Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH CPOB & CPMB

Dosen : Mirawati Siregar

Disususn oleh : Putri Nabila Zulvianti

Nomor Induk Mahasiswa : 1704015058

Kelas : 4c

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PPROF.DR.HAMKA

FAKULTAS FARMASI DAN SAINS

JAKARTA

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
CPOB
Obat adalah suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi
rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit. Salah satu upaya yang dilakukan
pemerintah untuk menjamin tersedianya obat yang bermutu, aman dan berkhasiat yaitu
dengan mengharuskan setiap industri untuk menerapkan Cara Pembuatan Obat Yang Baik
(CPOB).
Industri farmasi saat ini sudah berkembang pesat dalam rangka memenuhi obat-obatan
secara nasional. Perusahaan farmasi sebagai perusahaan pada umumnya melakukan kegiatan
usaha yang meliputi proses menghasilkan barang yaitu obat-obatan. CPOB merupakan suatu
konsep dalam industri farmasi mengenai prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan
dalam suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan
menerapkan “Good Manufacturing Practices ” dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan
produksi sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang
ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu.

Ruang lingkup CPOB edisi 2006 meliputi Manajemen Mutu, Personalia, Bangunan
dan Fasilitas, Peralatan, Sanitasi dan Hygiene, Produksi, Pengawasan Mutu, Inspeksi Diri dan
Audit Mutu, Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk
Kembalian, Dokumentasi, Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak, serta Kualifikasi
dan Validasi.

Ada empat landasan umum dalam CPOB 2006 yaitu :

1. Pada pembuatan obat pengawasan secara menyeluruh adalah sangat essensial untuk
menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan obat secara
sembarangan tidak dibenarkan bagi obat yang akan digunakan sebagai penyelamat jiwa atau
memulihkan atau memelihara kesehatan.

2. Tidaklah cukup apabila obat jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi
yang menjadi sangat penting adalah mutu harus dibentuk ke dalam produk. Mutu obat
tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan
yang dipakai, dan personalia yang terlibat dalam pembuatan obat.

3. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak boleh hanya mengandalkan hanya pada
pengujian tertentu saja. Semua obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan
dipantau dengan cermat.

4. CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar sifat dan mutu obat
yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki.
Aspek CPOB adalah manajemen mutu , personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan,
sanitasi dan hygiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan
keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian, pembuatan dan
analisis berdasarkan kontrak, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, dan
kualifikasi dan validasi.

CPMB

cara Produksi Makanan yang Baik; (CPMB) atau Good Manufacturing Practices
merupakan pedoman-pedoman mengenai cara memproduksi makanan yang baik dengan
memenuhi segala persyaratan yang telah ditentukan. CPMB bukan merupakan sistem yang
baru di Indonesia karena sejak tahun 1978 telah dipublikasikan oleh Departemen Kesehatan
RI melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 23/MEN.KES/SK/I/1978
tertanggal 24 Januari 1978 sebagai Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan

CPMB sangat berguna bagi kelangsungan hidup industri pangan baik yang berskala
kecil, sedang, maupun yang berskala besar. Melalui CPMB, industri pangan dapat
menghasilkan produk makanan yang bermutu, layak dikonsumsi dan aman bagi
kesehatan. Dengan menghasilkan produk makanan yang bermutu dan aman untuk
dikonsumsi, kepercayaan masyarakat niscaya akan meningkat, dan industri pangan
yang bersangkutan akan berkembang dengan pesat.

Dengan berkembangnya industri pangan yang menghasilkan produk yang bermutu dan
aman untuk dikonsunisi, maka masyarakat pada umumnya akan terlindung dari
penyimpangan mutu pangan dan bahaya yang mengancam kesehatan.

Manfaat GMP/CPMB
Tersedianya cara memproduksi makanan yang baik melalui GMP atau CPMB di
industri pangan yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, perbaikan dan pemeliharaan
maka perusahaan dapat memberikan JAMINAN produk pangan yangbermutu dan aman
dikonsumsi yang pada gilirannya akan meningkatkan kepercayaan konsumen dan unit usaha
tersebut akan berkembang semakin pesat.
Keuntungan, Menjamin kualitas dan keamanan pangan, meningkatkan kepercayaan dalam
keamanan produk dan prouksi, mengurangi kerugian dan pemborosan, menjamin efisiensi
penerapan HACCP, memenuhi persyaratan peraturan/ spesifikasi/sandar.

Tujuan GMP/CPMB, menghasilkan produk akhir yang Aman, Bermutu, dan Sesuai selera
konsumen. Menghasilkan pangan yang layak, bermutu, aman dikonsumsi, dan sesuai dengan
tuntutan konsumen baik konsumen domestic maupun internasional.

Pedoman Dan Dasar Hukum GMP/CPMB


 Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 75/M-IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara
Produksi Pangan Olahan yang Baik
 Pasal 6 ayat 2 dan pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan
, Mutu, dan Gizi pangan, perlu menetapkan pedoman cara produksi pangan olahan yang
baik ( Good Manufacturing Practices)
 Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 23/MEN.KES/SKJI/1978 tentang Pedoman
Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB)
 bahwa produsen produk pangan harus mampu untuk memenuhi berbagai persyaratan
produksi sehingga dapat memberikan jaminan dihasilkannya produk pangan yang aman dan
bermutu bagi konsumen.

Kegunaan GMP/CPMB bagi Pemerintah


CPMB bagi pemerintah berguna sebagai dasar untuk mendorong dan menganjurkan industri
makanan untuk menerapkan cara produksi makanan yang baik dalam rangka:
1. Melindungi konsumen dari produksi makanan yang tidak memenuhi syarat
2. Memberikan jaminan kepada konsumen bahwa makanan yang diproduksi layak
dikonsumsi.
3. Mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan terhadap makanan yang
diperdagangkan secara internasional.
4. Memberikan bahan acuan dalam program pendidikan di bidang makanan kepada industri
dan konsumen.

Kegunaan GMP/CPMB bagi Industri


CPMB bagi industri berguna sebagai dasar/acuan dalam menerapkan praktek cara produksi
makanan yang baik dalam rangka:
1. Memproduksi dan menyediakan makanan yang aman dan layak unyuk dikonsumsi
2. Memberikan informasi kepada masyarakat, seperti pelabelan, dll.
3. Mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan dunia Internasioanl terhadap makanan
yang diproduksinya.

B. TUJUAN

Adapun tujuan dari pada pembuatan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas
diskusi mata kuliah CPOB/ CPMB yang tentunya membahas mengenai CPOB (Cara
Pembuatan Obat yang Baik)/ CPMB (Cara Produksi Makanan yang Baik ) dan lebih
spesifiknya lagi adalah membahas mengenai salah satu aspek dari CPOB/CPMB itu sendiri,

C. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalahnyab adalah perbedaan antara CPOB dan CPMB
BAB II

PEMBAHASAN

Untuk menjamin tersedianya obat yang bermutu, aman dan berkhasiat yaitu dengan mengharuskan
setiap industri untuk menerapkan Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). Sedangkan CPMB atau
C a r a P r o d u k s i M a k a n a n y a n g B a i k adalah suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana
memproduksi makanan agar bermutu, aman dan layak untuk dikonsumsi. CPMB atau pun CPOB
kedua nya adalah salah satu pedoman yang harus di ikuti serta di taati oleh setiap industry atau pabrik
produksi untuk mengelola baik obat , makanan dan minum. Pedoman tersebut telah di tercantum
dalam undang- undang , mengaapa harus mengikuti pedoman tersebut agar produk hasil yang di
keluarkan memiliki khualitas mutu yang baik serta menjamin masyarakat akan kelayakannya.

Di CPOB di atur dalam undang – undang tentang PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS
OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN
2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK.
Menimbang :
a) bahwa Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik sebagaimana telah ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.3.0027 Tahun 2006
tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik Tahun 2006 sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.01.23.09.10.9030 Tahun 2010 sudah tidak sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang pembuatan obat dan bahan obat;
b) bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Penerapan Pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik;
MEMUTUSKAN: Menetapkan : PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG
BAIK.

Untuk CPMB di atur dalam KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :HK.00/05.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN
TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN
Menimbang :
a) bahwa dengan semakin banyaknya jumlah dan jenis produk pangan yang beredar di
Indonesia, baik produksi dalam negeri maupun impor maka perlu diterapkan sistem
pengawasan yang efektif mulai dari sebelum sampai sesudah produk diedarkan;
b) bahwa untuk melindungi masyarakat dari peredaran produk pangan yang tidak memenuhi
ketentuan standar dan atau persyaratan, keamanan, mutu, dan gizi serta label pangan, perlu
dilakukan penilaian sebelum diedarkan;
c) Sehubungan dengan butir a dan b di atas, perlu ditetapkan Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan tentang Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk Pangan.
MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN

CPOB dan CPMB memiliki ruang lingkup masing – masing di antaranya :


Aspek dan ruang lingkup CPOB :
1. Manajemen mutu
2. Personalia
3. Bangunan dan fasilitas
4. Peralatan
5. Sanitasi dan higiene
6. Produks
7. Pengawasan mutu
8. Inspeksi diri dan audit mutu
9. Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk, dan produk kembalian
10. Dokumentasi
11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan kontrak
12. Kualifikasi dan validasi

Ruang lingkup CPMB :


1. Lingkungan Sarana Pengolahan
2. Bangunan dan Fasilitas Pabrik
3. Peralatan Pengolahan
4. Fasilitas dan Kegiatan Sanitasi
5. Sistem Pengendalian Hama
6. Higiene Karyawan
7. Pengendalian Proses
8. Manajemen dan Pengawasan
9. Pencatatan dan Dokumentasi

Keduanya memiliki ruang lingkup yang berbeda sebab CPOB atau CPMB memiliki prosedur yang
berbeda dan ruang lingkup mereka sesuai dengan kebutuhan mereka untuk membuat produk yang
bermutu dan ber kualitas.

Ruang lingkup CPMB


1. Lingkungan Sarana Pengolahan
Pencemaran makanan dapat terjadi karena lingkungan yang kotor. Oleh karena itu,
lingkungan di sekitar sarana pengolahan harus terawat baik, bersih dan bebas dari tumbuhnya
tanaman liar. Mengingat lingkungan yang kotor dapat menjadi penyebab pencemaran
makanan, maka dari sejak awal pendirian pabrik, perlu dipertimbangkan berbagai hal yang
berkaitan dengan kemungkinan pencemaran tersebut.
a) Lokasi Pabrik
Secara ideal industri pangan yang baik dan sehat seharusnya berada di lokasi yang
bebas dari pencemaran. Oleh karena itu pada saat membangun pabrik hendaknya
beberapa hal di bawah ini dipertimbangkan dengan matang:
 Pabrik makanan hendaknya jauh dari lokasi industri yang sudah mengalami
polusi yang mungkin dapat menimbulkan pencemaran yang membahayakan
terhadap makanan.
 Pabrik makanan hendaknya tidak berlokasi di daerah yang mudah tergenang
air atau banjir karena sistem saluran pembuangan airnya tidak berjalan lancar.
Lingkungan yang demikian menjadi tempat berkembangnya hama seprti
serangga, parasit, binatang mengerat, dan mikroba.
 Pabrik makanan hendaknya jauh dari tempat yang merupakan sarang hama,
khususnya serangga dan binatang mengerat seperti tikus.
 Pabrik makanan hendaknya jauh dari daerah yang menjadi tempat
pembuangan sampah baik sampah padat maupun sampah cair atau jauh dari
daerah penumpukan barang bekas dan daerah kotor lain.
 Pabrik makanan hebdaknya jauh dari tempat pemukiman penduduk yang
terlalu padat dan kumuh.
b) Lingkungan
Lingkungan harus selalu dipertahankan dalam keadaan bersih dengan cara-cara
sebagai berikut:
 Sampah dan bahan buangan pabrik lainnya harus, dikumpulkan setiap saat di
tempat khusus dan segera dibuang atau didaur ulang sehingga tidak
menumpuk dan menjadi sarang hama.
 Tempat-tempat pembuangan sampah hendaknya selalu dalam keadaan
tertutup untuk menghindari bau busuk dan mencegah pencemaran lingkungan.
 Sistem pembuangan dan penanganan limbah harus baik dan selalu dipantau
agar tidak mencemari lingkungan.
 Sistem saluran pembuangan air harus selalu berjalan lancar untuk mencegah
genangan air yang mengundang hama.
 Sarana jalan hendaknya dikeraskan atau diaspal, dan dilengkapi dengan
sistem drainase yang baik agar tidak tergenang air. Di samping itu, jalan jalan
yang berdebu sebaiknya selalu disiram air agar debu tidak beterbangan dan
mencemari sarana pengolahan pangan.

2. Bangunan dan Fasilitas Pabrik


Seharusnya bangunan, peralatan, dan fasilitas sarana pengolahan dari sejak awal telah
dirancang dan dibangun sedemikian rupa sehingga dapat menjamin bahwa bahan pangan
selama dalam proses pengolahan tidak tercemar baik oleh bahan-bahan biologis seperti
mikroba dan parasit, atau bahan kimia dan kotoran lain.

Bangunan seharusnya dibuat dengan rancangan untuk tidak mudah dimasuki oleh hama
seperti binatang mengerat, burung, serangga dan hama lainnya.
Tata letak pabrik harus diatur sedemikian rupa sehingga kegiatan pengolahan berjalan teratur
dan tidak simpang siur. Demikian juga tata letak pabrik harus menjamin terhindarnya
kontaminasi silang pada produk makanan, misalnya oleh bahan mentah.
 Ruang Pengolahan
Ruang pengolahan hendaknya cukup luas untuk menempatkan semua peralatan dan
bahan serta cukup leluasa bagi pergerakan karyawan yang bekerja di dalamnya.
Ruang pengolahan harus dirancang sedemikian rupa sehingga mudah dipelihara dan
mudah dibersihkan. Lantai dan dinding hendaknya dibuat dari bahan kedap air dan
kuat sehingga mudah dibersihkan. Lantai dan dinding harus selalu dalam keadaan
bersih dari debu, lendir dan kotoran lainnya. Langit-langit ruangan bersih dari debu,
sarang laba-labah dan kotoran lainnya.

Jendela dan lubang angin hendaknya dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah
masuknya serangga dan binatang mengerat yang dapat mencemari makanan. Kawat
kasa ini hendaknya mudah dicopot dan mudah dibersihkan.
Ruang pengolahan selalu dipelihara dalam keadaan bersih, dan tidak ada sampah
yang berserakan di mana-mana. Sampah selalu dibuang pada tempatnya, dan tempat
sampah selalu dalam keadaan tertutup.

 Kelengkapan Ruang Pengolahan


Ruang pengolahan hendaknya dibuat nyaman, misalnya cukup terang, sehingga
karyawan dapat mengerjakan tugasnya dengan penuh perhatian dan teliti.

Ventilasi dibuat dalam jumlah yang cukup sehingga udara segar selalu mengalir di
ruang pengolahan. Ventilasi ini selalu dijaga tetap bersih, tidak berdebu dan tidak
dipenuhi sarang laba-laba.
Sistem aliran udara hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga udara selalu mengalir
dari tempat yang bersih ke tempat yang kotor dan tidak sebaliknya. Dengan ventilasi,
suhu udara dikendalikan supaya tidak terlalu panas. Demikian juga dengan ventilasi
bau yang mungkin mempengaruhi citarasa makanan dapat dibuang. Di ruang
pengolahan hendaknya ada tempat mencuci, khususnya untuk mencuci tangan yang
selalu dilengkapi dengan sabun dan alat pengering atau lap kering, dan selalu dalam
keadaan bersih.

 Gudang
Gudang hendaknya tersedia khusus untuk menyimpan bahan-bahan pangan termasuk
bumbu dan bahan tambahan pangan. Bahan baku pangan hendaknya dipisahkan
dalam gudang terpisah dari produk makanan agar tidak terjadi kontaminasi silang.
Bahan-bahan bukan pangan seperti bahan pencuci, pelumas, oli, dan lain-lain
hendaknya disimpan di dalam gudang khusus.

Gudang harus dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan dan dipelihara
agar selalu tetap bersih. Gudang juga harus dapat mencegah masuknya hama seperti
serangga, binatang mengerat seperti tikus, burung, atau mikroba. Di dalam gudang
hendaknya tersedia tempat cukup agar bahan tidak menumpuk.
Sirkulasi udara di dalam gudang hendaknya dipertahankan mengalir agar kondisi
dalam gudang tetap segar.

Penyimpanan ke dalam atau pengeluaran dari dalam gudang hendaknya mengikuti


sistem FIFO (first in first out), yaitu bahan yang pertama kali masuk ke dalam gudang
hendaknya juga keluar pertama kali dari gudang, agar tidak ada bahan yang terlalu
lama disimpan tanpa ada yang mengetahui. Oleh karena itu pencatatan pengisian dan
pengeluaran bahan hendaknya dilakukan secara rutin.

Jika gudang yang digunakan harus bersuhu rendah, misalnya untuk penyimpanan
bahan baku pangan segar, maka suhu di dalam gudang harus selalu diperiksa secara
periodik untuk menghindari terjadinya fluktuasi suhu yang berlebihan. Suhu yang
berfluktuasi secara berlebihan dapat mempercepat kerusakan pada bahan pangan.

3. Peralatan Pengolahan
Peralatan pengolahan makanan harus dipilih yang mudah dibersihkan dan dipelihara agar
tidak mencemari makanan. Sebaiknya peralatan yang digunakan mudah dibongkar dan
bagian-bagiannya mudah dilepas agar mudah dibersihkan. Sedapat mungkin hindari peralatan
yang terbuat dari kayu, karena permukaan kayu yang penuh dengan celah-celah akan sulit
dibersihkan. Jika mungkin gunakan peralatan yang terbuat dari bahan yang kuat dan tidak
berkarat seperti bahan aluminium atau baja tahan karat (stainless steel).

Demikian juga peralatan-peralatan yang digunakan untuk memasak, memanaskan,


mendinginkan, membekukan makanan, hendaknya terbuat dari logam seperti aluminium atau
baja tahan karat agar suhu proses yang sudah ditentukan dapat cepat tercapai.
Peralatan hendaknya disusun penempatannya dalam jalur tata letak yang teratur yang
memungkinkan proses pengolahan berlangsung secara berkesinambungan dan karyawan
dapat mengerjakannya dengan mudah dan nyaman.

Peralatan yang dilengkapi dengan penunjuk ukuran seperti timbangan, termometer, pengukur
tekanan, pengukur aliran udara dan sebagainya, hendaknya dikalibrasi setiap periode waktu
tertentu agar data yang dihasilkan teliti dan valid. Dalam mengendalikan tahap-tahap
pengolahan yang kritis, kalibrasi peralatan merupakan hal yang tidak bisa diabaikan.

4. Fasilitas dan Kegiatan Sanitasi


Adanya fasilitas dan kegiatan sanitasi di pabrik bertujuan untuk menjamin bahwa ruang
pengolahan dan ruangan lain dalam bangunan serta peralatan pengolahan terpelihara dan tetap
bersih sehingga menjamin produk makanan bebas bebas dari mikroba, kotoran dan cemaran
lain.
a) Suplai Air
Suplai air harus berasal dari sumber air yang aman dan jumlahnya cukup untuk
memenuhi seluruh kebutuhan pencucian/pembersihan, pengolahan, dan penanganan
limbah. Sumber dan saluran air untuk keperluan lain seperti untuk pamadam api,
boiler, dan pendinginan harus terpisah dari sumber dan saluran air untuk pengolahan.
Pipa-pipa air yang berbeda ini hendaknya diberi warna yang berbeda pula untuk
membedakan fungsi airnya.

Air yang mengalami kontak langsung dengan makanan harus memenuhi persyaratan
seperti persyaratan pada bahan baku air minum.
Untuk menjamin agar air selalu ada, sarana penampungan air disediakan dan selalu
terisi air dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan.

b) Pembuangan Air dan Limbah


Pabrik harus dilengkapi dengan sistem pembuangan air dan limbah yang baik berupa
saluran-saluran air atauselokan yang dirancang dan dibangun sedemikian rupa
sehingga tidak mencemari sumber air bersih dan makanan.

c) Fasilitas Pencucian/Pembersihan
Proses pencucian atau pembersihan sarana pengolahan termasuk peralatannya adalah
proses rutin yang sangat penting untuk menjamin mutu dan keamanan produk
makanan yang dihasilkan oleh suatu industri. Oleh karena itu, industri harus
menyediakan fasilitas pencucian/pembersihan yang memadai.

Fasilitas pencucian/pembersihan harus disediakan dengan suatu rancangan yang tepat.


Fasilitas pencucian/pembersihan untuk makanan hendaknya dipisahkan dari fasilitas
pencucian/pembersihan peralatan dan perlengkapan lainnya.
Fasilitas pencucian/pembersihan harus dilengkapi dengan sumber air bersih dan
sumber air panas untuk keperluan pencucian/pembersihan pembersihan peralatan.
Kegiatan pembersihan dan sanitasi hendaknya dilakukan cukup sering untuk menjaga
agar ruangan dan peralatan tetap bersih. Pembersihan dapat dilakukan secara fisik
dengan cara penyikatan, penyemprotan dengan air, atau penyedotan dengan
pembersih vakum. Dapat juga pembersihan dilakukan secara kimia dengan
menggunakan deterjen, basa, atau asam, atau gabungan dari cara fisik dan kimia. Jika
diperlukan, cara desinfeksi (pencucihamaan) dapat dilakukan dengan menggunakan
deterjen, kemudian larutan klorin 100 sampai 250 ppm (mg/liter) atau larutan iodin
20 sampai 59 ppm.

Kegiatan pembersihan dan desinfeksi harus diprogramkan dan harus menjamin bahwa
semua bagian pabrik dan peralatan telah dibersihkan dengan baik, termasuk
pembersihan alat-alat pembersih itu sendiri.

Program pembersihan dan desinfeksi harus dilakukan terus-menerus secara berkala


serta dipantau ketepatan dan efektivitasnya serta dicatat. Catatan program
pembersihan harus mencakup: (1) luasan, benda, peralatan atau perlengkapan yang
harus dibersihkan, (2) karyawan yang bertanggung jawab terhadap pembersihan, cara
dan frekuensi pembersihan, dan (3) cara memantau kebersihan.

d) Fasilitas Higiene Karyawan


Fasilitas higiene karyawan harus disediakan untuk menjamin kebersihan karyawan
dan menghindari pencemaran terhadap makanan, yaitu:
 tempat mencuci tangan yang dilengkapi dengan sabun, handuk atau alat
pengering tangan,
 tempat ganti pakaian karyawan, dan
 toilet atau jamban yang selalu bersih dalam jumlah yang cukup untuk seluruh
karyawan.

Jumlah toilet yang cukup adalah 1 buah untuk 10 karyawan pertama, dan 1
buah untuk setiap penambahan 25 karyawan. Toilet hendaknya ditempatkan
pada lokasi tidak langsung berhubungan dengan ruang pengolahan.
e) Penerangan
Sistem penerangan baik melalui penyinaran simor matahari maupun melalui lampu-
lampu harus memenuhi persyaratan yaitu diatur sedemikian rupa sehingga ruang
pengolahan cukup terang dan karyawan dapat mengerjakan tugasnya dengan teliti dan
nyaman.
5. Sistem Pengendalian Hama
Hama berupa binatang mengerat seperti tikus, burung, serangga dan hama lainnya adalah
penyebab utama terjadinya pencemaran terhadap makanan yang menurunkan mutu dan
keamanan produk makanan. Banyaknya makanan, terutama yang berserakan, akan
mengundang hama untuk masuk ke dalam pabrik dan membuat sarang di sana.

Untuk mencegah serangan hama, program pengendaliannya harus dilakukan, yaitu melalui:
(1) sanitasi yang baik, dan (2) pengawasan atas barang-barang dan bahan-bahan yang masuk
ke dalam pabrik. Praktek-praktek higiene yang baik akan mencegah masuknya hama ke dalam
pabrik.
a) Mencegah Masuknya Hama
Untuk mencegah masuknya hama, bangunan pabrik harus tetap terjaga dalam
keadaan bersih dan terawat. Untuk mencegah masuknya hama dapat diupayakan hal-
hal sebagai berikut:
 menutup lubang-lubang dan saluran yang memungkinkan hama dapat
masuk,
 memasang kawat kasa pada jendela, pintu, dan ventilasi,
 mencegah supaya hewan peliharaan seperti anjing dan kucing berkeliaran di
halaman pabrik dan di ruang pengolahan.
b) Mencegah Timbulnya Serangan Hama
Hal-hal berikut ini dapat dilakukan untuk mencegah adanya serangan hama di dalam
sarana pengolahan:
 Adanya makanan yang berserakan dan air yang tergenang merangsang
timbulnya sarang hama, oleh karena itu, makanan harus disimpan di dalam
wadah yang cukup kuat dan disusun pada posisi tidak mengenai lantai dan
cukup jauh dari dinding.
 Keadaan di luar dan di dalam pabrik harus tetap bersih, dan sampah-sampah
harus dibuang di tempat-tempat sampah yang kuat dan selalu tertutup.
 Pabrik dan lingkungannya harus selalu diperiksa terhadap kemungkinan
timbulnya serangan hama.
 Sarang hama harus segera dimusnahkan baik dengan perlakuan fisik atau
kimia tanpa mempengaruhi mutu dan keamanan produk makanan.
6. Higiene Karyawan
Karyawan yang dalam pekerjaannya melakukan kontak langsung dengan makanan dapat
merupakan sumber cemaran baik biologis, kimia, maupun fisik. Oleh karena itu, higiene
karyawan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam menghasilkan produk
makanan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi.

Praktek-praktek higiene karyawan yang baik dapat memberikan jaminan bahwa karyawan
yang dalam pekerjaannya melakukan kontak langsung dengan makanan tidak mencemari
produk makanan yang bersangkutan.
a) Kesehatan Karyawan
Karyawan yang sakit atau diduga masih membawa penyakit (baru sembuh dari sakit)
hendaknya dibebaskan dari pekerjaan yang berhubungan langsung dengan makanan,
karena mikrobanya dapat mencemari makanan. Karyawan yang memang sakit
hendaknya diistirahatkan.
Beberapa contoh penyakit karyawan yang mikrobanya dapat mencemari makanan
antara lain: sakit kuning (virus hepatitis A), diare, sakit perut, muntah, demam, sakit
tenggorokan, penyakit kulit seperti gatal, kudis, luka, dsb.
b) Kebersihan Karyawan
Karyawan yang bekerja di ruangan pengolahan makanan harus selalu dalam keadaan
bersih, mengenakan baju kerja serta penutup kepala dan sepatu. Perlengkapan seperti
baju kerja, penutup kepala, dan sepatu tidak boleh dibawa keluar dari pabrik.

Karyawan harus selalu mencuci tangannya dengan sabun pada saat-saat: sebelum
mulai melakukan pekerjaan mengolah makanan, sesudah keluar dari toilet/jamban,
sesudah menangani bahan mentah atau bahan kotor lain karena dapat mencemari
makanan lainnya.

c) Kebiasaan Karyawan yang Jelek


Selama bekerja mengolah makanan, kar-yawan di bagian pengolahan makanan
hendaknya meninggalkan kebiasaan-kebiasaannya yang dapat mencemari makanan,
misalnya: merokok, meludah, makan atau mengunyah, bersin atau batuk. Selama
mengolah makanan, karyawan tidak diperbolehkan memakai perhiasan, arloji, peniti,
bros dan perlengkapan lainnya yang jika jatuh ke dalam makanan dapat
membahayakan konsumen yang mengkonsumsinya.
7. Pengendalian Proses
Dalam menghasilkan produk yang bermutu dan aman, proses pengolahan hendaknya
dikendalikan secara hati-hati dan ketat. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan
proses pengolahan makanan antara lain:
 menetapkan persyaratan bahan mentah yang digunakan,
 menetapkan komposisi bahan yang digunakan atau komposisi formulasi,
 menetapkan cara-cara pengolahan yang baku secara tetap,
 menetapkan persyaratan distribusi serta cara transportasi yang baik untuk melindungi
produk makanan yang didistribusikan, menetapkan cara menyiapkan produk makanan
sebelum dikonsumsi (jika ada) agar produk dalam kondisi puncak mutunya.

Cara-cara tersebut di atas sesudahnya ditetapkan harus diterapkan, dipantau, dan


diperiksa kembali agar pengendalian proses tersebut berjalan secara efektif.

Dalam rangka pengendalian proses, untuk setiap produk makanan yang dihasilkan
hendaknya ditetapkan, hal-hal sebagai berikut:
 jenis dan jumlah bahan, bahan pembantu, dan bahan tambahan makanan yang
digunakan,
 bagan alir yang sudah baku dari proses pengolahan yang harus dilakukan,
 jenis, ukuran, dan persyaratan kemasan yang digunakan,
 jenis produk pangan yang dihasilkan,
 keterangan lengkap tentang produk yang dihasilkan termasuk nama produk, tanggal
produksi, tanggal kedaluwarsa dan nomor pendaftaran.

a) Pengendalian Tahap-Tahap Penting dan Tahap-Tahap Kritis


Di dalam proses pengolahan makanan ada tahap-tahap yang dianggap penting
yang dapat berpengaruh terhadap mutu produk makanan yang dihasilkan.
Tahap-tahap penting tersebut misalnya adalah kecepatan putaran pengadukan,
pengaturan keasaman (pH), inkubasi pada suhu tertentu, penggorengan pada
suhu minyak tertentu, waktu proses, dan sebagainya. Terhadap tahap-tahap
ini diperlukan perhatian khusus untuk mengendalikan proses yang sesuai
yang sudah dibakukan. Sebagai contoh, jika pengadukan adonan tidak
dilakukan pada kecepatan putaran yang sesuai mungkin saja pengadukan
menjadi tidak merata sehingga mengakibatkan adonan gagal menghasilkan
produk yang bermutu baik. Demikian juga, jika suhu inkubasi untuk suatu
proses fermentasi tidak sesuai maka fermentasi tidak akan berlangsung
dengan semestinya. Oleh karena itu terhadap tahap-tahap seperti ini perlu
dilakukan kalibrasi agar ketepatan proses selalu terjamin. Jika tahap-tahap
penting ini berkaitan dengan pengendalian terhadap bahaya bakteri patogen,
misalnya pemanasan pada suhu tertentu, maka tahap-tahap penting ini
menjadi tahap-tahap kritis yang harus mendapatkan perhatian secara ekstra
hati-hati. Sebagai contoh, pasteurisasi susu pada suhu 63 derajat Cecius
selama 30 menit atau pada suhu 72 derajat Celcius selama 15 detik dapat
memusnahkan bakteri patogen seperti bakteri penyebab penyakit tuberkulosis
atau penyebab penyakit disentri. Oleh karena itu, pasteurisasi merupakan
tahap pengolahan kritis yang harus dipantau secara ketat. Dalam hal ini
kalibrasi termometer sangat penting untuk menjamin tercapainya proses yang
dipersyaratkan.

b) Kontaminasi Silang
Bahan makanan yang sedang ditangani selama proses pengolahan mudah
sekali mengalami kontaminasi, baik melalui air, udara, atau melalui kontak
langsung dengan makanan lain atau kontak langsung dengan karyawan. Jika
kontaminasi ini terjadi sebelum bahan makanan mendapatkan proses termal
seperti pasteurisasi atau sterilisasi, dampaknya mungkin tidak akan terlalu
besar. Akan tetapi jika kontaminasi ini terjadi setelah bahan pangan diolah
maka yang terjadi adalah kontaminasi silang yang merugikan. Contoh
kontaminasi silang adalah kontaminasi produk makanan yang telah diolah
dengan bahan mentah yang masih kotor, atau kontaminasi produk makanan
oleh peralatan yang masih kotor. Untuk mencegah terjadinya kontaminasi
silang diperlukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
 bahan mentah hendaknya disimpan terpisah jauh dari bahan makanan
yang telah diolah atau siap dikonsumsi,
 ruang pengolahan hendaknya diperiksa dengan balk terhadap
kotoran-kotoran yang mungkin menyebabkan kontaminasi silang,
 karyawan yang bekerja di ruang pengolahan hendaknya memakai
alat-alat pelindung seperti baju kerja, topi, sepatu, sarung tangan,
serta selalu mencuci tangan jika hendak masuk dan bekerja di ruang
pengolahan,
 permukaan meja kerja, peralatan, dan lantai di ruang pengolahan
harus selalu dibersihkan dan didesinfeksi setiap selesai digunakan
untuk mengolah bahan mentah terutama daging dan ikan.

8. Manajemen dan Pengawasan


Lancar tidaknya kegiatan produksi suatu industri apakah industri dengan skala kecil,
menengah, maupun besar sangat ditentukan oleh manajemennya. Manajemen yang baik selalu
melakukan pengawasan atas kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam industrinya dengan
tujuan mencegah terjadinya penyimpangan yang mungkin terjadi selama kegiatan itu
dilakukan. Demikian juga berhasilnya pelaksanaan produksi di suatu industri sangat
ditentukan oleh manajemen dan pengawasan ini.

Untuk tujuan pengendalian produksi yang efektif, tergantung pada skala industrinya,
dibutuhkan minimal seorang penanggung jawab jaminan mutu yang mempunyai latar
belakang pengetahuan higiene yang baik. Yang bersangkutan bertanggung jawab penuh
terhadap terjaminnya mutu dan keamanan produk makanan yang dihasilkan. Dengan
demikian tugas utamanya adalah mengawasi jalannya produksi dan memperbaikinya jika
selama produksi terjadi penyimpangan yang dapat menurunkan mutu dan keamanan produk
makanan yang dihasilkan. Kegiatan pengawasan ini hendaknya dilakukan secara rutin dan
dikembangkan terus untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi yang lebih baik.

9. Pencatatan dan Dokumentasi


Dalam upaya melakukan proses pengolahan yang terkendali, industri makanan harus
mempunyai catatan atau dakumen yang lengkap tentang hal-hal berkaitan dengan proses
pengolahan termasuk jumlah dan tanggal praduksi, distribusi dan penarikan produk karena
sudah kedaluwarsa. Dokumentasi yang baik dapat meningkatkan jaminan terhadap mutu dan
keamanan produk makanan yang dihasilkan.

Berikut ini adalah 12 aspek CPOB tersebut, yaitu :

1. Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi)
dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu
rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui
suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua
departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor.
Unsur dasar manajemen mutu adalah:
a) Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi,
prosedur, proses dan sumber daya
b) Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat
kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan
selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut
disebut Pemastian Mutu.

Sistem manajemen mutu di industri farmasi mencakup antara lain:

a. Struktur organisasi mutu, termasuk di dalamnnya kewenangan QA/QC


b. Prosedur ataupun proses pengolahan produk
c. Pengendalian perubahan
d. Sistem pelulusan bahan baku dan produk jadi
e. Penanganan penyimpangan
f. Pengolahan ulang
g. Inspeksi diri atau audit internal
h. Pelaksanaan program kualifikasi dan validasi
i. Personali
j. Sistem dokumentasi
k. Penanganan terhadap perubahan, penyimpangan dan prosedur pengolahan ulang.

Pengawasan Mutu (QC) adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan
pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi
dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan
relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan
serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya
dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat.

Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian,
pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini dapat
diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif. Manajemen risiko mutu hendaklah
memastikan bahwa:

a. evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara ilmiah,


pengalaman dengan proses, dan pada akhirnya terkait pada perlindungan pasien.
b. tingkat usaha, formalitas dan dokumentasi dari proses manajemen risiko mutu
sepadan dengan tingkat risiko.
2. Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian
mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi
bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang
memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung
jawab masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta
memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene
yang berkaitan dengan pekerjaannya.Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang
terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil
hendaklah tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindarkan risiko
terhadap mutu obat. Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan
kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantumkan dalam
uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta
mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai. Hendaklah aspek penerapan CPOB tidak ada
yang terlewatkan ataupun tumpang tindih dalam tanggung jawab yang tercantum pada uraian
tugas.
Personil Kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu dan
kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Posisi utama tersebut dijabat oleh
personil purnawaktu. Kepala bagian Produksi dan kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu) / kepala bagian Pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang
lain.
3. Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak
yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan
pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa
untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta
memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan
pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan
mutu obat.
Pengaturan mengenai bangunan dan fasilitas tercantum jelas dalam CPOB, meliputi:
1. Letak bangunan sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran dari lingkungan
sekelilingnya, seperti pencemaran udara, tanah, dan air serta kegiatan industri lain yang
berdekatan.
2. Bangunan dan fasilitas hendaknya dikonstruksikan dan dirawat sedemikian agar
terlindungi dari pengaruh cuaca, banjir, serta tersedianya prosedur pengendalian binatang-
binatang yang dapat mengganggu keberlangsungan industri.
3. Tenaga listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban dan ventilasi hendaklah tepat agar
tidak mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap produk selama proses pembuatan dan penyimpanan, atau terhadap
ketepatan/ketelitian fungsi dari peralatan.
4. Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan :
- Kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan dalam sarana yang
sama atau berdampingan
- Pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi personil dan
bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan atau produk selain yang
sedang diproses.
5. Personil yang tidak berkepentingan tidak diperkenankan untuk masuk. Area produksi, area
penyimpanan dan area pengawasan mutu tidak boleh digunakan sebagai jalur lalu lintas
bagi personil yang tidak bekerja di area tersebut

a. Area Penimbangan
Penimbangan bahan awal dan produk dilakukan di area penimbangan terpisah yang didesain
khusus untuk kegiatan tersebut. Area ini dapat menjadi bagian dari area penyimpanan atau
produk
b. Area Produksi
1. Tata letak ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa untuk :
- Memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di area yang saling berhubungan antara satu
ruangan dengan ruangan lain mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas
kebersihan yang dipersyaratkan
- Mencegah kesesakan dan ketidakteraturan
- Memungkinkan komunikasi dan pengawasan yang efektif terlaksana
2. Luas area kerja dan area penyimpanan bahan atau produk yang sedang dalam proses
hendaklah memadai untuk memungkinkan penempatan peralatan dan bahan secara
teratur dan sesuai dengan alur proses produksi.
3. Permukaan dinding, lantai, dan langit-langit bagian dalam ruangan hendaklah halus,
bebas retak dan sambungan terbuka, tidak melepaskan partikulat, serta memungkinkan
pelaksanaan pembersihan yang mudah dan efektif.
4. Konstruksi lantai di area pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air,
permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan cepat dan efisien. Sudut antara
dinding dan lantai di area pengolahan hendaklah berbentuk lengkungan.
5. Pipa yang terpasang di dalam ruangan tidak boleh menempel pada dinding tetapi
digantungkan dengan menggunakan siku-siku pada jarak cukup untuk memudahkan
pembersihan menyeluruh.
6. Pemasangan rangka atap, pipa dan saluran udara di dalam ruangan hendaklah
dihindarkan.
7. Lubang udara masuk dan keluar serta pipa-pipa dan salurannya hendaklah dipasang
sedemikian rupa untuk mencegah pencemaran terhadap produk.
8. Saluran pembuangan air hendaklah cukup besar, didesain dan dilengkapi bak kontrol
untuk mencegah alir balik. Sedapat mungkin saluran terbuka dicegah tetapi bila perlu
hendaklah dangkal untuk memudahkan pembersihan dan disinfeksi.
9. Area produksi hendaklah diventilasi secara efektif dengan menggunakan sistem
pengendali udara termasuk filter udara dengan tingkat efisiensi yang dapat mencegah
pencemaran dan pencemaran silang, pengendali suhu dan bila perlu, pengendali
kelembaban udara sesuai kebutuhan produk yang diproses dan kegiatan yang dilakukan
di dalam ruangan dan dampaknya terhadap lingkungan luar pabrik.
c. Area Penyimpanan
1. Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan
dengan rapi dan teratur, menjamin kondisi penyimpanan yang baik dan area tersebut
hendaklah bersih, kering dan mendapat penerangan yang cukup serta dipelihara dalam
batas suhu yang ditetapkan.
2. Area penerimaan dan pengiriman barang hendaklah dapat memberikan perlindungan
bahan dan produk terhadap cuaca.
3. Hendaklah disediakan area terpisah dengan lingkungan yang terkendali untuk
pengambilan sampel bahan awal.
4. Area terpisah dan terkunci hendaklah disediakan untuk penyimpanan bahan dan produk
yang ditolak, atau yang ditarik kembali atau yang dikembalikan.

d. Area Pengawasan Mutu


1. Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi. Area pengujian
biologi, mikrobiologi dan radioisotop hendaklah dipisahkan satu dengan yang lainnya.
2. Laboratorium pengawasan mutu hendaklah didesain sesuai dengan kegiatan yang
dilakukan. Luas ruang hendaklah memadai untuk mencegah pencampurbauran dan
pencemaran silang. Hendaklah disediakan tempat penyimpanan dengan luas yang
memadai untuk sampel, baku pembanding, pelarut, dan pereaksi.
3. Suatu ruangan yang terpisah diperlukan untuk memberi perlindungan instrumen dari
gangguan listrik, getaran, kelembaban yang berlebihan dan gangguan lain, atau untuk
mengisolasi instrumen.
4. Desain laboratorium hendaklah memerhatikan kesesuaian bahan konstruksi yang dipakai,
ventilasi dan pencegahan terhadap asap. Pasokan udara ke laboratorium hendaklah
dipisahkan dari pasokan ke area produksi. Hendaklah dipasang unit pengendali udara
yang terpisah untuk masing-masing laboratorium biologi, mikrobiologi dan radioisotop.

e. Sarana Pendukung
1. Ruang isitirahat dan kantin hendaklah dipisahkan dari area produksi dan laboratorium
pengawasan mutu.
2. Toilet dan ruang ganti pakaian hendaklah berada dalam jumlah yang cukup dan mudah
diakses.
3. Toilet tidak boleh berhubungan langsung dengan area produksi atau area penyimpanan.
Ruang ganti pakaian hendaklah berhubungan langsung dengan ara produksi namun
letaknya terpisah.
4. Sedapat mungkin letak bengkel perbaikan dan perawatan peralatan terpisah dari area
produksi.
5. Sarana pemeliharaan hewan hendaklah diisolasi dengan baik terhadap area lain dan
dilengkapi pintu masuk terpisah (akses hewan) serta unit pengendali udara yang terpisah.

4. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran
yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin
sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan untuk memudahkan pembersihan serta
perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran, dan hal-
hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk.
Desain dan konstruksi peralatan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Peralatan manufaktur hendaklah didesain, ditempatkan dan dirawat sesuai dengan
tujuannya.
b. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi
tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorbsi yang dapat memengaruhi identitas,
mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.
c. Bahan yang diperlukan untuk peng-operasian alat khusus, misalnya pelumas atau
pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah sehingga tidak
memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk antara ataupun produk
jadi.
d. Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katup bocor, tetesan pelumas dan hal sejenis
atau karena perbaikan, perawatan, modifikasi dan adaptasi yang tidak tepat.
e. Peralatan manufaktur hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan.
Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan
dalam keadaan bersih dan kering.
f. Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah dipilih dan digunakan agar tidak menjadi
sumber pencemaran.
g. Peralatan produksi yang digunakan hendaklah tidak berakibat buruk pada produk. Bagian
alat produksi yang bersentuhan dengan produk tidak boleh bersifat reaktif, aditif atau
absorbtif yang dapat memengaruhi mutu dan berakibat buruk pada produk.
h. Semua peralatan khusus untuk pengolahan bahan mudah terbakar atau bahan kimia atau
yang ditempatkan di area di mana digunakan bahan mudah terbakar, hendaklah dilengkapi
dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosi serta dibumikan dengan benar.
i. Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan ketelitian yang tepat
untuk proses produksi dan pengawasan.
j. Peralatan untuk mengukur, menimbang, mencatat, dan mengendalikan hendaklah
dikalibrasi dan diperiksa pada interval waktu tertentu dengan metode yang ditetapkan.
Catatan yang memadai dari pengujian tersebut hendaklah disimpan.
k. Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak melepaskan serat ke
dalam produk. Filter yang mengandung asbes tidak boleh digunakan walaupun sesudahnya
disaring kembali menggunakan filter khusus yang tidak melepaskan serat.
l. Pipa air suling, air deionisasi dan bila perlu pipa air lain untuk produksi hendaklah
disanitasi sesuai prosedur tertulis. Prosedur tersebut hendaklah berisi rincian batas cemaran
mikroba dan tindakan yang harus dilakukan.

5. Sanitasi dan Higiene


Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan
obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan
perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala
sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial
hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan
terpadu.
Tiap personil yang masuk ke area pembuatan hendaklah mengenakan pakaian pelindung yang
sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakannya. Prosedur higiene perorangan termasuk
persyaratan untuk mengenakan pakaian pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua
personil yang memasuki area produksi, baik karyawan purnawaktu, paruhwaktu atau bukan
karyawan yang berada di area pabrik, misal karyawan kontraktor, pengunjung, anggota
manajemen senior dan inspektur. Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan
untuk keselamatan personil, hendaklah personil mengenakan pakaian pelindung yang bersih
dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Pakaian kerja kotor dan lap pembersih
kotor (yang dapat dipakai ulang) hendaklah disimpan dalam wadah tertutup hingga saat
pencucian, dan bila perlu, didisinfeksi atau disterilisasi.

Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan diadaptasikan terhadap berbagai kebutuhan
di dalam area pembuatan. Program tersebut hendaklah mencakup prosedur yang berkaitan
dengan kesehatan, praktik higiene, dan pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah
dipahami dan dipatuhi secara ketat oleh setiap personil yang bertugas di area produksi dan
pengawasan.

Program higiene hendaklah dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara luas selama
sesi pelatihan. Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat
direkrut. Merupakan suatu kewajiban bagi industri agar tersedia instruksi yang memastikan
bahwa keadaan kesehatan personil yang dapat memengaruhi mutu produk diberitahukan
kepada manajemen industri. Sesudah pemeriksaan kesehatan awal hendaklah dilakukan
pemeriksaan kesehatan kerja dan kesehatan personil secara berkala. Petugas pemeriksa visual
hendaklah menjalani pemeriksaan mata secara berkala.

6. Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan; dan
memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi
persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam produksi antara lain:

a. Pengadaan Bahan Awal


Pembelian bahan awal hendaklah melibatkan staf yang mempunyai pengetahuan khusus dan
menyeluruh perihal pemasok. Pengadaan bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang
telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan, pengeluaran dan
jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat. Sebelum bahan awal digunakan, hendaklah
memenuhi spesifikasi. Bahan awal di area penyimpanan hendaklah diberi label yang tepat
yang meliputi: nama bahan, nomor kode bahan, nomor bets, tanggal ED.
b. Validasi Proses
Suatu formula pembuatan atau metode preparasi baru diadopsi, hendaklah divalidasi untuk
membuktikan prosedur tersebut cocok untuk pelaksanaan produksi rutin, dan akan senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu. Perubahan signifikan terhadap
proses pembuatan termasuk perubahan peralatan atau bahan yang dapat mempengaruhi mutu
produk dan atau reprodusibilitas proses hendaklah divalidasi. Dilakukan revalidasi secara
periodik untuk memastikan bahwa proses dan prosedur tetap mampu mencapai hasil yang
diinginkan.
c. Pencegahan Pencemaran Silang
Risiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, gas, uap, percikan
atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada
alat danpakaian kerja operator. Produk yang paling terpengaruh oleh pencemaran adalah
sediaan parenteral, sediaan yang diberikan dalam dosis besar dan/atau sediaan yang diberikan
dalam jangka waktu yang panjang. Pencemaran silang hendaklah dihindarkan dengan
tindakan teknis atau pengaturan yang tepat, misal:
- Produksi di dalam gedung terpisah (diperlukan untuk produk seperti penisilin, hormon
seks, sitotoksik tertentu, vaksin hidup, dan sediaan yang mengandung bakteri hidup dan
produk biologi lain serta produk darah);
- Tersedia ruang penyangga udara dan penghisap udara;
- Memperkecil risiko pencemaran yang disebabkan oleh udara yang disirkulasi ulang atau
masuknya udara yang tidak diolah atau udara yang diolah secara tidak memadai;
- Memakai pakaian pelindung yang sesuai di area di mana produk yang berisiko tinggi
terhadap pencemaran silang diproses
- Melaksanakan prosedur pembersihan dan dekontaminasi yang terbukti efektif, karena
pembersihan alat yang tidak efektif umumnya merupakan sumber pencemaran silang
- Menggunakan sistem self-contained;
- Pengujian residu dan menggunakan label status kebersihan pada alat.
d. Sistem Penomoran Bets/Lot
Sistem ini bertujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara, produk ruahan atau
produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran bets/lot hendaklah menjamin bahwa
nomor bets/lot yang sama tidak dipakai secara berulang.
e. Penimbangan dan Penyerahan
Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan
dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi yang lengkap.
Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan
oleh pengawasan mutu dan masih belum daluarsa yang boleh diserahkan.
f. Operasi Pengolahan–Produk Antara Dan Produk Ruahan
Kegiatan pembuatan produk yang berbeda tidak boleh dilakukan bersamaan atau berurutan di
dalam ruang yang sama kecuali tidak ada risiko terjadinya kecampurbauran atau pencemaran
silang. Kondisi lingkungan di area pengolahan hendaklah dipantau dan dikendalikan. Semua
kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis. Semua produk
antara dan ruahan hendaklah diberi label.
g. Pengawasan Selama Proses
Pengawasan selama proses hendaklah mencakup semua parameter produk, volume atau
jumlah isi produk diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan.
h. Pengawasan mutu
Hendaklah mencakup semua kegiatan analitik yang dilakukan di laboratorium termasuk
pengambilan sampel, pemeriksaan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan
produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan,
pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun
dan memperbaharui spesifikasi bahan, produk serta metode pengujiannya.
i. Bahan Dan Produk Yang Ditolak, Dipulihkan Dan Dikembalikan
Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas dan disimpan terpisah
di “area terlarang” (restricted area). Bets yang mengandung produk pulihan hanya boleh
diluluskan setelah semua bets asal produk pulihan yang bersangkutan telah dinilai dan
dinyatakan memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.

Penyimpanan Bahan Awal, Bahan Pengemas, Produk Antara, Produk Ruahan Dan Produk
Jadi Semua bahan dan produk hendaklah disimpan secara rapi dan teratur untuk mencegah
risiko kecampurbauran atau pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan.
Bahan dan produk hendaklah diletakkan tidak langsung di lantai dan dengan jarak yang cukup
terhadap sekelilingnya. Disimpan dengan kondisi lingkungan yang sesuai agar bahan dan
produk tetap stabil.

7. Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik
untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai
dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan
pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal
pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan Mutu mencakup pengambilan
sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi, dan prosedur
pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan
tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah
dibuktikan memenuhi persyaratan.

Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam
semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu
dari Produksi dianggap hal yang fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan
kegiatan dengan memuaskan. Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai Bagian
Pengawasan Mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di bawah tanggung
jawab dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang
membawahi satu atau beberapa laboratorium. Sarana yang memadai harus tersedia untuk
memastikan bahwa segala kegiatan Pengawasan Mutu dilaksanakan dengan efektif dan dapat
diandalkan.
Bagian Pengawasan Mutu secara keseluruhan juga mempunyai tanggung jawab, antara lain
adalah:
a. Membuat, memvalidasi, dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu.
b. Menyimpan sampel pembanding dari bahan dan produk.
c. Memastikan pelabelan yang benar pada wadah bahan dan produk.
d. Memastikan pelaksanaan pemantauan stabilitas dari produk.
e. Ikut serta pada investigasi dari keluhan yang terkait dengan mutu produk.

Bagian pengawasan mutu ini memiliki wewenang khusus untuk memberikan keputusan
meluluskan atau menolak atas mutu bahan baku atau produk obat ataupun hal lain yang
mempengaruhi mutu obat. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitis di
laboratorium, antara lain:

a. Pengambilan sampel.
b. Pemeriksaan dan pengujian, yaitu meliputi bahan awal, bahan pengemas, produk jadi,
pengujian atau pemantauan lingungan, pengujian ulang bahan yang diluluskan, dan
pengolahan ulang.
c. Pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi.
d. Program stabilitas on-going.
e. Penanganan sampel pertinggal.
f. Menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya.

Semua kegiatan tersebut hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur tertulis, dan dicatat di
mana perlu. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian Pengawasan Mutu
hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan
digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan.
8. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan
pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri
hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk
menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara
independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi
penerapan CPOB secara obyektif.

Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin serta pada situasi khusus, misalnya dalam hal
terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk
tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah
didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh personil perusahaan yang
kompeten. Manajemen hendaklah membentuk tim inspeksi diri yang berpengalaman dalam
bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Audit independen oleh pihak ketiga juga
dapat bermanfaat. Inspeksi diri dapat dilaksanakan per bagian sesuai dengan kebutuhan
perusahaan, namun inspeksi diri yang menyeluruh hendaklah dilaksanakan minimal 1 (satu)
kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur inspeksi diri.
Semua hasil inspeksi diri hendaklah dicatat. Laporan hendaklah mencakup semua hasil
pengamatan yang dilakukan selama inspeksi dan bila memungkinkan saran untuk tindakan
perbaikan.

Pernyataan dari tindakan yang dilakukan hendaklah dicatat. Hendaklah ada program
penindak-lanjutan yang efektif. Manajemen perusahaan hendaklah mengevaluasi baik laporan
inspeksi diri maupun tindakan perbaikan bila diperlukan.

9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan


Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat
harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang
mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk
yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif.

Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk menangani keluhan dan
memutuskan tindakan yang hendak dilakukan bersama staf yang memadai untuk
membantunya. Apabila personil tersebut bukan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu), maka ia hendaklah memahami cara penanganan seluruh keluhan, penyelidikan atau
penarikan kembali produk.

Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci penyelidikan, evaluasi, tindak lanjut yang
sesuai, termasuk pertimbangan untuk penarikan kembali produk, dalam menanggapi keluhan
terhadap obat yang diduga cacat. Penanganan keluhan dan laporan suatu produk termasuk
hasil evaluasi dari penyelidikan serta tindak lanjut yang dilakukan hendaklah dicatat dan
dilaporkan kepada manajemen atau bagian yang terkait.

Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa
produk atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran yang dilakukan apabila ditemukan
produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius
serta berisiko terhadap kesehatan.
Hendaklah ditunjuk personil yang bertanggung jawab untuk melaksanakan dan
mengkoordinasikan penarikan kembali produk dan hendaklah ditunjang oleh staf yang
memadai untuk menangani semua aspek penarikan kembali sesuai dengan tingkat urgensinya.
Personil tersebut hendaklah independen terhadap bagian penjualan dan pemasaran. Jika
personil ini bukan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), maka ia hendaklah
memahami segala operasi penarikan kembali. Hendaklah tersedia prosedur tertulis, yang
diperiksa secara berkala dan dimutakhirkan jika perlu, untuk mengatur segala tindakan
penarikan kembali. Operasi penarikan kembali hendaklah mampu untuk dilakukan segera dan
tiap saat.

Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian ke industri farmasi
karena keluhan mengenai kerusakan, daluwarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau
kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat
yang bersangkutan. Tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk dicatat yang mencakup
rincian mengenai asal usul keluhan dan diselidiki secara menyeluruh dan mendalam. Kepala
bagian Pengawasan Mutu dilibatkan dalam pengkajian masalah tersebut. Jika produk pada
suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka dipertimbangkan untuk memastikan apakah
bets lain juga terpengaruh. Khusus bets yang mengandung hasil pengolahan ulang dari bets
yang cacat diselidiki.

10. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik
merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah
fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan
secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang
biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen
Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan
harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat
penting.

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak


Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan
dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau
pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan
Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban
masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets
produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu).

Kontrak tertulis hendaklah dibuat meliputi pembuatan dan/atau analisis obat yang
dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait. Semua pengaturan untuk pembuatan dan
analisis berdasarkan kontrak termasuk usul perubahan dalam pengaturan teknis atau
pengaturan lain hendaklah sesuai dengan izin edar untuk produk bersangkutan. Dalam hal
analisis berdasarkan kontrak, pelulusan akhir harus diberikan oleh kepala bagian Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu) Pemberi Kontrak.
12. Kualifikasi dan Validasi
Kualifikasi adalah segala kegiatan pembuktian dan pendokumentasian bahwa sebuah sistem
dan atau alat sudah terpasang dan berfungsi secara benar sesuai dengan kriteria yang
ditetapkan. Kualifikasi merupakan tahap awal yang harus dilakukan sebelum validasi.
Kualifikasi terdiri dari Kualifikasi Desain (KD), Kualifikasi Instalasi (KI), Kualifikasi
Operasional (KO), dan Kualifikasi Kinerja (KK).

CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan
sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan
signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat memengaruhi mutu produk
hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk
menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi hendaklah
direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan
didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV
hendaklah merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas. RIV hendaklah mencakup
sekurang-kurangnya data sebagai berikut:
a. Kebijakan validasi.
b. Struktur organisasi kegiatan validasi.
c. Ringkasan fasilitas, sistem, peralatan, dan proses yang akan divalidasi.
d. Format dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal
pelaksanaan.
e. Pengendalian perubahan.
f. Acuan dokumen yang digunakan.

Jadi intinya aspek atau ruang lingkup dalam CPOB atau CPMB memiliki pedoman tercapainya hasil
produk akhir yang bermutu, ber kualitas, terjamin, dan layak di edarkan.
BAB III

KESIMPULAN

1. CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing
Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai
ketentuan dalam CPOB yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten,
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

2. Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) adalah suatu pedoman yang
menjelaskan bagaimana memproduksi makanan agar bermutu, aman dan layak untuk
dikonsumsi.Aman dikonsumsi artinya produk makanan tersebut tidak mengandung
bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan atau keselamatan manusia. Layak
dikonsumsi artinya makanan tersebut keadaannya normal tidak menyimpang seperti
busuk, kotor, menjijikkan, dan penyimpangan lain.

3. CPOB memiliki 12 ruang lingkup, CPMB memiliki 9 ruang lingkup

Anda mungkin juga menyukai