Nindy Octaviani
Jl. Arjuna Utara no.6 Jakarta 11510. Telepon : 021-5694 2061; Fax : 021-563 1731
Nindy.2016fk145@civitas.ukrida.ac.id
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Anamnesis
Pada kasus ini didapatkan bahwa seorang laki-laki dibawa keluarganya ke UGD
karena penurunan kesadaran sejak 6 jam yang lalu, dikatakan juga 3 hari sebelum masuk
rumah sakit ia diare 5-7x/hari berwarna kuning dan cair. Dikatakan juga bahwa pasien merasa
mual, nafsu makan menurun namun tidak terdapat demam, sesak nafas, dan sakit kepala. 6
jam sebelum masuk rumah sakit makin lemas, waktu tidurnya memanjang dan sampai
terkadang sulit dibangunkan. Dikatakan diare membaik saat di rumah sakit, tidak ada riwayat
trauma kepala. Pasien menderita hipertensi sejak 10 tahun yang lalu dan minum obat rutin
HCT 25 mg 1x1, pasien memiliki riwayat merokok 1 bungkus/hari selama 20 tahun.
Pemeriksaan Fisik
Somnolen berarti seseorang dalam keadaan mengantuk dan cenderung tertidur, masih
dapat dibangunkan dengan rangsangan dan mampu memberikan jawaban secara verbal,
namun mudah tertidur kembali. Sopor/stupor berarti kesadaran hilang, hanya berbaring
dengan mata tertutup, tidak menunjukkan reaksi bila dibangunkan, kecuali dengan rangsang
nyeri. Koma berarti kesadaran hilang, tidak memberikan reaksi walaupun dengan semua
rangsangan (verbal, taktil, dan nyeri) dari luar. Karakteristik koma adalah tidak adanya
arousal dan awareness terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Pada pasien koma terlihat
mata tertutup, tidak berbicara, dan tidak ada pergerakan sebagai respons terhadap rangsangan
auditori, taktil, dan nyeri.Error! Reference source not found.
Suhu tubuh merupakan satu indikasi dari keadaan metabolik seseorang; ukuran
penyediaan informasi mengenai keadaan basal metabolik, ada tidaknya infeksi dan respon
metabolik terhadap latihan. Normal suhu tubuh dewasa adalah 98.6oF (37oC), tetapi dapat
juga berkisar 96.5oF (35, 8oC) sampai 99.4oF (37.4oC). Fever atau pyrexia adalah temperatur
yang melebihi 100oF (37.7oC). Hyperpirexia mengacu pada kenaikan suhu yang ekstrim
(diatas 106.4oF atau 41.1oC). Hypotermia mengacu pada abnormalitas suhu yang rendah
(dibawah 95oF atau 35oC). Suhu normal infant adalah 98.2 oF. Suhu normal anak adalah
98.6oF. Suhu normal adolescent adalah 98.6oF.Error! Reference source not found.
Tekanan darah atau blood pressure adalah suatu pengukuran untuk mengukur
ketahanan dari aliran darah. Arterial blood pressure diukur dengan menentukan systolic
pressure dan diastolic pressure.Error! Reference source not found. Klasifikasi tekanan
darah untuk orang dewasa (umur ≥18 tahun): Normal systolic blood pressure < 120 mmHg
dan diastolic blood pressure < 80 mmHg. Prehipertensi systolic blood pressure 120-139
mmHg atau diastolic blood pressure 80-89 mmHg. Stage 1 hipertensi systolic blood pressure
140-159 mmHg atau diastolic blood pressure 90-99 mmHg. Stage 2 hipertensi systolic blood
pressure ≥160 mmHg atau diastolic blood pressure ≥ 100 mmHg.Error! Reference source
not found.
Frekuensi nadi atau heart rate (HR), normalnya pada orang dewasa 70 beats per
minute (bpm). Kisarannya (60-100 bpm). Bradycardia bila denyut nadi dibawah 60 bpm.
Tachycardia bila denyut nadi diatas 100 bpm. Normal HR infant adalah 120 bpm (range= 70-
170). Normal HR anak adalah 125 bpm (range= 75-140). Normal HR adolescent adalah 85
bpm (range= 50-100). Frekuensi pernafasan atau respiratory rate (RR) saat istirahat pada
dewasa 12-18 breaths per minute. Pada infant adalah 30-50 breaths per minute. Pada anak
adalah 20-40 breaths per minute. Pada adolescent adalah 15-22 breaths per minute.4
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran umumnya stupor dan keadaan umum
tampak sakit berat. Dari pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan Tekanan darah 120/70
mmhg, frekuensi nadi 90x/menit, frekuensi pernapasan 20x/menit, didapatkan suhu 36oc.
Dari pemeriksaan mata didapatkan pupil isokor 3mm, didapatkan reflex Chaya
langsung/tidak langsung +/+. Dari pemeriksaan fisik toraks tidak ditemukan kelainan dan dari
pemeriksaan abdomen ditemukan perut datar, auskultasi didapatkan normoperisataltik. Pada
ekstremitas didapatkan reflex fisiologis normal.
Pemeriksaan Penunjang
Membran ion selektif pada alat mengalami reaksi dengan elektrolit sampel sehingga
menyebabkan perubahan potensial membran. Perubahan potensial membran ini diukur,
dihitung menggunakan persamaan Nerst, kemudian hasilnya akan dihubungkan dengan
amplifierdan ditampilkan oleh alat.b nomor14di4895 Kedua, pemeriksaan dengan spektrofotometer
Emisi Nyala (Flame Emission Spectrofotometry/FES). Prinsip pemeriksaan spektrofotometer
emisi nyala adalah sampel diencerkan dengan cairan pengencer yang berisi litium atau
cesium, kemudian dihisap dan dibakar pada nyala gas propan. Ion natrium bila mengalami
pemanasan akan memancarkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu (natrium
berwarna kuning dengan panjang gelombang 589nm). Pancaran cahaya akibat pemanasan ion
dipisahkan dengan filter dan dibawa ke detektor sinar.b nomor14di4895
Ketiga, pemeriksaan
dengan spektrofotometer berdasarkan aktivasi enzim. Prinsip pemeriksaan kadar natrium
dengan metode spektrofotometer yang berdasarkan aktivasi enzim yaitu aktivasi enzim beta-
galaktosidase oleh ion natrium untuk menghidrolisis substrat o-nitrophenyl-β-D-
galaktipyranoside (ONPG). Jumlah galaktosa dan onitrofenol yang terbentuk diukur pada
panjang gelombang 420 nm. b nomor14di4895
Diagnosis Kerja
Hiponatremia dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan status kadar netrium pada tubuh,
yaitu hiponatrium hipovolemik adalah keadaan total air pada tubuh menurun dan terjadi
penurunan natrium yang lebih besar dari air, hiponatrium euvolemik adalah keadaan dimana
natrium pada tubuh normal tetapi terjadi peningkatan kadar air yang besar pada tubuh, dan
hiponatremi hipervolemik dimana terjadi peningkatan natrum dan air pada tubuh tetapi total
peningkatan air lebih besar dari natrium.
Diagnosis Banding
Uremik Ensefalopati terjadi pada pasien dengan gagal ginjal akut maupun kronik,
terutama bila creatinine clearance (CrCl) berada di bawah 15 ml/menit. Biasanya hal tersebut
terjadi karena adanya gagal ginjal kronik yang menyebabkan terhambatnya pengeluaran
ureum dari tubuh. Patogenesis uremik ensefalopati menyebabkan penurunan kesadaran masih
belum jelas, namun diduga berhubungan dengan akumulasi zat-zat neurotoksik di dalam
darah. Pasien dengan uremik ensefalopati biasanya datang dengan gejala bervariasi dari
cephalgia, gangguan penglihatan, tremor, asterixis, myoclonus, chorea, kejang sampai
penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran merupakan gejala yang paling umum terjadi;
berfluktuasi dari apatis sampai delirium dan koma. Tingkat kesadaran merefleksikan tingkat
keparahan dari ensefalopati, koma merupakan tingkat terparah. Penurunan kesadaran
biasanya terasosiasi dengan kelemahan dan gangguan motorik, seperti tremor, fasikulasi,
mioklonus, chorea, asterixis, atau kejang. Gejala umum lainnya yaitu uremik polyneuropathy,
pruritus yang seringkali menyebabkan lesi kulit, dan restless leg syndrome. Manifestasi
klinis ini berfluktuasi dari hari ke hari dan kadang dari jam ke jam.
Gejala yang timbul dilihat menurut kriteria West Haven diawali dengan perubahan
pola bangun tidur dan pelupa (tanda 1), kebingungan, perilaku aneh, disorientasi (tanda 2),
letargi atau penurunan kesadaran yang digambarkan dengan keadaan seseorang tertidur lelap
tetapi ketika dibangunkan belum sepenuhnya terbangun tetapi sudah kembali tidur,
disorientasi yang mendalam (tanda 3), dan sampai dengan koma (tanda 4). Pada pemeriksaan
fisik ditemuka adanya tremor distal dan ciri khas adanya asterixis atau flapping tremor.2
1: file:///C:/Users/asus/Downloads/727-2105-1-PB.pdf
2:
http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_234CME%E2%80%93Ensefalopati%20Hepatikum
%20Minimal.pdf
Ensefalopati septik merupakan komplikasi yang meneyrang sistem saraf karena tubuh
mengalami sepsis. Karena sistem saraf yang rentan akan inflamasi yang disebabkan oleh
sepsis akan mempengaruhi fungsi otak maka terjadinya ensefalopati bukan hasil yang
mengejutkan. Sepsis dapat menyebabkan ensefalopati karena didukung oleh banyak faktor
seperti rusaknya beberapa pembuluh darah, aktifnya sel endotelial, hilangnya fungsi dari
sawar darah dan inflamasi yang menyerang otak. Namun sepsis dapat menyebabkan
ensefalopati tanpa adanya kegagalan organ sistemik. Sepsis yang disebabkan oleh infeksi dari
bakteri, virus, maupun jamur tetapi ensefalopati dapat disebabkan oleh karena adanya
gangguan metabolik yang disebabkan oleh sepsis tersebut.
Walaupun sepsis adalah gangguan reversibel tetapi dari hasil penelitian menemukan
adanya gangguan kognitif dan depresi jangka panjang setelahnya. Penyembuhan dari
gangguan kognitif dan gangguan kejiwaan yang muncul cenderung membutuhkan waktu
yang lama untuk sembuh dan hal itu meningkatkan prevalensi kematian yang diakibatkan
oleh ensefalopati sepsis. Gambaran klinis dari ensefalopati septik dapat terdiri dari gejala
yang ringan sampai dengan berat atau sampai dengan terjadinya koma pada pasien. Alat ukur
yang baik untuk menentukan keadaan mental dan memprediksikan ensefalopati sepsis adalah
skala koma Glassglow. Alat ukur lain yang cukup sensitif untuk melihat tingkat keparahan
dari ensefalopati sepsis adalah electroencephalography.1,2
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3779311/
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4590973/
Dakpus
Setiati S, Alwi I, et al, editors. Buku ajar: ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing;
2015. h. 1503-8; 2246-8.
Etiologi
Hiponatremia adalah kondisi gangguan elektrolit ketika kadar natrium (sodium)
dalam darah lebih rendah dari batas normal. Dalam tubuh kita, natrium memiliki sejumlah
fungsi, antara lain untuk mengendalikan kadar air dalam tubuh, menjaga tekanan darah, serta
mengatur sistem saraf dan kinerja. Hiponatremia paling sering merupakan komplikasi dari
penyakit medis lain yang dimana banyak cairan kaya natrium yang hilang (misalnya karena
diare atau muntah), atau kelebihan air yang terakumulasi dalam tubuh pada tingkat yang lebih
tinggi daripada yang dapat dieksresikan. Mengenai hilangnya natrium sebagai penyebab
hiponatremia, penting untuk dicatat bahwa kerugian tersebut mempromosikan hiponatremia
secara tidak langsung. Secara khusus, hiponatremia yang terjadi dalam hubungan dengan
hilangnya natrium tidak mencerminkan ketersediaan natrium memadai sebagai akibat dari
kerugian. Sebaliknya, hilangnya natrium menyebabkan keadaan deplesi volume, dengan
deplesi volume melayani sebagai sinyal untuk pelepasan ADH. Sebagai hasil ADH
dirangsang retensi air, natrium darah menjadi hasil diencerkan dan hyponatremia. Semakin
berkurangnya natrium dalam tubuh bisa sampai menyebabkan adanya penurunan kesadaran.
Epidemiologi
Insiden hiponatremi sangat bergantung terhadap populasi pasien dan kriteria untuk
menegakkan diagnosis. Di antara rumah sakit yang ada di Amerika Serikat pasien yang
dirawat 15-20% memiliki kadar natrium serum <135mEq/L, sementara hanya 1-4% yang
memiliki kadar natrium serum kurang dari 130 mEq/L. Tidak ada hal yang secara spesifik
mempengaruhi jenis kelamin untuk keadaan ini. Tetapi gejala lebih mungkin terjadi pada
wanita muda dibandingkan pada pria. Hiponatremi lebih sering terjadi pada usia lanjut karena
mereka memiliki tingkat kondisi komorbid yang lebih tinggi, misalnya gagal jantung, hati
atau gagal ginjal yang dapat menyebabkan hiponatremi.
Patofisiologi
Gejala Klinis
Hiponatremia adalah keadaan ketika natrium pada darah kurang dari normal yang
dapat disebabkan oleh penyakit lain seperti gangguan pencernaan, penyakit hati dan lainnya.
Kadar normal natrium dalam darah adalah 135-145 mEq/L. Tingkat keparahan hiponatremia
dibai menjadi tiga, yaitu hiponatremia ringan (130-135 mEq/L), hiponatremia sedang (125-
129 mEq/L) dan hiponatremia berat (<125 mEq/L). Gejala klinis yang dapat dijumpai pada
pasien dengan hyponatremia adahal gejala yang tidak spesifik terutama gejala hiponatremia
dengan edema pada otak. Pada hiponatremi ringan dan sedang adanya gejala mual muntah,
lemas, sakit kepala, susah berkonsentrasi, lesu, penurunan tingkat kesadaran, dan jika
hiponatremi berat dapat menimbulkan kejang sampai dengan koma. pada keadaan natrium
yang sangat rendah pada darah (<115 mEq/L) dapat menyebabkan pergeseran cairan osmotik
intracerebral dan terjadi edema otak.
Temuan pada pemeriksaan fisik adalah adanya gangguan kognitif seperti kesulitan
mengingat memori jangka pendek, kehilangan orientasi terhadap orang lain, tempat dan
waktu, kebingungan, depresi dan adanya kejang. Pada pasien dengan hiponatremi berat akan
ditemukan herniasi batang otak, pupil melebar, koma, terjadinya hpertensi secara mendadak
dan gagal pernafasan. Selain temuan neurologis pasien mungkin menunjukn gejala
hipovolemik atau hipervolemik seperti membran mukosa kering, takikardi dan turgor kulit
berkurang. https://emedicine.medscape.com/article/242166-overview &
http://www.apiindia.org/pdf/medicine_update_2011/35_approach_to_a.pdf
Tatalaksana
Penatalaksanaan terpenting pada hiponatremia maupun hipernatremia adalah
mengatasi penyebab yang mendasari. Pada hiponatremia, apabila volume tubuh tinggi,
pengobatannya adalah restriksi cairan atau diuretik untuk mengurangi kelebihan air dalam
tubuh. Jika volume tubuh rendah, natrium dan air yang hilang harus diganti, biasanya dengan
salin isotonik. Sedangkan pada hipernatremia, penggantian air dilakukan dengan asupan air
secara oral atau intravena dengan larutan dekstrosa (glukosa) 5%.
Pada penatalaksanaan hiponatremia dan hipernatremia natrium plasma harus diperiksa secara
teratur untuk memastikan bahwa koreksi tidak dilakukan terlalu cepat (target 8-12
mmol/L/hari jika keadaan umum baik atau 25 mmol/L/hari jika terjadi kejang atau koma).v
bukuperpus, q vademecum119-122
Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan pada hiponatremi ada primer dan sekunder.
Hiponatremi dapat dikaitkan dengan beberapa gangguan. Oleh karena itu, tidak ada
pencegahan primer kecuali untuk mengobati penyakit terkait dan tentunya menghindari
asupan cairan yang berlebihan. Kadar natrium serum harus diuji secara teratur termasuk
pasien dengan kelainan keseimbangan. Kadar natrium serum juga harus dinilai secara teratur
pada pasien yang menggunakan obat yang dapat menyebabkan hiponatremi, misalnya
diuretic tiazid. Menghindari asupan cairan dalam jumlah besar selama latihan fisik dapat
mencegah hiponatremia. Sedangkan pencegahan sekunder dapat dilakukan setelah
hiponatremia terdiagnosis, pasien harus menghindari asupan air yang berlebihan untuk
mencegah tahapan lebih lanjut. Obat-obatnya yang dapat menyebabkan hiponatremi juga
harus dihindari.
Dakpus : https://online.epocrates.com/diseases/121444/Hyponatremia/Prevention
Prognosis
Kesimpulan
Daftar Pustaka