panas di malam hari dan meningkat drastis dibanding hari-
hari biasa

Gejala Tanah Longsor

 Curah hujan yang tinggi selama berhari hari


 Adanya pergerakan tanah,

 Larian material kering yang tidak kompak dari lapukan batuan Pohon-pohon, tiang,
tanaman miring atau berpindah tempat

Gejala Tsunami

 Hewan laut akan muncul ke permukaan dan keluar dari persembunyian


 Sebelum terjadi tsunami, di picu oleh gempa dengan kekuatan besar yang
bersumber di Laut

 Air laut tiba-tiba surut hingga beberapa ratus meter, sehingga banyak ikan
terdampar di pantai

 Burung-burung laut terbang dengan kecepatan tinggi ke arah daratan


 Udara berbau asin (air garam)

 Angin berhembus tiba-tiba dan terasa dingin menyengat

 Suara dentuman seperti meriam di dasar laut atau mendengar suara drum band yang
sangat banyak dengan irama cepat

Gejala Banjir

 Hujan yang intensitasnya tinggi (3 hari berturut-turut >300 mm)


 Naiknya permukaan air sungai

 Daerah hulu dengan hutan yang rusak (gundul)

 Air sungai berwarna keruh dan penuh lumpur

 Aliran sedimen dasar sungai bergerak sangat cepat ke arah hilir

 Awan hitam di arah hulu sungai

 Suara riuh-rendah bagaikan dentuman dari arah hulu sungai

 Hewan (orang utan) menunjukkan tingkah laku yang sangat gelisah dan berteriak-
teriak

1. Early Warning System Bencana Banjir Masalah yang selalu dihadapi di kota-kota besar ketika
musim hujan tiba adalah banjir. Bahkan, Jakarta yang menjadi ibu kota Indonesia juga tidak
lepas dari sorotan masalah banjir yang tidak pernah ada habisnya. Dua hal yang paling sering
menyebabkan terjadinya banjir yaitu luapan air sungai dan drainase yang tidak berfungsi dengan
baik. Namun, hingga sekarang ini belum menemukan titik terang untuk solusi masalah banjir.

Bencana banjir bukan hanya dapat melumpuhkan segala aktifitas tapi juga dapat menelan korban
jiwa. Maka dari itu, dibutuhkan sistem peringatan dini atau early warning system bencana
banjir untuk mengurangi timbulnya korban jiwa ketika terjadi banjir. Sistem ini menggunakan
alat atau instrument yang nantinya akan terhubung ke alarm sebagai warning atau peringatan jika
bencana banjir akan datang.
Kota Jakarta memiliki alat early warning system banjir yang bernama Peil Schall. Alat ini
ditempatkan di beberapa kali seperti Kali Angke, Kali Krukut, Kali Cipinang, Kali Ciliwung (2
alat), Kali Pesanggrahan dan Kali Sunter. Alat yang digunakan sangat sederhana berupa
penggaris untuk mengukur ketinggian air. Jika ketinggian airnya sudah melewati batas maka
akan diketahui wilayah mana saja yang akan terkena banjir.

Peilschaal (Instrument Early Warning System Banjir)

Nantinya, semua titik yang dipasang alat ini akan diinformasikan ke Kantor Dinas Pekerjaan
Umum. Dari sini, peringatan dini akan terjadinya banjir akan disampaikan melalui berbagai alat
komunikasi yang tersedia, termasuk radio panggil. Hal ini dikarenakan tidak semua wilayah yang
dipasang alat menggunakan internet.

Selain Jakarta, kota lainnya yang juga memasang early warning system banjir adalah Cirebon.
Kota ini menggunakan early warning system menggunakan instrument elektronik. Sistem ini
menggunakan aplikasi geotagging pada ponsel dan juga sms gateaway.
Alurnya, relawan melaporkan kondisi debit air lewat aplikasi Early Warning System (EWS) yang
ada di android. Laporan berupa tinggi muka air dalam skala hijau, kuning, dan merah. Skala
warna ini dapat mempermudah para relawan untuk memberikan laporan.

Nantinya, laporan yang diterima akan disesuaikan dengan prakiraan cuaca dari BMKG. Hasilnya
nanti dikirimkan melalui layanan sms, khususnya yang tinggal di daerah rawan banjir. Isi dari
sms yang dikirimkan untuk menentukan apakah masyarakat harus mengungsi atau tetap bisa
bertahan di rumah ketika banjir datang.

2. Early Warning System Gempa dan Tsunami Fakultas Matamatika dan Ilmu Pengetahuan
Alam (FMIPA) Universitas Brawijaya, Kamis (8/11), mengadakan kegiatan Sosialisasi Sistem
Peringatan Dini Tsunami dan Gempa Bumi.
Sosialisasi disampaikan oleh Drs Budi Waluyo DiplSeis beserta staf dari Badan Meteorologi dan
Geofisika (BMG) di Jakarta.
Kegiatan ini diikuti oleh dosen, karyawan, mahasiswa FMIPA, termasuk mahasiswa S3 di
Unibraw serta dosen dan pimpinan perwakilan dari beberapa fakultas serta dari beberapa
perguruan tinggi di Malang.
Acara didahului dengan sambutan Dekan FMIPA, dilanjutkan dengan presentasi oleh Drs Budi
Waluyo dan diakhiri dengan diskusi dan tanya-jawab. Materi yang disampaikan meliputi dua hal
yaitu: Sistem Peringatan dini Tsunami, dan Sistem Pengamatan Gempa Bumi.
Dalam paparannya Budi Waluyo mengatakan, Indonesia termasuk negara yang berada pada
wilayah pertemuan tiga lempeng tektonik dunia, sehingga berkonsekuensi tingginya bencana
gempa bumi dan tsunami. Tingginya korban baik harta maupun jiwa akibat bencana gempa bumi
dan tsunami di Indonesia mendorong perlunya sistem peringatan dini gempa bumi dan tsunami
(Indonesia Tsunami Early Warning System, InaTEWS).
Dikatakannya, Indonesia telah memulai proyek InaTEWS yang diketuai oleh Menristek. TEWS
tersebut terdiri atas komponen pengamatan gempa bumi, komponen pengamatan gempa laut,
komponen penyebaran informasi serta kesiapsiagaan dan kepedulian.
Infrastruktur yang mendukung aplikasi TEWS di Indonesia terdiri atas 160 seismograf (yang
baru terpasang 22 milik BMG), 80 tide gange (yang baru terpasang 9 buah milik Bakosurtanal),
serta 22 buah DART buoy (yang baru terpasang 1 buah milik BPPT). Seismograf milik BPPT
tersebut, dijelaskan Budi, mampu mendeteksi peristiwa alam gempa bumi dan tsunami dan
kemudian merekamnya. Dari rekaman tersebut, akan diperoleh informasi berupa waktu,
kekuatan gempa dan tsunami, patahan serta posisi struktur lapisan bumi.
Peringatan dini ini memanfaatkan beda/selang waktu di antara gempa bumi dan tsunami.
Menjelaskan tanda-tanda tsunami, Budi mengambilkan ilustrasi gempa bumi dan tsunami Aceh
pada waktu silam. Ia mengatakan, tepat setelah terjadi gempa, air laut surut secara cepat dan
ikan-ikan menggelepar, kemudian secara tiba-tiba muncul gulungan ombak setinggi 35 m yang
menyapu warga Aceh, yang pada kesempatan tersebut baru berlibur di pantai karena bertepatan
dengan hari Minggu.
?Selama ini gempa bumi dan tsunami di Indonesia memakan banyak korban di antaranya
disebabkan tidak adanya peringatan dini?, ungkapnya. Pada kesempatan itu diperagakan alat
sederhana dan murah untuk peringatan tsunami yang dipasang di pantai.
3. Early Warning System Gunung Berapi

Ilustrasi (sumber
foto: istimewa)

Bernas.id - Sistem peringatan diri berfungsi untuk menyampaikan informasi terkini status
aktivitas gunung berapi agar dapat diambil tindakan-tindakan dari berbagai pihak, terutama oleh
masyarakat yang terancam bahaya.

Ada berbagai bentuk peringatan yang dapat disampaikan. Peta Kawasan Rawan Bencana sebagai
contoh adalah bentuk peringatan dini yang bersifat lunak. Peta ini memuat zonasi level
kerawanan sehingga masyarakat diingatkan akan bahaya dalam lingkup ruang dan waktu yang
dapat menimpa mereka di dalam kawasan gunung merapi.

Ada 4 tingkat peringatan dini untuk mitigasi bencana letusan gunung berapi yaitu Aktif Normal,
Waspada, Siaga, dan Awas.

Aktif Normal

Aktivitas gunungberapi berdasarkan data pengamatan instrumental dan visual tidak


menunjukkan adanya gejala yang menuju pada kejadian letusan.

Waspada
Aktivitas gunungberapi berdasarkan data pengamatan instrumental dan visual menunjukkan
peningkatan kegiatan di atas aktif normal. Pada tingkat waspada, peningkatan aktivitas tidak
selalu diikuti aktivitas lanjut yang mengarah pada letusan (erupsi), tetapi bisa kembali ke
keadaan normal. Pada tingkat Waspada mulai dilakukan penyuluhan di desa-desa yang berada di
kawasan rawan bencana gunungberapi.

Siaga

Peningkatan aktivitas gunungberapi terlihat semakin jelas, baik secara instrumental maupun
visual, sehingga berdasarkan evaluasi dapat disimpulkan bahwa aktivitas dapat diikuti oleh
letusan. Dalam kondisi Siaga, penyuluhan dilakukan secara lebih intensif. Sasarannya adalah
penduduk yang tinggal di kawasan rawan bencana, aparat di jajaran SATLAK PB dan LSM serta
para relawan. Disamping itu masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana sudah siap jika
diungsikan sewaktu-waktu.

Awas

Analisis dan evaluasi data, secara instrumental dan atau visual cenderung menunjukkan bahwa
kegiatan gunungberapi menuju pada atau sedang memasuki fase letusan utama. Pada kondisi
Awas, masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana atau diperkirakan akan terlanda awan
panas yang akan terjadi sudah diungsikan menjauh dari daerah ancaman bahaya primer awan
panas. (Jat)

Early Warning Sytem Gerakan Tanah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
melanjutkan kerjasama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta untuk membangun
sistem peringatan dini gerakan tanah. Penerapan sistem peringatan dini gerakan tanah bertujuan
untuk menurunkan indeks risiko bencana Indonesia.

Direktur Kesiapsiagaan BNPB Medi Herlianto mengatakan bahwa BNPB berharap agar upaya
ini diikuti oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan pemangku kepentingan
untuk meningkatkan dalam rangka pengurangan risiko bencana (PRB). Medi menambahkan
bahwa dalam konteks PRB pada potensi bahaya longsor, relokasi warga yang tinggal di daerah
rawan merupakan salah satu upaya penanganan.

Medi mengatakan upaya tersebut sangat sulit dilakukan karena resistensi dari aspek sosial,
ekonomi, dan budaya dari warga, serta anggaran yang terbatas. Kesiapsiagaan melalui penerapan
sistem peringatan dini merupakan upaya yang penting sebagai langkah PRB yang efektif pada
kondisi ini. Latar belakang ini mendorong BNPB memfokuskan 24 lokasi rawan bahaya gerakan
tanah pada 2017 yang diwujudkan dalam penandatanganan kerjasama penerapan sistem
peringatan dini.

“Fokus lokasi penerapan 24 sistem peringatan dini gerakan tanah pada 2017 berada di 4 daerah
perbatasan atau terluar, 4 daerah tertinggal dan 16 daerah wisata yang tersebar di seluruh
Indonesia,” kata Medi pada acara penandatangan kerjasama BNPB dan UGM pada Kamis (15/6).

Sementara itu, Pelaksana tugas Dekan Fakultas Teknik UGM Muhammad Waziz Wildan
menyampaikan terima kasih atas dukungan dan kepercayaan BNPB terhadap penggunaan
produk-produk riset antar dispilin di bidang bencana yang dibangun Fakultas Teknik UGM.

“Diharapkan inovasi teknologi di bidang kebencanaan terus dikembangkan dan dapat


diaplikasikan di dalam dan luar negeri. UGM berencana akan membangun teaching industry
yang mengintegrasikan inovasi teknologi hingga manufaktur,” tambah Wildan.

Data BNPB sepanjang 2016 menunjukkan bahwa bencana gerakan tanah atau longsor
merupakan salah satu dari 3 bencana besar yang terjadi di Indonesia, setelah banjir dan angin
puting beliung. Bencana longsor merupakan bencana yang paling mematikan dengan jumlah
korban jiwa yang ditimbulkan. Sekitar 40 juta warga terpapar potensi bahaya longsor dengan
kategori sedang hingga tinggi sehingga perlu prioritas penanganan pengurangan risiko bencana.

Sepanjang tahun 2008-2016, BNPB bekerja sama dengna UGM dalam penerapan sistem
peringatan dini bencana gerakan tanah di 50 daerah rawan longsor di 25 provinsi di Indonesia.
Penerapan sistem ini merupakan pendukung terbentuknya Desa Tangguh Bencana (Destana),
sebagai cikal baka mewujudkan masyarakat tangguh. Sistem tersebut melibatkan partisipasi
masyarakat dalam operasional sistem.

Sejarah penciptaan alat-alat deteksi dini gerakan tanah oleh UGM dimulai sejak 2007 sebagai
generasi pertama sistem peringatan dini sederhana, yang dipasang di Kabupaten Banjarnegara,
Situbondo dan Karanganyar. Sampai tahun 2016, Inovasi ini telah melahirkan 5 paten dimana
sistem peringatan dini generasi ke-4 berupa alat-alat extensometer, tiltmeter, inclinometer,
penakar hujan, ultrasonic sensor, IP Camera dan sistem telemetri telah dibangun oleh UGM
dengan berbagai varian dan memiliki 95% komponen lokal.
Pada 2014, sistem peringatan dini bencana longsor yang dikembangkan BNPB dan UGM sudah
dituangkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Selanjutnya pada 2015, BNPB bersama
BSN dan UGM mengajukan sistem ini sebagai standar internasional pada kategori ISO/TC 292
Security and Resilience. Setelah pembahasan panjang di Bali 2015, Edinburgh 2016 dan Jeju-
Korea Selatan 2017, ISO Guidelines for the implementation of community-based landslide early
warning system akan diundang menjadi standar ISO di Sidney-Australia pada Maret 2018. Kita
patut berbangga karena ini adalah ISO pertama yang diajukan oleh negara berkembang di bidang
kebencanaan.

4. Early Warning System Kekeringan menjadi bencana alam yang sangat kompleks, sulit
dipantau, dan diprediksi. Pada sektor pertanian kekeringan berdampak pada penurunan produksi
pertanian yang signifikan. Menurut Dr. Elza Surmaini dari Balai Penelitian dan Pengembangan
Agroklimat dan Hidrologi, Bogor, sistem peringatan dini kekeringan menjadi penting karena
dapat melacak, menguji, dan mengirim informasi kondisi iklim, hidrologi, dan kondisi
sumberdaya air yang tersedia. “Dengan peringatan dini, potensi dampak dapat diminimalkan,”
kata Elza.

Tanpa peringatan dini resiko kerugian sangat besar. Sebut saja seperti yang dicatat Direktorat
Perlindungan Tanaman Pangan yang menunjukkan pada El Niño kuat tahun 1997 dan 2015, padi
yang terkena kekeringan seluas 513 ribu ha dan 597 ribu ha. Luasan tersebut setara dengan
berkurangnya 4,2-juta ton padi pada 2015 dengan asumsi produksi rata – rata padi 7 ton/ha.
Apabila kekeringan lebih dini terdeteksi mungkin kerugian petani akan jauh lebih sedikit.

Indonesia sudah memiliki data sistem peringatan dini dan prediksi kekeringan meteorologis.
“Kita sudah mencontoh beberapa negara lain seperti United States Drought Monitor, the US
Agency for International Development (USAID) Famine Early Warning System Network (FEWS
Net), African Drought Monitor, dan the University of Washington Experimental Surface Water
Monitor, atau GIDMaPS drought monitoring and prediction,” tutur Elza.

Kini Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) melalui kerjasama Balai
Penelitian Agroklimat dan Hidrologi dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) mulai mulai
mengembangkan sistim prediksi kekeringan sejak 2016. Sistem tersebut menggunakan
metode downscale prediksi keluaran NCEP v2 untuk seluruh wilayah Indonesia. “Memang agak
terlambat, tetapi ini harus kita lakukan karena kebutuhan mendesak” kata Elza.
Menurut Elza, akurasi sistem peringatan dini tersebut perlu ditingkatkan dengan menambah
kapasitas pemantauan, perluasaan jaringan stasiun iklim otomatis, pemanfaatan data satelit, dan
peningkatan kapasitas jarngan internet. Diharapkan sistim peringatan dini tersebut akan
memberikan kontribusi untuk mencapai swasembada pangan yang berkelanjutan pada masa
mendatang.

5. Early Warning System cuaca ekstreme Cuaca ekstrim adalah kejadian cuaca yangtidak
normal, tidak lazim yang dapat mengakibatkankerugian terutama keselamatan jiwa dan harta.
(BMKG.Kep 009 Tahun 2010). Berbagai fenomena cuaca yang terjadi seperti angin puting
beliung, hujanlebat di sertai angin kencang dan juga jarak pandangmendatar yang kurang dari
1000 meter dapat sebagaidikategorikan cuaca ekstrem yang harus di waspadaibagi seorang
prakirawan cuaca. Karena fenomenatersebut dapat memberikan dampak, baik secaralangsung
ataupun tidak langsung terhadap kondisiwilayah terjadinya fenomena cuaca itu. Untukkegiatan
penerbangan jarak pandang mendatar, arahdan kecepatan angin, dan juga posisi awan
konvektifyang ada menjadi sebuah perhatian utama. Tanpaadanya pengamatan dan analisa yang
tepat terhadaphal tersebut, maka resiko terganggunya kegiatanpenerbangan akan sangat besar.
Oleh karena itudibutuhkan metode analisa yang tepat, cepat danmudah dimengerti sebagai bahan
pertimbanganseorang prakirawan dalam pengambilan keputusanpada saat terjadinya cuaca
ekstrimRadar cuaca adalah alat bantu untukmengamati cuaca secara khusus berupa hujan,
awan,arah, dan kecepatan angin dalam radius yang cukupluas hingga ratusan kilometer
( tergantung panjanggelombang yang digunakan ) dengan resolusi ± 300m.Output berupa gambar
dapat diinterpretasikan ataudianalisa hingga menghasilkan suatu informasi yangberguna untuk
pelayanan jasa meteorologi.(Zakir A.dkk, 2010). Pada saat ini BMKG sendiri memiliki 4 jenis
radar cuaca yaitu Gematronik, Vaisala, EEC dan Baron. Berfungsi untuk membantu kegiatan
operasionalprakirawan dalam membuat prakiraan jangka pendeksekaligus peringatan
(warning) kepada masyarakat jika terjadi cuaca buruk (Meteorology Early Warning System)

6. Early Warning System Kebakaran Hutan AWS dan Soil Moisture Station di PT Kelantan
Sakti

Pada tanggal 27 – 30 Juni 2016, Tim BPPT – PTRRB yang terdiri dari DR. IR. Agus Kristijono,
MSc, Ir. Nana Sudiana, MSi dan Ir Firman Prawiradisastra MSi, telah melaksanakan
pemasangan instrumentasi Early Warning System (EWS) Kebakaran Hutan dan Lahan
(karhutla) di Provinsi Sumatera Selatan, kegiatan ini merupakan kerjasama PTRRB, B2TMC
dan BNPB. Pemasangan EWS dilakukan untuk antisipasi menjelang musim kemarau yang
biasanya terjadi bencana kebakaran hutan dan lahan. Alat yang dipasang meliputi sensor
kelembaban tanah, suhu tanah dan AWS (Automatic Weather Station). pemasangan dilakukan
pada dua titik yaitu di Kayu Agung di lokasi perkebunan PT. Kelantan Sakti dan di area
perkebunan Sinar Mas dimana tahun kemarin kedua lokasi ini mengalami kebakaran terparah di
provinsi sumsel.

Pemasangan sensor ini juga dimaksudkan untuk mempelajari karakteristik karhutla di Lahan
gambut, dimana dilaporkan bahwa kebakarn di area gambut menjadi yang tersulit ditangani
karena terjadinya kebakaran tidak hanya di permukaan namun juga di dalam. Oleh karena itu
sensor kelembaban tanah dan suhu tanah dipasangan pada 2 kedalaman dari rencana 4
kedalaman, yaitu 0-10cm, 20-30cm, 50cm dan 100cm. Data direncanakan untuk dikirim secara
otomatis melalui jaringan internet/online.

1. Site Kelantan Sakti: AWS + stasiun Soil moisture sudah terpasang dan berfungsi. Saat ini
sudah berfungsi untuk logging data dengan interval 10 menit. Modul transmisi ke internet belum
terpasang.

2. Site SM Air Sugihan: unit soil moisture station sudah terpasang dan berfungsi.
Konfigurassi Unit transmisi dengan weather envoy dan jaringan internet sudah terpasang, sudah
dilakukan test melalui remote akses.

Hasil test remote akses belum berhasil. Setelah ditelusuri ternyata weather envoy tidak berfungsi
walaupun mini pc masih bekerja normal. Saat ini data AWS dikembalikan perekamanannya
melalui konsol Vantage Vue yg terkoneksi dengan jaringan internet GSM.

3. Usulan tindaklanjut :

Site Kelantan sakti: pemasangan modul transmisi data dg GSM site sekaligus uji kinerjanya.

Site SM Air Sugihan: percepat pengadaan dan ganti weatherlink dengan yg baru atau diganti
dengan konsol vantage pro jika proses pembelian belum selesai, sekalian dilakukan uji
fungsional
http://bbsdlp.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/layanan-mainmenu-65/info-aktual-2/592-
peringatan-dini-kekeringan-pertanian

https://www.academia.edu/14181114/DISEMINASI_EARLY_WARNING_SYSTEM_BMKG_B
ERBASIS_CELL

https://www.academia.edu/21902684/PEMANFAATAN_PRODUK_RADAR_CUACA_and_A
WS_UNTUK_KLASIFIKASI_PERINGATAN_DINI_CUACA_EKSTRIM_DI_TERNATE

https://belajarbencanalearndisaster.com/bencana-di-indonesia/kekeringan/

https://prasetya.ub.ac.id/berita/Sosialisasi-Sistem-Peringatan-Dini-Tsunami-dan-Gempa-7854-
id.html

https://www.bernas.id/63589-4-tingkat-peringatan-dini-untuk-mitigasi-bencana-letusan-gunung-
berapi.html

https://www.mongabay.co.id/2017/09/25/sistem-peringatan-dini-siaga-bencana-gunung-agung-
belum-bagus-kenapa/

https://www.gatra.com/rubrik/nasional/pemerintahan-pusat/313584-

https://www.bnpb.go.id/bnpb-bangun-sistem-peringatan-dini-gerakan-tanah-24-lokasi

http://pusatkrisis.kemkes.go.id/gejala-umum-sebelum-terjadinya-bencana-alam

Anda mungkin juga menyukai