Anda di halaman 1dari 37

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit skabies merupakan penyakit menular yang dapat ditularkan

secara kontak langsung (kontak dengan kulit), misal dengan berjabat tangan,

tidur bersama dengan penderita, dan melalui hubungan seksual. Untuk

penularan secara tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk,

sprei, bantal, dan selimut yang di pakai secara bersama-sama (Monsel and

Chosidow, 2012). Skabies lebih banyak ditemukan saat musim dingin di

bandingkan musim panas (Handoko, 2006). Saat ini angka kejadian skabies

meningkat lebih tinggi dari 20 tahun yang lalu, dan banyak ditemukan pada panti

asuhan, asrama (pondok pesantren), penjara, rumah sakit, serta tempat-tempat

dengan sanitasi buruk (Goldfarb, 2007).

Pondok Pesantren merupakan salah satu tepat yang berpotensi

terjangkitnya kejadian tersebut, kalau dilihat dari karakteristiknya pondok

pesantren yang merupakan sekolah Islam berasrama (Islamic boarding school)

dan pendidikan umum yang persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu

pendidikan agama Islam dari pada ilmu umum. Para pelajar pesantren disebut

sebagai santri belajar pada sekolah ini, sekaligus tinggal pada asrama yang

disediakan oleh pesantren. (Ponpes, 2011).

1
2

Berdasaran karakteristik kehidupan dan lingkungan pondok pesantren,

umumnya merupakan hidup secara sosial dengan menggunakan berbagai

fasillitas, prilaku hidup bersih, perlengkapan dan rutinitas sehari-hari yang

sudah terstruktur sesuai peraturan yang dijalankan (Ponpes, 2011).

Perilaku hidup bersih dan sehat terutama kebersihan perseorangan di

pondok pesantren pada umumnya kurang mendapatkan perhatian dari santri

(Depkes, 2007). Tinggal bersama dengan sekelompok orang seperti di pesantren

memang berisiko mudah tertular berbagai penyakit kulit, khususnya penyakit

skabies. Penularan terjadi bila kebersihan pribadi dan lingkungan tidak terjaga

dengan baik. Faktanya, sebagian pesantren tumbuh dalam lingkungan yang

kumuh, tempat mandi dan WC yang kotor, lingkungan yang lembab, dan

sanitasi buruk (Badri, 2008). Ditambah lagi dengan perilaku tidak sehat, seperti

menggantung pakaian di kamar, tidak membolehkan pakaian santri wanita

dijemur di bawah terik matahari, dan saling bertukar pakai benda pribadi, seperti

sisir dan handuk kehidupan di pesantren membuat mereka luput dari kesehatan,

mandi secara bersama-sama, saling tukar pakaian, handuk, dan sebagainya yang

dapat menyebabkan tertularnya penyakit skabies (Ponpes, 2011).

Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di puskesmas

seluruh Indonesia pada tahun 2009 adalah 4,6 % - 12,95 % dan skabies

menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering, dijumpai 704 kasus
3

skabies yang merupakan 5,77 % dari seluruh kasus baru. Pada tahun 2011 dan

2013 prevalensi skabies adalah 6 % dan 3,9 % .

Jumlah kejadian skabies di propinsi Banten 49,20 % pada tahun 2013,

dan di kabupaten Serang terdapat 66,70%, (Dinas kesehatan Kota serang 2013)

prevalensi penyakit Skabies di Puskesmas Singandaru adalah 42,20% di tahun

2012 dan mengalami peningkatan 51,12 % pada bulan januari – oktober tahun

2014. Berdasarkan data yang di peroleh di pondok pesantren Attohiriyah kaloran

Lontar Baru Kota Serang dari tahun ketahun bertambah jumlah kasus scabies

pada tahun 2013 berjumlah 32 kasus dan mengalami peningkatan pada tahun

2014 sebanyak 68 kasus.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti

Gambaran Kejadian Skabies Berdasarkan Karakteristik di Pondok Pesantren

Attahiriyah Kaloran Lontar Baru Kota Serang tahun 2015

1.2 Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka rumusan masalah

dalam penelitian ini yaitu bagaimana Gambaran Kejadian Skabies Berdasarkan

Karakteristik di Pondok Pesantren Attahiriyah Kaloran Lontar Baru Kota

Serang tahun 2015 ?


4

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Diketahuinya gambaran Kejadian Skabies Berdasarkan

Karakteristik di Pondok Pesantren Attahiriyah Kaloran Lontar Baru

Kota Serang tahun 2015

1.3.2 Tujuan Khusus

a) Diketahui gambaran kejadian Skabies Berdasarkan umur di Pondok

Pesantren Attahiriyah Kaloran Lontar Baru Kota Serang 2015

b) Diketahui gambaran kejadian Skabies Berdasarkan jenis klamin di

Pondok Pesantren Attahiriyah Kaloran Lontar Baru Kota Serang

2015.

c) Diketahuinya gambaran Kejadian Skabies Berdasarkan Personal

Hygiene di Pondok Pesantren Attahiriyah Kaloran Lontar Baru Kota

Serang 2015

1.4 Manfaat penelitian

1. Manfaat Bagi Peneliti

Menambah pengalaman dan wawasan pengetahuan dalam melakukan

penelitian dengan mengaplikasikan mata kuliah keperawatan riset yang

telah didapat di semester V (Lima).


5

2. Manfaat bagi pondok pesantren

Memberikan masukan yang dapat digunakan dalam penyusunan rencana

penelitian tentang sabies agar lebih mempertahankan dan meningkatkan

pelayanan kesehatan khusus dalam pencapaian kebersihan kulit di

Pondok Pesantren Attahiriyah Kaloran Lontar Baru Kota Serang.

3. Manfaat Bagi institusi Akademi Keperawatan

Hasil penelitian dapat di jadikan sumber data dan menjadi bahan

informasi untuk penelitian selanjutnya


6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

2.1.1 Pengertian skabies

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite)

Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini berukuran

sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau bersifat

mikroskopis. Penyakit skabies sering disebut kutu badan. Penyakit ini juga

mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia dan

sebaliknya.

Skabies mudah menyebar baik secara langsung atau melalui sentuhan

langsung dengan penderita maupun secara tak langsung melalui baju, seprai,

handuk, bantal, air, atau sisir yang pernah dipergunakan penderita dan belum

dibersihkan dan masih terdapat tungau sarcoptesnya. Skabies menyebabkan

rasa gatal pada bagian kulit seperti disela-sela jari, siku, selangkangan. Skabies

identik dengan penyakit anak pondok pesantren, penyebabnya adalah kondisi

kebersihan yang kurang terajaga, sanitasi yang buruk, kurang gizi dan kondisi

ruangan terlalu lembab dan kurang mendapat sinar matahari secara langsung.

Penyakit kulit scabies menular dengan cepat pada suatu komunitas yang

tinggal bersama sehingga dalam pengobatannya harus dilakukan secara

6
7

serentak dan menyeluruh pada semua orang dan lingkungan pada komunitas

yang terserang skabies, karena apabila dilakukan pengobatan secara individual

maka akan mudah tertular kembali penyakit skabies (Yosefw, 2007).

2.1.2 Etiologi

Sarcoptes scabies termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida, ordo

Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.

hominis. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval,

punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna

putih, kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 –

450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200

– 240 mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2

pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua

pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki

ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.

Siklus hidup tungau ini sebagai berikut, setelah kopulasi (perkawinan)

yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat

hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah

dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 -3

milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai

mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup
8

sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan

menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam

terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan menjadi nimfa

yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh

siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu

antara 8 – 12 hari (Handoko, 2001). Telur menetas menjadi larva dalam waktu

3 – 4 hari, kemudian larva meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam

folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang akan menjadi

parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan

tungau jantan mati setelah kopulasi (Mulyono, 2007).

Sarcoptes skabies betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama

lebih kurang 7 – 14 hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan

lembab, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh

kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang (Yosefw, 2007).

2.1.3 Patogenesis

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi

juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau

bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit

timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi

terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan
9

setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan

ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul

erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang

terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau (Yosefw, 2007).

2.1.4 Cara Penularan

Penyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun

kontak tak langsung. Yang paling sering adalah kontak langsung yang saling

bersentuhan atau dapat pula melalui alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan

pakaian. Bahkan penyakit ini dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual

antara penderita dengan orang yang sehat.

Di Amerika Serikat dilaporkan, bahwa skabies dapat ditularkan melalui

hubungan seksual meskipun bukan merupakan akibat utama (Yosefw, 2007).

Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan

lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu

tempat yang relative sempit. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh

banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan

penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang,

kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama

masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan


10

yang masih sering kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan

kesehatan lingkungan yang telah ada (Yosefw, 2007).

Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu

tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang

menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan

yang dipakai oleh masyarakat luas. Di Jerman terjadi peningkatan insidensi,

sebagai akibat kontak langsung maupun tak langsung seperti tidur bersama.

Faktor lainnya fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan

padat penduduk (Yosefw, 2007).

2.1.5 Gejala Klinis Skabies

Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena

aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas,

Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah

keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam

sebuah perkampungan yang padat penduduknya, serta kehidupan di pondok

pesantren, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau

tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya

terkena, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa

(carrier).
11

Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang

bewarna putih keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata

panjang satu cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika

timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan

lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum

korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian

luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mame (wanita), umbilicus, bokong,

genetalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang

telapak tangan dan telapak kaki. Menemukan tungau, merupakan hal yang

paling diagnostik dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.

(Yosefw, 2007).

2.1.6 Klasifikasi Skabies

Adapun bentuk-bentuk khusus skabies yang sering terjadi pada manusia

adalah sebagai berikut :

a) Skabies pada orang bersih yang merupakan skabies pada orang

dengan tingkat kebersihannya cukup, bisa salah didiagnosis karena

kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur.

b) Skabies pada bayi dan anak lesi skabies yang mengenai seluruh

tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki,


12

dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga

terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di muka.

c) Skabies yang ditularkan oleh hewan dapat menyerang manusia yang

pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya

peternak dan gembala. Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak

timbul terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat-tempat

kontak, dan akan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan

mandi bersih-bersih.

d) Skabies Nodular terjadi akibat reaksi hipersensitivitas. Tempat yang

sering dikenai adalah genitalia pria, lipatan paha, dan aksila. Lesi ini

dapat menetap beberapa minggu hingga beberapa bulan, bahkan

hingga satu tahun walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies.

e) Skabies Inkognito, obat steroid topikal atau sistemik dapat

menyamarkan gejala dan tanda scabies, sementara infestasi tetap ada.

Sebaliknya, pengobatan dengan steroid topikal yang lama dapat pula

menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini mungkin disebabkan oleh

karena penurunan respons imun selular.

f) Skabies terbaring di tempat tidur merupakan penderita penyakit

kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur dapat

menderita skabies yang lesinya terbatas.


13

g) Skabies krustosa ( Norwegian Scabies), lesinya berupa gambaran

eritodermi, yang disertai skuama generalisata, eritema, dan distrofi

kuku. Krusta terdapat banyak sekali, dimana krusta ini melindungi

sarcoptes scabiei di bawahnya. Bentuk ini mudah menular karena

populasi sarcoptes scabiei sangat tinggi dan gatal tidak menonjol.

Bentuk ini sering salah didiagnosis, malahan kadang diagnosisnya

baru dapat ditegakkan setelah penderita menularkan penyakitnya ke

orang banyak. Sering terdapat pada orang tua dan orang yang

menderita retardasi mental (Down’s syndrome), sensasi kulit yang

rendah (lepra, syringomelia dan tabes dorsalis), penderita penyakit

sistemik yang berat (leukemia dan diabetes), dan penderita

imunosupresif (Emier, 2007).

2.1.7 Diagnosa Skabies

Kelainan kulit menyerupai dermatitis, dengan disertai papula, vesikula,

urtika, dan lain-lain. Garukan tangan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan

infeksi sekunder. Di daerah tropis, hampir setiap kasus scabies terinfeksi

sekunder oleh streptococcus aureus atau staphylococcus pyogenes (Mawali,

2000). Diagnosis ditegakkan atas dasar :


14

a) Adanya terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus atau

kelok-kelok, panjangnya beberapa millimeter sampai 1 cm, dan pada

ujungnya tampak vesikula, papula, atau pustula.

b) Tempat predileksi yang khas adalah sela jari, pergelangan tangan bagian

volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mame (wanita),

umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria). Pada orang dewasa jarang

terdapat di muka dan kepala, kecuali pada penderita imunosupresif,

sedangkan pada bayi, lesi dapat terjadi diseluruh permukaan kulit.

c) Penyembuhan cepat setelah pemberian obat antiskabies topikal yang

efektif.

d) Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu anggota keluarga

menderita gatal, harus dicurigai adanya scabies. Gatal pada malam hari

disebabkan oleh temperatur tubuh menjadi lebih tinggi sehingga aktivitas

kutu meningkat (Mawali, 2000). Diagnosa skabies dilakukan dengan

membuat kerokan kulit pada daerah yang berwarna kemerahan dan terasa

gatal. Kerokan yang dilakukan sebaiknya dilakukan agak dalam hingga

kulit mengeluarkan darah karena sarcoptes betina bermukim agak dalam di

kulit dengan membuat terowongan. Untuk melarutkan kerak digunakan

larutan KOH 10 persen selanjutnya hasil kerokan tersebut diamati dengan

mikroskop dengan perbesaran 10-40 kali. Cara lain adalah dengan


15

meneteskan minyak immesi pada lesi, dan epidermis diatasnya dikerok

secara perlahan-lahan (Mawali, 2008).

2.1.8 Pencegahan skabies

Siregar (1996) yang dikutip Ruteng, 2007, penyakit ini sangat erat

kaitannya dengan kebersihan dan lingkungan yang kurang baik oleh sebab itu

untuk mencegah penyebaran penyakit ini dapat dilakukan dengan cara :

1. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun

2. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara

teratur minimal 2 kali dalam seminggu

3. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.

4. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.

5. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang

dicurigai terinfeksi tungau skabies.

6. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup.

Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit.

Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan

penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini

hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun

penyakit ini sangat mengganggu kehidupan sehari-hari (Prabu, 2007). Bila


16

pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak menjamin terbebas dari infeksi

ulang.

Dariansyah, 2006 yang mengutip pendapat Azwar, langkah yang dapat

diambil adalah sebagai berikut :

1. Cuci sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam

di cairan antiseptik.

2. Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan

gunakan seterika panas untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci

kering (drycleaned).

3. Keringkan peci yang bersih, kerudung dan jaket.

4. Hindari pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab.

Departemen Kesehatan RI, 2002, memberikan beberapa cara pencegahan yang

dilakukan penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas kesehatan tentang cara

penularan, diagnosis dini dan cara pengobatan penderita skabies dan orang-orang yang

kontak meliputi :

1. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya

2. Laporan kepada Dinas Kesehatan setempat namun laporan resmi

jarang dilakukan.

3. Isolasi santri yang terinfeksi dilarang masuk ke dalam pondok sampai

dilakukan pengobatan. Penderita yang dirawat di Rumah Sakit


17

diisolasi sampai dengan 24 jam setelah dilakukan pengobatan yang

efektif. Disinfeksi serentak yaitu pakaian dalam dan sprei yang

digunakan oleh penderita dalam 48 jam pertama sebelum pengobatan

dicuci dengan menggunakan sistem pemanasan pada proses

pencucian dan pengeringan, hal ini membunuh kutu dan telur.

Tindakan ini tidak dibutuhkan pada infestasi yang berat. Mencuci

sprei, sarung bantal dan pakaian pada penderita (Ruteng, 2007).

2.1.9 Pengobatan Skabies

Pengobatan skabies dapat dilakukan dengan delousing yakni shower

dengan air yang telah dilarutkan bubuk DDT (Diclhoro Diphenyl

Trichloroetan). Pengobatan lain adalah dengan mengolesi salep yang

mempunyai daya miticid baik dari zat kimia organic maupun non organic pada

bagian kulit yang terasa gatal dan kemerahan dan didiamkan selama 10 jam.

Alternatif lain adalah mandi dengan sabun sulfur/belerang karena kandungan

pada sulfur bersifat antiseptik dan antiparasit, tetapi pemakaian sabun sulfur

tidak boleh berlebihan karena membuat kulit menjadi kering.

Pengobatan skabies harus dilakukan secara serentak pada daerah yang

terserang skabies agar tidak tertular kembali penyakit skabies (Sadana, 2007).

Selain itu, obat tradisional juga berkhasiat dalam menangani pengobatan

Skabies. Misalnya, khasiat tanaman obat permot (Passiflora foeltida) melalui


18

aplikasi secara topical atau dengan menggosok-gosokkan pada kulit yang

terserang skabies, mengakibatkan terjadinya pembesaran pori-pori kulit,

sehingga bahan aktif yang terkandung dalam tanaman permot akan diabsorbsi

ke dalam kulit dan beraktivitas terhadap tungau. Diduga khasiat yang

memberikan pengaruh terhadap kematian sarcoptes scabiei adalah asam

hidrosianat dan alkaloid (Ken,2006 & Wijayakusuma, 2009).

2.1.10 Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian skabies

Tinggal bersama dengan sekelompok orang seperti di pesantren berisiko

mudah tertular berbagai penyakit skabies. Penularan terjadi melalui dua faktor

yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Adapun yang termasuk faktor internal

adalah Personal Hygiene, perilaku, dan yang termasuk faktor eksternal adalah

lingkungan, budaya dan sosial ekonomi.

a) Personal Hygiene

Pemeliharaan Personal Hygiene berarti tindakan memelihara kebersihan

dan kesehatan diri sesorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang

dikatakan memiliki Personal Hygiene baik apabila, orang tersebut dapat

menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit, tangan dan kuku,

kebersihan kaki dan kebersihan genitalia (Badri, 2004). Banyak manfaat yang

dapat di petik dengan merawat Personal Hygiene, memperbaiki Personal


19

Hygiene, mencegah penyakit, meningkatkan kepercayaan diri dan menciptakan

keindahan (Wartonah, 2008)

b) Kebersihan Kulit

Kebersihan individu yang buruk atau bermasalah akan mengakibatkan

berbagai dampak baik fisik maupun psikososial. Dampak fisik yang sering

dialami seseorang tidak terjaga dengan baik adalah gangguan integritas kulit

(Wartonah, 2008)

Kulit yang pertama kali menerima rangsangan seperti rangsangan

sentuhan, rasa sakit, maupun pengaruh buruk dari luar. Kulit berfungsi untuk

melindungi permukaan tubuh, memelihara suhu tubuh dan mengeluarkan

kotoran-kotoran tertentu. Kulit juga penting bagi produksi vitamin D oleh tubuh

yang berasal dari sinar ultraviolet. Mengingat pentingnya kulit sebagai

pelindung organ-organ tubuh didalammnya, maka kulit perlu dijaga

kesehatannya (Wijayakusuma, 2007). Penyakit kulit dapat disebabkan oleh

jamur, virus, kuman, parasit hewani dan lain-lain. Salah satu penyakit kulit yang

disebabkan oleh parasit adalah Skabies ( Juanda, 2009). Sabun dan air adalah

hal yang penting untuk mempertahankan kebersihan kulit. Mandi yang baik

adalah :

1) Satu sampai dua kali sehari, khususnya di daerah tropis.


20

2) Bagi yang terlibat dalam kegiatan olah raga atau pekerjaan lain yang

mengeluarkan banyak keringat dianjurkan untuk segera mandi setelah

selesai kegiatan tersebut.

3) Gunakan sabun yang lembut. Germicidal atau sabun antiseptik tidak

dianjurkan untuk mandi sehari-hari.

4) Bersihkan anus dan genitalia dengan baik karena pada kondisi tidak

bersih, sekresi normal dari anus dan genitalia akan menyebabkan

iritasi dan infeksi.

5) ersihkan badan dengan air setelah memakai sabun dan handuk yang

sama dengan orang lain (Webhealthcenter, 2006).

c) Kebersihan tangan dan kuku

Indonesia adalah negara yang sebagian besar masyarakatnya

menggunakan tangan untuk makan, mempersiapkan makanan, bekerja dan lain

sebagainya. Bagi penderita skabies akan sangat mudah penyebaran penyakit ke

wilayah tubuh yang lain. Oleh karena itu, butuh perhatian ekstra untuk

kebersihan tangan dan kuku sebelum dan sesudah beraktivitas.

1) Cuci tangan sebelum dan sesudah makan, setelah ke kamar mandi dengan

menggunakan sabun. Menyabuni dan mencuci harus meliputi area antara

jari tangan, kuku dan punggung tangan.

2) Handuk yang digunakan untuk mengeringkan tangan sebaiknya dicuci dan

diganti setiap hari.


21

3) Jangan menggaruk atau menyentuh bagian tubuh seperti telinga, hidung,

dan lain-lain saat menyiapkan makanan.

4) Pelihara kuku agar tetap pendek, jangan memotong kuku terlalu pendek

sehingga mengenai pinch kulit (Webhealthcenter, 2006).

d) Kebersihan Kaki

Para santri selalu memakai sepatu setiap hari. Sehingga kaki akan selalu

berada pada tempat tempat yang tertutup. Para santri dianjurkan menjaga

kebersihan kakinya dengan selalu memakai sepatu dan kaus kaki yang kering

agar terhindar dari penyakit kulit skabies, karena sarkoptis skabie selalu hidup

pada tempat-tempat yang lembab dan tertutup (Webhealthcenter, 2006).

e) Kebersihan Genitalia

Karena minimnya pengetahuan tentang kebersihan genitalia, banyak

kaum remaja putri maupun putra mengalami infeksi di alat reproduksinya akibat

garukan, apalagi seorang anak tersebut sudah mengalami skabies diarea

terterntu maka garukan di area genitalia akan sangat mudah terserang penyakit

kulit skabies, karena area genitalia merupakan tempat yang lembab dan kurang

sinar matahari. Salah satu contoh pendidikan kesehatan di dalam keluarga,

misalnya bagaimana orang tua mengajarkan anak cebok secara benar. Seperti

penjelasan, bila ia hendak cebok harus dibasuh dengan air bersih. Caranya

menyiram dari depan ke belakang bukan belakang ke depan. Apabila salah, pada

alat genital anak perempuan akan lebih mudah terkena infeksi. Penyebabnya
22

karena kuman dari belakang (dubur) akan masuk ke dalam alat genital. Jadi hal

tersebut, harus diberikan ilmunya sejak dini. Kebersihan genital lain, selain

cebok, yang harus diperhatikan yaitu pemakaian celana dalam. Apabila ia

mengenakan celana pun, pastikan celananya dalam keadaan kering. Selain

kebersihan genital, peningkatan gizi juga merupakan hal yang penting untuk

tumbuh kembang anak. Bila alat reproduksi lembab dan basah, maka keasaman

akan meningkat dan itu memudahkan pertumbuhan jamur. Oleh karena itu

seringlah menganti celana dalam (Safitri, 2008).

f) Perilaku

Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan kebiasaan untuk menerapkan

kebiasaan yang baik, bersih dan sehat secara berhasil guna dan berdaya guna

baik dirumah tangga, institusi-institusi maupun tempat-tempat umum.

Kebiasaan menyangkut pinjam meminjam yang dapat mempengaruhi timbulnya

penyakit menular seperti baju, sabun mandi, handuk, sisir haruslah dihindari

(Dinkes Prov. NAD,2005)

Salah satu penyebab dari kejadian skabies adalah pakaian yang kurang

bersih dan saling bertukar-tukar pakaian dengan teman satu kamar. Hal itulah

yang tidak diperhatikan serius oleh pimpinan pondok pesantren dan santri itu

sendiri. Para santri dapat menghindari penyakit skabies dengan menjaga

kebersihan pakaiannya. Dengan rajin mencuci dan menjemur pakaian sampai


23

kering dibawah terik matahari. Dan jangan menggunakan pakaian yang belum

kering atau lembab. Biasakan mencuci sedikit tapi sering (Emier, 2007)

g) Lingkungan

Kebersihan lingkungan adalah kebersihan tempat tinggal, tempat

bekerja, dan berbagai sarana umum. Kebersihan tempat tinggal dilakukan

dengan cara membersihkan jendela dan perabot santri, menyapu dan mengepel

lantai, mencuci peralatan makan, membersihkan kamar, serta membuang

sampah. Kebersihan lingkungan dimulai dari menjaga kebersihan halaman dan

selokan, dan membersihkan jalan di depan asrama dari sampah (Ponpes, 2007).

Penularan penyakit skabies terjadi bila kebersihan pribadi dan kebersihan

lingkungan tidak terjaga dengan baik. Faktanya, sebagian pesantren tumbuh

dalam lingkungan yang kumuh, tempat mandi dan WC yang kotor, lingkungan

yang lembab, dan sanitasi buruk (Badri, 2008). Ditambah lagi dengan perilaku

tidak sehat, seperti menggantung pakaian di kamar, tidak membolehkan pakaian

santri wanita dijemur di bawah terik matahari, dan saling bertukar pakai benda

pribadi, seperti sisir dan handuk (Depkes, 2007)

Budaya Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak

boleh dimandikan. Sehingga skabies sangat mudah berkembang pada tempat

disela-sela tubuh karena tidak dibersihkan. Padahal jika rajin mandi

kemungkinan besar skabies akan susah berkembang ditubuh manusia.

Seharusnya jika sebagian budaya tidak membolehkan mandi bagi orang yang
24

sakit maka dapat dibersihkan dengan cara mengelap bagian tubuh dengan

handuk yang basah. Terutama pada tempat-tempat yang mudah dihinggapi

skabies.

h) Sosial Ekonomi

Personal Hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,

sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk

menyediakannya. Yang menjadi penghambat saat pencegahan penyakit skabies

adalah keterlambatan atau kurangnya uang kebutuhan yang dikirim orangtua

untuk para santri selama diasrama tiap bulannya. Dan banyak para santri yang

saling tukar alat mandi sampai kiriman tiba. Sebagian dari santri apabila belum

mendapatkan kiriman dari orangtuanya mereka mandi tanpa menggunakan

sabun atau sampo. Apabila saat mandi kurang bersih maka penyakit scabies

akan semakin mudah menyerang tubuh para santri.

2.2 Karakteristik yang mempengeruhi skabies

1) Umur

Umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak

dilahirkan (Hurlock, 2004). dikatakan masa awal dewasa adalah 18

tahun sampai 40 tahun. Sedangkan dewasa madya adalah 41 – 60 tahun,

dewasa lanjut > 60 tahun.


25

Penyakit ini menyerang semua umur terutama lebih spesifik pada

bayi yang sangat rentan terkena penyakit ini, karena kurang Personal

Hygiene. Adapun hubungan antara kejadian frekuensi penyakit dengan

umur biasanya dinyatakan dalam bentuk age specific incidence maupun

prevalence (angka kejadian umur khusus) yakni jumlah kejadian suatu

penyakit pada suatu kelompok umur tertentu. Selain faktor tersebut di

atas, umur merupakan salah satu sifat karakteristik yang sangat utama

karena umur juga mempunyai hubungan yang erat dengan keterpaparan.

Umur juga mempunyai hubungan dengan besarnya resiko

terhadap penyakit tertentu dan sifat resistensi pada berbagai kelompok

umur tertentu. Dengan demikian maka dapat di mengerti bahwa adanya

perbedaan pengalaman terhadap penyakit menurut umur sangat

mempunyai kemaknaan (pengaruh) yang berhubungan dengan adanya

perbedaan tingkat keterpaparan dan kerentanan menurut umur, adanya

perbedaan dalam proses kejadian patogenesis, maupun adanya

perbedaan pengalaman terhadap penyakit tertentu. Beberapa penyakit

menular tertentu menunjukkan bahwa umur muda mempunyai resiko

yang tinggi, bukan saja karena tingkat kerentanannya , melainkan juga

pengalaman terhadap penyakit tersebut yang biasanya sudah dialami

oleh mereka yang berumur lebih tinggi (Noor, 2008). Dalam kaitannya

dengan kejadian skabies pada seseorang, pengalaman keterpaparan


26

sangat berperan karena mereka yang berumur lebih tinggi dan

mempunyai pengalaman terhadap skabies tentu mereka akan lebih tahu

cara pencegahan serta penularannya (Muin, 2009).

2) Jenis Kelamin

Pengertian jenis kelamin (seks) menurut Hungu (2007) adalah

perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak

seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan,

dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan

menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi,

hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki

dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan

fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang

ada di muka bumi.

Penyakit ini di derita oleh semua jenis kelamin karena penyakit

ini menyerang orang yang system imunnya kurang. Perbedaan insiden

penyakit menurut jenis kelamin, dapat timbul karena bentuk anatomis,

fisiologis dan faktor hormonal yang berbeda. Selain itu perlu

diperhitungkan pula bahwa sifat karakteristik jenis kelamin mempunyai

hubungan tersendiri yang cukup erat dengan sifat keterpaparan dan

tingkat kerentanan terhadap penyakit tertentu. Orang dengan jenis


27

kelamin perempuan akan lebih kecil resiko terpapar skabies karena

perempuan cenderung lebih selalu merawat dan menjaga penampilan,

dengan begitu kebersihan diri perempuan juga lebih terawat. Sedangkan

laki-laki cenderung tidak memperhatikan penampilan diri, hal itu

tentunya akan berpengaruh terhadap perawatan kebersihan diri, dan

kebersihan diri yang buruk tersebut yang akan sangat berpengaruh

terhadap kejadian skabies ( Muin, 2009).

3) Personal Hygiene

Pemeliharaan Personal Hygiene berarti tindakan memelihara

kebersihan dan kesehatan diri sesorang untuk kesejahteraan fisik dan

psikisnya. Seseorang dikatakan memiliki Personal Hygiene baik apabila,

orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang meliputi

kebersihan kulit, tangan dan kuku, kebersihan kaki dan kebersihan

genitalia (Badri, 2004). Banyak manfaat yang dapat di petik dengan

merawat Personal Hygiene, memperbaiki Personal Hygiene, mencegah

penyakit, meningkatkan kepercayaan diri dan menciptakan keindahan

(Wartonah, 2008)

Skabies sangat erat hubungannya dengan perilaku, terutama

dalam hal personal hygiene yang buruk. Dalam kehidupan sehari-hari

kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan


28

karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang

(Hidayat, 2009). Faktorfaktor yang mempengaruhi personal hygiene

adalah sebagai berikut:

a. Body image, gambaran individu terhadap dirinya sangat

mempengaruhi kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan

fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.

b. Praktik sosial, pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri,

maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola Personal Hygiene

c. Status sosial-ekonomi, personal Hygiene memerlukan alat dan

bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang

semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya

d. Pengetahuan, pengetahuan Personal Hygiene sangat penting karena

pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya

pada pasien penderita skabies ia harus menjaga kebersihan dirinya.

e. Budaya, disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka

tidak boleh dimandikan.

f. Kebiasaan seseorang, ada kebiasaan seseorang yang menggunakan

produk tertentu dalam perawatan dirinya seperti penggunaan sabun,

sampo, dan lain-lain.

g. Kondisi fisik, pada keadaan sakit tertentu kemampuan untuk

merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.


29

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka konsep

Berdasarkan tinjauan teori pada bab II skabies dapat di sebabkan oleh

personal hygine yang buruk, lingkungan yang kotor. Peneliti menulis memilih

membatasi penelitian ini tentang Gambaran Tingkat kejadian skabies di Pondok

Pesantren Attahiriyah kaloran lontar baru Kab.serang Meliputi: Personal Hygine

Umur, Jenis klamin. Sehingga secara skematis kerangka konsep penelitian dapat

dilihat seperti dibawah ini:

Variabel independen Variabel dependen

Karakteristik penelitian

1. Umur

2. Jenis klamin Kejadian Skabies

3. Personal Hygine

Gmbar 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

29
30

3.2 Definisi konseptual

a. Umur

Umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak

dilahirkan

b. Jenis kelamin

Pengertian jenis kelamin (seks) menurut Hungu (2007) adalah

perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang

lahir.

c. Personal Hygiene

Hygiene perorangan Adalah kebersihan perorangan yang bisa dilihat

dari kebersihan kuku, kebersihan mata, kebersihan rambut, kebersihan kulit, dan

kebersihan telinga.

3.3 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan karakteristik yang diamati,sehingga memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena (A.Aziz Alimul Hidayat,2008).


31

Tabel 1.1

Definisi Operasional

Definisi Alat Hasil Skala


No Variable operasional Cara ukur ukur ukur ukur
(1) (2) (3) (4) (5) (7) (6)
Independen
1 Umur Umur adalah wawancara Format 1. ≤ 13 Interval
lamanya hidup tabulasi tahun
dalam tahun 2. 13 - 18
yang dihitung tahun
sejak dilahirkan 3. 18-25
sampai masa tahun
dewasa
2 Jenis Perbedaan antara wawancara Format 1. Laki- Nominal
Kelamin perempuan tabulasi laki
dengan laki-laki 2. Peremp
secara biologis uan
sejak seseorang
lahir.

3 Personal Kebersihan wawancara Format 1. Baik Nominal


Hygiene responden yang tabulasi 2. Cukup
bisa dilihat dari 3. Kurang
kebersihan kuku,
kebersihan mata,
kebersihan
32

(1) (2) (3) (4) (5) (7) (6)


rambut,
kebersihan kulit,
dan kebersihan
telinga.

Dependen

1 Kejadian Jumlah kasus Telaah data Format 1. Ya Nominal

skabies pada suatu tabulasi 2. Tidak

penyakit yang

muncul yang di

laporkan pada

suatu priode

waktu tertentu
33

BAB IV

METEDOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu

penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau

deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif. (Notoadmojo, 2012)

Sesuai dengan tujuan penelitian tersebut, peneliti ingin mengetahui

gambaran tingkat kejadian skabies di Pondok Pesantren Attahiriyah Kaloran

Lontar Baru Kota Serang tahun 2015.

4.2 Tempat dan Waktu penelitian

4.2.1 Tempat penelitian

Penelitian di lakukan di Pondok Pesantren Attahiriyah Kaloran Lontar

Baru Kota Serang

4.2.2 Waktu penelitian

Penelitian ini di laksanakan pada bulan Februari – maret 2015.

33
34

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh santriwan/i di tahun Januari –

Maret dengan jumlah santri di Pondok Pesantren Attahiriyah Kaloran Lontar

Baru yang berjumlah 215 orang.

4.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini menggunakan total sampling, yaitu teknik

penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai

responden atau sampel (Sugiyono, 2009). Dengan demikian, maka peneliti

mengambil sampel dari seluruh santri dengan Jumlah sampel dalam penelitian

ini adalah 215 orang dengan dengan umur kurang dari 13 tahun sampai umur

maksimal 22 tahun.

Peneliti mengambil sampel seluruh santri karena skabies dapat menular

ke santri lain dan juga peneliti belum mengetahui secara pasti angka kejadian

skabies di pondok pesantren attahriyah.

4.4 Alat dan Metode Pengumpulan Data

Alat yang di gunakan untuk memperoleh data yang relevan maka peneliti

menggunakan format tabuasi data yang sudah di buat oleh peneliti. Metode yang

di lakukan dalam penelitian ini yaitu dengan wawancara pada metode ini,
35

pengumpulan data di lakukan dengan Tanya jawab langsung antara peneliti dan

responden.

4.5 Tehnik Analisa Data

Analisa yang digunakan pada peneliti ini yaitu analisa univariat. Analisa

univariat bertujuan untuk melihat distribusi frekuensi dari masing-masing

variabel, variabel independen yaitu umur, dan jenis klamin, personal hygine.

Untuk analisa data dari variabel dependen yaitu kejadian skabies. Pada

umumnya analisa ini hanya menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap

variabel, adapun rumus yang di gunakan:

P = F x100%

Keterangan :

P = Nilai presentase responden

F = Frekuensi tiap kategori

N = Jumlah responden keseluruhan


36

FORMAT TABULASI DATA PENYAKIT SKABIES DI PONDO PESANTREN

ATTAHIRIYAH KALORAN LONTAR BARU KOTA SERANG

JENIS
SKABIES UMUR PERSONAL HYGINE
N KLAMIN
NAMA
O
Ya Tidak ≤ 13 Th 13 – 18 Th 18 – 25 Th Lk Pr Baik Cukup Kurang
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)

JUMLAH
37

Keterangan

Kriteria pemeriksaan :

1. Personal hygine

 Baik : Di lihat dari kebersihan kuku, kebersihan mata, kebersihan


kulit, kebersihan telinga, kebersihan rambut dan kebersihan gigi.
 Cukup : Di lihat dari jawaban responden yaitu mandi 2 kali sehari,
membersihkan gigi 2 kali sehari dan membersihkan rambut minimal 1 kali
sehari.
 Kurang : Di lihat dari jawaban responden yaitu mandi 1 kali sehari atau
tidak sma sekali, membersihkan gigi 1 kali sehari atau tidak sama sekali, dan
membersihkan rambut 3 hari sekali atau tidak sama sekali.

2. Skabies

 Ya : Responden mengatakan gatal di sela sela jari tangan, kaki,

ketiak, selangkangan, gatal di area genitalia, terdapat nodule berisi

cairan bening dan terlihat kemerahan.

 Tidak : responden mengatakan tidak mengalami gatal, tidak terdapat

nodule, tidak terlihat kemerahan.

Anda mungkin juga menyukai