PENDAHULUAN
Penuaan adalah suatu proses biologis, meskipun para ahli biologis belum
menemukan kesimpulan untuk menjelaskan karakteristik umum dari penuaan. 1 Tahap
usia tua akan dialami oleh semua orang, ada perubahan fisik, psikis dan sosial. Di sisi
lain kondisi fisik dan psikis setiap orang lanjut usia akan berbeda. Dimensia adalah
kumpulan gejala kronik yang disebabkan oleh berbagai latar belakang penyakit dan
ditandai oleh hilangnya daya ingat jangka pendek (recent memory) dan gangguan
global fungsi mental termasuk fungsi bahasa, mundurnya kemampuan berpikir
abstrak, kesulitan merawat diri sendiri, perubahan perilaku, emosi labil dan hilangnya
pengenalan waktu dan tempat, tanpa adanya gangguan tingkat kesadaran atau situasi
stress, sehingga menimbulkan gangguan pekerjaan, aktivitas harian dan sosial.4
Menurut WHO, penduduk lansia dibagi atas; usia pertengahan (middle age) :
45-69 tahun, usia lanjut (elderly) : 60-74 tahun, tua (old) : 75-90 tahun, dan usia
sangat tua (very old) : lebih dari 90 tahun. Demensia merupakan penyakit endemik di
Indonesia, banyak sekali kasus demensia sekarang ini. Prevalensi demensia
diperkirakan sekitar 15% pada penduduk berusia lebih dari 65 tahun. Saat ini
perhatian dan pengetahuan masyarakat akan demensia masih sangat kurang.
Masyarakat masih menganggap demensia sebagai bagian proses menua yang wajar.
Diagnosis demensia perlu ditegakkan secara dini dan dibedakan berdasarkan
etiologinya, usia awitan dan gambaran klinisnya. Penatalaksaan pada stadium dini,
baik secara farmakologis maupun non farmakologis dapat menyembuhkan atau
memperlambat progresivitas penyakit, sehingga penderita tetap mempunyai kualitas
hidup yang baik.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Definisi lain yaitu menurut Perdossi, demensia adalah kumpulan gejala kronik
yang disebabkan oleh berbagai latar belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya
daya ingat jangka pendek (recent memory) dan gangguan global fungsi mental
termasuk fungsi bahasa, mundurnya kemampuan berpikir abstrak, kesulitan merawat
diri sendiri, perubahan perilaku, emosi labil dan hilangnya pengenalan waktu dan
tempat, tanpa adanya gangguan tingkat kesadaran atau situasi stress, sehingga
menimbulkan gangguan pekerjaan, aktivitas harian dan sosial.4
EPIDEMIOLOGI
Di dunia angka kejadian dimensia mencapai 50 juta pasien, sekian juta pasien
dibenua eropa dan 22 juta lainya dibenua Asia. Di Indonesia sendiri, umur termuda
pasien dengan dimensia adalah 56 tahun. 5% dari lansia berumur 65-70 tahun dan
45% pasien udia diatas 85 tahun menderita dimensia.19
KLASIFIKASI
Demensia berhubungan dengan beberapa jenis penyakit:8
a. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Medik:
Hal ini meliputi hipotiroidisme, penyakit Cushing, defisiensi nutrisi,
kompleks demensia AIDS, dan sebagainya.
b. Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Neurologi:
Kelompok ini meliputi korea Huntington, penyakit Schilder, dan proses
demielinasi lainnya; penyakit Creutzfeldt-Jakob; tumor otak; trauma
otak; infeksi otak dan meningeal; dan sejenisnya.
c. Penyakit dengan demensia sebagai satu-satunya tanda atau tanda yang
mencolok:
Penyakit Alzheimer dan penyakit Pick
Demensia dari segi anatomi dibedakan antara demensia kortikal dan demensia
subkortikal. Dari etiologi dan perjalanan penyakit dibedakan antara demensia yang
reversibel dan irreversibel (tabel).
Primer degenerative
- Penyakit Alzheimer
- Penyakit Pick
- Penyakit Huntington
- Penyakit Parkinson
- Degenerasi olivopontocerebellar
- Progressive Supranuclear Palsy
- Degenerasi cortical-basal ganglionic
Infeksi
- Penyakit Creutzfeldt-Jakob
- Sub-acute sclerosing panencephalitis
- Progressive multifocal leukoencephalopathy
Metabolik
- Metachromatic leukodyntrophy
- Penyakit Kuf
- Gangliosidoses
ETIOLOGI
Demensia Alzheimer dan demensia vaskular merupakan demensia yang paling banyak
kasusnya. Penyebab demensia lainnya yang disebutkan dalam DSM-IV adalah
penyakit Pick, penyakit Creutzfeldt-Jakob, penyakit Huntington, penyakit Parkinson,
Human Immunodeficiency Virus (HIV), dan trauma kepala.4
1. Demensia Alzheimer11,12,13
Adalah gangguan degeneratif yang menyerang sel-sel otak atau neuron secara
progresif yang mengakibatkan hilangnya memori, kemampuan berpikir dan
berbahasa, serta perubahan perilaku. Penyakit Alzheimer merupakan penyakit
neurodegeneratif yang secara epidemiologi terbagi 2 kelompok yaitu kelompok yang
menderita pada usia kurang 65 tahun disebut sebagai early onset sedangkan kelompok
yang menderita pada usia lebih dari 65 tahun disebut sebagai late onset. Faktor resiko
penyakit Alzheimer sampai saat ini masih belum pasti, tetapi beberapa faktor yang
diperkirakan menjadi penyebab Alzheimer adalah :
a. Usia
Bertambahnya usia memang menjadi salah satu faktor resiko penyakit
Alzheimer, namun begitu penyakit ini dapat diderita oleh semua orang pada
semua usia. 96% diderita pada yang berusia 40 tahun keatas.
b. Genetik
Individu yang memiliki hubungan keluarga yang dekat dengan penderita
beresiko dua kali lipat untuk terkena Alzheimer.
c. Jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, maka prevalensi wanita yang menderita Alzheimer
lebih banyak tiga kali lipat dibandingkan pria.
d. Pendidikan
Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi memiliki faktor pelindung
dari resiko menderita Alzheimer, tetapi hanya untuk menunda onset
manifestasi klinis.
Lesi khas yang kedua yaitu plak senilis, terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang
terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta
adalah fragmen protein prekursor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat
pada membran neuron yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron.
APP terbagi menjadi fragmen-fragmen oleh enzim protease yang salah satu
fragmennya adalah A-beta, suatu fragmen yang lengket dan berkembang menjadi
gumpalan yang bisa larut. Pada alzheimer, gumpalan tersebut akhirnya tercampur
dengan bagian dari neuron dan sel-sel glia (khususnya mikroglia dan astrosit). Setelah
beberapa waktu, campuran tersebut membeku menjadi fibril-fibril yang membentuk
plak yang matang, padat, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang
utuh. Selain itu, A-beta mengganggu hubungan interselular dan menurunkan respons
pembuluh darah sehingga menyebabkan makin rentannya neuron-neuron terhadap
stressor (missal iskemia). Kemungkinan lain adalah bahwa A-beta menghasilkan
radikal bebas sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon
pembuluh darah sehingga mengakibatkan rentannya neuron terhadap stressor.
Perubahan biokimia dalam sistem saraf pusat adalah temuan mikroskopis khas
lain yang ditemukan pada alzheimer. Diketahui bahwa korteks otak manusia terdiri
dari sejumlah besar akson kolinergik yang melepaskan asetilkolin yang mana
merupakan kunci neurotransmitter dalam fungsi kognitif yang kemudian pada
penderita alzheimer ini terjadi penurunan pada neurotransmitter ini berhubung akson
kolinergiknya mengalami kerusakan. Oleh karena itu salah satu obat-obatan yang
bekerja berupa inhibitor kolinesterase yang bekerja menghambat enzim tersebut agar
tidak mendegradasi asetilkolin sehingga tidak memperparah kondisi.
GAMBARAN KLINIK11,16
Gambaran utama demensia adalah munculnya defisit kognitif multipleks,
termasuk gangguan memori, setidak-tidaknya satu di antara gangguan gangguan
kognitif berikut ini: afasia, apraksia, agnosia, atau gangguan dalam hal fungsi
eksekutif. Defisit kognitif harus sedemikian rupa sehingga mengganggu fungsi sosial
atau okupasional (pergi ke sekolah, bekerja, berbelanja, berpakaian, mandi, mengurus
uang, dan kehidupan sehari-hari lainnya) serta harus menggambarkan menurunnya
fungsi luhur sebelumnya.
a. Gangguan memori
Dalam bentuk ketidakmampuannya untuk belajar tentang hal-hal baru, atau
lupa akan hal-hal yang baru saja dikenal, dikerjakan atau dipelajari. Sebagian
penderita demensia mengalami kedua jenis gangguan memori tadi. Penderita
seringkali kehilangan dompet dan kunci, lupa bahwa sedang meninggalkan bahan
masakan di kompor yang menyala, dan merasa asing terhadap tetangganya. Pada
demensia tahap lanjut, gangguan memori menjadi sedemikian berat sehingga
penderita lupa akan pekerjaan, sekolah, tanggal lahir, anggota keluarga, dan bahkan
terhadap namanya sendiri.
b. Gangguan orientasi
Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat, dan
waktu. Orientasi dapat terganggu secara progresif selama perjalanan penyakit
demensia. Sebagai contohnya, pasien dengan demensia mungkin lupa bagaimana
kembali ke ruangannya setelah pergi ke kamar mandi.
c. Gangguan bahasa
Penderita akan terlihat sulit untuk mencari kata yang tepat dalam
mengungkapkan isi pikirannya. Semakin parah penyakitnya, maka ucapan dan atau
tulisan penderita jadi sulit untuk dimengerti karena penderita menggunakan kalimat
dengan substitusi kata-kata yang tidak biasa digunakan. Contohnya: jika penderita
sulit menemukan sikat giginya, maka ia akan bertanya "sesuatu untuk mulut saya".
d. Apraksia
Penderita sulit mengerjakan tugas yang familiar. Penderita sering mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan tugas sehari-hari yang sangat mereka ketahui,
contohnya mereka tidak mengetahui langkah-langkah untuk menyiapkan makanan,
berpakaian, atau menggunakan perabot rumah tangga.
e. Agnosia
Ketidakmampuan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda maupun
fungsi sensoriknya utuh. Sebagai contoh, penderita tak dapat mengenali kursi, pena,
meskipun visusnya baik. Akhirnya, penderita tak mengenal lagi anggota keluarganya
dan bahkan dirinya sendiri yang tampak pada cermin. Demikian pula, walaupun
sensasi taktilnya utuh, penderita tak mampu mengenali benda yang diletakkan di
tangannya atau yang disentuhnya misalnya kunci atau uang logam.
f. Gangguan fungsi eksekutif
Hal ini disebabkan karena frontal lobe penderita mengalami gangguan,
ditandai dengan: sulit menyelesaikan masalah, reasoning, pembuatan keputusan dan
penilaian. Misalnya penderita mengenakan baju tanpa mempertimbangkan cuaca,
memakai beberapa kaos di hari yang panas/ memakai pakaian yang sangat minim
ketika cuaca dingin.
g. Perubahan Kepribadian
Perubahan kepribadian pasien demensia merupakan gambaran yang paling
mengganggu bagi keluarga pasien yang terkena. Pasien dengan demensia juga
mungkin menjadi introvert dan tampaknya kurang memperhatikan tentang efek
perilaku mereka terhadap orang lain. Pasien demensia yang mempunyai waham
paranoid biasanya bersikap curiga atau bermusuhan terhadap anggota keluarga dan
pengasuhnya. Pasien dengan gangguan frontal dan temporal kemungkinan mengalami
perubahan kepribadian yang jelas dan mungkin mudah marah dan meledak-ledak.
Selain itu penderita juga sering mengalami delusi paranoid dan terkadang juga
mengalami halusinasi (dengar, visual, dan haptic). Sedangkan untuk gangguan
perilaku, meliputi agitasi (aktivitas verbal maupun motorik yang berlebihan dan tidak
selaras), wandering (mondar-mandir, mencari-cari/ membututi caregiver ke mana pun
mereka pergi, berjalan mengelilingi rumah, keluyuran), dan gangguan tidur (berupa
disinhibisi, yaitu perilaku yang melanggar norma-norma sosial, yang disebabkan oleh
hilangnya fungsi pengendalian diri individu).
DIAGNOSIS4,17,18
Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
neuropsikologis.
a. Anamnesis
Wawancara sebaiknya dilakukan pada penderita dan mereka yang sehari-hari
berhubungan langsung dengan penderita (pengasuh). Hal yang penting
diperhatikan adalah riwayat penurunan fungsi terutama kognitif dibandingkan
dengan sebelumnya, mendadak/progresif lambat dan adanya perubahan
perilaku dan kepribadian.
Riwayat Intoksikasi
Riwayat keluarga
Adakah keluarga yang mengalami demensia atau riwayat penyakit
serebrovaskular, gangguan psikiatri, depresi, penyakit Parkinson, Sindrom
Down dan retardasi mental.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terdiri dari pemeriksaan umum, neurologis dan
neuropsikologis.
Pemeriksaan neurologis
c. Pemeriksaan neuropsikologis
Pemeriksaaan laboratorium
MRI dapat menunjukkan kelainan struktur hipokampus secara jelas & berguna
untuk membedakan demensia Alzhimer dengan demensia vaskular pada stadium awal.
Pemeriksaaan EEG
EEG tidak menunjukkan kelainan yang spesifik. Pada stadium lanjut dapat
ditemukan adanya perlambatan umum dan kompleks periodik.
Pemeriksaaan Genetika
TATALAKSANA4
Penatalaksanaan farmakologis pada penderita dementia reversibel bertujuan
untuk pengobatan kausal, misalnya pada hiper/ hipotiroidi, defisiensi vitamin B12,
intoksikasi, gangguan nutrisi, infeksi dan ensefalopati metabolik.
a. Pengobatan simptomatis:
Kegiatan harian teratur dan sistematis, meliputi latihan fisik untuk memacu
aktivitas fisik dan otak yang baik (brain- gym)
Asupan gizi berimbang, cukup serat, mengandung antioksidan, mudah dicerna,
penyajian menarik dan praktis
Mencegah/ mengelola faktor resiko yang dapat memperberat penyakit,
misalnya: hipertensi, gangguan vascular, diabetes, dan merokok.
Melaksanakan hobi dan aktivitas social sesuai dengan kemampuan
Melaksanakan “LUPA” (Latih, Ulang, Perhatian, dan Asosiasi)
Tingkatkan aktivitas saat siang hari, tempatkan di ruangan yang mendapatkan
cahaya cukup
Orientasi realitas:
DAFTAR PUSTAKA
2. Schaie K.W. & Willis, S.L. 1991. Adult Development and Aging, New York:
HarperCollins Publishers
8. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Sinopsis Psikiatri (Edisi Bahasa Indonesia),
Edisi VII, Jilid I, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997: 515-533.
9. Guberman A. Clinical Neurology. Little Brown and Coy, Boston, 1994: 67-69.
10. Gilroy J. Basic Neurology. Pergamon press, New York, 1992: 194-195.
13. Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Edisi 6, ECG, Jakarta, 2006: 1134-1138.
15. Little, Ann A., Gomez-Hassan , Diana. 2010. Oxford American Handbook of
Neurology : Dementia . New York : Oxfor University Press.
16. Duus, Peter. 2005. Diagnosis Topik Neurologi : Anatomi , Fisiologi , Tanda ,
Gejala . Jakarta: ECG
17. Clark, David G., Cummings, Jeffrey. The Diagnosis and Management of
Dementia. Los Angeles, ISN 148-4196.
18. Brust, J.C.M. (2008). Current Diagnosis & Treatment: Neurology. McGraw-
HillCompanies, Inc. Singapore.
19. Hartati S, Widayanti CG. Clock drawing: Asessment untuk dimensia ( Studi
deskriptif pada orang lanjut usia di kota Semarang. Jurnal Psikologi
Undip.2010;7(1)