Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia adalah Negara yang kaya akan sumber daya alam.
Indonesia disebut sebagai Negara yang memiliki tanah subur dan banyak
memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah. Berbagai jenis tanaman
ada di indonesia salah satunya adalah tanaman obat atau herbal, mulai dari
jenis rimpang, batang, daun maupun jenis herbal lainnya. Sebanyak 40.000
jenis flora yang tumbuh didunia, 30.000 jenis flora di antaranya tumbuh di
indonesia sehingga dapat sebutan live laboratory.
Tanaman obat didefinisikan sebagai jenis tanaman yang sebagian
atau seluruh tanaman tersebut digunakan sebagai obat ramuan tradisional.
Tanaman obat berfungsi sebagai ramuan alami untuk mengobati berbagai
penyakit yang seringkali timbul. Obat tradisional merupakan warisan
budaya bangsa yang perlu terus dilestarikan dan dikembangkan untuk
menunjang pembangunan kesehatan.
Obat tradisional Indonesia sangat besar peranannya dalam
pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia, sehingga obat tradisional
sangat berpotensi untuk dikembangkan. Tanaman obat sangat berguna
untuk menyembuhkan berbagai penyakit, tanaman ini juga banyak
dibutuhkan oleh industri obat-obatan, rumah sakit, dan perusahaan-
perusahaan yang bergerak dibidang penjualan produk kesehatan. Beberapa
ahli herbalis yakin bahwa pemanfaatan bahan-bahan yang bersifat alamiah
lebih diterima oleh tubuh manusia dibandingkan dengan penggunaan
bahan-bahan yang bersifat sintetik, walaupun mereka tahu betul bahwa
khasiat pemanfaatan bahan-bahan yang alami cenderung relatif lambat.
Kini, kecendrungan untuk kembali kealam sudah bersifat global, ditandai
dengan maraknya produk bahan alam baik dari dalam maupun dari luar
negeri dengan berbagai macam label dan merk. Pilihan untuk
memanfaatkan tanaman obat di pekarangan, perkebunan, maupun hasil
hutan untuk berbagai pengobatan juga merupakan pilihan yang sangat
tepat untuk tetap melestarikan tanaman obat dan memudahkan dalam
mendapatkan jika akan dipergunakan.
Budaya pemanfaatan obat tradisional yang berasal dari tanaman ini
juga terdapat pada masyarakat Gorontalo dan telah dikenal masyarakat
Gorontalo dari dulu kala dan dilaksanakan jauh sebelum pelayanan
kesehatan formal dengan obat-obat modern. Sampai saat ini masyarakat
masih mengakui dan memanfaatkan pelayanan dengan obat tradisional ini.
Sistem pengobatan tersebut sampai dewasa ini masih tumbuh subur.
Kondisi ini didukung oleh potensi wilayah Gorontalo yang masih memiliki
wilayah hutan yang cukup luas yang ditumbuhi oleh berbagai tanaman
diantaranya tanaman obat. Oleh karena itu wilayah ini diduga memiliki
keanekaragaman tanaman obat yang tinggi. Maka dilakukanlah praktek
kerja lapangan Farmakognosi disalah satu daerah yang terdapat di
Gorontalo untuk mencari dan mengetahui berbagaimacam tumbuhan yang
berkhasiat sebagai tanaman obat.
I.2 Tujuan PKL
Pelaksanaan PKL Farmakognosi ini bertujuan :
1. Mengelompokkan tanaman-tanaman yang dapat dijadikan bahan obat
2. Memahami dan mengetahui tanaman yang dapat dijadikan simplisia
sebagai bahan obat
3. Memahami dan mengetahui tekhnik pembuatan simplisia sebagai bahan
obat
I.3 Manfaat PKL
Pelaksanaan PKL Farmakognosi ini bermanfaat untuk:
1. Agar mahasiswa dapat mengelompokkan tanaman-tanaman yang dapat
dijadikan bahan obat
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui tanaman yang dapat dijadikan
simplisia sebagai bahan obat
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui tekhnik pembuatan simplisia
sebagai bahan obat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
Ilmu tumbuhan saat ini telah mengalami kemajuan yang demikian
pesat, dari berbagai cabang ilmu tumbuhan yang sekarang telah berdiri
sendiri adalah morfologi tumbuhan mempelajari tentang morfologi luar
atau morfologi dalam arti yang sempit, yang selain memuat tentang istilah-
istilah yang lazim dipakai dalam ilmu tumbuhan, kususnya dalam
taksonomi tumbuhan, sekaligus juga berisi tuntunan bagaimana caranya
mencandra (mendeskripsi) tumbuhan. Morfologi tumbuhan tidak hanya
menguraikan bentuk dan susunan tubuh tumbuhan saja, tetapi juga
bertugas untuk menentukan apakah fungsi masing-masing bagian itu
dalam kehidupan tumbuhan, dan selanjutnya juga berusaha mengetahui
darimana asal bentuk dan susunan tubuh yang demikian tadi. Pengetahuan
tentang anatomi tumbuhan adalah ilmu yang merangkum uraian organ,
susunan, bagian, atau fungsi dari organ tumbuhan itu, pemeriksaan ini
bertujuan untuk mencari unsur-unsur anatomi serta fragmen pengenal
jaringan serbuk yang khas, guna mengetahui jenis-jenis simplisia yang
diuji berupa sayatan melintang, membujur atau serbuk dari tanaman
(Gembong,1985).
Farmakognosi berasal dari bahasa Yunani, pharmacon yang artinya
"obat" (ditulis dalam tanda petik karena obat disini maksudnya adalah obat
alam, bukan obat sintetis) dan gnosis yang artinya pengetahuan. Jadi
farmakognosi adalah pengretahuan tentang obat-obat alamiah.
Farmakognosi mencakup seni dan pengetahuan pengobatan dari alam yang
meliputi tanaman, hewan, mikroorganisme dan mineral. Keberadaan
farmakognosi dimulai sejak manusia pertama kali mulai mengenal
penyakit, seperti menjaga kesehatan, menyembuhkan penyakit,
meringankan penderitaan, menanggulangi gejala penyakit dan rasa sakit,
serta semua yang berhubungan dengan minuman dan makanan kesehatan.
Namun mereka tidak sadar bahwa yang diketahui itu adalah bidang dari
farmakognosi. Mereka pun tidak mengetahui kalau bahan-bahan yang
berbahaya seperti minyak jarak, biji saga (sogok telik) dan tempe bongkrek
(avlatoksin) merupakan bagian dari pembicaraan farmakognosi.Pada
awalnya masyarakat awam tidak mengenal istilah "farmakognosi". Oleh
karenanya, mereka tidak bisa menaikkan farmakognosi dengan bidang-
bidang yang berhubungan dengan kesehatan. Padahal, farmakognosi
sebenarnya menjadi mata pelajaran yang sangat spesifik dibidang
kesehatan dan farmasi. Masyarakat telah mengetahui khasiat dari opium
(candu), kina, kelembak, penisilin, digitalis, insulin, tiroid, vaksin polio,
ddan sebagainya. (Sri mulyani, dkk. 2004).
Herbarium adalah penyimpanan dan pengawetan tumbuhan. Untuk
herbarium kering perlakuannya disimpan dalam keadaan kering sedangkan
herbarium basah disimpan dalam keadaan basah dengan cairan tertentu.
Pembuatan herbarium tanaman dilakukan dengan mengumpulkan seluruh
bagian tanaman yang utuh (akar, batang, daun), termasuk bagian-bagian
khusus tanaman seperti bunga, buah dan bij,bila tidak dikumpulkan secara
lengkap akan susah untuk mengidentifikasinya serta jangan sekali-kali
mengambil tanaman pada waktu yang berbeda kemudian dikumpulkan
menjadi satu, itu akan membuat herbarium memberikan hasil yang tidak
baik (Vansteenis,1972).
Pengertian simplisia menurut Farmakope Indonesia Edisi III,
adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapaun juga kecuali dinyataka lain berupa bahan yang telah
dikeringkan. Simplisia terbagi 3 golongan yaitu :
1. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman dan eksudat tanaman. Eskudat tanaman ialah isi yang spontan
keluar dari tanaman atau isi sel yang dikeluarkan dari selnya, dengan
cara tertentu atau zat yang dipisahkan dari tanamannya dengan cara
tertentu yang masih belum berupa zat kimia murni.
2. Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan
atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat
kimia murni.
3. Simplisia mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelican
(mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana
dan belum berupa zat kimia murni.
Selain ketiga jenis simplisia diatas juga terdapat hal lain, yaitu
benda organic asing yang disingkat benda asing, adalah satu atau
keseluruhan dari apa-apa yang disebut dibawah ini :
1. Fragmen, merupakan bagian tanaman asal simplisia selain bagian
tanaman yang disebut dalam paparan makroskopik, atau bagian
sedemikian nilai batasnya disebut monografi.
2. Hewan hewan asing, merupakan zat yang dikeluarkan oleh hewan,
kotoran hewan, batu tanah atau pengotor lainnya.
Simplisia nabati harus bebas serangga, fragme hewan, atau kotoran
hewan tidak boleh menyimpang bau dan warnanya, tidak boleh
mengandung lendir, atau cendawan, atau menunjukkan adanya zat
pengotor lainnya; pada perhitungan penetapan kadar abu yang tidak larut
dalam asam, kadar abu yang larut dalam air , sari yang larut dalam air, atau
sari yang larut dalam etanol didasarkan pada simplisia yang belum
ditetapkan susut pengeringannya. Agar simplisia yang kita butuhkan
bermutu baik, maka dilakukan pemeriksaan mutu simplisia yang bertujuan
agar diperpoleh simplisia yang memenuhi persyaratan umum yang
ditetapkan oleh DepkesRI dalam buku resmi seperti materi medika
Indonesia, Farmakope Indonesia, dan ekstra Farmakope Indonesia.
Pemeriksaan mutu simplisia terdiri atas : (Midian,1985)
1. Identifikasi meliputi pemeriksaan
a) Organoleptik, yaitu pemeriksaan warna, bau dan rasa dari bahan
simplisia. Dalam buku resmi dinyatakan pemerian yaitu memuat
paparan mengenai bentuk dan rasa yang dimaksudka untuk
dijadikan petunjuk mengenal simplisia nabati sebagai syarat baku.
b) Makroskopik, yaitu membuat uraian mikroskopik paparan
mengenai bentuk ukuran, warna dan bidang patahan atau irisan.
c) Mikroskopik yaitu membuat paparan anatomi penempang
melintang simplisia fragmen pengenal serbuk simplisia.
d) Tetapan fisika, melipti pemeriksaan indeks bias, bobot jenis, titik
lebur, rotasi optic, mikrosublimasi, dan rekristalisasi.
e) Kimiawai, meliputi reaksi warna, pengendapan, penggaraman,
logam, dan kompleks.
f) Biologi, meliputi pemeriksaan mikrobiologi seperti penetapan
angka kuman, pencemaran, dan percobaan terhadap hewan.
2. Analisis bahan meliputi penetapan jenis konstituen (Zat kandungan),
kadar konstituen (Kadar abu, kadar sari, kadar air, kadar logam), dan
standarisasi simplisia.
3. Kemurnian, meliputi kromatografi: kinerja tinggi, lapis tipis, kolom,
kertas, dan gas untuk menentukan senyawa atau komponene kimia
tunggal dalam simplisia hasil metabolit primer dan sekunder tanaman.
Pembuatan simplisia merupakan proses memperoleh simplisia dari
alam yang baik dan memenuhi syarat-syarat mutu yang dikehendaki.
Pengumpulan atau panen dapat dilakukan dengan tangan atau
menggunakan alat (mesin). Apabila pengambilan dilakukan secara
langsung (pemetikan) maka harus memperhatikan keterampilan si pemetik,
agar diperoleh tanaman/bagian tanaman yang dikehendaki, misalnya
dikehendaki daun yang muda, maka daun yang tua jangan dipetik dan
jangan merusak bagian tanaman lainnya. Misalnya jangan menggunakan
alat yang terbuat dari logam untuk simplisia yang mengandung senyawa
fenol dan glikosa.Kadar kandungan zat aktif suatu simplisia ditentukan
oleh waktu panen, umur tanaman, bagian tanaman yang diambil dan
lingkungan tempat tumbuhnya. Pada umumnya waktu pengumpulan
sebagai berikut :
1. Daun dikumpulkan sewaktu tanaman berbunga dan sebelum buah
menjadi masak, contohnya, daun Athropa belladonna mencapai kadar
alkaloid tertinggi pada pucuk tanaman saat mulai berbunga. Tanaman
yang berfotosintesis diambil daunnya saat reaksi fotosintesis sempurna
yaitu pukul 09.00-12.00.
2. Bunga dikumpulkan sebelum atau segera setelah mekar.
3. Buah dipetik dalam keadaan tua, kecuali buah mengkudu dipetik
sebelum buah masak.
4. Biji dikumpulkan dari buah yang masak sempurna.
5. Akar, rimpang (rhizome), umbi (tuber) dan umbi lapis (bulbus),
dikumpulkan sewaktu proses pertumbuhannya berhenti.
Bagian Tanaman yang akan digunakan sebagai simplisia adalah
sebagai berikut :
1. Klika batang/klika/korteks
Klika diambil dari batang utama dan cabang, dikelupas dengan
ukuran panjang dan lebar tertentu, sebaliknya dengan cara berselang-
seling dan sebelum jaringan kambiumnya, untuk klika yang
mengandung minyak atsiri atau senyawa fenol gunakan alat pengelupas
yang bukan terbuat dari logam.
2. Batang (caulis)
Batang diambil dari cabang utama sampai leher akar, dipotong-
potong dengan panjang dan diameter tertentu.
3. Kayu (Lignum)
Kayu diambil dari batang atau cabang, kelupas kuliltnya dan
potong-potong kecil.
4. Daun (Folium)
Daun tua atau muda (daun kelima dari pucuk) dipetik satu persatu
secara manual.
5. Bunga (Flos)
Tergantung yang dimaksud, dapat berupa kuncup atau bunga mekar
atau mahkota bunga atau daun bunga, dapat dipetik langsung dengan
tangan.
6. Akar (Radix)
Bagian yang digunakan adalah bagian yang berada di bawah
permukaan tanah, dipotong-potong dengan ukuran tertentu.
7. Rimpang (Rhizoma)
Tanaman dicabut, rimpang diambil dan dibersihkan dari akar,
dipotong melintang dengan ketebalan tertentu.
8. Buah (Fructus)
Dapat berupa buah yang masak, matang atau buah muda, dipetik
dengan tangan
9. Biji (Semen)
Buah yang dikupas kulit buahnya menggunakan tangan atau alat,
biji dikumpulkan dan dicuci.
10. Bulbus
Tanaman dicabut, bulbus dipisahkan dari daun dan akar dengan
memotongnya.
II.2 Uraian Tanaman
II.2.1 Bangle (Zingiber montanum)
a. Klasifikasi (Aserani, 2010)
Regnum :Plantae
Divisi :Magnoliophyta
Kelas :Liliopsida
Ordo :Zingiberales
Famili :Zingiberaceae
Tanaman Bangle
Genus :Zingeber
(Zingiber montanum)
Spesies :Zingiber montanum
b. Morfologi
Bangle tumbuh di daerah Asia tropis, dari India sampai Indonesia.
Di Jawa dibudidayakan atau ditanam di pekarangan dan pada tempat-
tempat yang cukup mendapat sinar matahari, mulai dari dataran rendah
sampai 1.300 m d.p.l. Pada tanah yang tergenang atau becek,
pertumbuhannya akan terganggu dan rimpang cepat membusuk (Depkes
RI, 1977).
Herba semusim, tumbuh tegak, tinggi 1 - 1,5 m, membentuk
rumpun yang agak padat, berbatang semu, terdiri dari pelepah daun yang
di pinggir ujungnya berambut sikat. Daun tunggal, letak berseling. Helaian
daun lonjong, tipis, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi rata, berambut
halus, jarang, pertulangan menyirip, panjang 23 - 35cm, lebar 20 - 40 mm,
warna hijau. Bunganya bunga majemuk, bentuk tandan, keluar diujung
batang, panjang gagang sampai 20 cm. bagian yang mengandung bunga
bentuknya bulat telur atau seperti gelondong, panjang 6 - 10 cm, lebar 4 -
5 cm (Depkes RI, 1977).
Bibir bunga bentuknya bundar memanjang, warnanya putih atau
pucat. Bangle mempunyai rimpang yang menjalar dan berdaging,
bentuknya hampir bundar sampai jorong atau tidak beraturan, tebal 2-5
mm. permukaan luar tidak rata, berkerut, kadangkadang dengan parut
daun, berwarna cokelat muda kekuningan, bila dibelah berwarna kuning
muda sampai kuning kecokelatan. Rasanya tidak enak, pedas dan pahit.
Bangle digolongkan sebagai rempah-rempah yang memiliki khasiat obat.
Masa panen dilakukan setelah tanaman berumur satu tahun.
Perkembangbiakan dengan stek rimpang (Depkes RI, 1977).
c. Kandungan Kimia (Aserani, 2010)
Bangle (Zingiber montanum) mengandung zat kimia antara lain
asam organik, mineral, lemak, gom albuminoit, gula, damar (pahit),
minyak atsiri (sineol, pinen, sesquiterpen).
d. Khasiat dan Kegunaan (Aserani, 2010)
Manfaat bangle antara lain sebagai anti inflamasi, analgesik,
antipiretik, dan karminatif. Selain itu, dapat mengobati sakit kuning,
sembelit, cacingan, ramuan jamu pada wanita setelah melahirkan, dan
kegemukan.
e. Cara Penggunaan
Menurut Herlina, (2011) cara pengobatan rimpang bangle yaitu:
1. Sakit kepala , pegal linu, mengecilkan perut sehabis melahirkan, Cara
pengobatannya dengan diminum yaitu ambil 1/2-3 jari rimpang,
kemudian direbus. Untuk pemakaian luar rimpang secukupnya di cuci
bersih lalu diparuti. di pakai sebagian tepal atau boreh pada ,dan
sebagainya.
2. Demam, masuk angin, Cara pengobatannya dengan diminum yaitu
Siapkan 15g rimpang bangle yang segar di cuci lalu diparut.
Tambahkan ½ cangkir air panas dan 2 sendok makan madu. Diaduk
merata lalu di peras dan disaring , minum. Lakukan 2 kali sehari.
3. Sakit kuning, Cara pengobatannya dengan diminum yaitu Siapkan ½
jari rimpang bangle dicuci bersih lalu di parut. Tambahkan air masak
dan madu masing-masing 1 sendok makan. Peras dan saring, minum.
Lakukan 2 kali sehari.
4. Nyeri sendi (rheumatism), Cara pengobatannya dengan dioleskan
kebagian sendi yaitu rimpang bangle segar secukupnya dicuci lalu di
parut, tambahkan arak sampai menjadi adonan seperti bubur encer.
5. Cacingan. Cara pengobatannya dengan diminum yaitu ambil 3 jari
rimpang bangle, 2jari temu hitam, 5 biji ketumbar dan 5 lembar tangkai
daun sirih dicuci lalu diiris tipis-tipis, kemudia di tumbuk halus.
Tambahkan ½ cangkir air masak, diaduk merata lalu diperas dan
disaring lalu diminum.
6. Radang selaput lendir mata, Cara pengobatannya dengan diminum yaitu
rimpang bangle dan kunyit sebesar 1 buku jari tangan dan 13 butir
jinten hitam dicuci bersih lalu dipotong-potong seperlunya. Rebus
dengan 1 gelas air bersih sampai tersisa setengahnya. Setelah dingin
disaring, minum.
7. Kegemukan/ mengurangi lemak tubuh, Cara pengobatannya dengan
diminum yaitu sepotong rimpang bangle dan 7 lembar daun jati belanda
dicuci lalu direbus dengan 1,5 gelas air bersih sampai tersisa 1 gelas.
Setelah dingin disaring, dibagi untuk 2 kali minum pagi dan sore hari.
II.2.2 Buah Ara (Ficus racemosa) (Shiksharthi dan Mittal, 2011)
a. Klasifikasi
Regnum :Plantae
Divisi :Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rosales
Keluarga : Moraceae
Genus : Ficus Tanaman Ara
Spesies : Ficus racemosa (Ficus racemosa)
b. Morfologi
Akar pohon tin memiliki sistem perakaran yang sama seperti
tanaman bergenus lainnya yaitu berakar tunggang. Akar tin tumbuh
dangkal dan dapat tumbuh menyebar hingga mencapai 3 kali lipat dari
diameter tajuk tanaman tin sendiri Perakaran tanaman tin termasuk akar
yang toleran terhadap jenis tanah yang kurang nutrisi.
Batang tanaman buah tin dapat tumbuh mencapai ketinggian 3 – 10
meter. Batang pohon tin juga tumbuh bercabang dengan jumlah banyak
percabangan. Meskipun batang tin besar dan tumbuh tinggi namun batang
tanaman ini sangat sensitive terhadap panas sinar matahari. Kerusakan
yang terjadi akbiatsensifitas dari batang terhadap panas yaitu adanya
bercak – bercak putih dan apabila batang tanaman tin terluka akan
mengeluarkan getah bewarna putih. Ciri-ciri batang buah tin umur muda
yaitu bewarna hijau dan apabila sudah berumur tua maka batang tersebut
bewarna kelabu.
Daun tanaman buah tin bertekstur kasar dengan ukuran panjang
sekitar 6 – 18 cm dan ukuran lebar daun sekitar 5 – 15 cm. Daun tin
berbentuk seperti telapak tangan namun agak melebar, dengan tulang
daun lateral pertama lurus dan menyudut ke ibu tulang serta dibagian
pangkal daun membentuk pola tiga cabang. Pada saat daun rontok maka
akan terdapat bekas getah putih yang berupa cincin di buku-buku ranting.
Buah tin merupakan bunga tanaman tin yang membentuk bulat.
Buah tin memiliki ciri-ciri berbentuk bulat bewarna hijau, merah keunguan
pada kuliat bagian luar tergantung jenis varietas. Dan pada bagian dalam
bewarna merah dengan jumlah biji buah banyak. Berat buah tin yaitu
sekitar 40 – 120 gram tergantung dengan jenis varietas tanaman tin.
c. Kandungan Kimia
Tumbuhan ara mengandung senyawa metabolit sekunder, pada
bagian daun tumbuhan ini mengandung senyawa metabolit sekunder
seperti sterol, triterpenoid, alkaloid, tanindan flavonoid, sedangkan kulit
batangnya mengandung senyawa seperti gluanolasetat, β-sitosterol ,
leukosianidin-3-O-β-D-glukopiranosida, leukopelargonidin-3-O-β-D-
glukopiranosida, leukopelargonidin-3-O-α-L-ramnopiranosida, lupeol,
lupeol asetat dan α-amirin asetat, lupenol, β-sitosterol dan stigmasterol,
dan pada bagian buahnya mengandung senyawa seperti gluanol asetat,
glukosa, asam tiglat, lupeol asetat, fridelin, fitosterol yang lebih tinggi,
pada bagian daunnya terdapat tetrasiklik triterpen gluanol asetat yang
ditandai sebagai 13α, 14β, 17βH,20αH-lanosta-8.
d. Khasiat dan Kegunaan
Bagian dari akar, kulit kayu, buah dan daun pada tumbuhan
Aradapat digunakan untuk aktivitas terapeutik. Tumbuhan ara termasuk
dalam keluarga Moraceae yang diketahui memiliki kandungan astringent.
Ekstrak buah dapat digunakan dalam pengobatan kusta, diare, peredaran
darah, gangguan pernafasan dan menorrhagia. Buah dapat digunakan
sebagai astringent, refrigerant, dalam batuk kering, kehilangan suara,
penyakitginjal dan limpa, astringent untuk usus, berguna dalam pengobatan
keputihan, kelelahan, kantung kemih, kusta, epitasis, cacingan dan
spermatorrhoea, kanker, kudis, pendarahan intrinsik. Bagian akar dapat
digunakan untuk pengobatan disentri, diabetes, keluhan dada, gondok,
pembesaran kelenjar inflamasi, berguna dalam penyakit anjing gila. Kulit
batang dapat digunakan dalam pengobatan penyakit menorrhagia,
keputihan, penyakit kemih, pendarahan, penyakitkulit,disentri, untuk
gangguan urologis, diabetes, cegukan, kusta, dan asma. Bagian daun dapat
digunakan untuk mengobati disentri, menorrhagia, efektif dalam
pengobatann pembesaran kelenjar, luka kronis, adenitisservikal,
infeksiempedu dan sebagai obat kumur, rebusan daun dapat digunakan
untuk mencuci luka. Getah pada tanaman ini dapat digunakan untuk
pengobatan wasir, bisul, meredakan edemadi adenitis, parotitis, orkitis,
pembengkakan traumatis, sakit gigi, gangguan vagina, luka yang kronis,
diare dan afrodisiak.
e. Cara Pengobatan
Cara pengobatan buah ara yaitu:
1. Buah Ara Segar, cara pengobatannya dengan dimakan yaitu dengan
cara dikupas kulit luarnya dengan putar batangnya, kemudian gunakan
jari untuk mengupas kulitnya dengan perlahan karena tekstur buah ara
segar cenderung rapuh dan lembut
2. Buah ara kering, cara pengobatannya dengan diminum yaitu dengan
cara direndam terlebih dahulu dengan air panas agar teksturnya lembut
ketika dimasak kemudian rebus buah ara kering selama 10-15 menit.
II.2.3 Coklat (Theobroma cacao L.)
a. Klasifikasi (Dalimartha, 2006)
Divisi : Spermatophyta
AnakDivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
AnakKelas : Dialypetalae
Bangsa : Malvales’ Tanaman Coklat
Suku : Sterculiaceae (Theobroma cacao L)
Marga : Theobroma
Jenis : Theobroma cacao L.
b. Morfologi
Tanaman kakao memiliki perakaran tunggang dengan panjang
dapat mencapai 8 meter dengan arah horizontal, dan 15 meter ke arah
bawah. Sedangkan kakao yang diperbanyak secara vegetatif memiliki
perakaran serabut, dan akan berubah menyerupai akar tunggang setelah
tenaman dewasa.
Tanaman kakao memiliki batang dengan arah pertumbuhan
orthotrop (ke atas) dan plagiotrop (ke samping). Dari batang dan kedua
jenis sering ditumbuhi tunas-tunas air yang banyak menyerap energi,
sehingga apabila dibiarkan untuk tumbuh akan dapat mengurangi
pembungaan dan pembuahan.
Daun kakao terdiri dari tangkai daun dan helai daun saja, sehingga
termasuk kategori daun tunggal. Bentuk tangkai daun kakao bulat oval dan
bangunya memanjang. Ujung dan pangkal daun meruncing dan tepi
daunya berbentuk rata. Panjang daun berkisar 25-34 cm dengan lebar 9-12
cm. Daun-daun yang tumbuh pada tunas biasanya berwarna merah dan
disebut flush, permukaanya seperti sutera. Setelah daun tersebut tua maka
akan berubah menjadi warna hijau dan pada bagian permukaanya kasar.
Bunga tanaman coklat tergolong bunga sempurna yang terdiri dari
5 helai daun kelopak (calyx) dan 10 helai benang sari (androecium).
Bunga tanaman kakao memiliki diameter 1,5 cm dan bunga disangga oleh
tangkai bunga dengan panjang 2-4 cm.
Tangkai bunga tumbuh dari bantalan bunga pada cabang atau
batang. Bantalan bunga pada bagian cabang akan menumbuhkan bunga
ramiflora, sedangkan bunga pada batang akan menumbuhkan bunga
cauliflora. Satu tanaman kakao dapat berbunga dengan jumlah mencapai
5.000-12.000 tiap tahunya. Akan tetapi bunga yang menjadi buah hingga
masak hanya sekitar 1%nya saja.
Buah kakao memiliki bentuk, ukuran dan warna yang bermacam-
macam. Buah kakao muda memiliki panjang kurang dari 10 cm yang biasa
disebut dengan cherelle. Sedangkan buah yang telah tua memiliki ukuran
panjang lebih dari 10 cm hingga 30cm. Secara umum buah kakao memiliki
warna hijau muda, hijau tua, dan merah ketika masih muda. Setelah 6
bulan dari penyerbukan buah akan masak dan berubah warna menjadi
menguning.
Biji kakao diselimuti oleh lapisan lunak berwarna putih dan
memiliki rasa yang manis. Jika biji akan dijadikan benih, maka lapisan
putih tersebut harus dibuang terlebih dahulu karena akan menghambat
perkecembahan biji. Biji buah kakao tidak memiliki masa dormansi,
sehingga tidak mungkin menyimpan biji untuk benih dalam waktu yang
lama. Biji kakao ini yang merupakan produksi utama dan sering
dimanfaatkan untuk diolah menjadi coklat.
c. Kandungan Kimia (Dalimartha, 2006)
Cokelat terbuat dari biji cocoa yang kaya akan senyawa beraroma
bernama falvonoids ,yang juga terdapat di daun teh, kebanyakan buah-
buahan dan sayur-sayuran. Sampai saat ini, lebih dari 4000 macam
flavonoid yang telah didefinisikan. Tumbuh-tumbuhan mensintesis
senyawa yang dapat larut dalam air ini dari asam amino phenylalanine
danasetat. Flavonoid berperan sebagai antioksida, menetralkan efek-efek
buruk dan radikal bebas yang dapat menghancurkan sel-sel dan jaringan-
jaringan tubuh. Satu setengah ons batang cokelat hitam kira-kira memiliki
800 miligram antioksida, kira-kira sama jumlahnya seperti yang terdapat di
dalam secangkir the hitam.
Karbohidrat yang dibentuk oleh senyawa kimia dalam cokelat
menghasilkan serotonin, yang membantu stimulasi otak sehingga kita
merasa santai dan tenang. Dengan mengonsumsi cokelat, tubuh akan
menghasilkan antioksidan yang membantu mencegah serangan jantung
dan mempertahankan daya tahan tubuh. Peneliti dari University California
menemukan kandungan senyawa Flavon-3-ols dalam cokelat yang terbukti
dapat menurunkan resiko penyakit kardiovaskular.
d. Khasiat dan Kegunaan (Dalimartha, 2006)
Beberapa manfaat cokelat dunia pengobatan masih menjadi bahan
penelitian di dunia saat ini. Di antaranya adalah:
1. Mengobati Batuk
Theobromine dalam cokelat disinyalir berfungsi menyembuhkan
batuk secara lebih baik dibandingkan obat batuk.
2. Mengurangi Resiko Stroke
Penelitian dari Universitas California mengungkapkan bahwa
cokelat memiliki pengaruh yang sama dengan aspirin sebagai anti
pembekuan darah. Cokelat membantu mencegah sebagai anti
pembekuan darah. Cokelat membantu mencegah pembekuan darah,
sehingga mengurangi resiko terjadinya stroke.
3. Mencegah tekanan darah tinggi
Senyawa flavanol (antioksidan) dalam cokelat diindikasikan dapat
membantu mencegah tekanan darah tinggi.
e. Cara Pengobatan
Biji kakao dipisahkan dengan buah kakao selanjutnya,difermentasi
kurang lebih 5 hari dengan wadah tertutup. Biji kemudian dikeringkan dan
disortir sampai mengeluarkan aroma,kemudian biji kakao disangrai sampai
kering pada suhu 80 c selama 15 menit,kemudian biji kakao dipisahkan
dari kulitnya secara manual kemudian,diblender atau ditumbuk sampai
halus,selanjutnya direbus menggunakan air panas kemudian diminum.
II.2.4 Jarak Pagar (Jatropha curcas)
a. Klasifikasi (Prihandana& Hendroko, 2006).
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Jatropha
Tanaman Jarak Pagar
Spesies : Jatropha curcas
(Jatropha curcas)
b. Morfologi
Tanaman jarak pagar merupakan perdu atau pohon kecil yang
mempunyai tinggi 1 – 5 meter. Tanaman ini memiliki batang yang bulat
atau silindris, licin, dan bergetah. Daun jarak merupakan daun tunggal
dengan pertumbuhan daun yang berseling, berbentuk jantung atau bulat
telur, helai daun bertoleh, berlekuk bersudut 3 atau 5. Pangkal daun
berlekuk, ujungnya meruncing, dan bergerigi. Tulang daun menjari dengan
7 – 9 tulang utama. Tangkai daun panjang sekitar 4 – 15 cm. Bunga
tanaman jarak merupan bunga majemuk termasuk dalam berkelamin
tunggal dan berumah 1. Buah tanaman jarak pagar berbentuk telur dengan
panjang kurang lebih 2,54 cm dan diameter 2 – 4 cm, panjang biji 2 cm
dan ketebalan 1 cm (kusdianti, 2005).
c. Kandungan Kimia
Jarak pagar (Jatropha curcas) mengandung beberapa kandungan
kimia, yaitu tanins, flavonoid, dan saponins yang terdapat di dalam getah
tanaman jarak pagar. Zat tanin dapat menyebabkan kompleksasi terhadap
enzim atau substrat yang terdapat pada dinding sel bakteri sehingga
menyebabkan koagulasi protein pada dinding sel bakteri dengan
konsentrasi tanin yang tinggi. Pada suatu penelitian, zat tanin efektif
menghambat pertumbuhan bakteri di saluran pencernaan, seperti
Acteroides fragilis, Clostridium perfringens, Escherichia coli dan
Enterobacter cloacae, dan bakteri lainnya (Akiyama, 2001)
Flavonoid merupakan senyawa kimia yang berasal dari produk
alami dan memiliki berbagai macam sifat farmakologi. Flavonoid
mempunyai aktivitas antijamur, antivirus, dan antibakteri. Flavonoid dapat
menghambat sintesis asam nukleat pada Staphylococcusaureus,
menghambat fungsi membran sitoplasma pada MRSA, Streptococcus, dan
S. mutans, serta menghambat metabolisme energi pada beberapa macam
bakteri (Cushnie et al, 2005).
Saponin merupakan glikosid aktif dengan karakteristik berbusa.
Saponin banyak dihasilkan dari tanaman, dan sedikit dihasilkan pada
hewan laut dan beberapa bakteri. Sama halnya dengan flavonoid, saponin
mempunyai aktivitas virusidal, antijamur, dan antibakteri. Saponin dapat
menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif maupun bakteri gram
positif. Tetapi beberapa saponin juga ada yang tidak efektif mampu
menembus ke dalam selaput sel dari mikroorganisme tersebut (Desai,
2009).
d. Khasiat dan Kegunaan
Tanaman jarak berpotensi sebagai bahan baku alternative
pembuatan biodiesel yang diharapkan akan mampu menambah pasokan
energy, serta cadangan energy untuk masa mendatang. Getah jarak bersifat
antimikroba sehingga daoat mengusir bakteri seperti jenis staphylococcus,
streptococcus dan E.coli dan dapat digunakan untuk mengatsi sakit gigi
karena gigi berlubang (Hariyono dan Soenardi, 2005).
e. Cara Pengobatan
Ambillah 5 sampai 8 lembar daun jarak lalu tumbuh hingga halus
bersama sedikit air hangat. Setelah itu oleskan ramuan tersebut pada
bagian tubuh yang mengalami rematik. Setidaknya lakukan 3 kali sehari
(kusdianti, 2005).
II.2.5 Langsat (Lansium domesticum L.)
a. Klasifikasi (Hasskarl dalam Maryanti, 2009)
Regnum : Plantae
Sub Regnum : Trachebionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Sub Class : Rosidae
Ordo : Sapindales
Tanaman Langsat
Familia : Maliaceae
(Lansium domesticum L)
Genus : Lansium
Spesies : Lansium domesticum L.
b. Morfologi
Lansium domesticum L. berasal dari tanaman berkayu yang hidup
menahun. Langsat dapat tumbuh didaerah beriklim basah dengan curah
hujan tinggi, tanaman ini termaksud jenis pohon buah musiman yang
hanya berbuah setahun sekali, biasanya bunga akan bermunculan di awal
musim. Buah langsat mentah berwarna hijau, bergetah dan sangat asam,
seiring matangnya buah, kulit akan berubah kekuningan dan daging
buahnya berasa manis. Tanaman ini berhabitus pohon dengan tinggi
sekitar 15-20 meter. Berakar tunggang, batang berkayu, bulat, bercabang
dan putih kotor. Daun majemuk, bulat telur, ujung meruncing, pangkal
runcing, panjang sekitar 20 cm, lebar 10 cm , bertangkai dan berwarna
hijau. Bunga majemuk, bentuk tandang pada batang dan cabang,
menggantung dengan panjang sekitar 10-30 cm. Buah buni, bulat
berdiameter 2-4 cm dan beruang lima (Simbala, 2004).
c. Kandungan Kimia
Tanaman Langsat mengandung terpenoid, flavonoid, akaloid,
saponin, dan polifenol. Terpenoid merupakan senyawa turunan dari
minyak atsiri. Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang
besar yang terdapat pada semua tumbuhan hijau, flavonoid mempunyai
sejumlah gugus hidroksil yang tersulih merupakan senyawa polar.
Alkaloid, saponin,dan polifenol (Maryanti, 2009).
d. Khasiat dan Kegunaan
Kulit batang langsat dapat digunakan untuk mengobati gangguan
urolithiasis, sebagai obat cacing, obat demam, obat diare, tumor, serta
dapat menurunkan kadar glukosa darah. Selain itu, berdasarkan penelitian
kulit batang langsat berkhasiat sebagai antioksidan dan antikanker
(Indrayani, 2010).
e. Cara Pengobatan
Kulit pohon langsat juga baik sekali mengatasi masalah gigitan
hewan, seperti kalajengking. Cara pengobatannya dengan ditumbuk dan
dibalurkan ke daerah yang digit dan itu dipercaya mampu menetralisis
racun yang menyebar di sekitar luka gigitan (Indrayani, 2010).
II.2.6 Longusei (Ficus minahassae)
a. Klasifikasi
Regnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Urticales
Famili : Moraceae
Genus : Ficus Longusei
(Ficus minahassae)
Spesies : Ficus minahassae
II.2.7 Paku (Stenochlaena palustris)
a. Klasifikasi(Hartini, S. 2006)
Divisi : Pteridophyta
Kelas : Filicopsida
Ordo : Filicales
Suku : Blechnaceae
Genus : Stenochlaena Tanaman Paku
Spesies : Stenochlaena palustris (Stenochlaena palustris)
b. Morfologi
Tumbuhan ini disebut tumbuhan kormus karena sudah menyerupai
tumbuhan tinggi. Hal ini dapat dilihat dari bentuk tumbuhan ini sendiri,
yaitu :
1. Batangnya bercabang-cabang, ada yang berkayu serta mempunyai
tinggi hampir 2 meter.
2. Sudah memiliki urat-urat daun, ada juga yang tidak berdaun atau daun
serupa sisik.
3. Rhizoidnya sudah berkembang menjadi bentuk akar yang sebenarnya
4. Sudah memiliki berkas pembuluh (xylem dan floem) dengan tipe
radial atau konsentris.
5. Bentuk daun pada tumbuhan paku muda dan dewasa berbeda. Pada
tumbuhan paku muda daun akan menggulung, sedangkan pada
tumbuhan paku dewasa daunnya dapat dibedakan menjadi :
a) Trofofil : Daun khusus untuk fotosintesis dan tidak mengandung
spora.
b) Sporofil : Daun penghasil spora.
c) Trofosporofil : Dalam satu tangkai daun, anak-anak daun ada
yang menghasilkan spora dan ada yang tidak ada spora.
Spora pada tumbuhan paku dihasilkan oleh sporangium. Sporangium
pada tumbuhan paku umumnya membentuk suatu kumpulan.
Berkumpulnya sporangium pada tumbuhan paku bermacam-macam,
antara lain adalah sebagai berikut :
a) Sorus : Sporangia dalam kotak sporangia terbuka atau berpenutup
(insidium). Letak sori pada setiap bangsa tumbuhan paku berbeda.
b) Strobilus : Sporangia membentuk suatu karangan bangun kerucut
bersama sporofilnya.
c) Sporokarpium : Sporangia dibungkus oleh daun buah (karpelum).
c. Kandungan Kimia
Tanaman paku (Stenochlaena palustris) memiliki kandungan kimia
antara lain steroida/triterpenoida, alkaloid, glikosida, flavonoid, tanin
(Robinson, 1995).
d. Khasiat dan Kegunaan
Tumbuhan paku dapat digunakan sebagai obat pusing dan obat
luar, obat cacing pita, serta obat tetes telinga luar. Selain itu, tanaman paku
berkhasiat sebagai antidiuretik (Kurniawan, A. 2009).
d. Cara Pengobatan
Untuk pengolahan tanaman paku untuk dijadikan sebagai tanaman
obat dapa dilakukan dengan cara merendam atau merebus bagian akarnya
kemudian meminum airnya.
II.2.8 Pakis
II.2.9 Pisang
a. Klasifikasi
Regnum : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales Musales
Famili : Musaceae
Tanaman Pisang
Genus : Musa
Musa paradisiaca
Spesies : Musa paradisiaca
b. Morfologi
Tanaman pisang tidak memiliki akar tunggang. Tanaman ini hanya
memiliki akar samping yang merupakan akar serabut berwarna kecoklatan.
Secara umum, pertumbuhan akar berkumpul dan bergerak menyaping
dengan panjang sekitar 4-5 meter. Tanaman pisang memiliki batang
berbentuk bulat dan berlapis. Batang tanaman pisang memiliki dua bagian,
yaitu batang asli dan batang semu (palsu). Batang asli tanaman pisang
memiliki banyak mata tunas dan dapat tumbuh menjadi tunas baru
(sucker). Sedangkan batang semu terdiri dari pelepah-pelepah daun yang
berdiriri tegak dan kokoh.
Daun tanaman pisang memiliki warna daun hijau muda saat masih
muda dan setelah dewasa daun akan berubah menjadi hijau tua. Pada
permukaan daun memiliki sifat licin dan berlapis lilin, serta pada bagian
ujung daun berbentuk tumpul. Tanaman pisang berbunga tunggal, dan
keluar dari bagian ujung batang serta bersifat monokarpik (hanya berbunga
sekali selama hidupnya). Bunga tanaman pisang ini biasa disebut dengan
jantung, memiliki warna merah tua, akan tetapi ada juga jantung pisang
yang berwarna ungu ataupun kuning.
Bunga pisang merupakan bunga sempurna, akan tetapi pada ujung
jantung biasanya berbunga jantan. Pada setiap seludang berlahan-lahan
akan mekar dan tampak sisirnya, sedangkan bagian ujung jantung tidak
akan mekar, melainkan akan tetap tersisa jantungnya.
Buah pisang ini tersusun dalam sebuah tandan, dan dalam tandan
ini terdapat beberapa sisir yang terdiri dari 8-10 buah dalam tiap sisirnya.
Banyaknya buah pada tiap sisir tergantung dari varietasnya. Buah pisang
memiliki ukuran yang bervariasi tergantung dari varietasnya. Secara
umum buah pisang memiliki panjang antara 10-18 cm dan lebar antara
2,5-4,5 cm. Buah pisang memiliki warna hijau jika belum matang, dan
setelah buah ini matang maka buah akan berubah warna menjadi kuning.
Buah pisang memiliki rasa yang manis dan daging buahnya tebal serta
lunak.
Pada umumnya buah pisang tidak memiliki biji (triploid), kecuali
pisang jenis klutuk yang bersifat diploid memiliki biji.Tanaman pisang
memiliki bentuk daun yang bulat lonjong dan melebar dengan tulang daun
yang besar. Pada bagian tepi daun tidak mempunyai ikatan daun yang
kuat, sehingga akan mudah robek ababila terkena angin kencang.
c. Kandungan Kimia
Jantung pisang mengandung zat kimia antara lain saponin yang
berfungsi menurunkan kolestrol dan meningkatkan kekebalan tubuh serta
mencegah kanker. Jantung pisang juga mengandung flavonoid yang
berfungsi anti radikal bebas, anti kanker, dan anti penuaan, serta
mengandung yodium untuk mencegah penyakit gondok. Namun pada jenis
pisang ambon, jantung pisangnya tidak dapat dikonsumsi karena
mengandung tannin yang tinggi sehingga terasa pahit (Dinas Kehutanan
Provinsi Jawa Barat, 2014).
d. Khasiat dan Kegunaan
Menurut Sheng (2011), jantung pisang memiliki kamdungan serat
tinggi sehingga dapat dikonsumsi oleh orang yang sedang menjalani
progam diet dan menjaga berat badan. Selain itu, jantung pisang
memberikan efek kenyang yang lebih lama dibandingkan dengan nasi dan
berkhasiat untuk melancarkan pencernaan.
e. Cara Pengobatan
Cara pembuatan obat malaria bersama jantung pisang :
1. Ambil 1 buah jantung pisang
2. Kemudian, kupas kulit luar buah jantung pisang
3. Timbun didalam bara api selama 30 menit
4. Parut atau tumbuk sampai lumat
5. Peras airnya dan saring
6. Masukkan air perasan didalam gelas, tambahkan sedikit asam
7. Setelah itu, minumlah air ramuan itu pagi hari sebelum sarapan
8. Lakukan sebanyak 1 kali didalam sehari untuk membuat sembuh
penyakit malaria.
II.2.10 Sirih Hutan (Piper crocatum)
a. Klasifikasi (Heyne, 1987)
Regnum : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonneae
Ordo : Piperales Sirih Hutan
Family : Piperaceae (Piper crocatum)
Genus : Piper
Spesies : Piper crocatum
b. Morfologi
Sirih hutan merupakan tanaman terna, tumbuhan merambat atau
menjalar. Helaian daun berbentuk bundar telur sampai lonjong, panjang 5
– 18 cm; lebar 2,5 - 10,5 cm. Pada bagian pangkal helai daun berbentuk
jantung (cordatus) atau agak bundar, tulang daun bagian bawah gundul
atau berambut sangat pendek, tebal, berwarna putih. Bunga berbentuk
bulir untai (amentum), berdiri sendiri diujung cabang atau berhadapan
dengan daun. Bulir jantan, panjang gagang 1,5 – 3 cm, benang sari sangat
pendek. Bulir betina, panjang gagang 2,5 – 6 cm. kepala putik 3- 5. Buah
buni, bulat, gundul. Bulir masak berambut kelabu, rapat, tebal 1 – 1,5 cm
(Dirjen POM, 1995).
c. Kandungan Kimia
Sirih hutan ini mengandung senyawa organik antara lain yakni
minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, tannin, teriterpenoid/steroida, dan
saponin (Heyne, 1987)
d. Khasiat dan Kegunaan
Sirih hutan ini memiliki khasiat sebagai antirematik, antifungi.
Selain itu, sirih hutan juga dapat digunakan sebagai obat cacing, kencing
nanah, sembelit, sakit gigi.
e. Cara Pengobatan
Untuk pengunaan sirih hutan sendiri dapat disesaikan dengan
khasiat yang diinginkan. Contohnya untuk mengobati maag dapat
dilakukan dengan cara meremas daun atau bagian tanaman lain dari sirih
hutan dan diseduh dengan air panas, kemudian disaring dan meminum air
saringan tersebut. Sedangkan untuk mengobati batuk, dapat dilakukan
dengan cara daun diseduh dan diminum, untuk sisa dari daun dapat
diremas dan dibalurkan pada bagian leher (Heyne, 1987).
II.2.11 Ubi Hutan (Dioscoreahispida dennst)
a. Klasifikasi (ITIS, 2006)
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridiplantae
Superdivision : Embryophyta
Division : Tracheophyta
Subdivision : Spermatophytina
Class : Magnoliopsida
Superordo : Lilianae
Ordo : Dioscoreales Tanaman Ubi Hutan
Family : Dioscoreaceae (Dioscoreahispida
Genus : Dioscorea dennst)
Spesies : Dioscoreahispida dennst.
b. Morfologi
Ubi hutan berbatang merambat dan memanjat, panjangnya
mencapai 5–20 m. Arah rambatannya selalu berputar ke kiri (melawan
arah jarum jam, jika dilihat dari atas). Ciri khas ini penting untuk
membedakannya dari gembili (D. aculeata) yang memiliki penampilan
mirip namun batangnya berputar ke kanan. Batangnya kurus ramping,
setebal 0,5–1 cm, ditumbuhi duri atau tidak, hijau keabu-abuan. Daun-
daunnya terletak berseling, dengan tiga anak daun menjari, bentuk bundar
telur atau bundar telur sungsang, tipis seperti kertas. Bunga jantan
terkumpul dalam tandan di ketiak daun, bunga betina majemuk berbentuk
bulir (Fajriyati, 2012).
Ubi hutan berbentuk bulat panjang dengan sisi yang hampir sejajar
atau melebar terhadap puncak, luasnya semakin menyempit di sekeliling
alas. Umbi yang sudah masak berwarna coklat atau kuning kecoklatan,
berbulu halus dengan panjang 5-6 cm. Tebal satu gerombol umbi berkisar
7-15 cm dan diameter 15-25 cm, dengan serabut umbi yang sangat tajam
(Fajriyati, 2012).
c. Kandungan Kimia
Kandungan kimia apa daun ubi hutan yaitu saponin, amylin,
CaC2O4, antidotum, besi, kalsium, lemak, garam, fosfat, protein dan
vitamin B1. Discoreahispida dennst mengandung alkaloid pada
tyaknidiscorin (C13H19O2N), yang mempunyai sifat-sifat pembangkit
kejang apabila termakan oleh manusia dan hewan, alkaloid doiscorin
merupakan substansi yang bersifat basa dan mengandung satu atau lebih
atom nitrogen dan bersifat toksik. Ubi hutan juga mengandung diosgenin
yang juga termasuk golongan alkaloid, dioscorin bersifat toksik dibanding
dengan diosgenin, namun keduanya sering menyebabkan keracunan
apabila dikonsumsi, terdapat pula asam sianida atau HCN yang bersifat
racun mematikan. Selain zat tersebut terdapat juga zat saponin, flavonoid
dan tannin. Pada ubi hutan, senyawa alkaloid semakin kearah kulit
semakin tinggi. Paling tinggi berada pada posisi sekitar 1 cm dari
permukaan kulit. Pada konsentrasi tinggi dalam tubuh, HCN dapat
menghambat enzim sitokrom oksidase, sehingga semua oksidasi dalam
jaringan tubuh terganggu. Sedangkan pada konsentrasi rendah dapat
mengganggu pernapasan (Pambayun, 2007).
d. Khasiat dan Kegunaan
Ubi hutan dapat digunakan untuk penyembuhan berbagai penyakit
antara lain keputihan, kencing manis, sakit perut, nyeri empedu, nyeri
haid, radang kandungan empedu, dan rematik. Ubi hutan juga berkhasiat
sebagai analgesik (Hariana, 2004).
e. Cara Pengobatan
Untuk pengolahan ubi hutan, dapat dilakukan dengan cara
merendam ubi dengan air campuran kayu seppang, ubi direndam selama
tiga hari, lalu dikeringkan. Hal ini, bertujuan agar menghilangkan getah
beracun. Pengolahan yang lebih sederhana dapat dilakukan dengan cara
mencuci di air mengalir, sampai getah benar-benar habis (Nurbaya, 2009).
II.2.12 Bawang Bombay (Allium ascalonicum)
a. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Trachebionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Bawang Bombay
Sub kelas : Lilidae
(Allium ascalonicum)
Ordo : Liliales
Famili : Liliaceae
Genus : Allium
Spesies : Allium ascalonicum
b. Morfologi
Bawang bombay mempunyai bentuk yang bermacam-macam yaitu:
bulat, bulat panjang, bulat pipih, pipih dan lonjong. Ukurannya lebih besar
dibandingkan dengan jenis bawang lain. Jika dikupas warnanya putih
kekuning-kuningan, memiliki akar serabut dengan daun berbentuk seperti
pipa agak pipih atau setengah membulat dengan warna hijau tua. Batang
semunya merupakan pelepah daun yang saling membungkus sehingga
potongan melintangnya terlihat berlapis-lapis membentuk cincin. Umbinya
merupakan umbi lapis yang tebal. Bunganya berupa bunga majemuk
berbentuk lingkaran bulat dengan tangkai yang besar, kuat dan dapat
membentuk biji berwarna hitam (Wibowo, 2008)
c. Kandungan Kimia
Bawang bombay mengandung senyawa flavonoid, glikosida,
steroid, tanin dan saponin. Selain itu, bawang bombay juga mengandung
allisin, asam amino, minyak atsiri, vitamin B1 (thiamin), vitamin B2
(riboflavin), vitamin B3 (niasin), vitamin C (asam askorbat), kalsium,
pospor, dan besi (Hera, 2014).
d. Khasiat dan Kegunaan
Bawang bombay mempunyai khasiat sebagai penurun kadar lemak
dalam darah, pereda pilek, memperbanyak keluarnya urin, menurunkan
tekanan darah tinggi, mencegah penyakit jantung koroner, mencegah
kanker dan sebagai antioksidan bagi tubuh (Dalimartha, 2011)
Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap khasiat bawang
bombay, antara lain ekstrak etanol bawang bombay sebagai antibakteri
terhadap bakteri gram positif Staphylococcus aureus dan gram negatif
Pseudomonas aeruginosa, sebagai antioksidan dan antimutagenik. Ekstrak
bawang bombay sebagai antiinflamasi dan penurun kadar gula darah. Jus
bawang bombay memiliki daya analgesik dan antiinflamasi, dengan hasil
jus segar bawang bombay (7,5 ml/kg) dapat menurunkan volume edema
pada telapak kaki tikus putih jantan lebih cepat dibandingkan dengan
pemberian morphine (5 mg/kg) dan natrium diclofenac (10 mg/kg).
Minyak atsiri dari bawang bombay dapat memberikan zona hambat
sebesar 14,3 mm terhadap bakteri Eschericia coli (Pakekong, 2016).
e. Cara Pengobatan
Cara pengobatan menggunakan bawang bombay yaitu dengan
menempatkan bawang bombay di telapak kaki semalaman, caranya iris
bawang bombay dan tempatkan pada lengkungan kedua telapak kaki,
karena pada bagian ini merupakan titik meridian yang dapat merangsang
aliran darah. Kemudian tutup dengan kaus kaki agar tetap pada posisi awal
dan segera tidur. Maka hal tersebut dapat mengatasi berbagai infeksi yang
ada di tubuh
II.3 Uraian Bahan
a. Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Etanol, Alkohol
Rumus Molekul : C2H6O
Rumus Struktur :

Berat Molekul : 46 g/mol


Pemerian : Cairan tak berwarna jernih, mudah menguap dan
mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah
terbakar dengan memberikan nyala api biru yang
tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam klorofom.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindungi dari
Cahaya.
Kegunaan : Sebagai zat tambahan.
b. Aquadest (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Aquadest, air suling
Rumus Molekul : H2O
Rumus Struktur :
Berat Molekul : 18,02 g/mol
Pemerian : Cairan tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
Kelarutan : Larut dengan semua jenis larutan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap
Kegunaan : Sebagai zat pelarut.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Uraian Lokasi PKL
Praktek Kerja Lapangan (PKL) Farmakognosi angakatan 2018
dilaksanakan di Desa Bonedaa dan Bondaraya, yang merupakan sebuah
desa yang berada di Kecamatan Suwawa Selatan, Kabupaten Bone
Bolango, Provinsi Gorontalo. Secara geografis, Kabupaten Bone Bolango
terletak antara 00º 18’ 25” - 00º 48’ 21” LU dan 123º 03’ 41” - 123º 33’
06” BT. Wilayah Kabupaten Bone Bolango memiliki proporsi wilayah
kurang lebih 16,24% dari luas wilayah Provinsi Gorontalo. Wilayah
Kabupaten Bone Bolango ini dilalui oleh beberapa Daerah Aliran Sungai
(DAS). DAS terbesar yang melalui wilayah tersebut adalah DAS Bone dan
Bulango, dimana salah satu kecamatan yang dilalui yaitu Kecamatan
Suwawa dimana bermuara ke Teluk Tomini.
III.2 Uraian Kegiatan PKL
Praktek Kerja Lapangan (PKL) Farmakognosi angkatan 2018
dilaksanakan pada tanggal 15-18 Agustus 2019. Kegiatan ini diawali
dengan persiapan keberangkatan yang bertempat di rumah dosen
penanggung jawab PKL pada pukul 07.00 WITA. Setelah itu menuju
lokasi pelaksaan PKL menggunakan mobil angkutan umum yang menyita
waktu 1 jam perjalanan dan tiba di lokasi PKL pada pukul 10.30 WITA.
Praktikan dan Asisten berkumpul di Aula Desa Bondaraya untuk
penyambutan mahasiswa/i PKL Jurusan Farmasi Universitas Negeri
Gorontalo oleh Ayahanda Desa Bondaraya, Ketua BPD Desa Bondaraya
beserta jajarannya.
Seluruh peserta PKL kemudian dikerahkan ke posko masing-
masing. Selama berada di posko kami diperintahkan untuk mengatur
barang-barang kemudian istirahat makan siang. Pada pukul 15.00 WITA
praktikan berkumpul di posko 14 Desa Bonedaa. Praktikan kemudian
diberi penyampaian oleh asisten dan di arahkan ke Lapangan Desa
Bonedaa. Di sana, beberapa kelompok ditunjuk untuk menampilkan yel-
yel kemudian bermain sepak bola. Pukul 17.00 WITA, praktikan kembali
ke posko masing-masing untuk persiapan makan malam. Dilanjutkan
dengan Acara penyambutan PKL Farmakognosi dilaksanakan di Aula
Desa Bondaraya pada pukul 19.30 WITA hingga selesai. Setiap kelompok
diberi kesempatan untuk menampilkan bakatnya.
Jumat, 16 Agustus 2019 pukul 05.30 praktikan dikumpulkan di
Lapangan Desa Bonedaa untuk kegiatan olahraga dan latihan upacara
Kemerdekaan. Praktikan kemudian melakukan penanaman tanaman obat
pada lokasi yang telah disediakan di samping lapangan. Setelah kegiatan,
peserta kemudian kembali ke posko masing-masing untuk persiapan sidak.
Praktikan kembali berkumpul di lapangan Desa Bonedaa untuk Gladi
Bersih Upacara Kemerdekaan. Pukul 19.15 WITA, praktikan dikumpulkan
pada salah satu rumah warga untuk kegiatan pembuatan sasak dan tas yang
akan dipakai pada saat pendakian. Setelah selesai, peserta kemudian
kembali ke posko masing-masing.
Sabtu, 17 Agustus 2019 pukul 06.30 WITA Asisten dan Praktikan
berkumpul di Sekolah Dasar Desa Bonedaa untuk melakukan Upacara
Kemerdekaan. Selanjutnya, praktikan dikerahkan di posko 10 dan
menerima penyampaian dari dosen penanggung jawab PKL Farmakognosi.
Pada pukul 08.00 WITA, tiap kelompok dibimbing oleh masing-masing
asisten penanggung jawab untuk pengambilan sampel. Setelah diperoleh
semua bagian tanaman dan herba yang akan dijadikan sampel, praktikan
kemudian kembali ke posko masing-masing. Pada saat tiba diposko, kami
istirahat dan melanjutkan kegiatan yaitu pengolahan sampel. Kemudian
pada pukul 20.00 WITA peserta berkumpul di lapangan Desa Bonedaa
untuk kegiatan Malam Inagurasi hingga selesai.
Sabtu, 18 Agustus 2019 pukul 06.00 WITA, praktikan
dikumpulkan di posko 10 untuk melaksanakan senam pagi yang dipimpin
oleh beberapa asisten PKL. Setelah seluruh rangkaian kegiatan selesai,
kami mengepak barang dan membersihkan posko. Kami berfoto dengan
pemilik rumah serta memberikan cindera mata sebagai tanda terima kasih
kami. Setelah itu, pada pukul 13.00 WITA praktikan dan asisten
dikumpulkan untuk penutupan PKL Farmakognosi kemudian kembali
pada rumah dosen penanggung jawab PKL.
III.3 Alat dan Bahan
III.3.1 Herbarium
a. Alat :
Alat yang digunakan dalam pembuatan herbarium adalah
cutter¸gunting, linggis, parang, dan wadah plastik.
b. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan herbarium adalah alkohol
70%, aquadest, bambu, kapas, kardus, koran, lakban hitam, sirih hutan,
dan tali rapiah.
III.3.2 Simplisia
a. Alat
Alat yang digunakan dalam pembuatan simplisia adalah
cutter¸gunting, linggis, parang, dan wadah plastik.
b. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan simplisia adalah amplop
coklat, aquadest, batang longusei (Ficus minahassae caulis), bawang
merah (Allium cepa), biji coklat (Theobroma cacao semen), buah ara
(Ficus racemosa fructus), daun jarak pagar (Jatropha curcas folium),
jantung pisang, kapas, koran, kulit batang pohon langsat (Lansium
domesticum L. cortex), rimpang bangle (Zingiber montanum rhizoma),
sirih hutan (Piper caducibracteum), akar tanaman paku (Stenochlaena
palustris radix), dan ubi hutan (Dioscoreahispida dennst.).
III.4 Cara Kerja
III.4.1 Herbarium
1. Disiapkan alat dan bahan serta tanaman yang akan dijadikan
herbarium
2. Dilakukan sortasi basah yang disertai dengan pencucian dengan air
yang mengalir
3. Dikeringkan sampel dengan cara diangin-anginkan
4. Diolesi sampel menggunakan alkohol 70%
5. Dilakukan sortasi kering pada sampel
6. Disiapkan sasak dari bambu yang sudah dibuat sebelumnya
7. Ditempelkan koran pada kardus yang sudah disiapkan dan ditata rapi
diatas sasak bambu
8. Ditempelkan sampel diatas koran dengan menggunakan kertas yang
telah digunting kecil dengan selotip
9. Dilakukan pengepakan pada sasak dengan menggunakan tali rapiah
10. Dipres sasakdengan menggunakan lakban
III.4.2 Simplisia
1. Disiapkan alat dan bahan serta sampel yang akan dijadikan simplisia
2. Dilakukan sortasi basah yang disertai dengan pencucian dengan air
yang mengalir
3. Diranjang sampel
4. Dikeringkan sampel
5. Dilakukan sortasi kering pada sampel
6. Dilakukan pengepakan pada sampel
7. Disimpan sampel pada wadah yang tertutup baik
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil

Herbarium

IV.2 Pembahasan
IV.2.1 Herbarium
Menurut Steenis (2003), herbarium merupakan suatu spesimen dari
bahan tumbuhan yang telah dimatikan dan diawetkan melalui metode
tertentu dan dilengkapi dengan data-data mengenai tumbuhan tersebut.
Cara pembuatan herbarium diawali dengan proses panen, dimana waktu
panen yang sangat tepat pada pukul 09.00-11.00 yaitu pada saat tumbuhan
berfotosintesis. Menurut Onrizal (2005), diambil pada pukul 09.00-11.00
karena saat berfotosintesis tumbuhan sedang aktif dalam mengubah zat-
zat karbon menjadi bahan organik serta diasimilasikan didalam tubuh
tumbuhan, hal ini menyebabkan tumbuhan yang diambil saat fotosintesis
akan mempengaruhi hasil herbarium yang akan dibuat. Setelah itu proses
selanjutnya yaitu penyiapan alat seperti botol semprot, cutter, gunting,
loyang dan selotip, serta bahan berupa air, alkohol 70%, bambu, kardus,
koran, kapas, lakban hitam dan tanaman herba. Dalam pembuatan
herbarium juga menggunakan sasak, dimana sasak yang digunakan terbuat
dari bambu. Menurut Stacey (2004), bambu mempunyai bentuk yang
sangat baik dalam pembuatan sasak, bambu yang mempunyai bentuk
lingkaran jika dipotong-potong dengan ukuran sasak yaitu 2 x 60 cm akan
memberi bentuk bagian luar maupun bagian dalam bambu yang baik
dalam proses pengepresan herbarium. Sasak dibuat berongga agar udara
yang masuk dapat mencegah terjadinya kelembapan pada herbarium dan
mencegah munculnya jamur yang dapat merusak herbarium.
Setelah itu dilakukan proses sortasi basah. Menurut Onrizal (2005),
tujuan dari sortasi basah ini yaitu untuk memisahkan bagian-bagian yang
tidak diperlukan dari tanaman tersebut. Setelah disortasi basah dilakukan
pencucian sampel dengan air yang mengalir, ini sesuai dengan pendapat
Dapundu (2015), tujuan sampel dicuci dengan air yang mengalir agar
kotoran dan debu yang menempel pada tanaman tersebut dapat terbawa
mengalir bersama air. Setelah dicuci dengan air yang mengalir selanjutnya
sampel dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Setelah sampel kering,
kemudian diolesi dengan alkohol 70%. Hal ini dilakukan karena alkohol
70% memiliki kadar yang sesuai untuk membunuh bakteri. Berbeda
dengan alkohol 95% yang kadarnya berlebihan dan dapat menyebabkan
tanaman memutih atau berjamur (Onrizal, 2005).Setelah diolesi alkohol,
sampel ditata diatas kertas koran, kertas koran memiliki tekstur yang
sangat baik dalam penyerapan air sehingga pemilihan kertas koran sangat
tepat dalam pembuatan herbarium, hal ini sesuai dengan Tjitrosoepomo
(2009). Karena bahan-bahan herbarium merupakan objek studi, maka
dalam penempelan harus diperhatikan, agar bahan yang ditempelkan dapat
diamati dari berbagai sudut. Selanjutnya sampel yang diletakkan diatas
koran diberi potongan kertas kecil pada ujung-ujung sampel dengan
menggunakan lem perekat. Hal ini bertujuan agar bisa menahan sampel.
Setelah seluruh sampel ditempel diatas kertas koran, koran-koran
tersebut ditempel diatas sasak yang sudah dilapisi dengan kardus terlebih
dahulu. Setelah itu sasak tersebut disatukan dengan sasak yang satunya
lagi, kemudian ujung-ujung sasak diikat di pojok-pojoknya dan diberi
lakban untuk menimbulkan pengepresan pada bahan-bahan tumbuhan
yang ditempatkan diantara sasak tersebut dan untuk mencegah pengerutan
bagian tanaman terutama daun (Tjitrosoepomo, 2009).
Setelah pengepresan selesai proses selanjutnya adalah
penyimpanan. Menurut Tjitrosoepomo (2009), bahan-bahan yang telah
diawetkan melalui pengeringan sebelum atau setelah ditempel pada kertas
herbarium atau dimasukkan di dalam amplop atau wadah lain untuk
disimpan, biasanya mendapat perlakuan tambahan yang bertujuan untuk
mencegah gangguan serangga atau jamur selama disimpan. Tanaman yang
sudah kering dipindahkan dalam bingkai dan diberi keterangan pada setiap
bagian tumbuhan untuk mempermudah penyelidikan data tumbuhan,
kegunaan tumbuhan dan karakteristik tumbuhan. Selanjutnya herbarium
diberi label yang memuat nomor urut, nama kolektor, data taksonomi,
nama spesies, tempat pengambilan bahan, habitat, yang ditempel bagian
bawah kiri kertas.
IV.2.2 Simplisia
Menurut Gunawan dan Mulyani (2002), Simplisia merupakan
istilah yang dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang berada
dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk.
Pada pembuatan simplisia kali ini kami menggunakan beberapa
sampel. Untuk simplisia akar digunakan tumbuhan pakis (paku), simplisia
kortex digunakan tumbuhan langsat, simplisia daun digunakan tumbuhan
jarak pagar, simplisia batang digunakan tumbuhan longusei, simplisia
umbi digunakan tumbuhan ubi hutan, simplisia rimpang digunakan
tumbuhan bangle, simplisia buah digunakan buah ara, simplisia biji
digunakan tumbuhan coklat, simplisia bunga digunakan jantung pisang,
simplisia umbi lapis digunakan bawang bombay. Adapun cara pemanenan
bagian-bagian yang akan dijadikan simplisia yaitu :
1. Akar (Radix)
Menurut Siswanto (2004), Pemanenan akar dilakukan pada saat
proses pertumbuhan berhenti atau tanaman sudah cukup umur. Panen yang
dilakukan terhadap akar pada umumnya akan mematikan tanaman yang
bersangkutan.
2. Batang (Caulis)
Pemanenan batang dilakukan dengan cara diambil dari cabang,
dipotong-potong dengan panjang tertentu dan diameter tertentu sesuai
dengan yang di tentukan.
3. Kulit Batang (Cortex)
Tanaman yang pada saat panen diambil kulit batang, pengambilan
dilakukan pada saat tanaman telah cukup umur. Agar pada saat
pengambilan tidak mengganggu pertumbuhan sebaliknya dilakukan pada
musim yang menguntungkan pertumbuhan, antara lain menjelang musim
kemarau. Kulit batang diambil dari batang utama dan cabang, dikupas
dengan ukuran panjang dan lebar tertentu sesuai yang dikehendaki.
Sebaiknya dengan cara berselang-seling atau zig zag untuk mrnghindari
tanaman yang diambil kulit batangnya akan mati (Dalimartha, 2006).
4. Daun (Folium)
Pengambilan daun dilakukan pada saat daun sudah tua, daun yang
diambil dipilih yang telah membuka sempurna dan terletak pada bagian
cabang atau batang yang menerima sinar matahari sempurna.
5. Bunga (Flos)
Pengambilan bunga diambil berupa kuncup, bunga mekar atau
mahkota bunga atau daun bunga, dipetik langsung dengan tangan.
6. Buah (Fructus)
Tanaman yang pada saat dipanen diambil buahnya, waktu
pengambilan sering dihubungkan dengan tingkat kemasakan yang ditandai
dengan terjadinya perubahan pada buah, seperti perubahan tingkat
kekerasan, perubahan warna, kadar air buah, dan perubahan bentuk buah.
7. Biji (Semen)
Pengambilan biji dilakukan pada saat tanaman sudah tua, ditandai
dengan telah mengeringnya buah. Pemetikan buah dilakukan sebelum
benar – benar mengering, yaitu sebelum buah pecah secara alami dan biji
terlempar jatuh.
8. Rimpang (Rhizoma)
Pengambilan rimpang dilakukan pada musim kering dengan tanda
mengeringnya bagian atas tanaman. Dalam keadaan ini rimpang dalam
keadaan maksimum.
9. Umbi (Tuber)
Pengambilan umbi dilakukan dengan cara tanaman dicabut, umbi
dipisah dari daun dan akar dengan cara dipotong kemudian dicuci.
10. Umbi lapis (Bulbus)
Pengambilan umbi lapis dilakukan pada saat umbi mencapai besar
maksimum dan pertumbuhan pada bagian atas.
Pembuatan simplisia yaitu setelah dipanen, sampel disortasi basah.
Menurut Wahyuni (2014), sortasi basah dilakukan untuk memilih kotoran
atau bahan-bahan asing lainnya dari tumbuhan sebelum pencucian dengan
cara membuang bagian-bagian tanaman yang tidak digunakan. Setelah
disortasi basah sampel dicuci, sampel dicuci dengan menggunakan air
yang mengalir, ini sesuai dengan pendapat Dapundu (2015), tujuan sampel
dicuci dengan air yang mengalir agar kotoran dan debu yang menempel
pada tanaman tersebut dapat terbawa mengalir bersama air. Setelah dicuci
sampel dirajang, menurut Indarfiya (2011), perajangan sebaiknya tidak
terlalu tipis untuk mencegah kurangnya kadar suatu senyawa dan jika
dirajang terlalu tebal memerlukan waktu penjemuran lebih lama yang
kemungkinan tanaman ditumbuhi jamur. Setelah dilakukan perajangan,
sampel dikeringkan dibawah sinar matahari. Setelah dikeringkan sampel
disortasi kering, Triharto (2009), mengatakan bahwa sortasi kering
dilakukan terhadap bahan yang terlalu gosong dan dibersihkan dari
kotoran hewan. Setelah disortasi kering sampel diawetkan dengan
menyemprotkan alkohol. Sesuai dengan pendapat Nugroho (2008),
penyemprotan menggunakan alkohol bertujuan untuk membunuh mikroba
yang ada pada sampel dan mempercepat pengeringan. Setelah diawetkan
kemudian sampel disimpan dalam amplop coklat, menurut Steenis (2003),
simplisia yang diperoleh diberi wadah yang baik dan disimpan pada
tempat yang dapat menjamin terpeliharanya mutu dari simplisia. Wadah
terbuat dari plastik tebal atau gelas yang berwarna gelap dan tertutup
kedap memberikan suatu jaminan yang memadai terhadap isinya.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Praktek
Kerja Lapangan Farmakognosi bertujuan untuk mengelompokkan
tanaman-tanaman yang dapat dijadikan simplisia sebagai bahan obat antara
lain bangle, bawang bombay, buah ara, coklat, jarak pagar, langsat,
longusei, paku, jantung pisang, sirih hutan, dan ubi hutan dengan tekhnik
pembuatan simplisia sebagai bahan obat yaitu pertama pengumpulan
bahan/ pemanenan, kedua sortasi basah, ketiga pencucian, keempat
perajangan, kelima pengeringan, keenam sortasi kering, dan terakhir
pengemasan atau penyimpanan.
V.2 Saran
Kami sebagai praktikan mengharapkan, PKL kedepannya dapat
diisi dengan kegiatan positif lainnya sehingga kegiatan PKL dalam
kesehariannya akan lebih bermanfaat. Agar praktikan tidak hanya berdiam
diri di posko melainkan lebih aktif beraktivitas di lingkungan PKL.
DAFTAR PUSTAKA

Akiyama, H., Fujii, K., Yamasaki, O., Oono, T., Iwatsuki, K. 2001. Antibacterial
Action of Several Tannins Against Staphylococcus aureus. JAC.

Dalimartha, S. 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 5. Pustaka Bunda.


Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1977. Materia Medika Indonesia Jilid


I. Jakarta : Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan.

Diktorat Budidaya Tanaman Tahunan. 2007. Pedoman Budidaya Tanaman Jarak


Pagar. Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan Kementrian Pertanian.

Dirjen, POM. 1961. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta

Gembong Tjitrosoepomo. 1985. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada


University Press.

Hariana, A. 2004. Tanaman Obat dan Khasiatnya. Penebar Swadaya. Jakarta.

Hariyadi. 2005. Sistem budidaya tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.).
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Tanaman Jarak Pagar (
Jatropha curcas L.) untuk Bioesel dan Minyak Bakar. Bogor

Hartini, S. 2006. Tumbuhan Paku Di Cagar Alam Sago Malintang, Sumatera


Barat dan Aklimatisasinya Di Kebun Raya Bogor, Biodiversitas.

Herlina Widyaningrum. 2011. Kitab Tanaman Obat Nusantara disertai Indeks


Pengobatan. Yogyakarta : MedPress

Kinho, J. 2009. Mengenal Beberapa Jenis Tumbuhan Paku di Kawasan Hutan


Payahe Taman Nasional Aketajawe Lolobata Maluku Utara.
BalaiPenelitian Kehutanan Manado: Maluku Utara.

Kurdi, Aserani. 2010. Bagian Dari Tanaman Yang Digunakan Untuk Obat.
Skripsi Fakultas Pertanian. Universitas Muhammadiyah. Malang

Kurniawan, A. 2009. Tumbuhan Paku. Pustaka Insan Madani: Yogyakarta.

Kurniawan, Fredi. 2013. Klasifikasi dan Morfologi Daun Sirih. Online.

Kusdianti dan Meiranda, R, Erwin. 2005. Tinjauan Tentang Bunga Jarak (Ricinus
communis L.). Bandung : Fakultas Pendidikan MIPA Jurusan Pendidikan
Biologi UPI Bandung.
Maryanti, Tri. 2009. Kandungan Kimia danBioaktifitasTanamanDuku.Bandung
:Unpad Press.

Midian Sirait dkk, 1985. Cara Pembuatan Simplisia, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.

Nugroho, A. 2006. Biodiesel Jarak Pagar Bahan Alternatif Yang Ramah


Lingkungan. Tanggerang: PT Agro Media.

Pambayun, R. 2007. Kiat Sukses Teknologi Pengolahan Ubi gadung. Yogyakarta:


Ardana Media.

Pribhandana dan Hendroko. 2006. Petunjuk Budidaya Jarak Pagar. Jakarta: Agro
Media Pustaka

Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerjemah:Kosasih


Padmawinata. Edisi Ke-enam. Bandung: Penerbit ITB.

Shiksharthi, A.R and Mittal, S. 2011. Ficus racemosa, Linn : Phytochemistry,


Traditional Uses and Pharmacological Properties : A Review . International
Journal of Recent Advances in Pharmaceutical Resarch.

Sri Mulyani, 2004. Ilmu Obat Alam. Bogor : Penebar Swadaya.

Steenis, C.G.G.J. van. 1972. The Mountain Flora of Java, Leiden : E.J. Brill

Wahyuni, Dwi Kusuma, dkk. 2016. Toga Indonesia. Surabaya: Airlangga


University Press

Yapp, Donald TTdan yap, S.Y. 2002. Lansiumdomesticum: Skin and Leaf
Evtracts of this Fruit Tree Interrupt the Lifecyle of Plasmodium falciparum,
and are Active Towards a Chlorquine-resistant Strain of the Parasite (T9)
in Vitro. (online)

Anda mungkin juga menyukai