Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Pada saat ini, perawatan luka telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama
dalam dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang kesehatan juga memberikan
kontribusi yang sangat untuk menunjang praktek perawatan luka ini. Disamping itu pula, isu
terkini yang berkait dengan manajemen perawatan luka ini berkaitan dengan perubahan profil
pasien, dimana pasien dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolic semakin
banyak ditemukan. Kondisi tersebut biasanya sering menyertai kekompleksan suatu luka
dimana perawatan yang tepat diperlukan agar proses penyembuhan bisa tercapai dengan
optimal.
Dengan demikian, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan
yang adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai dari pengkajian yang
komprehensif, perencanaan intervensi yang tepat, implementasi tindakan, evaluasi hasil yang
ditemukan selama perawatan serta dokumentasi hasil yang sistematis. Isu yang lain yang
harus dipahami oleh perawat adalah berkaitan dengan cost effectiveness. Manajemen
perawatan luka modern sangat mengedepankan isu tersebut. Hal ini ditunjang dengan
semakin banyaknya inovasi terbaru dalam perkembangan produk-produk yang bisa dipakai
dalam merawat luka. Dalam hal ini, perawat dituntut untuk memahami produk-produk
tersebut dengan baik sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan yang sesuai dengan
kebutuhan pasien. Pada dasarnya, pemilihan produk yang tepat harus berdasarkan
pertimbangan biaya (cost), kenyamanan (comfort), keamanan (safety). Secara umum,
perawatan luka yang berkembang pada saat ini lebih ditekankan pada intervensi yang
melihat sisi klien dari berbagai dimensi, yaitu dimensi fisik, psikis, ekonomi, dan sosial.

2. TUJUAN
a. Agar mahasiswa keperawatan mengetahui perkembangan perawatan khususnya dalam
perawatan luka.
b. Agar mahasiswa lebih mahir dan berpengetahuan dibidang perawatan lukka dengan
model modern dressing.
BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN LUKA
Secara definisi suatu luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena
adanya cedera atau pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur
anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Adapun berdasarkan sifat yaitu
: abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka, penetrasi, puncture, sepsis, dll. Sedangkan
klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit meliputi: superfisial, yang melibatkan lapisan
epidermis; partial thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan dermis; dan full
thickness yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia dan bahkan sampai ke
tulang.
Berdasarkan proses penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
a) Healing by primary intention
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukan bersih, biasanya terjadi karena suatu insisi, tidak
ada jaringan yang hilang. Penyembuhan luka berlangsung dari bagian internal ke ekseternal.
b) Healing by secondary intention
Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan akan berlangsung mulai dari
pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka dan sekitarnya.
c) Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan infeksi, diperlukan
penutupan luka secara manual.
Berdasarkan klasifikasi berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi dua
yaitu: akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka
waktu 2-3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak tanda-tanda
untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. Luka insisi bisa dikategorikan luka akut
jika proses penyembuhan berlangsung sesuai dengan kaidah penyembuhan normal tetapi bisa
juga dikatakan luka kronis jika mengalami keterlambatan penyembuhan (delayed healing)
atau jika menunjukkan tanda-tanda infeksi

2. PROSES PENYEMBUHAN LUKA


1. Luka akan sembuh sesuai dengan tahapan yang spesifik dimana bisa terjadi tumpang
tindih (overlap).
2. Proses penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan yang rusak serta penyebab luka
tersebut.
3. Fase penyembuhan luka :
a) Fase inflamasi :
1) Hari ke 0-5
2) Respon segera setelah terjadi injuri pembekua n darah untuk mencegah kehilangan
darah
3) Karakteristik : tumor, rubor, dolor, color, functio laesa
4) Fase awal terjadi haemostasis
5) Fase akhir terjadi fagositosis
6) Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi

b) Fase proliferasi or epitelisasi


1) Hari 3 – 14
2) Disebut juga dengan fase granulasi o.k adanya pembentukan jaringan granulasi pada luka
luka nampak merah segar, mengkilat
3) Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi : Fibroblasts, sel inflamasi, pembuluh darah yang
baru, fibronectin and hyularonic acid
4) Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan lapisan epidermis pada
tepian luka
5) Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi

c) Fase maturasi atau remodelling


1) Berlangsung dari beberapa minggu s.d 2 tahun
2) Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan
jaringan (tensile strength)
3) Terbentuk jaringan parut (scar tissue) 50-80% sama kuatnya dengan jaringan
sebelumnya
4) Terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular and vaskularisasi jaringan
yang mengalami perbaikan
3. Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka
a. Status Imunologi
b. Kadar gula darah (impaired white cell function)
c. Hidrasi (slows metabolism)
d. Nutritisi
e. Kadar albumin darah (‘building blocks’ for repair, colloid osmotic pressure – oedema)
f. Suplai oksigen dan vaskularisasi
g. Nyeri (causes vasoconstriction)
h. Corticosteroids (depress immune function)

4. Cara Perawatan Luka dengan Modern Dressing


Perkembangan perawatan luka (wound care ) berkembang dengan sangat pesat di dunia
kesehatan. Metode perawatan luka yang berkembang saat ini adalah perawatan luka dengan
menggunakan prinsip moisture balance, dimana disebutkan dalam beberapa literature lebih
efektif untuk proses penyembuhan luka bila dibandingkan dengan metode konvensional.
Perawatan luka dengan menggunakan prinsip moisture balance ini dikenal sebagai
metode modern dressing dan memakai alat ganti balut yang lebih modern. Metode tersebut
belum begitu familiar bagi perawat di Indonesia
Biasanya, tidak banyak yang dilakukan untuk merawat luka. Apalagi jika hanya luka
ringan. Langkah pertama yang diambil adalah membersihkannya kemudian langsung diberi
obat luka atau yang lebih dikenal dengan obat merah. Sementara pada luka berat, setidaknya
langkah yang diambil tidak jauh dari membersihkannya dahulu, setelah itu diberi obat. Sering
orang tidak memperhatikan perlukah luka tersebut dibalut atau tidak.
Sementara itu, menurut Anik Enikmawati SKep NS dari Akper Muhammadiyah
Surakarta, kepada Joglosemar beberapa waktu lalu mengungkapkan perawatan luka berbeda-
beda tergantung pada tingkat keparahan luka tersebut. “Perawatan luka paling sulit
tergantung pada derajat luka. Jika luka mendalam sampai ke lapisan kulit paling dalam,
proses sembuhnya tentu saja juga paling lama.” ungkapnya.
Seperti pada kasus luka akibat penyakit diabetes misalnya, papar Anik, terdapat kasus
bahwa luka tersebut harus diamputasi. Namun, tindakan amputasi ternyata bisa digagalkan
setelah dirawat dengan saksama dan dengan metode yang benar dan tentunya dilakukan oleh
perawat ahli. “Kesembuhan luka pada tingkat tertentu seperti pada kasus luka akibat diabetes
tergantung pada kedisiplinan perawatan. Untuk itu harus diperkenalkan pada masyarakat
bahwa telah ada program perawatan di rumah atau home care dengan perawat datang ke
rumah,” ujar Anik.
Namun sekarang, perkembangan perawatan luka atau disebut dengan wound care
berkembang sangat pesat di dunia kesehatan. Metode perawatan luka yang berkembang saat
ini adalah perawatan luka dengan menggunakan prinsip moisture balance, di mana disebutkan
dalam beberapa literatur lebih efektif untuk penyembuhan luka bila dibandingkan dengan
metode konvensional.
Perawatan luka dengan menggunakan prinsip moisture balance ini dikenal sebagai
metode modern dressing dan memakai alat ganti balut yang lebih modern. Metode tersebut
memang belum familier bagi perawat di Indonesia. Di sisi lain, metode perawatan luka
modern dressing ini telah berkembang di Indonesia terutama rumah sakit besar di kota-kota
besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya. Sedangkan di rumah sakit-rumah
sakit tingkat kabupaten, perawatan luka menggunakan modern dressing tersebut masih belum
berkembang dengan baik. Untuk itu, belum lama Akper Muhammadiyah Surakarta
mengadakan workshop dengan tajuk A Half Day Workshop on Wound Management di Balai
Muhammadiyah Surakarta. Sebagai pembicara, hadir Widasari SG SKP RN WOC (ET) N
WCS, Direktur Wocare Klinik.
Selama ini, banyak yang beranggapan bahwa suatu luka akan cepat sembuh jika luka
tersebut telah mengering. Namun faktanya, lingkungan luka yang seimbang kelembabannya
memfasilitasi pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen di dalam matriks nonselular yang
sehat. Pada luka akut, moisture balance memfasilitasi aksi faktor pertumbuhan, cytokines dan
chemokines yang mempromosi pertumbuhan sel dan menstabilkan matriks jaringan luka.
Jadi, luka harus dijaga kelembabannya.
Dikatakan Widasari, terlalu lembab di lingkungan luka dapat merusak proses
penyembuhan luka dan merusak sekitar luka, menyebabkan maserasi tepi luka. Sementara itu,
kurangnya kondisi kelembaban pada luka menyebabkan kematian sel, dan tidak terjadi
perpindahan epitel dan jaringan matriks.
Untuk menciptakan suasana lembab, pada cara perawatan luka konvensional
memerlukan kasa sebagai balutan dan Na Cl untuk membasahi. Kemudian luka dikompres
kasa lembab dan diganti sebelum kasa mengering, dalam hal ini, memerlukan penggantian
kasa yang sering. Sementara untuk metode perawatan modern, dalam menciptakan suasana
lembab menggunakan modern dressing, misalnya dengan ca alginat atau hydrokoloid.
Dikatakan Widasari, pada perawatan luka secara modern ini harus tetap diperhatikan
pada tiga tahapnya yakni mencuci luka, membuang jaringan mati dan memilih balutan.
“Mencuci luka bertujuan untuk menurunkan jumlah bakteri dan membersihkan dari sisa
balutan lama, serta debrimen jaringan nekrotik atau membuang jaringan dari sel yang mati
dari permukaan luka. Dalam hal ini harus diperhatikan pada pemilihan cairan pencuci yang
tepat, hati-hati terhadap pemakaian antiseptik. Sedangkan teknik pencucian dapat dengan cara
perendaman atau irigasi,” tuturnya.
Di sisi lain, pemilihan balutan merupakan tahap penting untuk mempercepat proses
penyembuhan pada luka. Tujuan dari pemilihan balutan luka ini adalah untuk membuang
jaringan mati, benda asing atau partikel dari luka. Belutan juga dapat mengontrol kejadian
infeksi atau melindungi luka dari trauma dan invasi bakteri. Pemilihan balutan harus mampu
mempertahankan kelembaban luka, selain juga berfungsi sebagai penyerap cairan luka.
Balutan juga harus nyaman digunakan dan steril serta cost effective.
Sebagai pengganti perawatan luka secara konvensional yang harus sering mengganti
kain kasa dengan Na Cl sebagai pembalut luka, sekarang telah ada metode perawatan luka
secara modern yang memiliki prinsip menjaga kelembaban luka. Dalam hal ini, jenis balutan
yang digunakan adalah kasa. Metode yang dikenal dengan modern dressing ini beberapa
contoh di antaranya yakni dengan penggunaan bahan seperti hydrogel.
Hydrogel berfungsi untuk menciptakan lingkungan luka tetap lembab. Selain itu juga
melunakkan dan menghancurkan jaringan nekrotik tanpa merusak jaringan sehat yang akan
terserap ke dalam struktur gel dan terbuang bersama pembalut. Hydrogel juga dapat
meningkatkan autolityk debrimen secara alami. Menurut Widasari SG SKP RN WOC (ET)N
WCS, Direktur Wocare Klinik, debrimen berarti proses pembuangan jaringan nekrosis atau
kematian sel yang disebabkan oleh penurunan proses enzimatic tubuh dari permukaan luka.
“Modern Dressing dengan hydrogel tidak menimbulkan trauma dan sakit pada saat
penggantian balutan dan dapat diaplikasikan selama tiga hari sampai lima hari,” tuturnya.
Jenis modern dressing lainnya yakni Ca Alginat dimana kandungan Ca dapat membantu
menghentikan perdarahan. Kemudian hydroselulosa dengan fungsi mampu menyerap cairan
dua kali lipat dari Ca Alginat. Selanjutnya adalah hydrokoloid yang mampu menjaga dari
kontaminasi air dan bakteri serta dapat digunakan untuk balutan primer dan balutan sekunder.
Penggunaan jenis modern dressing tentunya disesuaikan dengan jenis indikasi luka.
Di sisi lain, Widasari menyarankan untuk penggunaan kasa serta metcovazin dalam
perawatan luka dengan kondisi luka yang memiliki warna dasar merah, kuning dan hitam. “
Metcovazin memiliki fungsi untuk mendukung autolytik debrimen, menghindari trauma saat
membuka balutan, mengurangi bau tidak sedap yang ditimbulkan luka serta mempertahankan
suasana lembab. Bentuknya salep dalam kemasan,” tandasnya. n Triawati Prihatsari Purwanti
5. Pengkajian Luka
1) Kondisi luka
a) Warna dasar luka
Dasar pengkajian berdasarkan warna yang meliputi : slough (yellow), necrotic tissue (black),
infected tissue (green), granulating tissue (red), epithelialising (pink).
b) Lokasi ukuran dan kedalaman luka
c) Eksudat dan bau
d) Tanda-tanda infeksi
e) Keadaan kulit sekitar luka : warna dan kelembaban
f) Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung
2) Status nutrisi klien : BMI, kadar albumin
3) Status vascular : Hb, TcO2
4) Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan immunosupresan yang lain
5) Penyakit yang mendasari : diabetes atau kelainan vaskularisasi lainnya.

6. Perencanaan
1) Pemilihan Balutan Luka
Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami perkembangan yang
sangat pesat selama hampir dua dekade ini. Revolusi dalam perawatan luka ini dimulai
dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh Professor G.D Winter pada tahun 1962
yang dipublikasikan dalam jurnal Nature tentang keadaan lingkungan yang optimal untuk
penyembuhan luka. Menurut Gitarja (2002), adapun alasan dari teori perawatan luka dengan
suasana lembab ini antara lain:
a. Mempercepat fibrinolisis. Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih
cepat oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab.
b. Mempercepat angiogenesis. Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan
merangsang lebih pembentukan pembuluh darah dengan lebih cepat.
c. Menurunkan resiko infeksi
d. Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan perawatan kering.
e. Mempercepat pembentukan Growth factor. Growth factor berperan pada proses
penyembuhan luka untuk membentuk stratum corneum dan angiogenesis, dimana produksi
komponen tersebut lebih cepat terbentuk dalam lingkungan yang lembab.
f. Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif. Pada keadaan lembab, invasi netrofil
yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.
Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan digunakan untuk membalut luka harus
memenuhi kaidah-kaidah berikut ini:
a. Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan oleh luka (absorbing)
b. Kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan mengurangi resiko
terjadinya kontaminasi mikroorganisme (non viable tissue removal)
c. Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound rehydration)
d. Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan
e. Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau pendistribusian antibiotic ke
seluruh bagian luka (Hartmann, 1999; Ovington, 1999)

Dasar pemilihan terapi harus berdasarkan pada :


1. Apakah suplai telah tersedia?
2. Bagaimana cara memilih terapi yang tepat?
3. Bagaimana dengan keterlibatan pasien untuk memilih?
4. Bagaimana dengan pertimbangan biaya?
5. Apakah sesuai dengan SOP yang berlaku?
6. Bagaimana cara mengevaluasi?

2) Jenis-jenis balutan dan terapi alternative lainnya


a. Film Dressing
1. Semi-permeable primary atau secondary dressings
2. Clear polyurethane yang disertai perekat adhesive
3. Conformable, anti robek atau tergores
4. Tidak menyerap eksudat
5. Indikasi : luka dgn epitelisasi, low exudate, luka insisi
6. Kontraindikasi : luka terinfeksi, eksudat banyak
7. Contoh: Tegaderm, Op-site, Mefilm

b. Hydrocolloid
1. Pectin, gelatin, carboxymethylcellulose dan elastomers
2. Support autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik atau slough
3. Occlusive –> hypoxic environment untuk mensupport angiogenesis
4. Waterproof
5. Indikasi : luka dengan epitelisasi, eksudat minimal
6. Kontraindikasi : luka yang terinfeksi atau luka grade III-IV
7. Contoh: Duoderm extra thin, Hydrocoll, Comfeel

c. Alginate
1. Terbuat dari rumput laut
2. Membentuk gel diatas permukaan luka
3. Mudah diangkat dan dibersihkan
4. Bisa menyebabkan nyeri
5. Membantu untuk mengangkat jaringan mati
6. Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita
7. Indikasi : luka dengan eksudat sedang s.d berat
8. Kontraindikasi : luka dengan jaringan nekrotik dan kering
9. Contoh : Kaltostat, Sorbalgon, Sorbsan

d. Foam Dressings
1. Polyurethane
2. Non-adherent wound contact layer
3. Highly absorptive
4. Semi-permeable
5. Jenis bervariasi
6. Adhesive dan non-adhesive
7. Indikasi : eksudat sedang s.d berat
8. Kontraindikasi : luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik hitam
9. Contoh : Cutinova, Lyofoam, Tielle, Allevyn, Versiva

e. Terapi alternatif
1. Zinc Oxide (ZnO cream)
2. Madu (Honey)
3. Sugar paste (gula)
4. Larvae therapy/Maggot Therapy
5. Vacuum Assisted Closure
6. Hyperbaric Oxygen
7. Implementasi
1) Luka dengan eksudat & jaringan nekrotik (sloughy wound)
a. Bertujuan untuk melunakkan dan mengangkat jaringan mati (slough tissue)
b. Sel-sel mati terakumulasi dalam eksudat
c. Untuk merangsang granulasi
d. Mengkaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
e. Balutan yang dipakai antara lain: hydrogels, hydrocolloids, alginates dan hydrofibre
dressing

2) Luka Nekrotik
a. Bertujuan untuk melunakan dan mengangkat jaringan nekrotik (eschar)
b. Berikan lingkungan yg kondusif u/autolisis
c. Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
d. Hydrogels, hydrocolloid dressing

3) Luka terinfeksi
a. Bertujuan untuk mengurangi eksudat, bau dan mempercepat penyembuhan luka
b. Identifikasi tanda-tanda klinis dari infeksi pada luka
c. Wound culture – systemic antibiotics
d. Kontrol eksudat dan bau
e. Ganti balutan tiap hari
f. Hydrogel, hydrofibre, alginate, metronidazole gel (0,75%), carbon dressings, silver
dressings

4) Luka Granulasi
a. Bertujuan untuk meningkatkan proses granulasi, melindungi jaringan yang baru, jaga
kelembaban luka
b. Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
c. Moist wound surface – non-adherent dressing
d. Treatment overgranulasi
e. Hydrocolloids, foams, alginates
5) Luka epitelisasi
a. Bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk “re-surfacing”
b. Transparent films, hydrocolloids
c. Balutan tidak terlalu sering diganti

6) Balutan kombinasi
a. Untuk hidrasi luka : hydrogel + film atau hanya hydrocolloid
b. Untuk debridement (deslough) : hydrogel + film/foam atau hanya hydrocolloid atau
alginate + film/foam atau hydrofibre + film/foam
c. Untuk memanage eksudat sedang s.d berat : extra absorbent foam atau extra absorbent
alginate + foam atau hydrofibre + foam atau cavity filler plus foam
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
a. Penggunaan ilmu dan teknologi serta inovasi produk perawatan luka dapat memberikan
nilai optimal jika digunakan secara tepat
b. Prinsip utama dalam manajemen perawatan luka adalah pengkajian luka yang
komprehensif agar dapat menentukan keputusan klinis yang sesuai dengan kebutuhan pasien
c. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan klinis diperlukan untuk menunjang perawatan
luka yang berkualitas

SARAN
a. Pergunakanlah makalah ini sebagai pedoman dalam pembelajaran perawatan luka modern
b. Jadilah calon perawat yang berkompeten dan berdaya saing.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala hikmat-Nya sehingga kami
dapat menyusun makalah tentang “PERAWATAN DAN PENGGUNAAN DRESSING”
dengan sebaik-baiknya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memperluas pengetahuan
tentang bagaimana perawatan dan peggunaan dressing sehingga menjadikanya sebagai
pedoman dalam melakuan tindakan keperawatan.

Kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu, memberi
masukan dan mendukung penulisan makalah ini sehingga selesai tepat pada waktunya.

Meski kami telah menyusun makalah ini dengan maksimal, namun tidak menutup
kemungkinan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, sangat diharapkan kritik dan saran
yang konstruktif dari dosen pengampuh Ns. Hizkianta Sembiring S.kep untuk penjelasan
yang telah kami diskusikan.

Demikian, besar harapan kami agar makalah ini dapat menjadi bacaan menarik bagi
pembaca.

Deli Tua,

Penyusun

Anda mungkin juga menyukai