Anda di halaman 1dari 4

Hubungan Timbal Balik antara Kewajiban dan Hak Negara terhadap Warga

Negara

oleh Putri Atalya, 1406544381

Judul :1. Kewajiban dan Hak Negara

2. Civic Education

Pengarang : 1. R. Ismala Dewi, Slamet Soemiarno, Agnes Sri Poerbasari,


Eko A. Meinarno.

2. Jazim Hamidi, Mustafa Lutfi.

Data Publikasi : Buku Ajar III MPKT A Bangsa, Negara, dan Pancasila.
Depok : Universitas Indonesia. 2013.

Civic Education: Antara Realitas Politik dan Implementasi


Hukumnya. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2010.

Dalam wacana Kewarganegaraan, negara diposisikan sejajar dengan warga


negaranya. Secara normatif, hubungan antara negara dan warga negara harus selalu
berpegang pada hak dan kewajiban yang melekat antara keduanya, sehingga proses
dialogisnya berlangsung secara demokratis, adil, dan harmonis. Hal tersebut dapat
terjadi apabila keduanya memiliki kesadaran yang tinggi dan konsisten untuk
melaksanakan hak dan kewajibannya. Etika hubungan yang hendak dikembangkan
dalam proses komunikasi antara negara dan warga negara juga harus berlangsung
secara timbal balik (Hamidi&Lutfi, 2010:100). Hanya melalui tindakan timbal balik
dalam pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing pihak yaitu negara dan warga
negara, tujuan negara akan tercapai dan hak-hak warga negara akan terpenuhi.
Hubungan antara negara dan warga negara merupakan hubungan timbal balik
yang melibatkan unsur hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Hubungan itu
secara mendasar terbangun dari tujuan awal terbentuknya negara Indonesia. Hak dan
kewajiban negara terhadap warga negara pada dasarnya merupakan hak dan
kewajiban warga negara terhadap negara. Hak dan kewajiban negara (pemerintah)
dan warga negara bersumber dari, dan diatur dalam UUD 1945. Kewajiban negara
secara implisit termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 yakni pada alinea keempat.
Di dalam alinea keempat berisi tujuan dan kewajiban negara yang harus dilaksanakan
setiap pemerintahan yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial (Poerbasari, 2013:90).

Keempat tujuan dan kewajiban negara sesuai dengan alinea keempat


Pembukaan UUD 1945 menjiwai kewajiban dan tanggung jawab negara sebagaimana
tertuang dalam pasal-pasal UUD setelah amandemen. Pasal-pasal tersebut antara lain,
Pasal 27 ayat (1) dan (2); Pasal 28; Pasal 28 A-J; Pasal 29 ayat (2); Pasal 30 ayat (1);
Pasal 31 ayat (1) dan (2); Pasal 32 ayat (1) dan (2); Pasal 34 ayat (1), (2) dan (3)
(Poerbasari, 2013:91). Keseluruhan pasal tersebut memuat hak dan kewajiban negara
terhadap warga negara dan sebaliknya. Hak-hak negara antara lain adalah ditaati
hukum dan pemerintahnya; dibela; pajak; dan menguasai bumi, air, dan kekayaan
untuk kepentingan rakyat. Adapun kewajiban negara yang dimuat dalam seluruh
pasal tersebut, yaitu menjamin sistem hukum yang adil; menjamin Hak Asasi
Manusia; mengembangkan sistem pendidikan nasional untuk rakyat; memberi
jaminan sosial; dan memberi kebebasan beribadah kepada warga negaranya.

Secara garis besar, hak dan kewajiban negara terhadap warga negara yang
telah tertuang dalam UUD 1945 mencakup berbagai bidang. Bidang-bidang ini antara
lain mencakup bidang politik dan pemerintahan, sosial, keagamaan, pendidikan,
ekonomi, dan pertahanan. Semua bidang tersebut menunjukan adanya hubungan yang
sinergis antara negara dengan warga negara. Negara memberikan suatu jaminan
pemberian hak yang diimbangi dengan pelaksanaan kewajiban sebagai warga negara,
tindakan tersebut juga berlaku sebaliknya. Dalam tatanan teoritis, hubungan keduanya
sudah diatur dengan jelas dan disertai sanksi bagi siapapun yang melanggar.
Hubungan antara negara dan warga negara bersandar kepada norma yang
dipersyaratkan oleh konstitusi (Hamidi&Lutfi, 2010:97). Namun dewasa ini, masih
terdapat beberapa penyimpangan antara kedua belah pihak. Pemenuhan hak-hak
politik ternyata tidak diimbangi dengan pemenuhan hak warga negara di bidang sosial,
ekonomi, dan budaya. Saat ini Indonesia masih terbelit oleh masalah pengangguran,
pendidikan dan kesehatan yang mahal, kemiskinan dan korupsi. Kebijakan-kebijakan
pemerintah ternyata belum mampu memenuhi tujuan-tujuan yang digariskan dalam
Pembukaan UUD 1945. Kesejahteraan sosial masih jauh dari harapan. Masalah
kesetaraan di hadapan hukum pun masih menjadi persoalan sehingga timbul rasa
ketidak adilan di kalangan warga negara. Ketika salah satu diantaranya mengingkari
komitmen konstitusi sebagai dasar dan standar normatif, hubungan itu mulai koyak
dan biasanya warga negara selalu berada dalam posisi yang lemah. Melalui instrumen
kekuasaan, negara dapat melakukan cara-cara yang represif untuk mengelabui warga
negara. Apabila hubungan negara dan warga negara melanggar norma bangsa yang
telah disepakati bersama, maka hubungan tersebut harus dikembalikan pada
hubungan yang bersifat konstitusional. Di era reformasi demokrasi ini, diharapkan
segala bentuk penyimpangan maupun penyelewengan akan hak dan kewajiban
masing-masing dapat diminimalisir sehingga tercipta kerja sama yang mampu
mendorong pembangunan nasional yang lebih baik.

Dengan melihat keadaan yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa


masalah implementasi hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban negara
terhadap warga negara tetap menjadi masalah penting dalam hidup berbangsa dan
bernegara. Pemenuhan hak-hak warga negara yang menjadi kewajiban negara
memerlukan peran negara dalam hal ini pemerintah sebagai pemegang kebijakan
yang menjalankan roda pemerintahan. Namun, mengingat permasalahan dalam
masyarakat begitu rumit dan beragam, negara dan pemerintah juga membutuhkan
partisipasi warga negara. Partisipasi politik warga negara merupakan kekuatan
penyeimbang bagi kekuasaan negara. Melalui hubungan kerja sama atau hubungan
timbal balik antara negara dan warga negara, penyelenggaraan negara dapat terarah
pada cita-cita bersama bangsa sebagaimana yang tertuang dalam Pembukaan UUD
1945 dapat terwujud dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai