Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH BIOKIMIA ENZIM

“Enzim Lipase”

KELOMPOK III:

MUSNIATI AZIS H012191011

BAHRUN H012191021

SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM STUDI KIMIA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga makalah
ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun judul dari
makalah ini “Enzim Lipase”. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi
salah satu tugas yang diberikan oleh dosen penanggung jawab matakuliah
Biokimia Enzim. Makalah ini ditulis dari data-data yang didapat dari beberapa
sumber yang berkaitan dengan Enzim.
Dengan membaca makalah ini diharapkan agar dapat menambah wawasan
dalam Bidang Biokimia terkhusus mengenai Enzim Lipase, terutama bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu
kami perlu kritik dan saran yang bersifat membangun. Baik dari dosen ataupun
rekan-rekan yang membaca makalah ini.

Makassar, 21 September 2019


Penulis,

Kelompok III
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Enzim
B. Mekanisme Kerja Enzim
C. Hipotesisi Kerja Enzim
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerja Enzim
E. Penggolongan Enzim
F. Enzim Lipase
G. Isolasi Enzim Lipase
H. Aplikasi Enzim Lipase
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Enzim berasal dari kata in + zyme yang berarti sesuatu di dalam ragi.
Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalisator pada reaksi-
reaksi kimia dalam sistem biologis. Enzim mempunyai kemampuan katalitik yang
sangat besar. Untuk menghasilkan produk atau hasil reaksi dalam suatu reaksi
kimia membutuhkan energi awal yang dinamakan energi aktivasi. Salah satu cara
untuk mempercepat reaksi adalah dengan menaikkan temperatur sehingga
membuat molekul bergerak lebih cepat. Akan tetapi, biomolekul dan sistem
biologi sangat sensitif terhadap perubahan temperatur sehingga proses biokimia
tidak cocok dipercepat dengan menaikkan temperatur. Oleh sebab itu, enzim
sangat berpengaruh dalam proses biokimia.
Enzim merupakan suatu protein dengan susunan dan sifat katalitik yang
memiliki fungsi aktivasi spesifik. Enzim dapat meningkatkan laju reaksi tanpa
menaikkan temperatur dengan menurunkan energi aktivasinya. Mekanisme ini
dapat menciptakan jalur reaksi baru yang lebih pendek. Enzim dapat mengontrol
proses reaksi antara 108 sampai 1011 kali lebih cepat dibandingkan dengan reaksi
nonezimatik.
Mekanisme enzim dapat diklasifikasi dalam berbagai kategori sesuai
dengan reaksi yang dikatalisisnya, diantaranya adalah oksido-reduktase,
transferase, hidrolase, liase, isomerase ligase dan restriksi. Enzim hidrolase
adalah enzim yang mengkatalisis reaksi-reaksi hidrolisis. Enzim yang termasuk
dalam golongan ini adalah karboksilesterase, lipase dan peptidase.
Lipase merupakan suatu asil hidrolase yang bersifat dapat larut dengan
baik dalam air. Lipase memiliki peranan yang sangat penting dalam pencernaan
suatu senyawa lemak. Enzim ini mengkatalisis reaksi hidrolisis lemak dan
minyak dengan cara memutuskan rantai panjang trigliserida pada lemak menjadi
bentuk lipid polarnya. Berdasarkan uraian tersebut maka isolasi enzim lipase
perlu dikaji lebih dalam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penggolongan enzim?
2. Apa yang dimaksud enzim lipase?
3. Bagaimana aplikasi enzim lipase dalam bidang industri makanan dan
kesehatan?
4. Bagaimana isolasi enzim lipase?

C. Tujuan
1. Mengetahui golongan-golongan enzim.
2. Mengetahui enzim lipase.
3. Mengetahui aplikasi enzim lipase pada bidang industri makanan dan
kesehatan.
4. Mengetahui isolasi enzim lipase.

D. Manfaat
1. Memberikan informasi mengenai enzim lipase.
2. Memberikan informasi mengenai manfaat enzim lipase pada bidang industri
makanan dan kesehatan.
3. Memberikan informasi mengenai isolasi enzim lipase.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Enzim
Pada awalnya, enzim dikenal sebagai protein oleh Sumner (1926) yang
telah berhasil mengisolasi urease dari tumbuhan kara pedang. Urease adalah
enzim yang dapat menguraikan urea menjadi CO2 dan NH3. Beberapa tahun
kemudian Northrop dan Kimits dapat mengisolasi pepsin, tripsin, dan kinotripsin.
Kemudian semakin banyak enzim yang telah dapat diisolasi dan telah dibuktikan
bahwa enzim tersebut ialah protein. Dari hasil penelitian para ahli biokimia
ternyata banyak enzim mempunyai gugus bukan protein, jadi termasuk golongan
protein majemuk. Gugus bukan protein ini disebut dengan kofaktor ada yang
terikat kuat pada protein dan ada pula yang tidak terikat kuat oleh protein. Gugus
terikat kuat pada bagian protein artinya sukar terurai dalam larutan yang disebut
dengan Prostetik, sedang yang tidak begitu terikat kuat (mudah dipisahkan secara
dialisis) disebut dengan Koenzim. Keduanya ini dapat memungkinkan enzim
bekeja terhadap substrat.
Enzim berasal dari kata in + zyme yang berarti sesuatu di dalam ragi.
Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalisator pada reaksi-
reaksi kimia dalam sistem biologis. Enzim mempunyai kemampuan katalitik yang
sangat besar (Stryer, 1995). Lebih dari 5000 macam enzim telah ditemukan pada
organisme hidup, dan akan terus bertambah sejalan dengan berlangsungnya
penelitian. Tiap enzim dinamai menurut sistem baku dan juga diberi nama yang
sederhana. Nama enzim umumnya diakhiri dengan - ase dan mencirikan substrat
yang terlibat dan jenis reaksi yang dikatalisinya.
Berdasarkan tempat bekerjanya, enzim dapat dibedakan dalam dua
golongan, yaitu endoenzim dan eksoenzim. Endoenzim disebut juga enzim
intraseluler, dihasilkan di dalam sel yaitu pada bagian membran sitoplasma dan
melakukan metabolisme di dalam sel. Eksoenzim (enzim ekstraseluler)
merupakan enzim yang dihasilkan sel kemudian dikeluarkan melalui dinding sel
sehingga terdapat bebas dalam media yang mengelilingi sel dan bereaksi
memecah bahan organik tanpa tergantung pada sel yang melepaskannya.
Berdasarkan biosintesisnya, enzim dibedakan menjadi enzim konstitutif
dan enzim induktif. Enzim konstitutif adalah enzim yang selalu tersedia di dalam
sel mikroba dalam jumlah yang relatif konstan, sedangkan enzim induktif adalah
enzim yang ada dalam jumlah sel yang tidak tetap, tergantung pada adanya
induser. Enzim induktif ini jumlahnya akan bertambah sampai beberapa ribu kali
bahkan lebih apabila dalam medium mengandung substrat yang menginduksi,
terutama bila substrat penginduksi merupakan satu-satunya sumber karbon.
Enzim memiliki sifat-sifat berikut:
1. Enzim adalah Protein.
Sebagai protein enzim memiliki sifat seperti protein, yaitu sangat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, seperti suhu, pH, konsentrasi substrat). Jika
lingkungannya tidak sesuai, maka enzim akan rusak atau tidak dapat bekerja
dengan baik.
2. Bekerja secara khusus/spesifik.
Setiap enzim memiliki sisi aktif yang sesuai hanya dengan satu jenis substrat,
artinya setiap enzim hanya dapat bekerja pada satu substrat yang cocok dengan
sisi aktifnya.
3. Berfungsi sebagai katalis.
Meningkatkan kecepatan reaksi kimia tanpa merubah produk yang diharapkan
tanpa ikut bereaksi dengan substratnya, dengan demikian energi yang dibutuhkan
untuk menguraikan suatu substrat menjadi lebih sedikit.
4. Diperlukan dalam jumlah sedikit.
Reaksi enzimatis dalam metabolisme hanya membutuhkan sedikit sekali enzim
untuk setiap kali reaksi.
5. Bekerja bolak-balik
Enzim tidak mempengaruhi arah reaksi, sehingga dapat bekerja dua arah
(bolak-balik). Artinya enzim dapat menguraikan substrat menjadi senyawa
sederhana, dan sebaliknya enzim juga dapat menyusun senyawa-senyawa menjadi
senyawa tertentu.
B. Mekanisme Kerja Enzim
Untuk menghasilkan produk atau hasil reaksi dalam suatu reaksi kimia
membutuhkan energi awal yang dinamakan energi aktivasi. Pada keadaan tersebut
dinamakan dengan keadaan transisi atau transition state. Mekanisme reaksi kimia
dapat dilihat pada Gambar 2.1. Salah satu cara untuk mempercepat reaksi adalah
dengan menaikkan temperatur sehingga membuat molekul bergerak lebih cepat.
Akan tetapi, biomolekul dan sistem biologi sangat sensitif terhadap perubahan
temperatur sehingga proses biokimia tidak cocok dipercepat dengan menaikkan
temperatur. Oleh sebab itu, enzim sangat berpengaruh dalam proses biokimia.
Enzim merupakan suatu protein dengan susunan dan sifat katalitik dan
memiliki fungsi aktivasi yang spesifik. Enzim dapat meningkatkan laju reaksi
tanpa menaikkan temperatur dengan menurunkan energi aktivasinya. Mekanisme
ini dapat menciptakan jalur reaksi baru yang lebih pendek. Enzim dapat
mengontrol proses reaksi antara 108 sampai 1011 kali lebih cepat dibandingkan
dengan reaksi nonezimatik.

(a) (b)
Gambar 2.1 (a) Mekanisme Reaksi, (b) Mekanisme Kerja Enzim
Enzim memiliki bentuk globular dengan struktur yang kompleks. Bagian
penting dari enzim adalah situs aktif yang bertanggung jawab terhadap proses
reaksi kimia yang akan dikatalisis menjadi jalur yang lebih pendek. Situs aktif
tersebut memiliki bentuk, struktur dan susunan kimia yang spesifik dan
menentukan fungsi biologisnya.

C. Hipotesis Kerja Enzim


1. Hipotesis Lock and Key
a. Jika substrat dan situs aktif enzim memiliki kecocokan yang presisi.
b. Seperti KEY cocok dengan LOCK secara tepat.
c. Key dianalogkan sebagai enzim dan Lock dianalogkan sebagai substrat.
d. Struktur yang terbentuk adalah kompleks enzim-substrat.
e. Produk yang dihasilkan dari reaksi biologi tersebut memiliki sifat dan bentuk
yang berbeda dari substrat.
f. Setelah terbentuk, produk akan lepas dari situs aktif.
g. Dalam keadaan bebas, produk tersebut dapat menjadi substrat untuk reaksi
biologi lainnya.

Gambar 2.2 Mekanisme Hipotesis Lock and Key


2. Hipotesis Induced Fit
a. Beberapa protein dapat mengubah bentuk strukturnya dalam bentuk
konformasi.
b. Ketika substrat berikatan dengan enzim sehingga enzim akan terinduksi dan
mengalami perubahan konformasi.
c. Situs aktif akan menghasilkan cetakan yang presisi sesuai dengan
konformasinya.
d. Lingkungan kimia akan cocok untuk melaksanakan reaksi biologi.
e. Ikatan kuat dengan substrat menyebabkan reaksi berjalan dengan mudah
(energi
aktivasi lebih rendah).
Gambar 2.3 Hipotesis Induced Fit

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerja Enzim


1. Konsentrasi substrat
Reaksi kimia nonenzimatik akan membentuk tren laju reaksi yang
proporsional dengan konsentrasi substrat. Akan tetapi, reaksi enzimatik awalnya
akan mengalami kenaikan yang proporsional dengan konsentrasi substrat dan akan
mencapai titik kejenuhan ketika semua molekul enzim telah terisi. Jika
konsentrasi enzim diubah maka Vmaks akan ikut berubah.

(a) (b)
Gambar 2.4 Pengaruh Konsentrasi Substrat pada (a) Reaksi Nonezimatik,
(b) Reaksi Enzimatik

2. pH
Perubahan pH yang ekstrim akan meyebabkan enzim akan mengalami
denaturasi. Perubahan struktur enzim karena denaturasi akan menyebabkan situs
aktif pada enzim akan mengalami perubahan dan substrat tidak akan terikat lebih
lama pada situs aktif tersebut. Perubahan nilai pH yang tidak terlalu ekstrim dari
nilai pH optimum enzim akan menyebabkan sedikit perubahan muatan pada
struktur enzim dan reaksi dengan substrat tetap terjadi. Perubahan ionisasi akan
berakibat pada kuat ikatan antara substrat dengan situs aktif.

Gambar 2.5 Pengaruh pH pada Kerja Enzim


3. Temperatur
Laju reaksi akan 2 sampai 3 kali lebih cepat setiap kenaikan temperatur
reaksi sebanyak 10oC. Keadaan tersebut dinamakan dengan koefisien temperatur
Q10. Reaksi enzimatik yang terkontrol mengikuti aturan reaksi kimia tersebut.
Akan tetapi pada temperatur tinggi protein akan terdenaturasi sehingga temperatur
optimum reaksi enzimatik akan membentuk kesetimbangan antara Q10 dan
denaturasi.

Gambar 2.6 Pengaruh Temperatur pada Kerja Enzim


4. Inhibitor
Inhibitor adalah senyawa kimia yang dapat memperlambat laju reaksi
enzimatik. Biasanya inhibitor bekerja secara spesifik dan bekerja pada konsentrasi
yang kecil. Inhibitor dapat memblock kinerja enzim tetapi tidak menghancurkan
enzim. Contoh inhibitor adalah kinerja obat dan racun pada susunan syaraf.
Berdasarkan efek inhibisi terhadap enzim, inhibitor dibagi menjadi:
a. Inhibitor Irreversibel
Inhibitor jenis ini merupakan kombinasi beberapa gugus fungsional asam
amino pada situs aktif dan bersifat irreversibel. Contohnya adalah gas syaraf dan
pestisida mengandung organofosfor yang dapat berkombinasi dengan residu serin
pada enzim asetokolin esterase.

Gambar 2.7 Reaksi Inhibitor Irreversibel


b. Inhibitor Reversibel
Inhibitor ini dapat dicuci dan dibersihkan dari enzim dengan larutan
melalui proses dialisis. Inhibitor Reversibel dibagi menjadi 2 kategori yaitu:
1) Kompetitif
Inhibitor ini akan bersaing atau berkompetisi dengan substrat sehingga
dapat menghalangi substrat terikat pada situs aktif. Aksi inhibitor ini proporsional
terhadap konsentrasinya dan struktur inhibitor ini menyerupai struktur substrat.

Gambar 2.8 Inhibisi Kompetitif


2) Nonkompetitif
Inhibitor jenis ini akan menginhibisi dengan berikatan secara irreversibel
pada enzim tetapi tidak pada gugus aktifnya. Proses inhibisi tidak dipengaruhi
oleh konsentrasi substrat. Contohnya adalah kombinasi sianida dengan besi pada
enzim sitokrom oksidase dan logam berat, Ag atau Hg yang berkombinasi dengan
gugus –SH.

Gambar 2.9 Inhibisi Nonkompetitif

E. Penggolongan Enzim
Penamaan dan klasifikasi enzim secara sistematik, telah dikemukakan oleh
suatu badan internasional yaitu CEIUB ( Commission on enzymes of the
International Union of Biochemistry). Berdasarkan jenis reaksi yang dikatalisis
enzim dibagi menjadi beberapa golongan yaitu:
1. Oksidoreduktase, enzim ini mengkatalisis reaksi oksidasi-reduksi, yang
merupakan pemindahan elektron, hidrogen atau oksigen. Sebagai contoh
adalah enzim elektron transfer oksidase dan hidrogen peroksidase (katalase).
Ada beberapa macam enzim elektron transfer oksidase, yaitu enzim oksidase,
oksigenase, hidroksilase dan dehidrogenase.
2. Transferase, enzim ini berperan mengkatalisis pemindahan gugusan molekul
dari suatu molekul ke molekul yang lain.
3. Hidrolase, enzim ini mengkatalisis reaksi-reaksi hidrolisis, dengan contoh
enzim adalah:
a. Karboksilesterase adalah hidrolase yang menghidrolisis gugusan ester
karboksil.
b. Lipase adalah hidrolase yang menghidrolisis lemak (ester lipida).
c. Peptidase adalah hidrolase yang menghidrolisis protein dan polipeptida.
4. Liase, enzim ini berfungsi untuk mengkatalisis pengambilan atau penambahan
gugusan dari suatu molekul tanpa melalui proses hidrolisis, sebagai contoh
adalah:
a. L malat hidroliase (fumarase) yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi
pengambilan air dari malat sehingga dihasilkan fumarat.
b. Dekarboksiliase (dekarboksilase) yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi
pengambilan gugus karboksil.
5. Isomerase, meliputi enzim-enzim yang mengkatalisis reaksi isomerisasi, yaitu:
a. Rasemase, merubah l-alanin D-alanin
b. Epimerase, merubah D-ribulosa-5-fosfat D-xylulosa-5-fosfat
c. Cis-trans isomerase, merubah transmetinal cisrentolal
d. Intramolekul ketol isomerase, merubah D-gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi
aseton fosfat
e. Intramolekul transferase atau mutase, merubah metilmalonil-CoA suksinil-
CoA
6. Ligase, merupakan golongan enzim yang berfungsi melepaskan molekul asam
pirofosfat dari molekul induknya berupa isomer asam trifosfat (termasuk
ATP), sehingga molekul induknya terbelah menjadi dua. Reaksi pelepasan
tersebut akan disertai dengan pembentukan molekul baru dan biasanya juga
disertai dengan reaksi hidrolisis
7. Restriksi, atau endonuklease restriksi adalah enzim yang memotong molekul
DNA. Enzim ini memotong DNA pada rangka gula-fosfat tanpa merusak basa.
Setiap enzim mempunyai sekuens pengenalan yang unik pada utas DNA,
biasanya sepanjang 4-6 pasang basa.

F. Enzim Lipase
Lipase merupakan salah satu jenis enzim golongan hidrolase yang
mempunyai kemampuan untuk menghidrolisis tigliserida (lemak/minyak) menjadi
senyawa penyusunnya yaitu asam lemak dan gliserol. Enzim lipase biasa
digunakan di dalam laboratorium dengan cara bath, yaitu melarutkan enzim lipase
ke dalam air, kemudian direaksikan dengan substrat, sehingga antara substrat dan
enzim menjadi bercampur (Agustini, 2001).
Enzim lipase mampu menghidrolisis lemak atau minyak menghasilkan
asam lemak bebas (Sana, 2004). Triasil Gliserol Hidrolase atau lipase merupakan
suatu asil hidrolase yang bersifat dapat larut dengan baik dalam air. Lipase
memiliki peranan yang sangat penting dalam pencernaan suatu senyawa lemak.
Enzim ini mengkatalisis reaksi hidrolisis lemak dan minyak dengan cara
memutuskan rantai panjang trigliserida pada lemak menjadi bentuk lipid polarnya.
Pada umumnya suhu optimum enzim lipase berkisar antara 30-40°C
(Shahani, 1975). Enzim lipase mempunyai suhu optimum dengan kisaran yang
besar. Lipase dari rice bran (kulit padi) suhu optimun adalah 40°C (Bhardwaj, et
al., 2001), lipase dari kelapa 35°C (Ejedegba, et al., 2007), lipase dari biji
sunflower 35-50°C (Sagiroglu dan Arabaci, 2005), dan lipase dari biji Caesalpinia
bonducella L 30°C (Pahoja, et al., 2001).
Lipase dapat diproduksi oleh berbagai jenis mikroba, seperti Pseudomonas
aeruginosa, Serratia marcescens, Staphylocococcus aureus dan Bacillus subtilis.
Pada Gambar 2.10 merupakan contoh reaksi hidrolisis trigliserida oleh lipase.

O R
R

O HO
O O Lipase O OH
3 +
H2O R OH HO
O

O R
Gambar 2.10 Reaksi Hidrolisis Trigliserida oleh Lipase

Pada dasarnya sumber-sumber lipase dapat dibagi dalam tiga kelompok


besar, yatu dari mamalia, tumbuhan, dan mikroba.
1. Lipase yang berasal dari mamalia:
a. Lipase pada sistem pencernaan, seperti lingual, lambung, dan pankreas
b. Lipase pada jaringan, seperti hati, paru-paru, jantung, dan ginjal
c. Lipase dalam air susu
2. Lipase yang berasal dari tumbuhan:
a. Triasilgliserol lipase, terdapat pada tanaman jagung, minyak sawit, kacang,
beras, dan kentang
b. Silhidrolase, dapat diperoleh dari tanaman kentang
c. Phospolipase, terdapat pada tanaman seledri, kol, dan kacang
d. Liphospolipase, terdapat dalam tanaman gandum
3. Lipase yang berasal dari mikroba:
a. Bakteri, seperti lipase Staphylococcus aureus, Bacillus, Pseudomonas dan
Miraxella
b. Kapang, seperti lipase Penicillium camberti, Geotrichum candidum dan
Mucor meihei.
c. Khamir, seperti lipase Candida antartika, C. rugosa dan C.cylindraceae

Terdapat beberapa langkah umum yang perlu dipertimbangkan dalam


memproduksi enzim yang bersumber dari mikroba. Pertama penentuan mikroba,
mikroba tersebut sebaiknya dapat menghasilkan enzim yang bersifat ekstraseluler,
sehingga isolasi enzim menjadi lebih mudah tanpa melakukan pemecahan sel
terlebih dahulu. Kedua, kultur dari mikroba mampu untuk menghasilkan enzim
dalam jumlah besar dan memiliki waktu kultivasi yang relatif singkat. Ketiga,
mikroba tersebut harus berasal dari galur yang stabil, sehingga tidak mudah
mengalami mutasi. Keempat, mikroba pilihan tersebut mampu tumbuh dengan
cepat pada media kultivasi. Kelima, pemanenan enzim dari media kultivasi dapat
dilakukan dengan mudah. Terakhir, mikroba penghasil enzim tersebut bukan
berasal dari galur yang menginduksi toksin yang mampu memiliki aktivitas
antibiotika.
Bakteri dapat memproduksi enzim lipolitik yang berbeda kelasnya, yaitu
karboksilesterase (EC 3.1.1.1) dan lipase (EC 3.1.1.3). Karboksilesterase
merupakan enzim yang dapat mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu ester yang
bersifat larut dalam air, sedangkan lipase bersifat mengkatalisis reaksi hidrolisis
dari suatu substrat ester rantai panjang yang tidak larut dalam air, seperti
trigliserida.
Lipase yang dihasilkan oleh mikroba khususnya bakteri berasal dari genus
Bacillus, Pseudomonas dan Bukholderia. Namun, selain bakteri terdapat juga
mikroba lainnya seperti kapang dan khamir yang dapat menghasilkan lipase.
Dalam Tabel 2.1 berikut ini merupakan contoh beberapa mikroba yang dapat
menghasilkan lipase.
Tabel 2.1 Contoh beberapa mikroba yang dapat menghasilkan lipase
No Sumber Mikroba Spesies
1. Kapang dan Khamir Rhizomucor meihei
Penicillium camberti
Humicolala nuginosa
Rhizopus oryzae
Aspergillus niger
Candida rugosa
Candida antartica
Geotrichium candidum
2. Bakteri Chromobacterium viscosum
Pseudomonas cepacia
Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas fluorescens
Pseudomonas fragi
Bacillus thermocatenulatus
Staphylococcus hyicus
Staphylococcus aereus
Staphylococcus epidermides

Salah satu karakteristik utama dari lipase, yaitu enzim ini dapat bekerja
pada lapisan antar muka. Hal ini karena adanya perbedaan kepolaran antara lipase
dengan substrat yang dikatalisisnya. Lipase cenderung bersifat polar, sedangkan
substratnya berupa senyawa non polar, sehingga lipase bekerja pada bagian antar
muka antara fasa yang larut dalam air dan fasa minyak dari substratnya. Aktivasi
pada lapisan antar muka dari lipase ini akan meningkat ketika substrat yang
tersedia berada dalam bentuk emulsinya. Sebagai akibat dari karakteristik ini,
maka kinetika dari lipase tidak mengikuti aturan klasik model Michaelis-Menten.
Substrat dan produk yang dihasilkan dari katalitik lipase ini terkadang bersifat
tidak dapat larut dengan baik dalam media air. Hal ini membuat enzim dapat
dengan mudah dipisahkan dari substrat dan produknya.
Pada umumnya, enzim bersifat tidak stabil dalam pelarut organik dan
dapat terdenaturasi atau hilang aktifitas katalitiknya. Namun lipase dapat stabil
dan tetap aktif dalam suatu pelarut organik tanpa adanya penambahan senyawa
penstabil. Jenis substrat dari lipase juga terkadang tidak dapat larut atau bersifat
sedikit larut dalam media air. Karena itu, dalam fenomena seperti ini digunakan
suatu pelarut organik atau larutan organik-air sebagai media reaksi. Karena lipase
tetap memiliki kemampuan katalitiknya dalam suatu pelarut organik, membuat
lipase banyak diaplikasikan dalam bidang bioteknologi. Salah satu aplikasi dari
lipase, yaitu sintesis suatu obat yang memerlukan tingkat khiralitas produk yang
tinggi atau berupa sintesis senyawa intermediet dari obat tersebut.
Lipase yang diproduksi oleh bakteri memiliki pH aktifitas netral atau
alkali (pH 4 sampai dengan pH 11). Kestabilan lipase terhadap panas cukup
tinggi, yaitu dari temperatur 20oC hingga 60oC. Menurut spesifitas substratnya,
maka lipase dari mikroba dapat dibedakan kedalam tiga jenis, yaitu non spesifik,
regiospesifik, dan spesifik terhadap asam lemak. Lipase non spesifik akan
memutuskan ikatan ester yang terdapat pada molekul trigliserida secara acak
menjadi bentuk asam lemak dan gliserol. Jenis lipase regiospesifik akan
menghidrolisis ikatan ester primer pada trigliserida, yaitu ester pada C1 dan C3
rangka gliserolnya, sedangkan lipase spesifik asam lemak akan aktif daya
katalitiknya apabila terdapat kehadiran asam lemak dalam reaksinya.

G. Isolasi dan Pemurnian Enzim


Enzim dapat di isolasi dari makhluk hidup salah satunya mikroorganisme,
metode untuk isolasi enzim antara lain metode ekstraksi, presipitasi, koagulasi,
sentrifugasi, filtrasi, dan kromatografi (Judoamidjojo, dkk., 1992). Ada 2 macam
jenis enzim yaitu enzim ekstraseluler (berfungsi di luar sel) dan enzim intraseluler
(berfungsi di dalam sel). Fungsi utama enzim ekstraseluler adalah mengubah
nutrien di sekitarnya sehingga nutrien tersebut masuk ke dalam sel. Sedangkan
enzim intraseluler mensintesis bahan seluler atau menguraikan nutrient untuk
menyediakan energi yang dibutuhkan sel. Untuk memisahkan protein enzim
tertentu dari ekstrak kasar yangmengandung banyak unsur lain maka dilakukan
isolasi atau pemurnian enzim (Aulanni’am, 2005).
Pemisahan partikel dari larutan pada metode sentrifugasi termasuk
pemisahan sel-sel dari medium biakan, pemisahan serta pengumpulan endapan
(Judoamidjojo, dkk., 1992). Sentrifugasi dilakukan pada kecepatan dan gaya berat
tertentu sehingga sel-sel mikroorganisme mengendap dan supernatan merupakan
cairan yang berisi enzim. Isolasi enzim ekstraseluler lebih tepat menggunakan
metode sentrifugasi karena enzim ekstraseluler dilepaskan ke luar sel atau didalam
media pertumbuhannya (Tsujibo et al., 1992).
Pemurnian enzim bertujuan untuk memisahkan enzim yang diinginkan dari
enzim lain yang tidak dikehendaki. Pemurnian enzim pada umumnya dilakukan
dalam beberapa tahapan yaitu: fraksinasi dengan garam anorganik atau pelarut
organik, sentrifugasi, dialisis, dan pemisahan dengan kromatografi yaitu:
kromatografi filtrasi gel, kromatografi penukar ion, dan kromatografi afinitas
(Prijambada, 2011). Adapun langkah-langkah pemurnian enzim sebagai berikut:

1. Pengendapan dengan amonium sulfat (fraksinasi)


Prinsip pengendapan dengan amonium sulfat berdasarkan pada kelarutan
protein yang merupakan interaksi antara gugus polar dengan molekul air, interaksi
ionik protein dengan garam dan daya tolak-menolak protein yang bermuatan
sama. Kelarutan protein ada dua yaitu proses salting in dan salting out. Kelarutan
protein pada pH dan suhu tertentu akan meningkat saat konsentrasi garam
meningkat sampai pada konsentrasi tertentu (salting in). Selanjutnya pada
penambahan garam dengan konsentrasi tertentu, kelarutan protein akan menurun
(salting out), karena molekul air yang berikatan dengan ion-ion garam semakin
banyak sehingga terjadi penarikan selubung air yang mengililingi permukaan
protein. Peristiwa pengendapan dengan garam amonium sulfat mengakibatkan
protein saling berinteraksi, beragregasi, dan kemudian mengendap (Harris, 1989;
Scopes, 1987). Filtrat enzim yang telah dijenuhi dengan amonium sulfat dibiarkan
semalam pada suhu 4 agar molekul protein teragregasi dan mengendap sempurna,
endapan yang diperoleh adalah protein (Scrimgeour, 1977).
Menurut Scopes, 1987; Suhartono, 1989, bahwa amonium sulfat
merupakan garam yang umumnya digunakan untuk mengendapkan protein karena
mempunyai keuntungan yaitu:
a. memiliki daya larut yang tinggi dalam air,
b. tidak mengandung zat yang bersifat toksik,
c. protein stabil di dalam larutan amonium sulfat 2-4 M,
d. protein terlindungi dari denaturasi, dan
e. membatasi pertumbuhan bakteri serta relatif tidak mahal.

2. Dialisis
Pemurnian enzim yang tidak menghendaki adanya garam, oleh karena itu
garam yang tersisa dari proses pengendapan dipisahkan dengan cara dialisis.

Gambar 2.11 Proses Dialisis


Metode dialisis merupakan metode yang paling dikenal untuk menghilangkan
molekul pengganggu, seperti garam atau ion-ion lain yang berukuran kecil dengan
cara suspensi protein yang mengandung garam dimasukkan kantong dialisis yang
memiliki pori ultra halus. Air yang digunakan untuk melarutkan garam bebas
melalui pori, sedangkan protein tertinggal dalam kantong dialisis.
Proses dialisis dapat terjadi karena konsentrasi garam lebih tinggi di dalam
membran dialisis daripada di luar membran, sehingga menyebabkan buffer atau
air masuk ke dalam dialisat. Hal ini terjadi pada awal proses dialisis. Selanjutnya
garam akan keluar melalui membran hingga tercapai kondisi keseimbangan.
Tetapi setelah proses dialisis kadang terjadi penurunan aktivitas enzim yang
mungkin disebabkan oleh hilangnya ion yang dapat mengaktifkan enzim
(Plummer, 1979).

3. Kromatografi kolom
Pemisahan enzim dari protein lain dapat dilakukan secara kromatografi
kolom dengan prinsip kerja pemisahan protein berdasarkan sifat fisik dan
kimiawi. Pada kromatografi kolom, fasa diam (bahan dalam kolom) bersifat
sangat polar. Senyawa polar akan berikatan dengan bahan dalam kolom melalui
ikatan hidrogen atau ikatan dipole-dipole. Akibatnya, senyawa polar akan terlepas
secara lambat. Senyawa non-polar akan keluar dari kolom paling awal karena
tidak membentuk ikatan dengan bahan pembentuk kolom, sedangkan senyawa
polar akan keluar dari kolom lebih lambat. Untuk melepaskan ikatan antara
senyawa polar dengan bahan dalam kolom, digunakan pelarut kurang polar di
awal, kemudian secara bertahap digunakan senyawa pelarut yang lebih polar
(Prijambada, 2011). Ada tiga macam kromatografi kolom, yaitu: kromatografi
pertukaran ion, kromatografi interaksi hidrofobik dan kromatografi filtrasi gel
(pemisahan berdasarkan ukuran molekul) seperti diuraikan berikut:
a. Kromatografi pertukaran ion.
Kromatografi penukar ion merupakan metode pemisahan berdasarkan
muatan molekul dibawah kondisi pH dan kekuatan ion tertentu. Interaksi
elektrostatik dari berbagai jenis ligan bermuatan pada matriks dengan gugus yang
dapat berionisasi pada protein akan menimbulkan mekanisme pemisahan. Penukar
ion yang bermuatan positif dipilih untuk mengikat molekul asam, sedang penukar
ion yang bermuatan negatif memberikan mekanisme pemisahan untuk molekul
yang bersifat basa. Enzim memiliki aktivitas optimum berbeda-beda, maka
sebelum dilakukan pemisahan dengan metode tersebut maka terlebih dahulu
diketahui pH optimum enzim (Stanburry and Whitaker, 1984).
Protein memiliki muatan positif dan negatif terutama disebabkan oleh rantai
samping dari asam amino penyusunnya. Muatan positif disumbangkan oleh asam
amino histidin, lisin, arginin dan gugus amina dari N-terminal, sedangkan muatan
negatif disumbangkan oleh aspartat, glutamat dan karboksil pada C-terminal.
Muatan bersih protein bergantung pada jumlah relatif gugus bermuatan positif dan
negatif yang bervariasi berdasarkan pH lingkungan. Tingkat keasaman protein
atau enzim dengan jumlah muatan positif dan negatif sama disebut sebagai “pH
isoelektrik atau titik isoelektrik (PI)”. Umumnya protein memiliki nilai pH sekitar
5,0 – 9,0. Protein yang memiliki pH diatas nilai PI akan bermuatan negatif,
sedangkan pH di bawah nilai PI akan bermuatan positif (Stanburry and Whitaker,
1984).
Enzim memiliki muatan bersih dalam larutan, tergantung pada pH
lingkungan, dan titik isoelektriknya. Dalam larutan yang berpH lebih rendah
daripada titik isoelektriknya protein akan bermuatan positif dan berikatan dengan
penukar kation. Sedangkan dalam larutan berpH di atas titik isoelektriknya protein
akan bermuatan negatif sehingga berikatan dengan penukar anion (Prijambada,
2011). Ikatan suatu protein kepada penukar ion pada umumnya bersifat dapat
balik dan kekuatannya ditentukan oleh pH dan kekuatan ionik larutan serta
struktur enzim dan penukar ionnya. Pada umumnya, pH larutan bersifat tetap dan
enzim dielusi dengan meningkatkan kekuatan ionik larutan. Terdapat ragam resin
penukar ion yang luas sebagai pilihan, yang terbuat dari turunan selulosa dan gel
berpori lebar. Turunan selulosa memiliki kapasitas rendah. Sefarosa (turunan
agarosa) memiliki kapasitas yang lebih tinggi.
Prinsip kromatografi penukar ion adalah penggunaan matriks penukar ion
yang mengikat secara kovalen gugus fungsional bermuatan negatif pada penukar
kation, atau gugus fungsional yang bermuatan positif pada penukar anion seperti
terlihat pada gambar.

Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi


Campuran protein
garam rendah garam sedang garam tinggi

Matriks bermuatan negatif

Protein bermuatan Protein bermuatan


positif kuat negatif

Protein bermuatan
positif lemah

Bermuatan negatif Bermuatan positif

Gambar 2.12 Prinsip kerja kromatografi kolom penukar ion


Matriks berupa polimer elastik dan mengandung senyawa resin sintetik yang
terbuat dari dektran, selulosa atau sefadeks. Matriks penukar kation yaitu
karboksimetil selulosa (CMC) dan matriks penukar anion yaitu dietilaminoetil
(DEAE)-selulosa dan DEAE-sefadeks (Scopes, 1987).
b. Kromatografi filtrasi gel
Kromatografi filtrasi gel merupakan teknik pemisahan protein dan makro
molekul biologi lain berdasarkan ukuran. Jadi bekerja sebagai suatu penyaring
molekul seperti terlihat pada Gambar 8. Proses pemisahan protein pada
kromatografi filtasi gel menggunakan dektran (polimer gula yang larut dalam air)
dan mengalami reaksi ikatan silang (cross linkage) sehingga dektran menjadi
tidak larut dalam air, akan tetapi masih dapat menyerapan molekul air dalam
molekul (Scopes,1987). Daya serap matriks bergantung pada jumlah ikatan silang
yang terjadi di dalamnya. Matriks atau gel dektran biasa disebut sebagai sefadeks,
misalnya sefadeks G-50. Huruf dan nomor menunjukkan bahwa sefadeks tersebut
dapat dikembangkan (swelling) dengan air atau buffer dengan besar
pengembangannya 50 kali (Scopes, 1987). Gel atau matriks ini berpori yang
dikemas di dalam kolom dan dielusi dengan fase cair mobil. Molekul yang lebih
kecil akan masuk ke dalam pori matriks dan bergerak lebih lambat, sedangkan
molekul yang lebih besar akan bergerak lebih cepat karena tidak tertahan di dalam
pori matriks. Dengan demikian kromatogram molekul-molekul yang lebih besar
akan muncul sebagai komponen awal seperti terlihat pada Gambar.
Ukuran molekul kecil

Matriks

Ukuran molekul sedang

Ukuran molekul besar


Campuran protein dalam kolom yang
tersusun dari poimer dengan ikatan siang

Protein dipisahkan
berdasarkan ukuran molekul

Gambar 2.13 Prinsip kerja kromatografi filtrasi gel

4. Elektroforesis
Biomolekul polimer umumnya bermuatan listrik, sehingga dapat bergerak
dalam medan listrik. Pergerakan partikel-partikel bermuatan listrik oleh medan
listrik melalui suatu pelarut disebut elektroforesis. Fenomena ini dapat digunakan
untuk karakterisasi molekul berdasarkan kecepatan pergerakan dalam medan
listrik. Sifat pergerakan tersebut dapat digunakan untuk memisahkan protein dan
makromolekul lain, seperti DNA dan RNA (Stryer, 1995).
Kecepatan migrasi (V) suatu protein (atau molekul lain) di dalam suatu
medan listrik adalah bergantung pada besarnya medan listrik (E), muatan neto
protein (z), serta koefisien gesekan (f):
V = EZ / f (1)
Pemisahan biomolekul secara elektroforesis umumnya dilakukan di dalam gel
atau medium pendukung padat seperti kertas di dalam larutan, gel bertindak
sebagai penyaring molekul yang mempertinggi proses pemisahan serta menekan
naiknya suhu yang dihasilkan arus listrik. Molekul yang lebih kecil dari poli gel
dengan mudah bergerak melalui gel, sebaliknya molekul yang lebih besar tertahan
pergerakannya (Bollog and Edelstein, 1991).
Sebagian besar protein dapat dipisahkan berdasarkan massanya secara
elektroforesis gel poliakrilamida pada kondisi terdenaturasi. Sampel protein
yangakan dielektroforesis, terlebih dahulu direduksi dengan β-merkaptoetanol,
kemudian direaksikan dengan sodium dedosilsulfat.β-merkaptoetanol akan
memecahkan semua ikatan disulfida (-S-S-) dalam protein maupun subunit protein
sehingga struktur sekundernya hilang. Sedangkan sodium dodesilsulfat (SDS)
akan berikatan dengan semua rantai polipeptida dan membentuk kompleks SDS-
polipeptida yang sangat anionik. Perlakuan protein dengan cara ini akan
menghasilkan bentuk yang seragam, dengan rasio muatan anionik terhadap massa
yang tetap sehingga dapat mengatasi gesekan pada gel dengan konsentrasi yang
tinggi (Bollog and Edelstein, 1991).
Gel poliakrilamida dipilih sebagai media pendukung untuk elektroforesis,
karena secara kimia inert dan mudah dibentuk dengan polimerisasi akrilamida.
Selain itu, ukuran porinya dapat dikontrol dengan mengatur konsentrasi
akrilamida dan metilenbisakrilamida (pereaksi ikatan–silang) pada saat akan
dilakukan reaksi polimerisasi. Konsentrasi gel yang tinggi berfungsi sebagai
penyaring molekul, dimana porositas dan viskositas gel menentukan mobilitas
protein. Selanjutnya rantai polipeptida ini dielektroforesis pada gel poliakrilamida
dalam lingkungan buffer yang mengandung SDS dan β-merkaptoetanol. Dengan
adanya arus listrik maka semua rantai polipeptida yang bermuatan negatif akan
bergerak menuju anoda. Mobilitas rantai polipeptida merupakan fungsi ukuran
molekul, sehingga akan terjadi proses pemisahan rantai-rantai polipeptida dalam
bentuk pita-pita pada gel akrilamida. Untuk menentukan letak pergerakan pita-pita
protein maka dilakukan pewarnaan. Mobilitas relatif setiap rantai polipeptida
anionik yang denaturasi merupakan fungsi log bobot molekul polipeptida. Dengan
menghitung mobilitas relatif rantai polipeptida standar terhadap pewarna pelacak,
kemudian dialurkan terhadap log bobot molekul standar, maka akan diperoleh
kurva bobot molekul protein standar. Dengan demikian cara ini dapat menentukan
bobot molekul suatu protein.

Contoh Proses Isolasi Enzim Lipase yang Dijelaskan dalam Jurnal


PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI ENZIM LIPASE DARI
ASPERGILLUS ORYZAE PADAKOPRA BERJAMUR

Metode
1. Produksi dan isolasi enzim lipase
Produksi enzim lipase dilakukan dengan fermentasi dalam labu kocok
yang mengandung media produksi yang diinokulasi dengan larutan suspensi
biakan murni Aspergillus oryzae yang telah diaktifkan. Pepton dan minyak zaitun
divariasikan konsentrasinya masing-masing, pepton (0,5; 0,8; 1,0; 1,3 dan 1,5)%
dan minyak zaitun (1, 2, 3, 4 dan 5)% serta kecepatan pengadukan (50,100,150,
200 dan 250) rpm untuk memperoleh komposisi media produksi dan kecepatan
pengadukan optimum dalam memproduksi enzim lipase. Proses fermentasi
dilakukan pada suhu 37oC selama 8 hari. Sel Aspergillus oryzae hasil fermentasi
dipisahkan dari medianya dengan cara sentrifugasi pada suhu 4oC dengan
kecepatan 3500 rpm selama 30 menit. Supernatan yang diperoleh selanjutnya
digunakan sebagai enzim kasar.
2. Pemurnian enzim lipase
Pemurnian awal dengan fraksinasi amonium sulfat 0-100% selanjutnya
enzimnya diendapkan dengan cara sentrifugasi pada suhu 4oC dengan kecepatan
10.000 rpm selama 20 menit dan dilarutkan dalam bufer borat 0,2 M pH 8,2.
Selanjutnya larutan ini dimasukkan ke dalam kantong selofan viksing, kemudian
didialisis dengan bufer borat konsentrasi 0,05 M, diaduk dengan magnetic stirer
selama 1 malam pada suhu 5oC. Setiap 3 jam dilakukan penggantian bufer. Pada
fraksi amonium sulfat yang memiliki aktivitas enzim lipase yang tertinggi,
dimurnikan lebih lanjut dengan kromatografi kolom penukar ion berdasarkan
metode Mingrui Yu dkk (2007) yang dimodifikasi menggunakan matriks Q
sepharosa FF (panjang kolom 35 x 1 cm) dengan kecepatan alir 30 tetes/ menit)
dan terakhir dengan kromatografi kolom filtrasi gel dengan matriks sephadex G-
75 (panjang kolom 35 x 1 cm) dengan kecepatan alir 6 tetes/ menit).
3. Uji kemurnian enzim
Larutan enzim yang diperoleh pada setiap tahap pemurnian diuji
kemurniannya dengan gell 10% SDS-PAGE (Bollag, D.M and S.J. Edelstein,
1991)
4. Karakterisasi enzim
Karakterisasi enzim meliputi: penentuan pH dan suhu optimum, penentuan
berat molekul, nilai Km dan Vmaks dari fraksi yang diperoleh pada hasil
pemurnian dengan kromatografi kolom sephadex G-75. Suhu optimum ditentukan
dengan menguji aktivitas enzim pada kisaran suhu 200C-500C. Sedangkan pH
optimum ditentukan dengan menguji aktivitas enzim pada kisaran pH 7,0-9,0
menggunakan bufer borat.
5. Pengujian aktivitas enzim
Aktivitas enzim lipase ditentukan dengan menggunakan metode
Vorderwulbecke, et al., 1992. Sebanyak 0,1 mL larutan enzim lipase atau blanko
ditambahkan ke dalam bufer 0,89 mL yang mengandung Tris-HCl 0.05 M pH 7,0.
Selanjutnya ditambahkan 0,01 mL substrat p-nitrofenilbutirat 0,1 M (pelarut
dimetilsulfoksida), dikocok kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu
370C. Campuran reaksi diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 410 nm. Aktivitas enzim lipase dihitung berdasarkan p-
nitrofenol yang terbentuk dari hasil hidrolisis enzim lipase terhadap substrat p-
nitrofenilbutirat
6. Penentuan kadar protein
Untuk menghitung aktivitas spesifik, kadar protein enzim ditentukan
berdasarkan metode Lowry (Colowick and Kaplan, 1957) menggunakan serum
bovine albumin (BSA) sebagai larutan standar. Untuk mengetahui pola
proteinnya, larutan enzim dibaca absorbansnya pada panjang gelombang 280 nm
(Deutscher, 1990).
Hasil Pengamatan
1. Produksi dan isolasi enzim lipase
Pengujian aktivitas enzim pada setiap konsentrasi minyak zaitun, pepton
dan kecepatan pengadukan dilakukan pada tahap percobaan pendahuluan,
menunjukkan bahwa aktivitas enzim lipase yang tertinggi pada konsentrasi
minyak zaitun 3%, konsentrasi pepton 1% dan kecepatan pengadukan 150 rpm.
2. Pemurnian enzim lipase
Hasil penentun aktivitas enzim pada setiap fraksi, menunjukkan bahwa
aktivitas enzim lipase yang paling tinggi ditemukan pada fraksi amonium sulfat
60-80% kejenuhan dengan aktivitas spesifik 7,87 Unit/mg protein, yang
kemurniannya tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan enzim kasarnya. Ekstrak
enzim yang diperoleh pada fraksi 60-80% kejenuhan setelah dialisis, dimurnikan
dengan kromatografi kolom Q sepharosa FF yang telah dijenuhkan dengan bufer
yang sesuai, diperoleh pola protein dan aktivitas enzim lipase seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Kromatogram hasil pemisahan enzim lipase menggunakan


kromatografi kolom penukar ion Q sepharosa FF
Hasil pemisahan menunjukkan aktivitas lipase paling tinggi adalah pada
puncak antara fraksi 74-77. Fraksi ini disatukan kemudian dipekatkan dan
diperoleh aktivitas spesifik sebesar 27,50 Unit/mg protein, sehingga dapat
disimpulkan bahwa proses pemurnian dengan kromatografi kolom Q sepharosa
FF dapat meningkatkan kemurnian enzim lipase sebesar 12,85 kali dibandingkan
dengan fraksi enzim kasarnya. Setelah dipekatkan, dimurnikan lebih lanjut dengan
kromatografi kolom sephadex G-75 yang telah dijenuhkan dengan bufer yang
sesuai, diperoleh pola protein dan aktivitas enzim lipase seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2.

Gambar 2. Kromatogram hasil pemisahan enzim lipase menggunakan


kromatografi kolom filtrasii gel sephadex G-75

Proses pemisahan dengan kromatografi kolom sephadex G-75


menunjukkan aktivitas enzim lipase tertinggi pada fraksi 39, selanjutnya fraksi ini
diuji aktivitas spesifik, dan diperoleh sebesar 43,76 Unit/mg protein. Dengan
demikian pada tahap pemurnian ini, dapat meningkatkan kemurnian enzim
sebesar 20,25 kali dibandingkan dengan fraksi enzim kasarnya.
3. Uji kemurnian enzim

Gambar 3. Elektroforegram hasil elektroforesis gel SDS-PAGE 10% hasil


pemurnian enzim lipase dari A. oryzae

Keterangan: Kolom 1 protein standar : Posforilase-b (116 kDa), BSA (66,2 kDa),
ovalbumin (45 kDa), karbonik anhidrase (35 kDa), rease BSP 981 (25 kDa), β-
laktoglobulin (18,4 kDa), lisozim (14,4 kDa); kolom 2, ekstrak kasar enzim
lipase; kolom 3, fraksi amonium sulfat (60-80)%; kolom 4, hasil dialisis; kolom 5,
hasil pemurnian dengan matriks Q sepharosa FF; kolom 6, hasil pemurnian
dengan matriks sephadex G-75.

Kemurnian enzim lipase yang diperoleh pada setiap tahap pemurnian diuji
secara elektroforesis SDS-PAGE, diperoleh hasil yang ditunjukkan pada
Gambar 3. Dari gambar tersebut menunjukkan bahwa pada fraksi enzim kasar dan
fraksi amonium sulfat, kemurniannya relatif rendah dengan banyaknya pita yang
muncul. Pada fraksi kromatografi kolom Q sepharosa FF terlihat tiga pita
sedangkan fraksi kromatografi kolom sephadex G-75 hanya terlihat dua pita,
sehingga dapat disimpulkan bahwa tahap pemurnian dengan kromatografi kolom
sephadex G-75 menghasilkan enzim dengan kemurnian relatif tinggi
dibandingkan dengan tahapan sebelumnya. Berdasarkan marker (protein standar)
pada Gambar 3, dan hasil perhitungan penentuan berat molekul diperoleh berat
molekul enzim lipase hasil isolasi sebesar 40,7 kDa. Adapun pita yang muncul
pada penunjuk berat molekul 19,6 kDa, karena terjadinya denaturasi pada molekul
protein. Berat molekul enzim lipase dari beberapa mikroba yaitu: Mucor sp 42
kDa (Abbas dkk., 2002), Bacillus cereus C71 42 kDa (Shaoxin Chen dkk., 2007)
dan Yarrowia lipolytica 38 kDa (Mingrui Yu dkk., 2007)

4. Karakterisasi enzim
Pengamatan pengaruh pH terhadap aktivitas enzim lipase hasil pemurnian
terlihat pada Gambar 4. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pH optimum
enzim lipase yang diuji pada substrat p-nitrofenilbutirat 0,2 M adalah 8,2.
Sedangkan pengamatan terhadap pengaruh suhu, hasil yang diperoleh seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 5, menunjukkan bahwa aktivitas enzim bertambah
dengan meningkatnya suhu sampai 35oC dan setelah melewati suhu tersebut
aktivitas menurun karena kemungkinan protein enzim mulai terdenaturasi.
Dengan demikian suhu optimum untuk enzim lipase yang diproduksi dari sel
Aspergillus oryzae pada kopra berjamur adalah 35oC.

Gambar 4. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim lipase (Kons. substrat 0,2 M;


kons. enzim 45%; suhu 350C)
Gambar 5. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Lipase( Kons. substrat 0,2
M; kons. enzim 45%; pH 8,2)

Gambar 6. Kurva Lineweaver-Burk hubungan antara 1/[substrat] dan 1/kecepatan


katalitik

H. Aplikasi Enzim Lipase


Penggunaan lipase akhir-akhir ini berkembang pesat terutama setelah
diketahui kemampuan enzim ini bereaksi dalam medium organik dan
ketersediaannya secara komersial dari berbagai merk di pasaran. Berbagai produk
yang dikatalisis oleh lipase telah dieksplorasi oleh para peneliti dan dilaporkan
sangat berpotensi untuk diaplikasikan dalam bidang industri. Penggunaan lipase di
bidang industri dipandang cukup ekonomis, jika dibandingkan dengan proses
tradisional, apabila ditinjau dari segi konsumsi energi dan hasil samping reaksi
(Kulkarni, 2002).
Aplikasi lipase di bidang industri, antara lain: dalam bidang bioteknologi,
seperti biomedikal, pestisida, pengolahan limbah, industri makanan, biosensor,
detergen, untuk industri kulit dan industri oleokimia (memproduksi asam lemak
dan turunannya). Lipase juga digunakan untuk mempercepat degradasi limbah
minyak/lemak dan poliuretan (Jisheng, et al. 2005).
Pada industri makanan, mikroorganime penghasil lipase yang digunakan
di antaranya Pseudomonas sp. Pada industri ini lipase berfungsi untuk
meningkatkan proses kimia tradisional, yaitu untuk pembuatan minyak dan
makanan. Pada industri keju, produksi ester untuk penyedap menggunakan lipase
dari S. warneri dan S. xylosus. Kemampuan lipase dalam mengkatalisis reaksi
dengan regioselektifitas yang tinggi pada berbagai jenis pelarut organik, lipase
muncul sebagai biokatalis yang penting dalam aplikasi obat-obatan.
Monogliserida dan digliserida yang diperoleh dengan esterifikasi gliserol dengan
katalis lipase dapat digunakan untuk surfaktan pada industri kosmetik (Kulkarni,
2002). Pemanfaatan lipase dibidang industri secara ringkas dapat dilihat pada
Tabel 2.8.

Bidang Industri Kegunaan Produk


Pangan
1. Industri susu Hidrolisis lemak susu Flavouring agents untuk
produk susu
2. Industri roti dan kue Meningkatkan aroma/ Produk roti dan kue
kualitas, memperpanjang
umur simpan
3. Industri bir Meningkatkan aroma dan Produk alkohol seperti
mempercepat fermentasi sake
4. Industri bumbu Meningkatkan Mayonaisse, bumbu-
kualitas/tekstur bumbu
5. Industri pengolahan Meningkatkan aroma dan Produk ikan dan daging
daging dan ikan mengubah lemak
Non Pangan
1. Industri kimia dan Transesterifikasi dari Minyak dam lemak
obat-obatan minyak alami
2. Industri oleokimia Hidrolisis minyak dan Asam lemak bebas,
lemak digliserida,
monogliserida, dan
gliserol
3. Industri detergen Analisis asam lemak yang Detergen untuk laundry
terkandung dalam dan penggunaan rumah
minyak/lemak, mengubah tangga
spot minyak/lemak
4. Industri obatobatan Mempermudah daya Digestans
cerna minyak/lemak
dalam pangan
5. Kedokteran Analisis trigliserida dalam Diagnositics
darah
6. Industri komestik Mengubah lemak Komestik secara umum

7. Industri kulit Mengubah lemak dalam Produk-produk kulit


jaringan kulit hewan
8. Penggunaan terpadu Dekomposisi dan Penanganan limbah cair
pengubahan substansi dan limbah lainnya
minyak
Contoh Aplikasi Enzim Lipase yang Dijelaskan dalm Jurnal

PEMURNIAN ENZIM LIPASE DARI BAKTERI LOKAL


DAN APLIKASINYA DALAM REAKSI ESTERIFIKASI

Nurhasanah dan Dian Herasari

Metode
Pengukuran aktivitas esterifikasi dilakukan menggunakan Metode Hariyadi
(1995) dalam Efendi (2001) yaitu dengan cara mengesterkan 0,2 M asam laurat
dan 0,2 M lauril alkohol didalam tabung reaksi bertutup, masing-masing sebanyak
5 ml. Selanjutnya di inkubasi pada suhu 50°C selama 15 menit. Setelah suhu
konstan, ditambahkan enzim sebanyak 0,1 ml kemudian diinkubasi selama 15
menit pada suhu 50°C. Selama reaksi esterifikasi berlangsung dilakukan
pengadukan dengan stirer agar reaksi berjalan lebih baik. Untuk mempertahankan
suhu yang konstan, esterifikasi dilakukan menggunakan circulated water bath.
Media pemanas yang digunakan adalah aliran air yang terus berputar secara
kontinyu (Nuraida, 2000 dan Suhendra, 2004). Setelah reaksi esterifikasi selesai,
hasil reaksi segera disaring dengan membran selulosa 0,45 μm untuk memisahkan
enzim. Filtrat yang telah terpisah dari enzim, dianalisis kandungan asam lemak
bebas (ALB).
Untuk pengukuran asam lemak bebas menggunakan Metode Lowry dan
Tinsley yang dimodifikasi. Filtrat yang diperoleh diambil sebanyak 0,4 ml dan
dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 4,6 ml heksan. Setelah
itu dihomogenkan menggunakan vortex 30 detik yang dilanjutkan dengan
penambahan 1 ml cupric asetat pH 6-6,2 sebagai pewarna. Kemudian
dihomogenkan kembali selama 2 menit dan diinkubasikan selama 15 menit.
Lapisan atas filtrat diambil dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang
715 nm. (kurva standar dibuat dengan menggunakan asam laurat 0-100 mmol).

Hasil pengamatan
Penentuan aktivitas esterifikasi dilakukan dengan mencampurkan asam
laurat dan lauril alkohol sehingga akan dihasilkan ester dan air. Selain itu dalam
penelitian ini juga digunakan pelarut heksana. Heksana merupakan pelarut
organik non polar yang sering dan cocok digunakan dalam reaksi esterifikasi yang
dikatalis oleh lipase. Selain itu menurut Basri et al.,(1995) aktivitas esterifikasi
yang tinggi dari enzim lipase diperoleh dengan menggunakan pelarut organik
yang bersifat non polar karena pada pelarut hidrofobik, air cenderung akan
berpartisi ke dalam molekul enzim sehingga akan meningkatkan kelarutan dan
kestabilan enzim. Sementara itu aktivitasnya akan rendah pada penggunaan
pelarut organik yang bersifat polar karena pelarut tersebut akan menarik sebagian
air esensial dari molekul enzim. Dalam penelitian ini pengujian aktivitas
esterifikasi dilakukan pada ekstrak kasar enzim, fraksi tertinggi ( Fraksi V) dari
fraksinasi amonium sulfat, enzim hasil dialisis, dan enzim hasil kromatografi
kolom. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa aktivitas esterifikasi meningkat
dari ekstrak kasar enzim sampai tahap pemurnian kromatografi kolom seperti
yang terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Uji Aktivitas Esterifikasi Lipase
Tahap Aktivitas Esterifikasi
(mmol/ml enzim.menit)
Ekstrak Kasar Enzim 2,38
Fraksi V (80-100)% 3,81
Dialisis 4,29
Kromatografi Kolom 5,24

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa aktivitas esterifikasi dari ekstrak kasar
sampai dengan kromatografi kolom semakin meningkat. Hal ini dapat disebabkan
semakin meningkat kemurnian enzim lipase maka makin meningkat juga aktivitas
esterifikasi enzim lipase. Adanya protein lain yang bukan enzim dapat
menghambat sehingga kerja enzim tidak maksimal dalam proses esterifikasi.
Maka ketika dilakukan pemurnian, enzim telah terpisah dari protein lain yang
bukan enzim sehingga dapat memaksimalkan proses esterifikasi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Enzim dapat diklasifikasi dalam berbagai kategori sesuai dengan reaksi yang
dikatalisisnya, diantaranya adalah oksido-reduktase, transferase, hidrolase,
liase, isomerase ligase dan restriksi.
2. Lipase merupakan salah satu jenis enzim golongan hidrolase yang mempunyai
kemampuan untuk menghidrolisis tigliserida (lemak/minyak) menjadi
senyawa penyusunnya yaitu asam lemak dan gliserol.
3. Aplikasnya
4. Isolasinya

B. Saran
Untuk kesempurnaan makalah ini maka perlu dilakukan kajian lebih lanjut
mengenai biokimia enzim lipase sehingga dapat memberikan informasi dan
menjadi acuan bagi pemakalah selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai